Dalam perjalanan pulang, Nauna menghubungi Dinara dan mengabarkan padanya soal ditahannya Daniel di kantor polisi. Dinara merasa lega mendengarnya. Meskipun bukan pelaku utama dan masih dalam proses penyelidikan, setidaknya satu dari mereka sudah ditahan. Berdasarkan pengalamannya, jika salah satu pelaku sudah tertangkap, maka akan lebih mudah untuk menangkap pelaku lainnya. "Selain Mas Daniel, istrinya juga akan diperiksa hari ini," kata Nauna. "Tapi, dia punya anak balita, jadi kami nggak tega jika dia ditahan."Dinara paham masalahnya. "Polisi juga akan mempertimbangkan hal itu. Dia mungkin nggak akan ditahan, tapi tetap dalam pengawasan. Kalian nggak perlu khawatir," ucapnya menenangkan. "Iya, Kak. Kami mengerti," sahut Nauna. "Ya sudah, kalau begitu, sekarang pulanglah dan beristirahat. Kalian pasti lelah." Dinara berkata dengan penuh perhatian. Nauna berterima kasih atas perhatiannya, lalu menutup pembicaraan mereka dengan ucapan salam. Setelah sambungan telepon terputus,
Di kantor polisi, Daniel akhirnya dipertemukan dengan Tika setelah istrinya itu selesai menjalani pemeriksaan. Mereka duduk berhadapan, di bawah pengawasan dua orang petugas. Raut wajah Tika terlihat sangat kacau. Dia tidak mengatakan apa-apa sampai Daniel lebih dulu bersuara, "Di mana Bella?"Pertanyaan itu terlontar, sebab Daniel tidak melihat putrinya bersama dengan Tika. Tika menatapnya dengan tajam dan menjawab dengan ketus, "Tentu saja aku tinggalkan bersama Linda, mana mungkin aku membawanya ke sini!"Linda adalah saudara Tika yang menyediakan tempat tinggal sementara untuknya. Setelah pergi dari rumah Dean, dia dan Daniel tidak memiliki tempat untuk tinggal. Jadi, untuk sementara, mereka pergi ke rumah Linda dan menginap di sana sampai menemukan tempat untuk tinggal. Sebenarnya, Daniel dan Tika tidak pernah menyangka, bahwa mereka akan dilaporkan ke polisi. Jadi, mereka tidak melarikan diri ke luar kota seperti yang dilakukan Rudy. Mereka hanya menutup toko dan mengganti no
Kabar ditahannya Daniel di kantor polisi akhirnya sampai ke telinga Yoga. Dia mendapat kabar itu dari seorang temannya yang menghubunginya malam itu. Temannya bilang, dia melihat sendiri kejadian saat Daniel ditangkap oleh polisi di depan sebuah minimarket. Dia juga melihat Dean ada di sana bersama istrinya. Yoga merasa sangat terkejut. Dia pikir, Dean hanya akan melaporkan Rudy dan Lusi karena telah menjual rumahnya dan membawa kabur uang hasil penjualannya. Dia tidak menyangka, Daniel juga ikut diseret ke kantor polisi. Itu artinya, dirinya juga turut dilaporkan dan tinggal menunggu waktu sampai polisi menangkapnya. Memikirkan ini, Yoga mulai gemetar. Dia segera memutus sambungan telepon dengan temannya dan berlari masuk ke dalam rumah. "Tari!" Dia memanggil istrinya dengan panik. Tari yang sedang menyiapkan makan malam menoleh dan mengerutkan kening. Raut wajah Yoga yang begitu panik membuatnya melontarkan pertanyaan dengan bingung, "Ada apa, Mas?"Yoga tidak segera menjawab.
Seorang polisi yang berjaga di luar rumah tiba-tiba berlari masuk ke dalam. "Mereka sudah tertangkap!" Dia melapor pada dua rekannya yang berdiri di depan jendela kamar. Inah, Risa dan Johan saling berpandangan. Dengan raut wajah bingung dan penasaran, mereka bertiga mengikuti langkah para polisi itu ke luar rumah. Betapa terkejutnya mereka saat melihat Yoga dan Tari sudah diringkus oleh polisi. Wajah dua orang itu tampak pias dan pasrah. Inah berlari mendekat dan bertanya dengan bingung, "Pak, apa salah anak dan menantu saya? Kenapa mereka—""Anak dan menantu Ibu terlibat dalam kasus penipuan yang sedang kami tangani. Mereka akan kami bawa ke kantor pusat untuk menjalani pemeriksaan," ujar salah seorang polisi. Inah sangat terkejut. Dia menatap Tari dan bertanya dengan suara bergetar, "Apa yang sudah kamu lakukan, Nak? Penipuan apa? Kenapa kamu terlibat? Ada apa ini sebenarnya?"Tari hanya bisa menangis dan menundu
"Mbak Tika?! Apa yang dia lakukan?!" Nauna berseru kaget saat melihat Tika tiba-tiba datang dan menghadang laju mobil. Dean juga tak kalah kaget. Beruntung, mobilnya melaju sangat pelan, jadi dia masih bisa menghentikan lajunya sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. Dean membunyikan klakson beberapa kali, tapi Tika tidak mau menyingkir. Dia berdiri mematung di depan mobil dengan ekspresi yang tidak terbaca. Dia tidak sendirian, Bella ada dalam gendongannya. "Kita turun saja, Mas. Mungkin ada yang ingin Mbak Tika katakan." Nauna menyarankan. Dean mengangguk setuju. Mereka berdua melangkah turun dari mobil dan menghampiri Tika yang masih diam di tempatnya. "Mbak Tika, ada apa? Kenapa menghalangi jalan?" Dean bertanya sembari berjalan mendekat. Tika tidak segera menjawab. Dia menatap pasangan suami istri di depannya secara bergantian dengan tatapan penuh arti. Nauna mengerutkan kening dan bertanya dengan hati-hati, "Ada yang ingin Mbak Tika katakan?""Ya!" Tika menyahut cepat.
