Home / Romansa / Remember Me, BE! / Bab 24. Mengungkap Fakta

Share

Bab 24. Mengungkap Fakta

Author: Fitri_alpha
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sejak tiba tadi, Kevin sudah dibuat kebingungan dengan sikap Juna. Wajahnya pucat dan terlihat sangat panik. Ada seorang wanita di pelukannya, dan sepertinya ia mengenal wanita itu, tapi lupa pernah melihatnya di mana, wajahnya seolah tak asing. Wanita itu juga pucat. Yang lebih membuatnya heran adalah mata Juna yang memerah, dan setelah diamati lebih seksama ada jejak air mata di pipinya. Juna baru saja menangis. Setahunya, Juna sangat kuat, tak ada yang bisa membuatnya menangis kecuali Diva.

Hati-hati Juna mendudukkan Diva di jok belakang. Mengitari separuh bagian mobil dengan setengah berlari setelah menutup pintu. "Lu yang bawa, Vin!" serunya. "Cepetan, ya! Hidung Diva mimisan!" Juna masuk ke jok belakang di samping Diva, kembali memeluk dan menyadarkan kepala Diva di bahunya. "Be, kamu masih sadar, 'kan?"

Tak ada jawaban, Juna hanya merasakan kepala di bahunya bergerak ke atas dan ke bawah, Diva mengangguk, memberitahu jika dia masih bisa bertahan.

Kevin mengernyit. Be? Kenapa
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Remember Me, BE!   Bab 25. Cowok Itu Juna

    "Nggak ada apa-apa di dalam makam Diva, peti matinya kosong." Seandainya mereka tidak sedang berada di rumah sakit, wajah tampan itu pasti sudah babak-belur dihajarnya. Juna mengepalkan kedua tangannya kuat sampai buku-buku jarinya memutih, ia menahan amarah. Begitu mudahnya Arkan mengatakannya, tidak ada tubuh Diva di makamnya, makam itu palsu, dan ia dengan bodohnya percaya jika tubuh tak bernyawa Diva terbaring di sana. Bahkan sempat tidur di makam itu. Ia sangat ingin menyela, tapi juga ditahannya mati-matian. Ia ingin mendengar semuanya lebih dulu, setelah itu baru melancarkan pertanyaan yang menumpuk di dalam kepalanya. "Waktu jantung Diva emang udah nggak berdetak lagi, dia juga kehilangan banyak darah makanya dinyatakan dokter meninggal." Arkan menghela napas, menatap ke dalam ruang ICU, berusaha untuk mencari tahu apa saja yang dilakukan dokter untuk menolong sepupunya. "Pas lu pingsan, mayat Diva juga udah ditutupin nggak tau kenapa perawat yang bertugas melepas semua pera

  • Remember Me, BE!   Bab 26. Pemakaman Palsu

    Juna mendengkus, masih menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Diva. Namun, ada satu yang membuatnya harus mengenyampingkan perasaan bersalah itu. Masih ada satu pertanyaannya yang belum terjawab. Saat hari pemakaman, sebelumnya dia melihat Diva di dalam peti mati. Ia bahkan menciumnya dan merasakan kulitnya yang dingin. Ia yakin itu memang manyat, 'kan, atau ia salah. Itu bukan mayat Diva, tetapi boneka yang didandani dan diserupakan seperti Diva. Manekin!"Mayat ...." Juna tidak meneruskan kalimatnya. Tidak mungkin ia mengatakan mayat Diva. Hei, wanitanya masih hidup! Diva baik-baik saja, dokter sedang memeriksanya di dalam sana. Sebagai gantinya, ia mengibaskan kedua tangan dengan kacau. Arkan berdeham. Ia sudah menyangka pasti Juna akan menanyakan hal itu. "Kayaknya biar pun nggak gue kasih tau lu tetap bakalan ngehajar gue, 'kan, Jun?" tanyanya terkekeh lagi. "Jadi, mending gue kasih tau lu aja, deh, biar lu puas." Juna memutar bola mata. Arkan benar-benar menguji kesaba

  • Remember Me, BE!   Bab 27. Remember Me, Be!

