Syena sangat tidak terima dimarahi Liane seperti ini.Benar saja, dengan adanya putri kandung, putri angkat tidak penting lagi.Sebelum ada Raisa, Liane pasti akan membantunya menangani Reina, tapi sekarang? Dia benar-benar berhenti berurusan dengan Reina!"Ibu pilih kasih banget deh. Ibu terlalu memihak sama Raisa, Ibu tahu nggak dia itu sebenarnya ..." Syena tiba-tiba berhenti bicara.Kalau dia memberi tahu Liane bahwa Raisa bukan putrinya, maka Liane pasti akan menyelidiki lagi dan bisa-bisa mencurigai Reina. Syena pasti akan berada dalam situasi yang lebih gawat daripada sekarang."Sebenarnya apa?" tanya Liane bingung."Ah nggak. Aku cuma merasa selama ini 'kan selalu aku yang menemanimu Bu. Sekarang begitu ada Raisa, kayaknya Ibu nggak menyukaiku. Hari ini aku datang buat memeriksa kehamilanku dan berita di internet sudah membuatku sangat kesal. Tapi Ibu malah memarahiku."Setelah Syena selesai bicara, dia keluar dari kamar rawat.Liane menoleh menatap punggung Syena yang berjalan
Ethan pun mengangkat telepon.Entah sudah berapa banyak telepon yang dia angkat selama ini, baik telepon iseng atau penipuan. Dia mengangkat semua telepon itu karena takut kalau sampai Brigitta yang meneleponnya.Kali ini, akhirnya dia mendengar suara familiar di ujung telepon."Ethan."Saat ini Brigitta sudah pulang ke rumah Keluarga Andara dan mengumpulkan keberanian untuk menelepon Ethan.Hari ini dia mendapat gaji pertamanya dan langsung membeli ponsel baru.Ethan sangat bersemangat sampai tidak bisa berkata-kata.Brigitta pikir panggilan itu belum tersambung, jadi dia kembali berkata, "Ethan? Bisa dengar aku nggak? Aku Brigitta.""Iya ... Dengar kok. Akhirnya kamu nelepon aku?" Ethan menjawab dengan gemetar.Brigitta benar-benar berhati dingin, masa sudah selama ini dia baru meneleponnya?Awalnya Ethan pikir Brigitta meneleponnya untuk meminta bantuannya karena tidak tahan dengan dunia kerja. Tidak disangka, ternyata Brigitta malah berkata, "Gimana aku bisa menceraikanmu kalau ngg
Reina langsung panik, "Ayo kita ke rumah sakit."Riki meraih tangan Reina."Aku nggak mau ke rumah sakit, aku mau ketemu papa. Papa ada di mana?"Reina pun tahu kalau Riki hanya pura-pura sakit, jadi dia langsung menarik tangannya."Riki, sekarang kamu nakal ya?"Melihat Reina marah, Riki pun langsung berjongkok dan wajahnya terlihat pucat, "Mama ....""Kalau mau ketemu papa, Mama bisa minta Om Deron nganterin kamu ke sana," ucap Reina.Reina tidak menyangka Riki begitu menyukai Maxime sampai pura-pura sakit untuk mendapatkan simpati Reina.Ketika Riki melihat Reina marah, dia berhenti berpura-pura sakit. Dia berdiri dan memeluk Reina. "Maaf Ma, aku salah. Aku nggak berani ulangin lagi. Aku nggak mau ketemu papa."Riki tentu lebih menyayangi Reina dibanding Maxime."Mama ...."Reina masih marah.Kondisi fisik Riki tidak bisa dijadikan bahan lelucon."Maaf Ma, aku salah."Ketika Brigitta melihat Riki begitu memelas, dia pun membantunya, "Nana, sudahlah. Dia masih kecil.""Brigitta, jang
"Oke." Riki memeluk Reina erat-erat dan berhenti bicara.Maxime langsung mengangkat telepon dari Reina, "Ada apa? Kamu kangen aku?"Maxime tidak tahu apa yang terjadi.Reina terlalu malas menanggapi godaan Maxime, dia pun menjawab dengan nada cemas dan isak tangis."Riki sakit. Cepat ke rumah sakit."Setelah mendengar ini, Maxime menjadi serius, "Jangan khawatir, aku akan langsung ke sana."Setelah menutup telepon, dia langsung menelepon Jovan dan memintanya mencari dokter anak terbaik di Kota Simaliki yang ahli penyakit genetik dan leukemia.Kemudian, Maxime langsung pergi ke rumah sakit tanpa memanggil supirnya.Saat ini Reina sedang duduk di kursi koridor rumah sakit sambil menatap darah di tangannya dengan mata sayu.Meski sudah mengalami hal seperti ini berkali-kali, dia selalu ketakutan setengah mati.Kalau sampai terjadi sesuatu pada Riki, Reina pasti tidak bisa hidup.Sisil menghiburnya, "Bos, semuanya akan baik-baik saja, jangan khawatir."Gaby juga berkata, "Ya, pasti akan ba
