Menjelang isya, jualan Sifa sudah habis tidak tersisa. Hari pertama berjualan yang cukup menyenangkan.“Alhamdulillah, Risa. Kita diberikan nikmat yang luar biasa. Semua dagangan Ibu habis.“Alhamdulillah, Risa senang!” Sahut Risa di sebelah Sifa yang akan membantu Ibunya beberes.Dari kejauhan dua pasang mata mulai memperhatikan aktivitas Risa dan Sifa sedang berkemas. Keduanya rela menyusuri gelapnya jalan menuju rumah Sifa.“Mbak Irma. Kita apain sekarang Sifa? Bukannya besok rencana kita akan dilakukan?” Rana menengok ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada orang yang tahu jika dirinya berdua sedang menguntit Sifa.“Aku mau memberi peringatan saja padanya. Kalau dia mengabaikan peringatanku maka aku akan berbuat lebih buruk lagi!” Sahut Irma. Keduanya menggunakan masker supaya tidak dikenali warga.Setelah Sifa dan Risa masuk dan menutup pintunya, Irma dan Rana bergegas ke halaman rumah Sifa. Di tangan Irma sudah terdapat satu kantong plastik berisi air got yang cukup bau. Air g
PrangMarisa melempar gelas minumnya di dinding ruang kerjanya. Kemarahannya meledak setelah tahu Irma dan Rana gagal mencoba membakar rumah Sifa."Dasar tidak berguna. Membakar rumah dia saja tidak bisa!" Kedua tangannya mengepal kuat, kemarahannya tidak lagi bisa terbendung. Dilemparkannya beberapa barang yang ada di mejanya demi kepuasan hatinya.Irma dan Rana menggigil demam akibat makhluk yang menakutinya semalam. Bahkan Rana dan Irma mengalami mimpi buruk malam ini. Tidak hanya mimpi buruk, beberapa kali Rana dan Irma menjerit tanpa sadar dan mengigau bertemu makhluk itu lagi.Marni berkali-kali menenangkan mereka namun hasilnya tetap sama. Teriakan semakin menjadi-jadi bahkan setiap satu jam sekali mereka tertidur."Gini amat punya menantu. Sangat menjengkelkan sekali!" Gerutu Marni yang sejak semalam tidak bisa tidur karena harus mengurus kedua menantunya. Pagi ini kedua menantunya baru tertidur lelap. Kesempatan Marni untuk membeli sarapan karena perut sudah terasa lapar dan
Marisa mendekatkan mobilnya ke posisi Marni yang tengah menatap ponselnya. Marisa mengulas senyum melihat ibu mertuanya seakan takut dengan panggilannya. Mobil sudah sangat dekat dengan Marni, namun Marni sama sekali tidak menyadari keberadaan Marisa saat ini. Marisa menurunkan kaca mobilnya untuk menyapa mertua.“Hai, Bu!” Marni tersentak kaget melihat Marisa sudah berada di depannya. “Kenapa secepat ini dia datang?” Gumam Marni dalam hati.“Ha-hai Marisa. Masuk dulu, Ibu mau beli makanan!” Marni mengulas senyum pura-pura baik pada Marisa.“Marisa sudah bawa ayam bakar untuk Ibu dan Kakak ipar!” Biasanya Marni akan sangat suka jika menantunya membawakan makanan untuknya. Namun kali ini berbeda, pasti ada maksud tersembunyi di balik datangnya Marisa.Marisa keluar dari mobil dengan membawa satu kotak besar berisi ayam bakar lengkap dengan nasi. Tidak hanya Marni yang merasakan kegugupan saat Marisa datang. Irma dan Rana pula tidak kalah terkejutnya melihat Marisa. “Duh, kenapa dia k
Singkat cerita, tiga bulan kemudian, Sifa dan Sulhan resmi bercerai. Atas saran Fadil, Sifa hadir dalam persidangan ketiga saat ikrar talak diucapkan. Keluarga Fadil juga membantu Sifa dengan mendatangkan pengacara yang membantu Sifa.“Sifa, alhamdulillah kemarin sidangnya lancar!” Sahut Fadil sambil menikmati menu yang dijual Sifa sore ini. Tidak hanya Fadil, disana juga terlihat Bu Endang tengah menikmati makanan yang sama dengan Fadil.“Alhamdulillah, Kak. Itu juga karena bantuan dari Kal Fadil!” Sahut Sifa sambil melayani pembeli lain.“Mbak Sifa itu pantasnya jadi istri Fadil. Sudah akrab sejak kecil sampai sekarang!” Sahut Mona yang kebetulan sedang dilayani Sifa. Mona sekarang menjadi salah satu pelanggan tetap Sifa setiap sore. Bahkan Mona selalu bertanya dulu menu yang dimasak Sifa setiap pagi.Uhuk uhukFadil terbatuk mendengar ucapan Mona sedangkan Bu Endang hanya mencebik ke arah Fadil yang tengah merasa salah tingkah.“Mbak Mona bisa saja. Kami cuma berteman, tidak lebih!
