Sudah hampir sepuluh menit berlalu, polisi belum juga tiba di lokasi. Dean dan Nauna mulai merasa cemas. Mereka tidak bisa menunggu lebih lama lagi, sebab Daniel bisa pergi kapan saja. Setelah mempertimbangkan berbagai resiko, Dean meminta Nauna menunggu di dekat mobil, sementara dia sendiri pergi ke seberang jalan untuk menghalangi Daniel, kalau-kalau kakaknya itu keluar dari minimarket sebelum polisi datang."Hati-hati, Mas!" Nauna berpesan sebelum Dean benar-benar pergi menyebrangi jalan. Sesuai dugaan, tepat saat Dean sampai di depan minimarket, Daniel melangkah keluar. Lelaki itu seketika terpaku. Langkahnya yang lebar sontak tertahan di dekat pintu. "Mas Daniel." Dean pura-pura menyapa, seolah mereka tidak sedang bermasalah. Dia berharap, Daniel juga bersikap biasa, tetapi lelaki itu malah berlari ke arah motornya. Dean buru-buru mengejar dan berhasil mencegat sebelum kakaknya itu menyalakan mesin motor. "Kenapa lari?" Dean bertanya sembari mencabut kunci motor Daniel dan m
Selama proses interogasi, Daniel menolak semua tuduhan dan menyangkal semua bukti yang ada. Dia juga bersikeras mengatakan, bahwa dirinya tidak bersalah dan tidak tahu apa-apa mengenai kasus penipuan yang menimpa Dean. Pada akhirnya, polisi memutuskan untuk melakukan penahanan terhadapnya selama proses penyelidikan berlangsung. Daniel merasa sangat marah, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah menunggu selama lebih dari satu jam, Dean dan Nauna diperbolehkan bertemu dan bicara dengan Daniel. Mereka duduk berhadapan, dibawah pengawasan dua orang petugas. "Aku nggak nyangka kamu benar-benar melaporkanku." Daniel berkata dengan dingin. Raut wajahnya begitu suram dan tatapan matanya begitu tajam. Terlihat jelas kebencian di kedua bola matanya. Dean menghela napas dan berkata dengan tenang, "Ini sudah konsekuensinya.""Konsekuensi apa?!" Daniel berteriak marah. Dia sudah mengambil ancang-ancang untuk menggebrak meja, tetapi tangannya hanya bisa menggantung di udara saat menyadari
Dalam perjalanan pulang, Nauna menghubungi Dinara dan mengabarkan padanya soal ditahannya Daniel di kantor polisi. Dinara merasa lega mendengarnya. Meskipun bukan pelaku utama dan masih dalam proses penyelidikan, setidaknya satu dari mereka sudah ditahan. Berdasarkan pengalamannya, jika salah satu pelaku sudah tertangkap, maka akan lebih mudah untuk menangkap pelaku lainnya. "Selain Mas Daniel, istrinya juga akan diperiksa hari ini," kata Nauna. "Tapi, dia punya anak balita, jadi kami nggak tega jika dia ditahan."Dinara paham masalahnya. "Polisi juga akan mempertimbangkan hal itu. Dia mungkin nggak akan ditahan, tapi tetap dalam pengawasan. Kalian nggak perlu khawatir," ucapnya menenangkan. "Iya, Kak. Kami mengerti," sahut Nauna. "Ya sudah, kalau begitu, sekarang pulanglah dan beristirahat. Kalian pasti lelah." Dinara berkata dengan penuh perhatian. Nauna berterima kasih atas perhatiannya, lalu menutup pembicaraan mereka dengan ucapan salam. Setelah sambungan telepon terputus,