Tanpa banyak pikir, Reina langsung mengangguk. "Ya, Mama nggak bohong kok. Mama baikan sama papa."Maxime terkejut.Riki terlihat sangat senang, "Wah, asyik! Sekarang aku punya papa dan mama!"Melihat Riki begitu bahagia, Reina merasa bersalah.Selama ini Reina hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak pernah memikirkan kedua anaknya. Betapapun pintarnya Riki dan Riko, mereka hanya anak-anak yang tentu saja mendambakan sebuah keluarga yang utuh.Riki yang sudah merasa bahagia pun sekarang merasa lapar. Dia meminta Reina membelikannya pangsit kuah.Reina langsung pergi membeli.Setelah itu, dia tidak lupa memberi tahu para sahabatnya yang menunggu di luar bahwa Riki baik-baik saja. Reina menyuruh mereka pulang istirahat.Gaby dan yang lainnya menghela napas lega."Syukurlah kalau baik-baik saja. Sudah kubilang Riki pasti nggak akan kenapa-kenapa.""Ya."...Di kamar rawat, Maxime menemani Riki."Riki, coba kasih tahu Papa. Kok bisa kamu minta mama balikan sama Papa?"Maxime sangat sena
Mereka berdua pun kembali ke kamar rawat Riki.Riki menghela napas lega saat melihat orang tuanya kembali."Ada apa, sayang?" Reina berjalan mendekat dan bertanya dengan hangat.Riki memeluknya, "Mama, aku pikir kalian bertengkar lagi dan mau membuangku.""Ya nggak lah. Papa dan mama sudah sepakat buat tinggal bareng," hibur Reina.Riki merasa lega setelah mendengarnya, "Serius?""Iya. Sudah, ayo tidur," ucap Reina dengan lembut."Mama, Papa, boleh nggak kalian temani aku tidur, satu kasur denganku?" ucap Riki.Reina melirik Maxime, lalu mengangguk, "Oke, kami mandi dulu ya, baru nemenin Riki tidur.""Ya." Riki mengangguk berulang kali, dia benar-benar merasa senang.Reina juga sangat senang.Reina meminta Maxime mandi duluan, setelah Maxime baring di samping Riki, Reina pun pergi mandi.Saat Reina kembali, dia melihat Riki sedang bercanda dengan Maxime.Reina sangat senang melihat anaknya sangat menyukai Maxime.Reina pun berbaring di samping Riki."Ayo tidur, sudah malam.""Oke." Rik
"Aku sudah nggak apa-apa, nanti aku mau ke sekolah," jawab Riki.Reina terlihat khawatir dan menjawab, "Mendingan dua hari ini Riki istirahat dulu di rumah, Mama temani. Nanti kalau sudah benar-benar sehat baru sekolah."Riki menggeleng."Nggak bisa, aku janji mau gambarin muka teman-teman hari ini."Riki memang pandai menggambar.Reina masih ingin melarang, namun Maxime melangkah maju, "Biarin aja kalau Riki mau sekolah. Kan dokter sudah bilang sekarang kondisinya sudah stabil dan dia baik-baik saja.""Kalau kamu tetap khawatir, nanti kuminta pengawal menemaninya."Karena Maxime sudah angkat bicara, Riki juga menatapnya dengan penuh harap, Reina pun mengalah."Oke. Kalau Riki nanti merasa nggak enak badan, langsung kasih tahu bu guru ya?""Oke."Setelah memutuskan, Reina dan Maxime sarapan, lalu mengantar Riki ke sekolah.Sesampainya di sekolah, sebelum Riki turun dari mobil, dia mengingatkan orangtuanya, "Mama, Papa harus akur ya, nggak boleh bertengkar, oke?""Iya, iya." Reina meras
Maxime menahan hasratnya, dia tidak ingin merusak suasana di antara keduanya saat ini.Begitu sampai di depan pintu perusahaan Reina, Reina keluar dari mobil dan mengucapkan selamat tinggal pada Maxime.Gaby yang sedang mengambil paket di bawah kebetulan melihat momen ini.Gaby tentu suka bergosip, dia pun berlari menghampiri Reina. "Nana, kamu diantar Pak Maxime?"Reina tidak menyangkalnya dan mengangguk, "Ya."Reina melihat tumpukan dokumen di tangan Gaby dan bertanya, "Ini apa?""Kontrak."Gaby melanjutkan, "Ngomong-ngomong, Brigitta minta tolong aku ngasih tahu kamu kalau hari ini dia minta cuti setengah hari, dia mau pergi ke kantor sipil.""Dia pergi beneran? Bukannya Ethan nggak setuju?"Reina jadi penasaran.Reina dan Gaby berjalan masuk ke kantor sambil mengobrol."Nggak tahu deh. Kayaknya pagi ini si Ethan nelepon dan minta Brigitta ke sana.""Oke, kita tunggu ceritanya waktu Brigitta balik."...Di pintu masuk kantor sipil.Brigitta sudah menunggu di sini pagi-pagi sekali, t
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba