Share

Part 72

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Virgo terkekeh dan menarik gemas hidungku.

“Pikiran kamu jangan ngeres terus apa, Nirmala Wulan?” Dia menyerahkan kemeja putihnya kepadaku, menyuruhku untuk memakainya dan dia mengambil tas yang ada di jok belakang lalu mengambil sebuah kaos berwarna hitam dan lekas dia kenakan.

“Kamu itu aneh, Mas. Untuk apa pake acara buka baju di tempat sepi seperti ini dan menyuruhku untuk memakainya. Kalau ada orang liat dan dikira kita lagi macem-macem dan digerebek warga bagaimana?” protesku seraya memakai kemeja yang menguarkan aroma tubuh calon suami itu.

“Jangan lupa dikancing sampai atas!”

Aku mengernyitkan dahi menatap wajah tampan lawan bicaraku. Aneh sekali.

“Buruan, Sayang. Biar kita kembali melanjutkan perjalanan!”

“Jalan tinggal jalan aja, Mas. Memangnya apa hubungannya dengan kemeja ini?”

“Nirmala Wulan, calon istriku. Pakaian yang kamu kenakan itu terlalu terbuka. Jangan sampai imanku goyah karen terus saja melihat apa yang tidak seharusnya belum boleh aku lihat.”

Aku menole
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 73

    “Kamu kenapa tiba-tiba menanyakan hal itu, Sa? Nggak usah mengada-ada, lah. Nanti Lala denger dan dia salah paham. Abang mencintai dia, Sa. Sungguh. Memang awalnya mendekati dia karena mirip dengan almarhumah istri Abang, tapi lama-lama Abang jatuh cinta beneran sama dia. Lala itu wanita yang mudah sekali dicintai. Dia juga membuat Abang selalu merasa nyaman berada di sisinya!” jawab Virgo membuat hati ini berbunga-bunga.“Pokoknya aku nggak mau kalau sampai Abang mempermainkan dia. Aku wanita, dia juga wanita. Aku bisa merasakan seperti apa sakitnya jika dipermainkan. Kalau Abang memang mencintai Kak Lala aku dukung seratus persen untuk bersama. Tapi kalau Abang mendekati dia hanya karena kemiripannya dengan almarhumah Kak Kinanti, lebih baik Abang akhiri semua ini dan tinggalkan Kak Lala. Dia baru saja dikhianati oleh mantan suaminya, jadi jangan sampai kembali jatuh dan terpuruk, karena yang aku lihat Kak Lala itu begitu mencintai Abang. Aku juga nggak suka kalau Abang

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 74

    “Telonnya di mana, Mas?” tanyaku seraya mencari-cari di atas meja.Sang pemilik rahang tegas terlihat membuka laci, mengambil bedak sekaligus minyak telon lalu menyerahkannya kepadaku.“Sayang!” Virgo mencoel lenganku. Aku menoleh dan dia mengedipkan mata seperti orang cacingan.“Apaan sih?” ketusku.“Pen godain aja. Kamu udah pantes punya anak. Nanti rencananya mau punya berapa?”“Aku nggak jadi nikah sama kamu!”“Kok gitu, Sayang?”Aku tetap serius mengolesi kulit putih Alexa menggunakan cairan beraroma sereh, memakaikan dia pakaian kemudian menyisir rambutnya.“Cantik, anaknya Bunda!” pujiku sembari mencium pipinya yang wangi.“Ayahnya enggak?” Pria berhidung mancung itu mencondongkan wajah, tersenyum nakal menggodaku yang masih sedikit kesal.“Kamu jangan rese deh, Mas!” Mendorong wajahnya menjauh, menggandeng Alexa keluar menuju meja makan.Alisa sudah menung

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 75

    "Mbak ada apa? Kok di rumah saya banyak banget polisi?" tanyaku kepada salah seorang tetangga yang lewat. "Itu, Mas. Katanya mau nyari Mas Arya!" jawabnya membuatku semakin yakin kalau polisi tersebut hendak menangkapku. Ya Tuhan .... Masa iya setelah ini harus mendekam di balik jeruji besi? Bersembunyi di balik tembok, aku sengaja tidak langsung ke rumah karena pasti mereka akan membawaku ke kantor dan menahanku. Tetapi jika kabur, bagaimana nasib ibu yang sedang sakit saat ini? Aku takut terjadi sesuatu terhadap dia, karena biar bagaimanapun, dialah orang yang selalu ada di sampingku, menemani dalam suka maupun duka. Tidak menjauhi seperti yang lainnya. Lamat-lamat terdengar suara sang muazin mengumandangkan azan magrib. Suasana rumah mulai terlihat sepi. Dua orang polisi yang datang juga terlihat sudah angkat kaki, dan aku segera masuk, melihat keadaan ibu ingin memastikan dia baik-baik saja. "Arya, tadi ada dua orang polisi nyariin kamu. K

