Home / Romansa / Relokasi Rasa / 6 Sejak Kapan?

Share

6 Sejak Kapan?

Author: Ans18
last update Last Updated: 2022-05-07 21:56:33

“Pa, Ma!” Aileen sampai harus menyadarkan kedua orang tuanya yang membisu setelah ia mengatakan bahwa Gama adalah calon suami yang dipilihnya.

Jelas Naren dan Rhea hanya bisa terdiam sambil mencerna apa yang baru saja didengarnya. Memang Aileen dan Gama selalu satu sekolah, kecuali setelah kuliah. Namun setahu mereka, hubungan Aileen dan Gama merenggang sejak Aileen merasa kalau Gama adalah saingan terberatnya untuk meraih prestasi.

Lantas bagaimana mungkin anak sulung mereka bisa menjalin hubungan dengan tetangga sebelah rumah? Sejak kapan mereka berhubungan? Kapan mereka meluangkan waktu untuk bertemu? Banyak pertanyaan yang membuat Naren dan Rhea setengah tidak percaya dengan pernyataan anak sulung mereka itu.

“Kenapa kamu masih pake piyama gitu kalo mau ngenalin calon suami kamu, Kak?”

Aileen seketika menunduk dan mengamati pakaian tidur yang masih dikenakannya. Niatnya semula hanyalah untuk mengusir Bara dari rumah, siapa sangka ia malah menjebloskan diri sendiri ke dalam umpan yang sejak minggu lalu dilempar Gama.

“Ganti baju dulu sana, Kak!” Kalau boleh jujur, Naren masih bingung setengah mati dengan kejadian siang itu. Tapi ia berusaha mengontrol diri. Sebagai seorang ayah, ia harus bersiap untuk menginterogasi Aileen dan calonnya yang tidak lain adalah tetangga sebelah rumah.

Sementara Aileen masih enggan meninggalkan mereka karena khawatir Bara akan bicara macam-macam kepada kedua orang tuanya.

Gama mengusap pelan punggung tangan Aileen sambil tersenyum (berusaha) meyakinkan. Detik itu, Aileen baru sadar kalau mungkin ia mengambil langkah yang salah … atau justru ini langkah yang tepat?

***

Masih dengan bathrobe yang dikenakannya, Aileen mondar-mandir di dalam kamar, merasa tidak siap untuk turun dan menemui orang tuanya.

Tapi semakin lama ia berada di dalam kamar, semakin lama pula ia terjebak di dalam ketidaktahuan. Tidak tahu apa yang disampaikan Gama kepada orang tuanya. Tidak tahu tingkah Bara tanpa kehadirannya. Tidak tahu bagaimana reaksi orang tuanya yang saat ini tengah menghadapi Gama seorang diri.

Buru-buru Aileen menata pikirannya, lantas berganti pakaian di dalam walk in closet.

Orang tuanya sedang duduk mengelilingi meja makan bersama Gama dan Bara saat Aileen tiba di ruang makan.

“Duduk, Kak!” perintah Naren saat melihat anak sulungnya salah tingkah di dari ambang pintu.

Menurut, Aileen mengambil posisi duduk di samping Gama meskipun kursi di samping Bara juga kosong. “Ervin sama Yara nggak ikut makan siang, Ma?” tanya Aileen mencoba mencairkan ketegangan yang jelas terasa.

“Sejak kapan Ervin ada di rumah kalo weekend. Pasti cari mangsa dia. Yara juga lagi keluar.”

Aileen hanya mengangguk-angguk walau sebenarnya tahu jawaban yang akan ia dapatkan dari sang Mama. Ervin—adik laki-laki satu-satunya yang ia miliki tidak mungkin ada di rumah setiap weekend. Aktualisasi diri a.k.a. kencan adalah jadwal rutin adiknya itu. Sementara Yara—adik bungsunya—tidak jauh beda dengan Ervin.  Bedanya, Yara benar-benar menggunakan hati ketika dekat dengan seseorang, hanya saja kisah cintanya memang tidak pernah berlangsung lama. Keduanya mungkin memang mewarisi DNA player sang papa.