Tika terserempet mobil. Dia dan Bella terpental jatuh ke pinggir jalan. Sementara mobil yang menyerempetnya pergi begitu saja. Orang-orang mulai berkerumun. Tika menangis histeris ketika melihat lengan dan kakinya berdarah. Sedangkan Bella tidak mengalami lecet sedikitpun, tapi gadis kecil itu juga menangis karena terkejut. "Aduh, Mbak, kenapa lari-lari di jalan? Jadi keserempet, kan?" "Iya, kasihan anaknya. Untung saja anaknya nggak terluka.""Ibunya nggak hati-hati. Hampir saja mencelakai anaknya sendiri!"Bukannya prihatin, beberapa orang malah menghakimi Tika. Mereka melihat sendiri bagaimana perempuan itu berlari di jalan raya tanpa mempedulikan kendaraan di sekitar. Beberapa dari mereka bahkan ada yang mengira dia tidak waras. Pada saat ini, Dean dan Nauna masuk dalam kerumunan dengan wajah panik. Mereka langsung memeriksa keadaan Tika dan Bella yang tak henti menangis. "Mbak, ayo ke rumah sakit!" Nauna meraih lengan Tika dan membantunya berdiri dengan hati-hati. Sedangkan
“Syaratnya adalah, Mbak Tika harus bersedia menjadi saksi dan memberikan keterangan dengan sejujur-jujurnya pada polisi.” Dean berkata dengan tegas. "Ya, kami ingin Mbak Tika menjadi saksi dan mengakui semuanya pada polisi. Setelah itu, kami akan mencabut laporan terhadap Mbak Tika dengan alasan kekeluargaan. Bagaimana?" Nauna menimpali. Tika terdiam. Sejenak, dia menimbang-nimbang syarat yang diberikan Dean dan Nauna. Tidak butuh waktu lama, dia segera menyetujuinya. “Baik. Aku bersedia menjadi saksi dan akan memberikan keterangan dengan sejujurnya-jujurnya. Aku juga akan mengaku bahwa aku dan Mas Daniel memang terlibat dalam rencana Mas Rudy, meskipun pada akhirnya kami nggak mendapatkan apa-apa." Tika berkata dengan raut wajah meyakinkan. Dean dan Nauna saling berpandangan. Mereka tidak menyangka, Tika akan langsung setuju. Terbesit rasa ragu di dalam benak keduanya. Mereka tidak bisa mempercayainya begitu saja. "Mbak benar-benar bersedia? Mbak nggak akan memberikan keterangan
Dinara sedang berada di firma hukum ketika Dean dan Nauna menghubunginya dan meminta waktu untuk bertemu. Dia segera setuju dan menawarkan untuk bertemu di luar, tapi mereka lebih memilih mendatanginya langsung. Sekitar sepuluh menit kemudian, mereka sudah berada di ruangan Dinara. Ketiganya duduk berhadapan dan mulai berbicara dengan serius. Ketika mendengar bahwa Dean dan Nauna ingin mencabut laporan terhadap Tika, Dinara agak keberatan. Dia menatap pasangan itu dan bertanya untuk memastikan, "Kalian benar-benar yakin ingin mencabut laporan? Apa kalian sudah memikirkannya baik-baik?"Dean mewakili Nauna untuk mengangguk dan mengiyakan. "Ya, kami sudah memikirkannya baik-baik.""Kami memikirkan nasib anaknya yang masih balita. Selain itu, dia juga berjanji akan menjadi saksi dan mengatakan apapun yang dia tahu dengan sebenar-benarnya pada polisi." Nauna menimpali dengan raut wajah meyakinkan. "Apakah keputusan kami salah?" Dia bertanya kemudian.Dinara tidak segera menjawab. Dia ter