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 76

    Mencengkeram pinggiran brankar, menahan sakit luar biasa seakan sedang dikuliti hingga membuat bibir ini bergetar hebat. Pandangan berkunang-kunang dan semuanya menjadi gelap.Dan ketika membuka mata, aku hanya terbaring sendiri di atas dipan kecil, menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat jam yang menggantung di tembok dan ternyata sudah pukul dua dini hari.Area pangkal pahaku terasa kebas, dan tidak terasa saat diraba. Buru-buru menyibak selimut yang menutupi badan, melihat ke bawah dan kembali menelan saliva ketika melihat daerah sana sudah di perban.Dengan pelan serta hati-hati kucari benda itu, bisa bernapas lega ketika mendapati dia masih ada di tempatnya.Aku pikir tanpa sepengetahuan dariku dokter memangkasnya. Ternyata tidak. Hanya saja tiba-tiba mati rasa, tapi mungkin hanya pengaruh anestesi yang belum sepenuhnya hilang.Kembali menutup tubuh dengan selimut, mata ini masih mengantuk dan malam juga sudah larut. Tidak mu

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 77

    Aku menghela napas dalam-dalam kemudian membuangnya secara perlahan. Sebenarnya sudah malas berurusan dengan keluarga mantan suami, terlebih lagi setelah pengkhianatan yang mereka lakukan. Rasanya hati ini masih terasa begitu perih jika mengingatnya. “Ya sudah, nanti aku coba hubungi keluarganya,” ucapku pelan, hampir tidak terdengar. Kami lalu mengakhiri panggilan telepon dengan salam, dan aku segera mengusap layar gawai, mencari kontak keluarga Mas Arya yang bisa dihubungi. Tidak ada. Aku sudah menghapus semuanya, termasuk nomor telepon mantan suamiku itu. [Aku nggak punya nomor keluarganya Mas Arya, Mas.] Segera kukirimkan pesan kepada Virgo, supaya dia tidak terlalu lama menunggu kabar dariku. Centang dua biru, dan aku lihat di pojok kiri layar, dia sedang mengetik pesan. [Kata dokter Arya harus segera melakukan operasi, La. Kamu bisa ke sini. Aku sendirian soalnya.] Balasnya kemudian. Aku menyentak napas kasar. Untuk apa dia masih pe

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 78

    “Maaf, Dokter. Apa harus saya yang menandatangani surat persetujuan ini? Kalau dia menjalani amputasi tanpa tandatangan dari saya apa bisa?” tanya Virgo kemudian.“Prosedur rumah sakit memang seperti itu, Pak. Bapak ini kan keluarganya?” Lawan bicara kami mengulas senyum simpul.“Maaf, Dokter. Tapi saya bukan keluarga pasien. Kebetulan tadi saya sedang berada di jalan, dan melihat kecelakaan lalu lintas di sana. Kalau tidak biar saya suruh anak buah saya menjemput ibunya pasien. Saya punya alamat rumahnya, karena kebetulan dia juga karyawan baru di perusahaan saya!”“Tidak apa-apa, Pak. Bapak bisa mewakili keluarganya. Mereka juga pasti mengerti!”“Coba saja kamu telepon Jojo, Mas. Dia pasti punya nomer keluarganya Mas Arya!” sambungku memberi gagasan.Virgo segera mengambil gawai dari saku celananya, menghubungi pria berambut kribo tersebut dan menyuruh dia mengabaikan keluarga mantan suami. Tidak kama kemudian ponsel dalam tasku terdengar berdering. Ada panggilan masuk dari nomer t