Atau mungkin … keluarganya memang sial dalam urusan asmara? Nyatanya, ia yang bukan seorang player dan selalu serius dalam menjalin hubungan, malah berakhir dihianati.

“Kak, makan dulu,” tegur Rhea yang mendapati anaknya melamun. Rhea paham, mungkin Aileen memang setegang itu. Ini pertama kalinya Aileen membawa teman laki-laki untuk diperkenalkan kepada mereka—meskipun sebenarnya mereka sudah kenal.

Aileen segera mengambil makanan demi menutupi kegelisahannya hanya karena papanya sejak tadi tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Apa Bara mengatakan sesuatu selama ia mandi? Atau … papanya tidak suka dengan Gama?

Di tengah kegelisahan Aileen itulah, sebuah pesan singkat masuk ke ponselnya.

Gama: Tenang aja, dia nggak ngomong apa-apa ke papamu, dari tadi cuma ngomongin kerjaan

Aileen melirik Gama sekilas lalu menghela napas lega. Masalah Bara aman. Dan Aileen baru sadar, harusnya ia tidak perlu khawatir orang tuanya tidak suka dengan Gama. Hal yang bagus kalau benar-benar terjadi, karena itu adalah satu-satunya cara untuk membatalkan apa yang tadi ia ucapkan di depan kedua orang tuanya.

Bara sebenarnya sudah kehilangan selera makan siang. Hanya demi menuruti ajakan atasannya, maka ia bertahan di sana. Selain itu, Bara masih memikirkan langkah apa yang akan dilakukannya karena ia benar-benar tidak mengerti dengan pergerakan Aileen. Kenapa Aileen belum mengadu kepada papanya? Kenapa Aileen tiba-tiba mempunyai seorang calon suami selain dirinya?

“Permisi, Mas Gama. Di depan ada pembantunya Mas Gama.”

Gama mengusap tengkuknya dengan salah tingkah. “Om, Tante, sebentar saya keluar nemuin Bibi dulu,” pamit Gama pada orang tua Aileen.

“Bentar ya, Sayang.” Gama tidak lupa untuk berpamitan kepada Aileen sambil mengusap puncak kepala wanita yang duduk di sampingnya itu.

“Uhuk! Uhuk!” Aileen terbatuk hebat mendapat perlakuan seperti itu dari seorang Gama, yang tidak pernah ia pikirkan akan bisa mengusap puncak kepalanya dengan santai seperti apa yang baru saja Gama lakukan.

Gama mendorong gelas air minum miliknya ke hadapan Aileen sebelum ia beranjak dari ruang makan.

“Norak ah, Kak. Orang cuma ditinggal keluar sebentar,” ledek Rhea.

“Ma!” Aileen mendengkus kesal karena ucapan mamanya. Tapi yang membuatnya semakin kesal adalah ledekan dari sang papa setelahnya.

“Mukamu udah kayak kepiting rebus, Kak. Segitunya kesengsem sama tetangga sendiri.”

“Aku baru keselek, Pa. Ya wajar kalo mukaku merah.”

Bara yang melihat kejadian itu akhirnya memberanikan diri untuk buka suara. “Sejak kapan punya hubungan sama laki-laki tadi, Leen?”

“It’s a long story, Bro.” Gama yang telah kembali sambil menenteng dua buah kotak dengan logo salah satu bakery terkenal, yang akhirnya menjawab pertanyaan dari Bara tersebut. “Coba tanya ke Om Naren, siapa satu-satunya orang yang berani melarikan anak sulung Om Naren?” Gama kemudian menepuk dadanya dengan bangga.

Suara decakan jelas terdengar dari Naren karena kesombongan Gama tersebut. Namun ia juga tidak bisa membantah karena peristiwa itu memang benar-benar terjadi.