    Diva masih di ruang ICU, masih belum dipindahkan. Masih ada beberapa alat rumah sakit yang menancap di tubuhnya, para perawat itu masih belum melepaskannya. Kata mereka, Diva masih memerlukan benda-benda itu. Tubuhnya masih lemah, masih memerlukan bantuan peralatan medis agar tubuhnya cepat pulih seperti sediakala. Sejak dulu Juna tidak pernah menyukai rumah sakit, ia tidak suka pada bau obat yang menyengat. Perutnya terasa mual setiap kali menciumnya, kepalanya juga terasa berdenyut. Oleh sebab itu, setiap kali sakit atau merasakan sesuatu yang tidak enak terhadap tubuhnya, ia lebih suka memanggil dokter keluarga daripada harus ke rumah sakit. Ketidaksukaannya pada rumah sakit diperparah dengan tewasnya Diva di ranjang rumah sakit. Juna tak lagi tidak menyukainya, ia membencinya. Terkadang ia menyalahkan dokter-dokter itu yang dinilainya tidak becus sehingga kekasihnya sampai kehilangan nyawa. Namun, kemudian ia menyadari semua sudah takdir. Menyalahkan orang lain juga percuma, keka

  • Remember Me, BE!   Bab 28. Mimpi Yang Jadi Nyata

    Diva dipindahkan ke kamar VVIP satu jam kemudian. Tiga puluh menit lebih lambat dari waktu yang ditentukan. Masalahnya tak hanya Diva yang tertidur, tetapi juga Juna. Lelah menangis keduanya tertidur sambil berpelukan. Juna berbaring menyamping di sisi Diva, memeluknya posesif. Dokter Maya yang ingin memindahkan Diva ke ruangan yang sudah disiapkan untuknya, mengurungkan niat. Dia membiarkan mereka tidur tanpa berniat membangunkan, dan akan memindahkan Diva bila mereka terbangun. Tak ada yang mengganggu, Arkan dan Kevin menunggu di kamar tidur nap Diva selama itu."Kamu nggak ngasih tau Mama sama Papa, 'kan, Ar?" Diva bertanya setelah Sang Sepupu selesai menghubungi sekretarisnya. Arkan memberitahu wanita itu jika dia akan kembali setelah makan siang yang akan jatuh sebentar lagi. Untuk makan siang, Juna hanya memesan saja, dia tak ingin ke mana-mana. Ingin tetap menemaninya, katanya. "Aku nggak mau mereka khawatir."Arkan menggeleng. "Lu tenang aja, Va, aman, kok. Nggak bakalan gue k

  • Remember Me, BE!   Bab 29. Aku Belum Mati

    "Iya, Mama, Diva baik-baik aja." Diva tersenyum, menatap Juna yang sibuk dengan laptopnya. Dia duduk di sofa. "Udah makan juga."Juna tidak pulang ke rumahnya. Pria itu bersikeras untuk menemaninya di sini sampai dia diperbolehkan pulang nanti. Juna juga tidak ke kantornya, dia rela mengerjakan semua pekerjaannya di sini. Duduk di sofa itu sudah sejak dua jam lalu. Setelah meminta maaf karena tidak bisa mengajaknya mengobrol, Juna terus saja berkutat dengan laptop dan beberapa tumpuk kertas di meja. "Mama nggak perlu khawatir, ini juga Diva istirahat, kok. Diva udah di tempat tidur, siap-siap mau bobo." Diva meringis tanpa suara, dia telah membohongi Mama. Meskipun bukan untuk yang pertama kali, tetap saja rasa bersalah itu ada. "Sampai nanti, Mama. Diva juga sayang Mama."Terlalu kekanak-kanakan? Iya, Diva menyadarinya, tapi dia tak peduli. Dia hanya ingin menunjukkan rasa sayangnya terhadap Mama. Diva memutuskan sambungan setelah memberikan ciuman jarak jauh, meletakkan ponsel di a