Fadil beserta Faisal, sang ayah melongo mendengar jenazah Sifa dan Risa tidak ditemukan. Sungguh ini pernyataan tidak masuk akal. “Bisa dipastikan jenazah sudah melebur sebab api yang membakar rumah ini terlalu besar!” Mulai muncul argumen menyakitkan terkait tidak ditemukannya jenazah Sifa dan Risa.“Bagaimana bisa tulang-tulang bisa melebur? Sedangkan—Fadil berusaha menyangkal pernyataan dari tim evakuasi yang menurutnya tidak masuk akal.“Fadil, tenangkan pikiranmu! Nyatanya Sifa dan Risa tidak ditemukan!” Faisal paham jika Fadil belum bisa menerima kenyataan akan tewasnya Sifa dan Risa.“Sifa,” Fadil jatuh terduduk, butiran bening kembali mengalir begitu derasnya karena kehilangan Sifa untuk kedua kalinya. Bahkan untuk selamanya.“Kita pulang, Nak. Kita doakan Sifa dan Risa supaya tenang disana!” Tatapan Fadil begitu lekat menatap rumah yang sudah hancur menjadi arang, rumah yang sempat menjadi tempat utama untuk mampir jika sedang berlibur ke kampung. Kenangan akan senyum dan p
Pagi ini Rana sudah bersiap pergi dari rumah mertuanya. Dirinya juga bakalan tidak mau kembali ke rumah yang berisi orang jahat seperti Marni dan Irma. Kedua mata Marni membola sempurna ketika melihat Rana tengah menyeret koper besarnya saat dirinya tengah mengobrol bersama anak lelakinya.“Mas, aku sudah siap. Kita pulang yuk!” Meski masih terlihat pucat namun Rana memilih untuk segera pulang.“Kamu mau pulang? Jadi Toni kemari karena jemput kamu?” Marni terlihat tidak suka dengan kepulangan Rana yang mendadak.“Rana rindu rumah, Bu. Maafkan Rana tidak bisa menemani Ibu!” Rana berlalu dibantu Toni memasukkan kopernya ke dalam bagasi. Di balik spion, Rana melihat jelas wajah Marni yang seolah tengah marah padanya. Rana sudah tidak peduli lagi, hanya pulang dan menjauh dari mertuanya yang dia inginkan.Suasana warga kampung masih berkabung, garis polisi masih membentang di lokasi kejadian. Fadil menatap lekat garis polisi yang mengelilingi lokasi kejadian. Eli di atas balkon rumahnya
Dua bulan sudah, Sifa tinggal di kota. Risa juga sudah menemukan sekolah yang baru untuknya. Untung saja beberapa dokumen sempat dibawa saat pergi dari rumah malam itu.“Ibuuuu!” Risa berlari ke arah sang Ibu yang sudah menunggunya di gerbang sekolah.“Risa, tidak perlu lari-lari!” Tegurnya kepada Risa.“Bu, teman-teman Risa baik sekali!” “Benarkah?”Keduanya bercerita sepanjang jalan pulang ke rumah miliknya yang berada di komplek tidak jauh dari lokasi sekolah. Penampilan Sifa pun terlihat berbeda. Eli dan Soimah berkali-kali mengingatkan Sifa untuk tetap merawat diri. Akhirnya, kecantikan Sifa mulai terpancar, meski sudah cantik dari lahir, Sifa melakukan perawatan sesuai arahan Eli dan Soimah.“Risa suka tinggal di kota. Ternyata kota tidak seseram itu!” Sesampai di rumah, Sifa mulai berkutat dengan ponsel pintarnya. Atas kebaikan dari teman sekolahnya yang sudah memiliki usaha butik, Sifa mencoba mengikuti jejaknya. Sifa memasarkan produk salah satu temannya dengan sistem drops