“Tante, ini buat cemilan. Tadi aku lupa bawa pas berangkat ke sini. Maklum grogi, Tan.”

Rhea menatap kotak kue yang baru saja diletakkan Gama di sudut meja makan. “Makasih loh, Gam. Pake repot-repot.”

“Nggak repot kok, Tante. Kan buat calon mertua.”

“Uhuk! Uhuk!” Kembali Aileen tersedak. Kali ini karena nasi yang baru ditelannya tidak bisa mulus meluncur di tenggorokannya akibat ucapan Gama yang memanggil kedua orang tuanya sebagai calon mertua. ‘Sialan!’

“Kakak kenapa sih dari tadi keselek melulu? Grogi banget mau minta izin ke Papa? Iya, Kak?” Rhea mengerling jahil kepada anaknya.

“Kenapa aku yang grogi? Gama lah yang mestinya grogi. Kan dia yang bakal disidang Papa,” kilah Aileen.

“Bara, maaf ya, kayaknya hari ini saya mesti berperan penuh jadi orang tua. Jadi urusan perusahaan bisa kita omongin lagi di hari kerja.” Setelah mengatakan hal itu, Naren menghadap ke arah Aileen dan Gama yang duduk bersebelahan. “Nggak gitu konsepnya, Kak. Yang mau nikah kalian berdua, kenapa yang Papa sidang cuma Gama. Ya kamu juga ikut lah. Abis ini ke ruang kerja Papa.” Naren yang memang sudah menghabiskan makan siangnya terburu berdiri dan meninggalkan Aileen yang sedang membuka mulutnya tanpa mengeluarkan balasan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Neee I
wkwkwk... jangan pingsan ya Mbak Aileen
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Relokasi Rasa   7 Dia Ada di Saat Aku Butuh Seseorang

    “Tadinya Papa mau jodohin kamu sama Bara, Kak.”Aileen, Gama, dan kedua orang tua Aileen telah berkumpul di ruang kerja setelah Bara pamit pulang dengan raut wajah tidak terima karena harus pulang lebih dulu dan menyerahkan posisinya sebagai pasangan Aileen kepada laki-laki yang muncul tiba-tiba di hari itu. Tapi demi apa pun, Bara tidak berani bertahan di sana dengan tatapan Aileen yang mematikan.“Kenapa?” tanya Aileen setengah penasaran. Kenapa tidak dari dulu ia dijodohkan dengan Bara? Kalau begitu kan kemungkinan ia bisa meresmikan hubungannya dengan Bara jauh-jauh hari.‘Trus pas udah nikah, diselingkuhin! Mirip kayak cerita novel sama sinetron.’ Tiba-tiba Aileen tersadar dengan pemikirannya sendiri. Bukan masalah waktu. Justru mengerikan kalau ia telah menikah dengan Bara dan berakhir dengan diselingkuhi.“Ya … Bara kandidat yang cocok menurut Papa.”“Apa bagusnya Bara sih, Pa?” Aileen mendengkus kesal karena ternyata papanya pernah mempertimbangkan Bara sebagai pendamping untu