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 79

    Aku menghela napas sambil kembali duduk, bercengkerama sebentar dengan Irni lalu menyimak cerita Virgo ketika menemukan mantan suami dalam keadaan terkapar di tengah jalan tadi pagi.“Terima kasih, Pak. Karena sudah mau menolong kakak saya. Terima kasih juga ya La, karena kamu berkenan menemani Mas Arya di rumah sakit, padahal dia sudah menyakiti hati kamu!” Irni menatap wajahku dengan pindaian yang sulit sekali diartikan, lalu bergantian menatap wajah Virgo.“Ya sudah, Ir. Aku pulang dulu. Aku ke sini karena tadi ditelepon Pak Virgo dan mengira kalau aku keluarganya!” ucapku seraya berdiri, dan aku lihat lelaki bertuksedo hitam itu mengernyitkan dahi seraya menatapku dengan mimik aneh. Mungkin karena aku menyebut dirinya dengan embel-embel ‘pak’“Sekali lagi terima kasih karena kalian sudah membantu kami!”“Tidak perlu sungkan. Aku turut prihatin juga atas musibah yang menimpa Mas Arya. Semoga saja setelah dia sadar nanti, bisa menerima keadaan dia apa adanya, karena pasti dia akan t

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 80

    “Kak Irsyad?” “Iya, La. Kamu apa kabar?” Dia menatapku dengan pindaian penuh kerinduan. “Kenapa kamu bisa berada di tempat ini, Kak?” Kak Irsyad mengernyitkan dahi, menatapku dengan mimik aneh. “Ini ‘kan tempat umum, memangnya ada larangan untukku datang?” Pria berkacamata itu lalu menarik kursi di sebelahku, menggenggam tanganku yang bertumpu di atas meja dengan kedua netra terus saja memindai tanpa berkedip. “Maaf, Kak. Tolong jangan pegang-pegang. Takut ada yang liat dan salah paham.” Menarik tangan perlahan, takut tiba-tiba Virgo muncul dan dia menjadi salah paham. [Mas Robby, bisa temani saya dulu di dalam sampai Mas Virgo datang?] Mengirimkan pesan kepada sopir calon suami, supaya tidak terjadi kesalah pahaman nanti jika Virgo tiba-tiba datang dan melihatku sedang Bersama Kak Irsyad. [Baik, Bu Bos. Saya segera ke dalam.] Balasnya kemudian. Aku segera menjauhkan tangan dari Kak Irsyad, dan wajah mantan tunanganku itu mendad

Bab terbaru

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Ending

    Buk!Aku meringis kesakitan ketika sebuah bola sepak tidak sengaja mengenai kepala. Seorang anak laki-laki berusia sekitar tiga belas tahunan berjalan setengah berlari ke arahku, mengambil bola tersebut sambil berkali-kali mengucap kata maaf.“Aku nggak sengaja, Pak. Tadi nendangnya terlalu kenceng!” ucapnya penuh dengan penyesalan.“Iya, gak apa-apa. Ngomong-ngomong, siapa nama kamu?” tanyaku seraya mengusap lembut rambut bocah berseragam SMP itu, merasa kagum dengan sikapnya yang santun juga mau mengakui kesalahan. Pasti dia terlahir dari keluarga paham agama, sebab dari cara dia berbicara juga sikapnya, menunjukkan betapa suksesnya sang orang tua mendidik anak tersebut.“Nama aku Azam, Pak!” Dia mengulas senyum tipis, menunjukkan kedua ceruk di pipinya, menambah kesan tampan di wajah bocah itu.“Azam. Nama yang bagus.”“Terima kasih. Nama Bapak sendiri siapa?”“Arya.”“Sekali lagi aku minta ma

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   POV Siksa 2

    Samar-samar terdengar suara panik beberapa orang, akan tetapi aku tidak bisa meminta bantuan kepada siapa pun, karena suaraku tercekat di kerongkongan. Tidak bisa mengucapakan kata, karena semakin lama semakin terasa kehabisan napas.Membuka mata perlahan, lalu menutupnya kembali mengadaptasi cahaya yang menyilaukan. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, merasa nyeri di perut bagian bawah dan tidak bisa menggerakkan sebagian anggota tubuh. Perut juga sudah terlihat mengempis, tidak sebesar tadi saat sebelum aku jatuh dan terbentur. Apa aku sudah melahirkan?Pintu kamar rawat inapku terbuka perlahan. Seorang perawat datang dengan buku catatan pasien di tangan, mengulas senyum tipis kepadaku lalu mengecek infus yang menggantung di tiang penyangga.“Suster, kenapa saya tidak bisa menggerakkan tubuh bagian bawah saya?” tanyaku penasaran, karena kedua kaki terasa sudah mati rasa.“Mungkin efek anestesi, Bu. Ibu kan habis menjalank

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   POV Siska

    “Perut sialan. Kenapa sakit banget begini sih? Bayi kurang ajar, kenapa kamu nggak mati saja!” umpatku kesal, seraya memukuli perut yang terasa sakit. Sudah mulas dari dua hari yang lalu, tetapi anak ini tidak juga keluar. Bikin semua terasa nyeri dan tidak nyaman saja. Argh! Menjerit histeris, meremas-remas perut yang kian terasa nyeri juga mendorongnya agar si bayi lekas lahir. “Sepertinya harus dirujuk ke rumah sakit dan menjalani operasi caesar, Bu. Soalnya bayinya sungsang!” Ucapan bidan kembali terngiang di telinga, membuat diri ini kian frustrasi dibuatnya. Boro-boro buat operasi caesar. Buat makan saja Senin Kamis. Jual diri juga tidak laku karena wajah terlihat jelek dan perut gendut. Paling banter dapet tamu dari kelas teri, yang bayarannya pake duit recehan, bau apek lagi badannya. Mas Arya juga. Pake dipenjara segala, padahal aku sedang mengandung. Bodoh banget memang itu laki-laki. Hanya menabrak orang sa

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 111

    “Sudah, jangan ribut. Mbak Delima melakukan itu juga karena terpaksa. Karena dia takut kehilangan Ayah. Jadi, sebaiknya masalah ini diselesaikan dengan kepala dingin, jangan pakai emosi,” timpal Lala dengan intonasi sangat lembut.“Dia bukan takut kehilangan Ayah, tapi takut kehilangan harta Ayah!”“Pa, Mama mohon. Jangan usir Mama dari sini. Maafkan Mama. Mama khilaf, dan Mama janji tidak akan melakukannya lagi. Mama juga akan mengembalikan uang Lala yang sudah Mama ambil, tapi dengan cara dicicil. Soalnya sudah buat beli mobil untuk Ibu dan buat beli berlian. Aku minta maaf, Pa. Ampun. Jangan usir Mama.” Mbak Delima mencekal kaki Ayah sambil menangis tersedu.“Oke, Papa mau kasih kamu kesempatan sekali lagi, tapi, jatah bulanan kamu Papa kurangi separo. Anggap saja itu hukuman dari Papa, karena kesalahan yang sudah kamu perbuat. Papa benar-benar nggak nyangka kamu bisa sejahat itu sama Papa dan anak aku. Padahal, selama ini Papa tidak pernah pilih

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 110

    Astagfirullah ... kenapa malah tiba-tiba jadi berprasangka buruk terhadap Mbak Delima? “Ayo, Virgo, Lala, silakan masuk!” Mbak Delima terlihat begitu ramah. Aku merangkul pundak Nirmala, sementara tangan kiriku menggandeng Alexa. Kami duduk di kursi ruang tamu, bergabung dengan yang lainnya akan tetapi tidak terlihat keramahan sama sekali di wajah keluarga ibu tiri istriku. Entahlah. Mungkin hanya perasaanku saja, atau memang mereka tidak suka dengan kedatangan kami bertiga. “Kenapa kalian nggak pernah ngasih kabar? Kalian juga nggak pernah bertandang ke rumah, padahal ayah itu kangen banget sama kalian,” ucap Ayah membuat dahi ini berkerut-kerut, menatap wajah mertua dengan mimik bingung. Kami tidak pernah memberi kabar? Bukannya dia sendiri yang selalu menolak panggilan dari kami, juga tidak pernah membalas pesan yang aku maupun Nirmala kirimkan. “Maaf, Ayah. Bukannya ...” “Pah, bisa minta tolong ambilin