Sesampai di rumah, kedua tangan Marisa bergetar hebat setelah mengetahui orang yang sangat mirip dengan Sifa dan Risa.“Ti-tidak mungkin mereka orang yang sama!” Marisa menatap cermin yang seakan tengah menertawakan kegagalannya. PrangMarisa melempar vas bunga ke cermin hingga pecah. Pecahan cermin berceceran dimana-mana. Diraihnya ponsel miliknya untuk menghubungi Irma dan Marni untuk memastikan kondisi Sifa dan Risa.Tuut tuutBerkali-kali dia memanggil namun panggilannya sekaan diabaikan oleh ipar dan mertuanya.“Dasar semuanya matre!” Teriak Marisa hingga menggema ke penjuru ruangan.“Kalian pembohong!”Bukan hanya Marisa saja yang terkejut dengan kemunculan Sifa, Sulhan pun diam-diam sudah mengetahuinya. Hanya saja Sulhan tidak mau membuat keributan dengan Marisa untuk sementara waktu.“Sifa, kau sangat cantik sekali!” Sulhan menatap sebuah foto yang kemarin diambilnya saat berada di pusat perbelanjaan yang sama dengan Sifa.“Kenapa takdir mempermainkan kita?” Tangis Sulhan pec
Pov SifaBetapa beruntungnya aku, setelah pahitnya kehidupan selama tujuh tahun menikah dengan Mas Sulhan, aku mendapatkan sebuah kebahagiaan yang begitu besar. Menjadi istri dari seorang teman sejak kecil ternyata cukup menyenangkan. Kak Fadil selalu perhatian padaku meski usia pernikahan kami sudah menginjak lima tahun. Risa juga merasakan sosok ayah yang selama ini dirindukan kehadirannya.“Ibu, Risa lapar!” Sahut Risa sepulang sekolah. Aku menatap jilbab putih yang dikenakannya diletakkan begitu saja di sandaran kursi. Aku melihat Kak Fadil tersenyum ke arah Risa kemudian menasehatinya. Ternyata nasehat Kak Fadil berhasil membuat Risa paham arti jilbab sesungguhnya. Risa begitu penurut dengan ayah sambungnya meski mulai menginjak remaja, Kak Fadil memberikan aturan-aturan yang harus Risa patuhi. Aku sadar, aturan yang diberikan pada Risa adalah bentuk kasih sayang pada seorang anak perempuan.“Ibu, Ayah. Minggu depan Risa ada seleksi pertandingan karate. Doakan Risa agar lancar m
Waktu terus berlalu, Marisa gagal melancarkan aksinya membakar rumah Sifa di salah satu komplek. Anak buahnya berhasil digagalkan oleh warga setempat dan pelaku dibawa ke kantor polisi. Marisa yang mengetahuinya, lantas memilih kabur sehingga statusnya masuk dalam daftar pencarian orang. Marisa dibantu keluarganya, terpaksa kabur ke luar negri.Singkat cerita, lima tahun berlalu dan hari ini Marni dan juga Irma dinyatakan bebas. Sesuai rencana, mereka berdua pulang ke kampung dengan berbekal seadanya. Rumah terlihat sangat kotor karena sudah lima tahun tidak dibersihkan dan tidak ada tanda-tanda seseorang pulang ke rumah sekedar membersihkannya.“Marni, sudah bebas kamu?” Mona yang kebetulan lewat depan rumah Marni menjumpai teman lamanya itu. Akan tetapi wajah Marni tidak menunjukkan rasa senang saat disapa temannya. Malah menunjukkan tatapan angkuh.“Kamu nggak suka aku bebas, Mona?” Mona yang tadinya berharap perangai Marni berubah ternyata nihil. Perangainya masih tetap sama, bah
Uhuk uhukRana terbatuk usai melakukan shalat di sepertiga malamnya. Rana merasa dadanya sakit dan mengeluarkan bercak darah ketika batuk. Rana tidak pernah absen melakukan shalat sunnah.“Sakit!” Rintih Rana sambil memegang dadanya.“Ya Allah, hamba pasrah jika memang waktu hamba sudah dekat!” Gumam Rana sambil membersihkan bercak darah di telapak tangannya.Rana bergegas ke kamar mandi meski tubuhnya terasa lemas. Dengan gontai, Rana berusaha bisa sampai ke kamar mandi.BrukTubuh Rana limbung ke lantai, wajahnya berubah pucat dan saat itu juga Rana tengah menghembuskan nafas terakhirnya. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Rana sempat melafalkan kalimat syahadat.Keesokan harinya, salah satu tahanan menemukan Rana tewas di depan kamar mandi. Polisi segera membawa jenazah Rana ke rumah sakit untuk diotopsi. Toni yang sudah lama menyadari keadaan istrinya hanya bisa pasrah mendengar kabar duka. Toni diantar salah satu rekannya menuju ke rumah sakit untuk melihat wajah sang istri
Hari ini adalah hari pernikahan Sifa dengan Fadil. Satu bulan setelah tertangkapnya mereka bertiga, kehidupan Sifa kembali aman tanpa gangguan dari mantan mertua ataupun mantan ipar. Janur kuning melengkung di depan rumah Sifa menjadi pertanda ada sebuah acara bahagia.Pagi ini, Sifa terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya nuansa putih. Begitu pula dengan Fadil yang sudah berada di depan penghulu dengan baju pengantin nuansa senada. Pernikahan digelar secara sederhana dan hanya dihadiri beberapa keluarga terdekat saja.“Sifa, ayo ibu antar!” Eli menggandeng tangan Sifa ke meja penghulu. Kehadiran Sifa membuat kedua mata Fadil tidak bisa berpaling dari kecantikan Sifa.“MasyaAllah calon istriku!” Gumam Fadil. Kecantikan alami yang dimiliki Sifa sejak dulu tidak pernah lekang oleh waktu meski usia bertambah.Ijab qobul segera dimulai, sedari tadi bibir Sifa menyebut nama Allah untuk meredam rasa grogi sebelum akad dilangsungkan.Penghulu dan Fadil mulai berjabat tangan dan mengikra
Marni dan Irma kini hendak dalam perjalanan dari bandara ke lokasi yang dituju dengan menggunakan jasa travel yang sudah dipesan. Namun alangkah terkejutnya ketika mobil travel yang ditumpanginya diberhentikan oleh orang tidak dikenal. Alhasil semua penumpang travel itu turun dan menjalani pemeriksaan. Tiba-tiba kedua tangan Irma dan Marni diborgol.“Loh, kenapa saya diborgol?” Pekik Marni ketika melihat dua tangannya sudah terborgol.Marni merasa cukup malu ketika tatapan semua penumpang tertuju padanya. Irma juga protes namun sebuah mobil polisi akhirnya datang dan membawa mereka berdua.Marni dan Irma kembali dibawa ke Jakarta dengan menggunakan mobil polisi. Kedua mata Irma dan Marni terbelalak melihat Rana sudah berada di kantor yang sama. Marni dan Irma memperhatikan penampilan Rana yang sudah berhijrah dari atas ke bawah.“Ini pasti karena kamu, Rana!” Irma menuduh Rana. “Dasar menantu durhaka!” Pekik Marni membuat gaduh kantor polisi tersebut. “Ibu, Mbak Irma. Semua perbuata
Kedua mata Fadil melihat sosok Marisa dari kejauhan seperti tengah mempersiapkan sesuatu. Marisa kini berada di bagian sudut lain seakan bersiap melakukan sesuatu. Fadil merasa tidak enak, berlanjut mengajak mereka berdua ke arah keramaian.“Om, Jerapahnya tinggi banget lehernya!” Fadil hanya fokus pada Marisa yang terlihat mencurigakan.“Om! Kok melamun sih!” Sifa melihat Fadil seperti memperhatikan sesuatu.“Ada apa, Kak? Apa ada sesuatu?” “Tidak ada apa-ap, Sifa. Kita agak kesana ya!” Fadil berbaur dengan pengunjung lain supaya Marisa tidak bisa menjalankan aksinya.“Istri Sulhan membawa pistol, ini gila!” Gumam Fadil Dor dor dor “Aaaa!” Risa terkejut dengan suara ledakan tidak jauh darinya. Kedua tangannya menutup kedua telinganya.Tiga peluru peluru melesat mengenai tiang besi yang tidak jauh dari Risa berdiri, semua pengunjung panik karena sebuah tembakan menyasar. Tanpa berpikir panjang, Fadil menggendong Risa dan menggenggam tangan Sifa mengajaknya menjauhi area berbahaya t