    Last Updated : 2022-05-12
  • Relokasi Rasa   8 Hanya Perlu Saling Bergantung

    “Aileen, diminum dulu,” tegur Gama saat memperhatikan Aileen—yang sejak mereka menginjakkan kaki ke dalam cafe—hanya melamun sambil menatap ke luar café.“Hah?”“Diminum dulu, Sayang.”Aileen dengan refleks menggerakkan kaki untuk menendang tulang kering Gama ketika mendengar laki-laki itu memanggilnya ‘Sayang’.Gama hanya mengernyitkan kening sambil menahan geraman kesakitannya. “Jangan kasar sama calon suami, Leen.”Memutar kedua bola matanya dengan malas, Aileen mendengkus pelan. “Ada cara nggak untuk ngebatalin semuanya? Maksudku … aku kemaren cuma berniat untuk lepas dari Bara. Aku nggak mau Bara cerita tentang hubunganku dulu sama dia ke orang tuaku. Aku nggak tau kalau semuanya malah semakin runyam.”“Kenapa harus dibatalin?” Kali ini Gama benar-benar serius menatap Aileen. Ia tidak ingin Aileen menganggapnya hanya bercanda meskipun Aileen belum bisa mempercayainya.“Kenapa harus diterusin kalau kita berdua sebenernya nggak ada perasaan apa-apa?”“Loh! Aku kan tadi udah ngaku d

    Last Updated : 2022-05-17
  • Relokasi Rasa   9 Broken Home

    “Sejak kapan kalian berhubungan?” tanya Alfa yang agak tidak percaya dengan permintaan izin dari adiknya. Adiknya itu, tidak bisa dibilang cupu dalam hal asmara, tapi bukan juga player yang berganti wanita seperti berganti celana dalam. Hanya saja, ini pertama kalinya Gama mengajak seorang perempuan untuk dikenalkan kepadanya, meskipun ia tahu kalau sebelumnya Gama pernah sangat mencintai seorang perempuan.“Jangan nanya sejak kapannya, Kak. Yang penting kan ke depannya gimana, aku serius atau nggak?”Alfa terlihat menimbang-nimbang sesaat sebelum akhirnya memilih beralih kepada Aileen. “Kamu mau Leen sama dia? Nggak salah pilih?”Aileen tersenyum tipis. Ia bahkan melemparkan pertanyaan yang sama untuk dirinya sendiri dan belum bisa menemukan jawaban, lantas bagaimana sekarang ia harus menjawab pertanyaan dari Alfa itu?“Kakak jangan bikin Aileen ragu lagi dong! Wanita karir itu nggak gampang diyakinin untuk diajak nikah.” Gama yang akhirnya menyahut demi menyelamatkan Aileen yang sed

    Last Updated : 2022-05-17
  • Relokasi Rasa   10 Lihat Aku Mulai Sekarang

    "Kok aku deg-degan sih mau masuk ke kantormu, Leen.”Aileen merotasikan kedua bola matanya dengan malas. Ia berjalan beberapa langkah di depan Gama dan sengaja mempertahankan kecepatan langkahnya agar tidak perlu berjalan berdampingan dengan laki-laki itu. Namun, dalam sekejap Gama berhasil mensejajari langkahnya.“Sana, daftar dulu ke resepsionis.” Lagi-lagi sengaja Aileen mengisengi Gama.“Harus? Kan aku sama kamu. Masa nggak boleh masuk?” tanya Gama heran. Pasalnya ia tahu kalau Aileen bukan pegawai biasa. Aileen seorang direktur di perusahaan itu, ditambah lagi anak pemilik perusahaan. Mana mungkin Aileen tidak bisa ‘menyelundupkannya’ masuk. “Serius nggak bisa, Leen? Kamu kan orang dalem.”“Iiih! Peraturan ya peraturan, Gam!” Aileen berhenti di dekat swing barrier gate sambil menunjuk ke arah resepsionis dengan dagunya.Gama mendengkus pelan sebelum akhirnya pasrah berjalan ke depan meja resepsionis.Dari jauh Aileen menahan tawanya melihat Gama bersungut kesal sambil membuka dom

    Last Updated : 2022-05-21
  • Relokasi Rasa   11 Usaha Terakhir Menggagalkan Pernikahan