  • Remember Me, BE!   Bab 30. Mengulang Semua Dari Awal

    "Lu mau tau apa lagi, sih, Jun?" tanya Arkan kesal. Juna mendatangi kantornya pagi-pagi, menuntutnya untuk jujur mengenai Diva. Pria itu percaya masih ada yang disembunyikan. Padahal tidak ada, ia sudah menceritakan semuanya. "Gue udah nyeritain semua yang gue tau sama lu." Arkan mengusap wajah kasar, menyandarkan punggung pada sandaran kursi kebesarannya. Sementara Juna duduk di depannya, dipisahkan oleh meja kerjanya. Juna benar-benar tidak pulang ke apartemennya tadi malam, ia menginap di rumah sakit menunggui Diva. Pagi ini pun, seandainya tidak ada pertemuan penting yang harus dihadirinya hari ini, dia tidak akan meninggalkan Diva. Kevin melaporkan semuanya, dia yang membawa baju ganti Juna tadi pagi. "Nggak!" Juna menatap Arkan tajam. "Gue yakin masih ada yang gue nggak tau. Feeling gue bilang lu masih nyembunyiin sesuatu." "Astaga!" Arkan merosot di kursinya. Ia beruntung hari ini tidak ada yang penting yang harus dikerjakannya sehingga bisa meladeni Juna sementara ini, set

  • Remember Me, BE!   Bab 31. Diva Keras Kepala

    Dua hari bermalam di rumah sakit, Diva baru diperbolehkan pulang. Sebenarnya,.dia sudah bisa pulang keesokan hari, tapi Juna tidak memperbolehkan. Pria itu tidak percaya jika dirinya sudah baik-baik saja. Lebih gila lagi, Juna ingin dia terus dirawat selama beberapa hari lagi. Astaga! Entah apa yang dipikirkannya. Salahkah dirinya sekarang merasa kesal padanya. Juna terlalu pemaksa, selain posesif dan overprotektif. Sangat menyebalkan. Juna juga melarangnya bekerja. Dengan pongahnya dia mengatakan, masih bisa memberikan apa pun padanya meskipun tak bekerja. Juna memintanya untuk duduk manis di rumah saja, dan menyerahkan semua urusan keuangan padanya. Hei! Siapa dirinya bisa mengaturnya seperti itu? Siapa Juna sehingga mau menafkahinya? Dasar orang gila!Untungnya, setelah dibujuk yang membuat mulutnya nyaris berbusa karena terllau banyak bicara, akhirnya Juna menyetujui untuknya pulang keesokan harinya. Juna juga lahirnya membiarkannya bekerja dengan syarat harus tidak boleh terlalu

  • Remember Me, BE!   Bab 32. Anak Kita

    Selama beberapa saat tak ada suara di dalam mobil selain suara deru mesin. Entah perasaannya saja atau tidak, suara Diva terdengar meninggi. Juna mengangguk tanpa meliriknya sama sekali, ia lebih memilih untuk fokus pada jalanan. Lalu lintas macet seperti biasa, membuatnya harus lebih hati-hati dalam berkendara. "Nggak!"Juna menahan napas menunggu kalimat selanjutnya. Sebenarnya ia tak ingin bertanya, hanya saja ia tak kuat melawan penasaran. Ia sangat ingin tahu apakah ada orang lain selain dirinya. Jika ada, tak apa-apa, ia akan berusaha menerimanya meskipun selama sebelas tahun ini ia tak pernah melakukan apa pun, Tak pernah berhubungan dengan wanita mana pun. Sudah dikatakannya, bukan, jika seluruh perasaannya mati? Lagipula, saat mereka pertama berhubungan, Diva juga mau menerimanya apa adanya. Lalu, seandainya Diva yang seperti itu, kenapa ia harus menolaknya? "Aku nggak pernah pacaran, nggak pernah dekat sama siapa pun kecuali sama Ruud.""Rudd?" ulang Juna tanpa sadar. Nama

Latest chapter

  • Remember Me, BE!   Extra Part

    Pesta resepsi digelar pada malam harinya di sebuah hotel berbintang di ibu kota. Banyak tamu undangan yang hadir, selain rekan bisnis dari kedua keluarga mempelai, juga teman-teman mereka semasa sekolah dulu. Di antara teman-teman sekolah mereka yang hadir adalah Tasya. Meskipun tidak percaya, tetapi Tasya tetap datang sekedar hanya untuk memastikan karena undangan bukan berasal dari Juna atau Diva, melainkan dari Nora. Lagi pula, tak ada angin, tak ada hujan langsung ada undangan pesta resepsi pernikahan pria yang dicintainya. "Beneran datang ternyata!" Sejak awal memasuki lobi hotel, dada Tasya sudah berdegup kencang. Tubuhnya terasa panas dingin, keringat tak hanya membasahi pelipis, tetapi juga punggungnya yang polos. Dia sengaja mengenakan gaun hitam ketat dengan tali spaghetti yang terbuka di bagian punggung dan memiliki belahan dada yang rendah. Sengaja, agar tak terlihat seperti seseorang yang patah hati jika benar ini adalah pesta pernikahan Juna. Seruan dari suara yang s

  • Remember Me, BE!   Bab 134. The Wedding (END)

    Bandung merupakan salah satu kota yang ramah lingkungan di tanah air. Udaranya yang sejuk, ditambah dengan pemandangan yang indah, dan kuliner yang memanjakan lidah menjadikan Bandung sebagai salah satu destinasi wisata yang banyak didatangi para wisatawan. Itulah salah satu alasan kenapa Juna memilih Bandung sebagai tempat pemberkatan pernikahannya, selain tentu saja karena Oma dan Opa Dirgantara yang tinggal di kota kembang. Dengan konsep garden party, pesta yang hanya dihadiri oleh keluarga dan orang-orang terdekat memilih warna putih sebagai dress code.Semua ide Diva, dengan Barbara yang sedikit meracuni otaknya. Sejak dulu, Barbara menginginkan pesta pernikahan Juna mengambil tema winter garden party. Sebuah tema yang aneh karena tidak akan ada orang yang mau mengadakan pesta kebun ketika musim dingin. Ide Barbara memang selalu ekstrem, beda dari yang lain. "Nggak perlu gugup kali, Va. Juna nggak bakalan gigit lo!" omel Echa melihat Diva yang mondar-mandir ke sana kemari di da

  • Remember Me, BE!   Bab 133. Juna Posesif

    Juna mendelik. Astaga, Diva sangat konyol sekali. Baik pegawai apalagi pemilik butik tidak akan menanyakan pertanyaan yang tidak penting seperti itu. Mereka tidak akan mau mengurusi masalah pelanggannya. Lagi pula, ia sudah pernah datang ke butik itu saat mengukur tuxedo yang akan dikenakannya di hari pemberkatan dan resepsi setelahnya. "Bisa kasih alasan yang masuk akal nggak, sih, Be?" tanya Juna memutar bola mata jengah. "Alasan kamu itu konyol banget, tau, nggak, sih, Be?" Gemas, Juna mencubit pipi Diva yang tak lagi terlihat pucat. Sudah beberapa hari ini pipi mulus itu terlihat selalu merona, bukan karena pemerah pipi, melainkan karena Diva yang tersipu. Diva membelalak. "Sakit!" katanya judes, menepis tangan Juna yang masih berada di pipinya. "Ya, habisnya kamu lucu banget, sih. 'Kan, aku gemes jadinya." Juna terkekeh. Diva tersenyum misterius, sebelah alisnya terangkat. "Sebab kamu udah nyubit pipi aku, kamu harus ikut kita pergi ke butik!" "What?" Diva tidak merespons