Marni gelisah menatap kedua menantunya yang tengah bersitegang. Niat hati ingin melerai mereka, khawatir menjadi sasaran amukan Marisa. “Dasar wanita sombong!” Pekik Irma pada Marisa di depannya.“Setidaknya masih ada yang bisa aku sombongkan daripada kamu, tukang ghibah!” Kedua mata Marisa juga melirik ke arah Marni. Marni seketika terdiam karena lirikan tajam dari Marisa.“Su-sudah! Jangan bertengkar lagi! Harusnya kita selesaikan semua rencana yang gagal ini!” Marni mengumpulkan keberanian untuk melerai mereka. Marni sendiri khawatir jika ada tetangga atau siapapun mendengar perdebatan mereka.“Ibu dan Irma saja yang pikirkan, aku ingin semua beres!” Marisa dengan santainya meminta semua beres. Irma yang tadinya duduk di sampingnya kembali berdiri menatap nyalang ke arah Marisa.“Kamu mau cuci tangan atas kejahatan yang kau rancang?” Irma bahkan menunjuk wajah Marisa yang tengah memperlihatkan kuku cantiknya.“Aku sudah membayar mahal kalian!” Marisa tetap tidak mau mengalah.“Irm
Sifa diam sejenak, ditatapnya wajah Risa seakan sangat menginginkan Fadil menjadi seorang ayah untuknya. Sifa tidak menyalahkan keinginan Risa, anak sekecil itu memang membutuhkan seorang ayah.“Aku tidak pernah salah pilih, bahkan aku rela menunggu sampai kamu menerima cintaku! Pencapaianku tidak ada artinya kecuali ada kamu disampingku!” Kedua mata mereka saling bertatapan. Eli sudah sangat berharap jika Sifa memberikan jawaban.“Sifa, mungkin keputusan ini cukup berat untukmu. Tetapi, Ibu sangat berharap jika kamu bisa menerima cinta Fadil! Ibu yakin jika Fadil akan membahagiakan dan menjaga kalian berdua. Kalian berdua hidup sendiri sudah membuat Ibu kepikiran.” Eli memegang kedua tangan Sifa seolah memohon kepadanya.“Bu Eli memang wanita yang sangat baik seperti Bu Imah. Apakah Bu Eli tidak ingin memiliki menantu yang lebih baik dari Sifa?” “Jika di depan Ibu sudah ada kamu, maka tidak ada keinginan memiliki menantu lain selain kamu, Sifa!” Eli menunduk pasrah jika nanti Sifa m
Marni dan juga Irma sangat terkejut usai membaca pesan bernada emosi dari Marisa yang mengatakan jika Sifa dan Risa masih hidup.“Ba-bagaimana bisa mereka berdua masih hidup?” Marni jatuh terduduk usai menerima pesan berisi foto Sifa dan Risa. Wajah Marni yang biasanya terlihat angkuh dan sombong, kini berubah pucat.“Penampilan Sifa berubah seperti orang kaya!” Irma kembali menelisik foto Sifa dan Risa. Penampilan yang dulunya sering dia bilang dekil dan udik sekarang berubah menjadi wanita yang anggun dan cantik. Ada rasa iri melihat kecantikan yang dimiliki Sifa. Kecantikan yang baru terlihat ketika sudah membuangnya bahkan hampir melenyapkannya.“Bagaimana jika Sifa akan melaporkan kita kepada polisi?” Pandangan Irma sudah terlalu jauh, bahkan takut jika harus mendekam di balik jeruji.“Kita seret juga Marisa bersama kita. Dia menjadi dalang di balik pembakaran rumah Sifa!” sahut Marni seolah tidak terima jika Marisa nantinya tidak ikut terseret dalam proses hukum.“Semoga Sifa t