    "Aku waktu itu lagi kehilangan arah. Bukan berarti kamu bisa macem-macem lagi ke aku. Kamu … mesti tau batasnya.”“Right. I’m sorry. Kupikir kamu lagi marah banget dan perlu ditenangin lagi.” Gama mundur, demi menjaga kewarasan otaknya. Namun, karena Gama tidak menjawab pertanyaannya tadi dan malah mempertahankan senyuman tengilnya, Aileen jadi ingin mencekik leher Gama.“Udah kan? Udah liat ruang kerjaku? Sana, pulang!”Bukannya menuruti perkataan Aileen, Gama memilih melemparkan diri ke sofa yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri. “Aku lagi nggak ada kerjaan. Ibu nggak ada di rumah. Di apartemen sendirian. Bosen, Leen. Kamu kerja aja, aku nggak bakal ganggu.”“Mana ada orang kerja ditontonin?”“Nanti kalo aku lagi kerja, kamu boleh kok nontonin aku kerja,” balas Gama tidak ingin kalah.Aileen menggeleng pasrah. “Mau minum apa?”“Kamu duduk sini aja. Aku nggak haus.” Gama menepuk sisi sofa yang kosong di sampingnya. “Ada yang perlu aku omongin.”“Tadi katanya disuruh kerja, s

    Last Updated : 2022-05-21
  • Relokasi Rasa   12 Manja

    Trias akhirnya sadar siapa sosok perempuan yang akan dikenalkan anak bungsunya sebagai calon istri. “Aileen?” Ia lantas memeluk singkat dan menarik lengan Aileen, meminta Aileen duduk di sampingnya.Aileen mengangguk sungkan. Sebenarnya ia merasa agak tidak enak karena berpenampilan terlalu seksi di hadapan orang tua, siapa pun itu, tidak terkecuali orang tua Gama. Namun ini upaya terakhirnya untuk menghentikan pernikahannya dengan Gama.“Kok bisa sih?”Gama mendesah lega. Sepertinya sang ibu lebih kaget dengan sosok Aileen yang ia kenalkan sebagai calon istri, dibanding kaget karena pakaian Aileen yang malam itu agak terbuka.“Kamu kan selama ini males banget ngeliat Gama, Leen.”“Bu!” Gama ingin protes dengan kata-kata sang ibu, tetapi memang begitu nyatanya. Aileen melihatnya seperti melihat musuh bebuyutan padahal tak pernah sekali pun ia menganggap Aileen sebagai musuh.“Kamu beneran mau sama Gama? Dia kan—” Trias sampai kehilangan kata-kata untuk menggambarkan bagaimana sifat an

    Last Updated : 2022-05-25
  • Relokasi Rasa   13 Tidak Gampang Mengalah

    “Belum siap-siap, Vin?” Aileen baru saja turun dan mendapati Ervin—adiknya—tengah meregangkan otot di teras dekat ruang makan.“Masih pagi, Kak. Bentar lagi.”“Mama mana, Vin?” tanya Aileen yang hanya melihat ART di ruang makan sedang menyiapkan sarapan mereka. Padahal biasanya mamanya hampir tidak pernah absen membantu menyiapkan sarapan.“Ke sebelah tadi bilangnya.”“Oooh.” Beberapa detik kemudian, Aileen baru sadar apa arti ucapan Ervin. “Maksudnya ke sebelah? Ke … tempat Tante Trias?”“Iya, tumben-tumbenan kan.”Aileen mendadak panik. Bergegas—bahkan hampir seperti berlari kecil—Aileen menyusul mamanya.“Permisi, Pak. Saya—” Aileen berpikir sejenak saat menghadapi security di depan rumah Gama. Mengaku sebagai calon istri Gama mungkin bisa lebih mudah memberinya akses masuk, tapi bulu-bulu halus di belakang lehernya tiba-tiba saja meremang hanya sekadar membayangkan. “Saya tetangga sebelah. Mama saya lagi berkunjung ke Tante Trias. Saya mau ke dalam ketemu mama saya sama Tante Tria

