Kamar itu sangat sunyi. Jovan buru-buru masuk dan melihat Alana terbaring di kasur dan tidak sadarkan diri.Hatinya menegang, dia buru-buru menghampiri Alana."Alana!"Alana terbangun oleh teriakan itu. Dia perlahan membuka matanya dan melihat wajah Jovan yang membesar.Kepalanya terasa sangat sakit, dia tidak bisa mengingat apa yang terjadi dan menggumam pelan."Kenapa aku ada di sini?"Setelah itu tiba-tiba beberapa memori perlahan muncul di benaknya, pupil mata Alana langsung menyusut, dia memeluk seluruh tubuhnya dan meringkuk di sudut."Keluar! Keluar! Jangan ke sini! Pergi!"Jovan sudah bisa menduga apa yang terjadi. Tapi, dia tidak berani memercayainya."Alana, ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Jovan dengan lembut.Alana tidak mau menjawab dan berteriak, "Keluar! Keluar!"Reina juga kaget dengan pemandangan di depannya.Ayah Alana melangkah maju lebih dulu, "Alana, ini Ayah. Apa yang terjadi? Apa ini perbuatan Yansen?"Hal pertama yang terbersit di pikiran Kael adalah Yansen men
Tatapan Alana terlihat kosong. "Aku nggak mau membawa masalah pada Keluarga Tambolo. Kakek Jacob baik banget sama aku."Reina tidak tahu harus berkata apa. Rasanya seperti ada duri panjang yang tersangkut di tenggorokannya.Dia menyesal kenapa tidak menemani Alana sepanjang waktu."Jangan mikir macam-macam. Sekarang yang penting kita cari pelakunya."Alana tidak punya harapan apa pun."Oke."Di luar pintu, Jovan dan rombongannya sedang menunggu dan sebenarnya mereka sudah terlambat untuk acara.Tuan Besar Jacob juga menelepon dan bertanya, "Jovan, ada apa? Kamu sudah menjemput Alana? Apa ada yang membuatnya nggak puas? Atau kamu cari gara-gara dengannya?"Jovan sedikit tidak senang saat melihat lelaki tua itu selalu menyalahkan dirinya sendiri atas segalanya.Namun, dia tidak mau lelaki tua itu terlalu banyak berpikir."Ada sedikit masalah, pernikahannya harus tertunda sebentar."Setelah itu, Jovan menutup telepon.Barusan dia sudah mengutus orang untuk menyelidiki apa yang terjadi pad
Jovan tidak menyangka ada orang yang benar-benar berani melawannya dan menyerang istrinya!Begitu pelakunya ketemu, Jovan akan menyiksanya sampai orang itu minta mati saja.Saat Reina kembali, dia melihat Alana sedang bersiap untuk menikah.Reina sendiri terkejut saat tahu bahwa itu adalah keputusan Jovan.Reina akhirnya mengubah pandangannya tentang Jovan.Kalau begini, sepertinya Jovan memang pria yang bisa diandalkan.Namun kini, wartawan sudah mengepung Hotel Fourse.Mereka pun mengernyit bingung saat melihat Alana tidak kunjung keluar. "Sudah lewat sejam lebih, pengantin wanitanya masih belum muncul?""Entahlah. Apa terjadi sesuatu?"Mereka mulai bergosip.Syena yang sedang menonton siaran langsung saat ini, mengernyit bingung, "Kenapa masih belum keluar?"Marshanda tahu apa yang terjadi, dia menyesap minumnya dan berkata."Mungkin dia nggak punya muka."Syena menjadi semakin penasaran setelah mendengar ucapannya."Apa kamu tahu sesuatu? Katakan padaku."Tentu saja, Marshanda tida
Saat ini Marshanda sangat cemburu.Kalian harus tahu, dulu Jovan pernah secara terang-terangan mengatakan padanya, "Kalau kamu nggak suka sama Kak Max, jangan berharap padaku. Hubungan kita nggak mungkin, kesenjangan statusnya terlalu besar."Itu sebabnya Marshanda fokus pada Maxime.Tapi sekarang, Jovan berani begitu menolerir wanita lain."Aku mau ke toilet." Marshanda undur diri dengan sopan.Syena menatapnya dengan dingin, "Lain kali nggak usah ngomong apa-apa kalau belum pasti. Memalukan!"Marshanda mengangguk kecil, "Oke, nggak akan aku ulangi.""Oke."Marshanda lalu pergi.Sesampainya di toilet, dia langsung menelepon anak buahnya."Kalian ini gimana sih? Sebenarnya sudah melakukan sesuai perintahku belum?"Bawahan Marshanda terdengar gundah, "Nona Hinandar, kami melakukan sesuai perintahmu. Pagi tadi kami membuang Nona Alana ke Hotel Fourse.""Terus videonya? Udah kalian taruh di stasiun TV belum?""Tentu saja," jawab bawahannya dari ujung telepon dan tidak terlihat berbohong,