  • Remember Me, BE!   Bab 132. Keputusan Akhir

    Suasana ruang sidang berubah menjadi kondusif begitu hakim mengetuk palu tiga kali setelah membacakan putusan hukuman untuk Hilda. Wanita itu harus menerima dihukum seumur hidup di dalam penjara atas semua kejahatan yang dilakukannya di masa lalu. Hukuman yang lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman mati karena terbukti Hilda merencanakan menggugurkan kandungan Diva, atau sama saja dengan pembunuhan berencana. Meskipun Diva selamat, tetapi calon bayinya tidak. Diva juga sempat dinyatakan meninggal oleh dokter sebelum akhirnya koma dan bangun satu tahun kemudian dalam keadaan kehilangan ingatan. Proses hukum Hilda tergolong cepat. Dalam waktu dua minggu semua berkas perkaranya sudah rampung dan langsung diajukan ke pengadilan untuk menjalani sidang. Hanya dua kali sidang hakim sudah memutuskan hukuman untuknya. Tidak ada yang memprotes, meskipun Arsen Dirgantara terlihat menekuk, tetapi pria yang mengenakan setelan berwarna hitam itu hanya diam saja. Di

  • Remember Me, BE!   Bab 131. Restu

    "Katanya kamu punya bukti yang yang kuat buat jeblosin dia ke penjara seumur hidup. Mana buktinya?" tanya Arsen sambil menyatukan kesepuluh jarinya, menumpukan dagu di atas jari-jarinya itu. Ia juga menumpuk kakinya, kaki kanan di atas kaki kiri.Tanpa bersuara, Juna merogoh saku bagian dalam jasnya, mengambil ponsel, mengutak-atiknya sebentar, kemudian memberikan pada sang Ayah. Arsen menaikkan sebelah alisnya melihat video itu. Berlatar sebuah restoran, seorang wanita berbicara di bawah pengaruh alkohol, terus meracau mengakui semua yang sudah dilakukannya semasa dia masih sekolah dulu guna mendapatkan perhatian pemuda yang dicintainya. Sampai rela melalukan hal paling buruk, meneror kekasih pemuda itu dan mengakibatkannya tewas beserta calon bayi dalam kandungannya. Wajah tampan pria berusia lebih dari setengah abad itu memerah, rahangnya mengeras mendengar wanita itu yang mengaku bahagia saat mengetahui kekasih pemuda itu meninggal dunia berikut calon bayi mereka. Arsen merekam

  • Remember Me, BE!   Bab 130. Hilda Pelakunya

    Diva menarik napas dalam, menyimpannya beberapa detik di paru-parunya sebelum mengembuskannya dengan pelan melalui mulut. Dia terus mengulanginya beberapa kali, baru berhenti setelah mobil yang dikendarai Juna memasuki sebuah gerbang dengan daun pintu berwarna hitam keemasan. Mobil berhenti di halaman, tepat di depan undakan. Diva keluar lebih dulu, dia membuka sabuk pengamannya dengan cepat sebelum Juna melakukannya. Halaman rumah ini masih sama seperti sebelas tahun yang lalu, tak ada yang berubah sedikit pun. Air mancur yang berada di bagian kiri halaman, di tengah sebuah taman mungil. Bunga mawar merah yang merupakan kesukaan nyonya rumah tumbuh dengan subur di taman itu. Sekali lagi Diva menarik napas sebelum menahannya ketika Juna mendekat dan menciumnya dengan panas beberapa saat. Mata bulat Diva membelalak, tangannya terangkat memukul bahu Juna yang dianggapnya tak tahu malu, sementara pria itu justru tertawa kecil menanggapinya. Dengan santainya Juna menarik tangannya memas

  • Remember Me, BE!   Bab 129. Penyesalan

    Senyum puas tercetak di bibir sexy Juna. Akhirnya, tetapi ini baru awal karena ia tidak akan berhenti sampai Hilda membusuk di penjara. Ponselnya berbunyi, Juna yang ingin mengomentari perkataan Arsyi mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih untuk meraih ponsel dari kantong kemeja dan memeriksa siapa yang menghubunginya. Nama ayahnya tercinta tertera di layar. Juna kembali tersenyum, orang yang ditunggunya sudah tiba. Cepat ia menggulir ikon hijau ke kanan, menjawab panggilan itu. "Where are you? Nggak ada di rumah."Ternyata bukan Daddy, tetapi Mommy yang menggunakan ponsel ayahnya untuk menghubunginya. Ataukah ia yang salah membaca nama si penelepon? Alis Juna mengernyit, ia menjauhkan ponsel dari telinga guna memeriksa. Benar, ini nama ayahnya. Berarti benar Mommy yang menggunakan ponsel Daddy."Juna di rumah Helen, Mom!" sahut Juna sambil berdiri, melangkah keluar ruang kerja Arsyi yang sedikit lebih sesak dari terakhir mereka berkumpul. "Meriksa bukti video sekali lagi. Kevin udah

  • Remember Me, BE!   Bab 128. Tentang Teman dan Hilda

    Suara dari layar lebar berukuran satu kali setengah meter terdengar mendominasi di ruang kerja Arsyi. Sementara tujuh pasang mata menatap nyaris tak berkedip pada layar yang menampilkan adegan berlatar belakang sebuah restoran mewah. Seorang wanita cantik terus meracau dengan kata-kata yang masih bisa ditangkap dengan jelas arti dan maksudnya. Wanita itu berada di bawah pengaruh alkohol sehingga semua hal yang disembunyikannya rapat-rapat, terbongkar oleh mulutnya sendiri. Tayangan berdurasi hampir satu jam itu berasal dari ponsel Juna yang dialihkan ke mesin proyektor. Tadi malam Kevin sudah menyalinnya ke dalam mikro film dan disket. Rencananya mereka akan memberikan disket kepada pihak berwajib sebagai bukti kejahatan yang sudah dilakukan oleh wanita di dalam layar tadi. "Kalo boleh gue jujur, sebenarnya gue agak kaget dia yang ngelakuin semuanya," komentar Nora setelah tayangan berakhir. "Gue emang nggak kenal sama dia, tapi selama yang gue liat dia cewek baik-baik. Maksudnya, p

  • Remember Me, BE!   Bab 127. Terungkap

    Baiklah. Segala sesuatu memang bisa terjadi. Siapa pun orangnya bisa melakukan semua itu, tetapi untuk Hilda merupakan sebuah pengecualian. Ia memang tidak mengenalnya secara dekat, tetapi tetap saja rasanya tidak mungkin. Sungguh, jika Kevin tidak melihat dan mendengar dengan mata dan kepala sendiri, ia tidak akan memercayainya. Video berdurasi lebih dari tiga puluh menit itu diambil baru beberapa jam yang lalu. "Kayaknya sekarang dia masih belum sadar, masih pingsan di restoran tempat kita makan siang tadi." Kevin menatap Juna, meneguk ludah kasar melihat ekspresi tak terbaca di wajahnya. Mata karamel Juna memerah, tanda jika dia sedang menahan amarah. "Lu pasti juga nggak nyangka, 'kan, Vin, kalo yang kita cari selama ini adalah dia?" tanya Juna dengan gigi bergemeletuk. Ia tak habis pikir, bagaimana mungkin gadis selembut Hilda bisa melakukan hal keji seperti itu, bahkan tanpa perasaan mengaku senang atas kabar meninggalnya Diva bersama bayinya. Hilda benar-benar seorang psikop

DMCA.com Protection Status