Di kantor polisi, Daniel akhirnya dipertemukan dengan Tika setelah istrinya itu selesai menjalani pemeriksaan. Mereka duduk berhadapan, di bawah pengawasan dua orang petugas. Raut wajah Tika terlihat sangat kacau. Dia tidak mengatakan apa-apa sampai Daniel lebih dulu bersuara, "Di mana Bella?"Pertanyaan itu terlontar, sebab Daniel tidak melihat putrinya bersama dengan Tika. Tika menatapnya dengan tajam dan menjawab dengan ketus, "Tentu saja aku tinggalkan bersama Linda, mana mungkin aku membawanya ke sini!"Linda adalah saudara Tika yang menyediakan tempat tinggal sementara untuknya. Setelah pergi dari rumah Dean, dia dan Daniel tidak memiliki tempat untuk tinggal. Jadi, untuk sementara, mereka pergi ke rumah Linda dan menginap di sana sampai menemukan tempat untuk tinggal. Sebenarnya, Daniel dan Tika tidak pernah menyangka, bahwa mereka akan dilaporkan ke polisi. Jadi, mereka tidak melarikan diri ke luar kota seperti yang dilakukan Rudy. Mereka hanya menutup toko dan mengganti no
Kabar ditahannya Daniel di kantor polisi akhirnya sampai ke telinga Yoga. Dia mendapat kabar itu dari seorang temannya yang menghubunginya malam itu. Temannya bilang, dia melihat sendiri kejadian saat Daniel ditangkap oleh polisi di depan sebuah minimarket. Dia juga melihat Dean ada di sana bersama istrinya. Yoga merasa sangat terkejut. Dia pikir, Dean hanya akan melaporkan Rudy dan Lusi karena telah menjual rumahnya dan membawa kabur uang hasil penjualannya. Dia tidak menyangka, Daniel juga ikut diseret ke kantor polisi. Itu artinya, dirinya juga turut dilaporkan dan tinggal menunggu waktu sampai polisi menangkapnya. Memikirkan ini, Yoga mulai gemetar. Dia segera memutus sambungan telepon dengan temannya dan berlari masuk ke dalam rumah. "Tari!" Dia memanggil istrinya dengan panik. Tari yang sedang menyiapkan makan malam menoleh dan mengerutkan kening. Raut wajah Yoga yang begitu panik membuatnya melontarkan pertanyaan dengan bingung, "Ada apa, Mas?"Yoga tidak segera menjawab.
Seorang polisi yang berjaga di luar rumah tiba-tiba berlari masuk ke dalam. "Mereka sudah tertangkap!" Dia melapor pada dua rekannya yang berdiri di depan jendela kamar. Inah, Risa dan Johan saling berpandangan. Dengan raut wajah bingung dan penasaran, mereka bertiga mengikuti langkah para polisi itu ke luar rumah. Betapa terkejutnya mereka saat melihat Yoga dan Tari sudah diringkus oleh polisi. Wajah dua orang itu tampak pias dan pasrah. Inah berlari mendekat dan bertanya dengan bingung, "Pak, apa salah anak dan menantu saya? Kenapa mereka—""Anak dan menantu Ibu terlibat dalam kasus penipuan yang sedang kami tangani. Mereka akan kami bawa ke kantor pusat untuk menjalani pemeriksaan," ujar salah seorang polisi. Inah sangat terkejut. Dia menatap Tari dan bertanya dengan suara bergetar, "Apa yang sudah kamu lakukan, Nak? Penipuan apa? Kenapa kamu terlibat? Ada apa ini sebenarnya?"Tari hanya bisa menangis dan menundu
"Mbak Tika?! Apa yang dia lakukan?!" Nauna berseru kaget saat melihat Tika tiba-tiba datang dan menghadang laju mobil. Dean juga tak kalah kaget. Beruntung, mobilnya melaju sangat pelan, jadi dia masih bisa menghentikan lajunya sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. Dean membunyikan klakson beberapa kali, tapi Tika tidak mau menyingkir. Dia berdiri mematung di depan mobil dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia tidak sendirian, Bella ada dalam gendongannya. "Kita turun saja, Mas. Mungkin ada yang ingin Mbak Tika katakan." Nauna menyarankan. Dean mengangguk setuju. Mereka berdua melangkah turun dari mobil dan menghampiri Tika yang masih diam di tempatnya. "Mbak Tika, ada apa? Kenapa menghalangi jalan?" Dean bertanya sembari berjalan mendekat. Tika tidak segera menjawab. Dia menatap pasangan suami istri di depannya secara bergantian dengan tatapan penuh arti. Nauna mengerutkan kening dan bertanya dengan hati-hati, "Ada yang ingin Mbak Tika katakan?""Ya!" Tika menyahut cepat.