Mata Alana menegang, dia tidak menyangka Yansen akan muncul di sini.Kata-kata Tiara terngiang-ngiang lagi di benaknya dan dia langsung menggeleng untuk melupakannya.Dia sudah memutuskan untuk menikah dengan Jovan dan sangatlah salah kalau dia masih merasa ragu-ragu dan memikirkan orang lain.Jovan mengikuti pandangan Alana dan melihat Yansen. Dia agak kesal."Kamu mau bertemu dengannya?" Jovan bertanya dengan berpura-pura bermurah hati.Alana menggeleng, "Nggak perlu.""Kalau begitu masuk ke dalam mobil." Jovan merasa sedikit lebih baik.Sejujurnya Jovan bisa menerima apa yang terjadi pada Alana tadi malam, tapi dia tidak bisa menerima kalau melihat Alana dekat-dekat dengan Yansen.Karena kondisinya berbeda. Yang satu dipaksa, yang satu adalah dengan sukarela.Setelah masuk ke mobil pernikahan, Alana tidak menoleh ke belakang lagi.Reina dan anggota keluarga lainnya juga duduk di mobil di belakang dan pergi ke kediaman Keluarga Tambolo bersama.Sesampainya di sana, pernikahan pun ber
Yansen terlihat sangat panik, "Dia kenapa?""Cepat pulang, nanti kamu tahu.""Oke."Yansen tidak punya waktu untuk bertanya lebih lanjut, jadi dia menutup telepon dan menatap Alana, "Aku pergi dulu, ada urusan.""Oke."Alana menatap punggung Yansen yang menjauh.Interaksi keduanya terlihat oleh Jovan yang kebetulan datang.Sifat buruk Jovan pun muncul. Dia melangkah maju dan berkata, "Tadi katanya nggak mau ketemu? Kenapa ketemu diam-diam?"Sebelum Alana sempat menjelaskan, Reina berjalan keluar dari kamar."Jovan, kamu salah paham. Mereka nggak ketemu diam-diam, aku di sini."Alana sangat senang Reina ada di sini sekarang, kalau tidak, Alana akan sulit menjelaskan kondisinya.Tadi waktu Jovan datang, dia tidak melihat Reina. Setelah melihat ada Reina di sana, amarahnya langsung hilang."Maaf, barusan aku sudah salah paham."Begitulah Jovan, begitu tahu salah, dia langsung minta maaf.Alana tidak marah, "Nggak apa-apa, wajar kok. Tapi kamu tenang aja, karena kita sudah menikah, kita ha
Mereka pun meminta sopir putar arah dan pergi ke rumah sakit jiwa tempat Raisa berada.Kali ini setibanya di sana, Reina menemukan bahwa penjagaan di sini jelas lebih ketat daripada sebelumnya, tetapi Maxime menggunakan beberapa trik dan mereka berhasil masuk.Reina mendorong pintu kamar rawat Raisa dan melihat tubuh wanita itu penuh luka. Tatapannya kosong dan sayu.Ketika Raisa mendengar suara, dia langsung meringkuk di sudut dan memeluk kepalanya."Tolong jangan pukul aku, tolong, aku nggak berani bicara omong kosong lagi, jangan pukul aku."Raisa pasti sangat menderita.Reina menghampirinya selangkah demi selangkah, "Raisa, ini aku, Reina."Ketika Raisa mendengar suara Reina, secercah harapan muncul di matanya dan dia menatapnya."Nona Reina, apa kamu datang untuk menyelamatkanku? Kamu seharusnya sudah tahu sekarang bahwa aku nggak berbohong, 'kan? Tolong selamatkan aku ... Ah, bukan. Tolong selamatkan anakku Doni, dia nggak bersalah."Reina pun bersimpati padanya ketika melihatnya
Padahal Jovan juga mau mengatakan hal yang sama, tidak disangka Alana lebih dulu bicara.Jovan sebenarnya merasa tidak senang karena seolah dia tidak disukai oleh Alana."Di sini cuma ada satu kasur, gimana tidur terpisah? Aku nggak mau tidur di sofa atau lantai." Jovan sengaja berkata demikian, ingin lihat apa yang akan dilakukan Alana.Alana pun mengambil bantal tanpa mengucapkan sepatah kata pun, "Nggak apa-apa, aku bisa tidur di sofa. Menurutku enak juga kok tidur di sofa."Waktu kecil Alana suka tidur di sofa karena takut tidur di kamar sendirian.Jadi menurut Alana, ini bukan masalah besar.Jovan tersedak dan sebelum menunggu lama, dia melihat Alana berbaring dan menutup matanya.Dia menarik napas dalam-dalam, melepas mantelnya dan berbaring di tempat tidur.Alana sebenarnya tidak bisa tidur sama sekali, pertama karena kejadian tadi malam dan kedua karena dia satu kamar dengan Jovan.Meski keduanya berjauhan, dia masih merasa sedikit tidak nyaman.Jovan mematikan lampu, dia juga
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba