Wah...Wah...Wah... Benar-benar berita segar. Ada sisi baiknya juga bertemu dia hari ini, karena akhirnya bisa tahu rahasia terbesar pria sok cool tersebut. Tidak kusangka, kalau ternyata dia sudah berkeluarga. Kasian sekali kamu Nirmala. Dipermainkan perasaannya oleh Virgo, dan dijadikan selingkuhan. Mungkin itu karma kamu karena sudah meninggalkan aku serta melukai hati ini. “Kamu mau langsung pulang apa mau ke mana lagi, Bang?” tanya perempuan berkerudung soft pink itu seraya menatap wajah Virgo. “Mungkin tidak pulang malam ini, Dek. Soalnya masih ada urusan. Titip Eca. Kalau butuh apa-apa cepet-cepet hubungi Abang. Jangan sampai kaya kemarin. Abang nggak mau anak Abang sampai terluka!” jawab Virgo sambil menciumi pipi anaknya. Buru-buru mengambil ponsel, membidikkan kamera ke arah mereka bertiga mengabadikan momen langka itu. Tidak sabar rasanya ingin bertemu Nirmala, menunjukkan foto tersebut supaya dia tidak lagi semena-mena dan merasa selalu di atas karena dicintai Virgo yan
Merogoh saku dalam-dalam, mengambil ponsel lalu menekan sebelas digit angka, hingga nama Pak Handoyo tertera di layar dan segera menekan tombol dial. Tidak aktif. Tuhan .... Rasa gelisah seketika menyelimuti hati, begitu takut kalau pria itu malah menjual tanah milikku kepada orang lain, kemudian kabur setelah mendapatkan uang dari penjualan tanah tersebut. Aku harus berusaha tenang dan tidak boleh gegabah. Bisa jadi dia hanya sedang jalan-jalan sebentar, dan besoknya akan kembali ke Jakarta lagi. “Mas, nyari Pak Handoyo juga?” Tiba-tiba seorang pria paruh baya menghampiri dan menegur. “Iya. Saya mau bayar cicilan, tetapi beliau tidak ada di rumah sepertinya,” jawabku mencoba bersikap santai. “Dia sudah lama menjual rumah ini dan pindah entah ke mana. Soalnya nggak pamit sama tetangga, kita tau dia pindah juga pas ada truk mengangkut barang, dan pas tanya sama sopir katanya Pak Handoyo mau pindahan.” Glek! Menelan saliva dengan susah payah, tubuh ini terasa limbung mendengar ka
“Namaku Siska, Mas. Kamu liat sendiri di KTP ‘kan?” protesnya kesal. “Terserah. Pokoknya aku nggak mau ngasih uang sama kamu!” “Kalau kamu nggak ngasih uang, aku akan pergi dari sini, Mas!” Aku tertawa renyah mendengar ancaman wanita itu. Lucu sekali berani mengancam. Apa dia lupa kalau aku sudah beberapa kali mengusirnya dari sini? Kalau dulu pas masih cantik dan mulus mungkin takut kehilangan dia. Tapi kalau sekarang? Ih! Bergidik ngeri sendiri melihat tampilannya yang sudah seperti monster. Jerawat tumbuh di mana-mana. Kulit melepuh serta menghitam dan mulai terlihat bekas-bekas sayatan. Menakutkan. “Silakan kamu pergi dari rumah ini, Siska. Aku tidak akan melarang, malah merasa senang jika kamu sadar diri dan memilih angkat kaki. Aku sudah tidak sudi beristrikan perempuan seperti kamu. Geli!” Plak! Panas perih menjalar di wajah ketika tangan Siska mendarat di pipi. Brengsek! Dia berani menamparku. “Kamu?!” Beranjak dari kursi, menunjuk wajah Siska sambil mencengkeram rahan
#NirmalaDuduk di sebelah Virgo, menatap layar besar yang tengah menunjukkan adegan romantis. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, melihat beberapa pasang yang sedang menonton ikut terbawa suasana. Mereka saling menggenggam jemari, berpelukan, bahkan ada yang...Ah, tidak mungkin aku sebutkan."Kenapa, La? Nggak nyaman ya ada di tempat seperti ini? Nanti kita juga bisa seperti itu kalau sudah halal," ucap Virgo seraya tersenyum dan menatap wajahku.Aku menggigit bibir bawah, berpura-pura fokus menonton adegan demi adegan yang diperagakan, padahal hati ini grogi sekali karena merasa terus saja diperhatikan oleh lelaki di sebelahku.Dan benar saja, ketika aku menoleh, dia masih terus saja memindai sambil tersenyum."Kamu kenapa liatin aku terus, Vir? Katanya mau nonton?" tanyaku sambil mencomot berondong jagung yang ada di tangan pria itu, lalu memasukkannya ke dalam mulut."Aku lebih suka liat kamu, La. Kamu cantik, mirip sekali dengan..." Dia menggantung kalimat, tetapi aku tahu, pasti Vir