Tika terserempet mobil. Dia dan Bella terpental jatuh ke pinggir jalan. Sementara mobil yang menyerempetnya pergi begitu saja. Orang-orang mulai berkerumun. Tika menangis histeris ketika melihat lengan dan kakinya berdarah. Sedangkan Bella tidak mengalami lecet sedikitpun, tapi gadis kecil itu juga menangis karena terkejut. "Aduh, Mbak, kenapa lari-lari di jalan? Jadi keserempet, kan?" "Iya, kasihan anaknya. Untung saja anaknya nggak terluka.""Ibunya nggak hati-hati. Hampir saja mencelakai anaknya sendiri!"Bukannya prihatin, beberapa orang malah menghakimi Tika. Mereka melihat sendiri bagaimana perempuan itu berlari di jalan raya tanpa mempedulikan kendaraan di sekitar. Beberapa dari mereka bahkan ada yang mengira dia tidak waras. Pada saat ini, Dean dan Nauna masuk dalam kerumunan dengan wajah panik. Mereka langsung memeriksa keadaan Tika dan Bella yang tak henti menangis. "Mbak, ayo ke rumah sakit!" Nauna meraih lengan Tika dan membantunya berdiri dengan hati-hati. Sedangkan
Andaikan bisa menolak, Jihan tentu tidak akan mengatakan iya. Masalahnya adalah, apa yang diminta oleh Jeremy juga merupakan tuntutan dari pengadilan. Oleh karena itu, dia sama sekali tidak punya pilihan, selain menerima dengan berat hati. Pada akhirnya, rumah itu benar-benar dikembalikan kepada pemiliknya. Betapa bersyukurnya Dean dan Nauna ketika menerima kembali sertifikat rumah yang selama ini mereka perjuangkan. Air mata bahagia tumpah ruah, pasangan suami istri itu saling memeluk, sambil tak henti mengucap syukur. Hari berganti. Jihan dan Viola mulai mengemasi barang-barang milik mereka dan juga milik Jeremy untuk di bawa pergi. Alvaro dan beberapa orang suruhan membantu mereka membawakan barang-barang tersebut ke dalam mobil pickup. Setelah memastikan semuanya sudah terbawa, Jihan melangkah keluar dengan langkah yang begitu berat. Raut wajahnya benar-benar suram. Kesedihan masih tampak jelas dari kedua matanya yang sembab. Viola dan Alvaro yang mendampingi sang ibu, hanya bi
“Apa yang dilakukan perempuan itu di sini tadi? Dia menemuimu?” Alvaro bertanya dengan tajam. Tatapannya mengarah lurus pada Jeremy yang duduk diam di hadapannya. Tidak ada jawaban. Jeremy tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengangkat pandangan yang semula terpaku pada permukaan meja, lalu menatap Alvaro dengan tatapan dingin. Aura suram menguar dari keseluruhan dia pada saat ini. Sangat jauh berbeda dibandingkan dengan pada saat dia berhadapan dengan Dinara. Alvaro berdecak kesal, tidak suka dengan reaksi Jeremy yang seperti ini. Dia menginginkan jawaban atas pertanyaannya, bukan sorot mata dingin dan mengintimidasi. “Nggak salah lagi, dia pasti datang untuk menemuimu dan kamu pasti bersedia bertemu dengannya.” Alvaro menyimpulkan sendiri, sebab tak kunjung mendapat jawaban. Jeremy masih belum menanggapi, alih-alih membiarkan Alvaro kembali berkata-kata, “Seharusnya, kamu menolak bertemu dengannya, Kak. Dia pasti datang untuk menertawakanmu, kan? Dia pasti senang melihatmu seperti
Hampir tiga puluh menit berlalu sejak tiba di kantor polisi, Dinara masih saja berdiam diri di dalam mobil. Bukan tanpa alasan, perempuan itu hanya perlu waktu sedikit lebih lama, untuk menyiapkan hati dan meyakinkan diri, sebelum benar-benar pergi menemui Jeremy. Sebab, bukan hal mudah untuk berhadapan dengan Jeremy di ketika ini. Jika kemarin siang saja laki-laki itu bisa menunjukkan kemarahan yang begitu menggebu-gebu terhadap dirinya, lantas bagaimana dengan hari ini? Biar bagaimanapun, ditahannya Jeremy, tidak terlepas dari upaya Dinara yang diam-diam merekam pembicaraan mereka kemarin lalu. Jadi, bukan tidak mungkin dia akan meluapkan kemarahan, jika mereka bertemu nanti. Pemikiran itulah yang membuat Dinara merasa was-was. Namun demikian, dia tidak bisa mundur begitu saja. Apapun yang terjadi, dia harus tetap bertemu dan bicara dengan Jeremy. Bukan sekedar untuk memenuhi permintaan Viola, melainkan juga untuk menuruti kata hatinya sendiri. Pada akhirnya, setelah memeriksa w
Sebagaimana yang dikatakan oleh Dinara, rekaman suara itu benar-benar bisa menjadi barang bukti yang kuat. Beberapa jam setelah Dean menyerahkannya pada polisi, Jeremy akhirnya resmi di tahan. Rasa kaget dan tak percaya tentu saja menyeruak dalam diri Jeremy, saat polisi menunjukkan surat perintah penahanan terhadap dirinya. Mereka mengatakan, sudah ada bukti yang menguatkan dugaan, bahwa dirinya terlibat dalam kasus penipuan yang dilakukan oleh Rudy. Hal yang membuat Jeremy merasa semakin kalut adalah, polisi menahannya ketika dia sedang memimpin rapat di kantor. Akibatnya, bukan hanya orang-orang yang berada di ruang rapat, tapi hampir semua orang yang ada di kantor melihat dengan mata kepala mereka sendiri, bagaimana dia dibawa pergi oleh polisi. Desas-desus tentang sang CEO yang ditangkap oleh polisi seketika menyebar dengan cepat. Berbagai spekulasi bermunculan. Dalam sekejap, Jeremy telah menjadi perbincangan hangat semua orang di perusahaannya, dan reputasinya benar-benar te
Jeremy menyorot Dinara dengan bias kemarahan di kedua matanya. Aura suram dan mengintimidasi yang menyeruak dari kesuluruhan dia, berhasil membuat mantan istrinya itu menahan napas selama sepersekian detik. “Apa yang sudah kamu katakan pada ibuku?” Sekali lagi, Jeremy mengulang pertanyaan yang sama, namun dengan nada yang lebih ditekan-tekankan dari sebelumnya. Dinara tidak segera menjawab, alih-alih menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Dalam diam, dia tengah mengatur debar jantung yang sempat berpacu dengan kencang, begitu pula dengan ritme pernapasan yang sempat tertahan hingga akhirnya menjadi berantakan. Dinara sepenuhnya mengerti, cara terbaik menghadapi seseorang yang sedang diselimuti emosi seperti Jeremy di ketika ini, adalah dengan bersikap tenang dan hati-hati. Karena itu, Dinara sebisa mungkin menciptakan aura tenang di keseluruhan dirinya, alih-alih menunjukkan ketakutan dan rasa terintimidasi yang kentara. “Kamu bilang padanya tentang kasus pen
"Mas?" Nauna menahan langkah saat dia dan Dean baru saja keluar dari ruangan tempat bertemu dengan Lusi. Ketika laki-laki itu menoleh dan mengunci tatap padanya, dia segera bertanya dengan hati-hati, "Kamu sungguh-sungguh sudah memaafkan Mbak Lusi?"Dean tidak langsung menjawab. Sesaat, dia menatap Nauna dalam-dalam. Sekian detik kemudian, barulah dia buka suara, tapi bukan untuk memberikan jawaban, alih-alih balik bertanya, "Apa aku terlihat nggak bersungguh-sungguh, Nau?""Bukan begitu, Mas." Nauna segera menyangkal. "Aku hanya ingin memastikan. Maksudku... Mbak Lusi sudah melakukan hal yang sangat merugikanmu. Apakah semudah itu dia mendapatkan maaf darimu?"Dean lagi-lagi tidak segera menjawab, alih-alih mengajak Nauna duduk di kursi yang berada tak jauh dari mereka. Setelah duduk, Dean mulai berkata-kata, "Sebenarnya, nggak semudah itu, Nau. Jujur, aku juga merasa berat, tapi..." Dean menggantung sebentar kalimatnya. Setelah menghela napas berat, barulah dia genapkan, "Bagaimanap