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 109

    Membuka pintu, mengulas senyum tipis lalu mempersilakan Irsyad untuk masuk ke dalam.“Ada apa, Syad? Tumben mampir?” tanyaku tanpa basa-basi, apalagi ketika melihat netra di balik kacamata itu terus saja menyisir ke seluruh penjuru ruangan, seolah sedang mencari sesuatu di dalam rumahku. Pasti dia sedang mencari Nirmala. Tidak akan kubiarkan mantan tunangan istriku bertemu dengan Nirmala, walau hanya sedetik saja.“Saya datang ke sini hanya ingin mengantar undangan.” Dia menyodorkan sebuah surat undangan dengan tinta emas, dan di sampul undangan tersebut terdapat foto dirinya bersama seorang wanita.Alhamdulillah. Akhirnya mantan tunangan Nirmala mendapatkan jodoh, sehingga aku tidak perlu lagi khawatir kalau dia mengganggu kekasih hatiku nanti.“Selamat, ya, Syad. Semoga kalian berbahagia, dan cepet dapet momongan nanti. Kaya saya nih. Ces pleng.” Aku terkekeh, tetapi entah mengapa ekspresi lawan bicaraku terlihat tidak senang

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 108

    "Permisi, assalamualaikum!" Tok! Tok! Tok!Terdengar suara Robby mengetuk pintu seraya mengucapkan salam. Segera kupersilakan dia masuk, dan pria berkaus putih tersebut menyerahkan sepuluh lembar pecahan uang seratus ribuan kepadaku."Ini, Bu, uang yang tadi saya janjikan. Saya hanya bisa bantu segitu saja. Tidak bisa memberikan lebih!" Menyodorkan uang tersebut kepada Bu Haryanti, dan lawan bicaraku itu terlihat tidak percaya dengan tanggapan dariku."Jangan begitulah, Nak Virgo. Ibu datang ke sini itu bukan untuk mengemis. Tapi mau pinjam uang," ucapnya lagi, dengan nada kurang enak didengar."Saya tidak pernah menganggap Ibu pengemis. Tetapi saya juga tidak bisa membantu meminjami Ibu uang sebanyak itu. Saya setiap bulan memberikan uang ke kalian karena kasihan. Sebab biar bagaimanapun, Ibu itu tetap mertuanya Nirmala. Ada mantan suami, tetapi tidak ada mantan mertua kalau menurut saya. Sebab mertua sama dengan orang tua juga!"

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 107

    “Ada apa, Mas?” tanya istri sambil mengambil jemariku, menggenggamnya kemudian mengecupnya memberi kehangatan cinta.“Nggak ada apa-apa, Sayang. Sonya ingin membahas masalah harta peninggalan ayah, tapi aku pikir belum saatnya. Kuburan Ayah masih basah dan rasanya tidak etis banget kalau kita yang baru saja ditinggalkan malah membahas hartanya. Karena sebenarnya harta miliknya itu delapan puluh persen hakku dan Alisa. Aku juga sudah nggak lagi ngarepin walaupun hanya seujung kuku. Kalau Sonya ingin menyerahkan kembali harta itu, niatku ingin menghibahkannya ke pesantren, atau orang-orang yang membutuhkan.”“Mas Virgo memang suami yang sangat luar biasa!” Perempuan berhijab putih itu mendaratkan bibirnya di pipi, menyandarkan kepala di bahu sambil merangkul lenganku.“Pak, tadi ada dua orang perempuan datang dan katanya ingin bertemu dengan Bapak. Mereka mengaku sebagai keluarganya Arya,” ucap Melvi ketika aku baru saja sampai di kantor.

  • Resepsi Pernikahan di Rumah Mertuaku   Part 106

    Virgo segera menghubungi Alisa serta Robby, meminta mereka untuk segera pergi ke rumah ayah mertua tanpa memberitahu apa yang sebenarnya terjadi.“Kamu ganti pakaian dulu, Sayang. Yang panjang ya. Kalau bisa pake hijab!” titah suami sambil mengusap pipiku.“Iya, Mas.” Aku mengangguk dan segera beranjak dari kursi, mengayunkan kaki perlahan menuju kamar untuk menukar pakaian seperti apa yang diperintahkan oleh suami.Kuambil sebuah gamis putih yang tergantung di dalam lemari, mengenakannya, lalu memanggil Bibi untuk membantu memakaikan kerudung.“Maa syaa Allah … istrinya Mas Virgo cantik banget kaya bidadari,” puji suami membuat pipi ini seketika bersemu merah.“Terima kasih, Mas.” Menerbitkan senyuman termanis yang pernah kupunya, merangkul lengan suami yang sudah mengenakan kemeja hitam serta celana bahan dengan warna senada khas orang berbelasungkawa.Kendaraan roda empat milik Virgo melaju membelah kemacetan jalan

DMCA.com Protection Status