Ada yang tercacah-cacah dalam rongga dada, juga merasakan perih tersayat rasa cemburu. Pasti Virgo sedang berbicara dengan kekasihnya, atau, mungkin diam-diam malah sudah memiliki istri. "Dari siapa, Vir? Kayaknya mesra banget?" tanyaku penasaran. "Orang rumah." "Istri kamu?" Dia tidak menjawab, malah terlihat serius membalas pesan dari orang tersebut. Sudahlah! Untuk apa mencampuri urusan Virgo. Dia itu 'kan hanya sopir dan bodyguard-ku saja. Jadi seumpama sudah punya pendamping hidup, kenapa harus marah dan sakit hati? Pukul sepuluh malam, mobil yang kami tumpangi akhirnya menepi di depan rumah. Buru-buru sang pemilik rahang tegas itu turun, membukakan pintu untukku lalu mengulurkan tangan hendak membantu berjalan. "Nggak usah, Vir. Aku bisa sendiri!" tolakku sambil berusaha turun dari mobil, berjalan perlahan serta hati-hati. "Aku bantu sampai ke dalam, La. Aku nggak tega liat kamu seperti ini. Takut kaki kamu masih sakit." "Aku sudah biasa hidup dalam kesakitan, Vir. Tidak
Sekuat tenaga menahan air mata yang sudah menggelayut di pelupuk, supaya tidak merebak di depan Virgo serta istrinya.“Kamu di sini, La?” tanyanya dengan ekspresi yang sulit sekali bisa diartikan. Terlihat terkejut, juga takut.“Iya. Mau beli novel. Biar nggak suntuk kalau lagi sendirian!” jawabku terbata, sampai hampir tidak bisa mengeluarkan kata. “Ini siapa? Anak kamu?” “Iya. Ini Alexa. Putri aku. Ayo, Sayang. Salim sama Tante Lala!” perintah laki-laki itu kepada putrinya dan segera dipatuhi oleh gadis kecil itu.Sementara perempuan yang tengah berdiri di samping Virgo, dia hanya mengulas senyum, dengan mode terus saja memeluk lengan bodyguard-ku, seolah ingin menunjukkan kalau lelaki di sebelahnya hanya milik dia seorang“Ya sudah, Vir. Aku permisi dulu. Udah ditungguin sama Bibi!” Segera menarik diri dari hadapan keluarga kecil itu, tidak mau menambah parah luka di dalam dada.“Apa kamu perlu bantuan, La? Wajah kamu pucat!”“Tidak. Aku bisa sendiri. Tenang saja!” Mengayunkan kaki
Aku pikir batin ini akan siap menerima kenyataan kalau Virgo sudah ada yang memiliki, tetapi ternyata salah. Ini terlalu menyakitkan buat aku. Memejamkan mata, mencoba menepis segala lara yang tengah meraja di dalam dada. Aku tidak boleh selamanya seperti ini. “Kenapa menangis?” Aku terenyak dan terkesiap ketika tiba-tiba suara Bi Sarni berubah menjadi suara Virgo. Ah, pasti sedang berhalusinasi, karena sejak tadi memang selalu memikirkan dia. “Jangan menangis, La. Kalau ada masalah bisa ceritakan sama aku dan bibi!” Dengan sentuhan yang begitu lembut, jari-jari itu membetulkan anak rambutku yang berantakan, menyelipkannya ke sela-sela daun telinga lalu menghapus air mata yang membasahi pipi. “Virgo, kamu?” Mengucek mata, memastikan kalau pria yang ada di hadapanku memang benar-benar dia. “Kamu liat aku sudah kaya liat hantu!” “Kamu ngapain ke sini, Vir?” “Karena aku mengkhawatirkan kamu, La. Bibi tadi nelepon aku, dan dia bilang kamu nangis terus sejak siang. Kamu juga nggak m
"Ayo, ikut saja!" desaknya lagi. Aku mendesis kesal, tetapi dia malah tersenyum. Kayaknya sengaja banget pengen ngeledek. "Apa mau aku gendong ke depan?" Kedua mata bulat dengan iris cokelat itu tidak lepas dari wajahku. "Bisa jalan sendiri. Dasar buaya darat. Maunya cari-cari kesempatan terus. Enak aja mau gendong-gondong. Aku aduin nanti ke istri kamu kalau macam-macam!" sungutku kesal, seraya berjalan mendahului lelaki berkaus biru itu sambil terus saja menggerutu. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, aku terus saja merapalkan doa supaya nanti hati ini kuat saat kembali melihat Virgo bermesraan dengan istrinya. Hingga mobil milikku menepi di depan sebuah bangunan mewah berlantai dua, aku masih terus merapal doa serta mengatur napas juga detak jantung yang mengentak tidak beraturan. "Ayo, kita turun, La!" ajak lelaki dengan garis wajah tegas itu sembari melepas sabuk pengaman. "Tapi, Vir?" Menatap ragu, sekaligus deg-degan. Lelaki yang selalu berpenampilan sederhana itu sege