"Nau, cepat ganti baju, kita ke kantor polisi sekarang!"Nauna baru saja keluar dari kamar mandi, ketika Dean tiba-tiba berkata dengan nada terburu-buru. "Ada apa, Mas?" Menanyakan itu, Nauna sambil beranjak menuju lemari, kemudian mengambil sehelai baju ganti dari dalamnya. "Mas Rudy dan Mbak Lusi sudah tiba di kantor pusat. Citra juga ada di sana, kita jemput dia sekarang," sahut Dean sebagaimana adanya. Mendengar ucapannya, sepasang mata Nauna terbuka lebar-lebar. Dia sudah menunggu kabar ini sejak tiga hari yang lalu, tepatnya sejak dia dan Dean pertama kali mendapatkan kabar tentang Rudy dan Lusi yang sudah ditangkap oleh polisi. Tanpa bertanya apa-apa lagi, Nauna bergegas berganti pakaian, kemudian mengambil kerudung dan mengenakannya dengan cepat. "Ayo, Mas!" ajak Nauna sembari menyambar tas dan memasukkan ponsel ke dalamnya. Dean mengangguk. Setelah meraih kunci mobil di atas nakas, dia dan Nauna segera keluar dari kamar dengan langkah tergesa-gesa. "Sudah sejak kapan me
"Ibu, tenanglah!" Viola berkata sembari menyentuh bahu sang ibu sebagai upaya menenangkannya. Meski Viola juga terkejut dengan semua yang dikatakan Dinara, dia masih bisa berpikir dengan jernih. Alih-alih mengusir mantan iparnya itu seperti apa yang dilakukan Jihan, dia justru ingin mendengar penjelasannya lebih banyak lagi. Akan tetapi, Jihan yang begitu emosional, tampaknya tidak mau mendengar apapun lagi. Sepasang matanya menyorot Dinara dengan tajam, kemudian berkata, "Pergilah, Dinara! Jangan katakan omong kosong apapun lagi tentang Jeremy!"Dinara tahu Jihan sedang kalut, karena itu dia sama sekali tidak ambil hati atas sikap dan ucapan wanita itu. Alih-alih angkat kaki seperti apa yang diminta, dia justru tetap duduk di tempatnya. "Bu," katanya dengan nada rendah dan terukur. "Ini nggak ada hubungannya dengan urusan pribadiku dan Mas Jeremy. Semua yang aku katakan ini, semata-mata untuk memberitahu Ibu yang sebenarnya, tentang apa yang sudah dilakukan Mas Jeremy demi mendapat
Setelah meninggalkan kediaman Jihan, Dinara segera mengajak Dean dan Nauna bertemu. Kebetulan, pasangan suami istri itu sedang berada di luar rumah, jadi mereka memutuskan untuk bertemu di sebuah kafe, sekalian makan siang bersama. Dinara tiba lebih dulu, sementara Dean dan Nauna datang sekitar sepuluh menit kemudian. Setelah memesan makanan dan minuman masing-masing, mereka tidak berbasa-basi lagi. Dinara segera menceritakan secara detail semua yang dia dengar dari Jihan, tentang persaingan bisnis antara orang tua Dean dan orang tua Jeremy. Mendengar apa yang diceritakan oleh Dinara, Dean dan Nauna tampak terkejut. "Aku sama sekali nggak tahu tentang ini." Dean berkomentar setelah Dinara benar-benar menyelesaikan ceritanya. "Aku nggak pernah mendengar kalau perusahaan Ayah sampai menyebabkan kebangkrutan untuk perusahaan lain. Mungkin karena saat itu aku masih terlalu muda untuk mengetahuinya."Dinara menghela napas. "Sudah kuduga," ucapnya dengan nada rendah nyaris tenggelam. "Ka