    Last Updated : 2022-05-25
  • Relokasi Rasa   14 Pacar Lima Langkah

    “Barang barunya udah dateng?”“Udah, Mbak. Tapi kita cuma dapet lima pieces.”“Nggak apa-apa, udah bagus untuk Asia Tenggara yang memang nggak dikasih stok banyak.” Aileen tampak berpikir sejenak sambil menarik napas dalam-dalam. “Siapin satu buat saya.”Manager operasional toko tas milik Aileen langsung mendongak dan menatap atasannya dengan tidak percaya. Sebenarnya ia sudah cukup bingung dengan kedatangan Aileen siang itu yang tiba-tiba ke toko, karena bukan jadwalnya Aileen untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Sekarang, ia lebih bingung lagi karena Aileen meminta tas branded limited edition yang baru masuk ke toko. Bukan berarti Aileen tidak mengenakan tas branded, tapi sepanjang yang ia tahu, atasannya itu tidak selalu mengincar limited edition seperti wanita berduit pada umumnya, meskipun Aileen punya akses untuk mendapatkannya.“Satu lagi, yang koleksi klasik, warna maroon. Siapin juga buat saya.”“Tumben Mbak Aileen langsung ambil dua tas buat koleksi.”“Bukan buat saya.”

    Last Updated : 2022-05-27

Latest chapter

  • Relokasi Rasa   75 Epilog

    "Kamu serius?" Gama mengernyitkan kening setelah mendengar permintaan Aileen sore itu. Aileen mengangguk dengan wajah penuh harapnya. "Kenapa tiba-tiba?" Gama masih belum bisa menghilangkan rasa herannya. Meski memang sejak ada seorang putri menggemaskan di tengah-tengah mereka, Aileen jadi lebih lembut dan … hopeless romantic—kalau bisa Gama simpulkan dengan sebuah frasa. Dan Gama tidak pernah keberatan menghujani Aileen dengan keromantisan seperti yang diinginkan Aileen. "Pengen aja, Gam. Nggak mau ya?" Aileen tidak sadar kalau ia memperlihatkan rasa kecewanya karena Gama seakan menolak ajakannya. "Bukan nggak mau. Tapi semuanya pasti udah beda. Nggak bakal sama kayak dulu. Udah puluhan tahun kan." "Ya nggak apa-apa. Sekalian olahraga. Ya?" rengek Aileen. "Jarak segitu mana bisa disebut olahraga, Cinta. Kalau dulu aja kita kuat apalagi sekarang." "Tapi kan—” Aileen langsung terdiam saat Gama berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membantunya berdiri. Ia akhirnya bisa terseny

  • Relokasi Rasa   74 Pernikahan Impian Aileen

    “Kakek juga punya villa di Bandung, ngapain kita nginep di hotel?” Aileen mengerucutkan bibir kala mobil yang dikendarai sopir berhenti di depan sebuah hotel. Ya meskipun ia juga salah satu bisnis di bawah jaringan Candra Group, tetap saja ia lebih nyaman jika menginap di villa kakeknya. “Villanya Kakek lagi direnov kata Mama.” “Hah? Renov? Apanya?” “Cuma dirapi-rapiin aja dikit. Nanti kita ke sana kok, Mama minta tolong aku buat sekalian ngelihat hasilnya. Tapi sekarang kamu mesti istirahat dulu. Villa Kakek masih ke atas lagi kan, sekitar satu jam dari sini. Kita udah empat jam di perjalanan. Aku nggak mau kamu kecapekan, jadi kita mesti istirahat dulu.” “Iya kita lama di perjalanan itu karena kamu berkali-kali nyuruh sopir buat pelan-pelan.” “Kan biar Kakak nggak keguncang-guncang.” Aileen mengernyitkan kening. Kadang ia masih bingung dengan panggilan ‘Kakak’ yang disebut Gama. Pasalnya dari kecil pun ia dipanggil ‘Kakak’ oleh semua anggota keluarganya, termasuk mama dan papan

  • Relokasi Rasa   73 Belajar tentang Kamu

    “Aku mau nikahin Aileen lagi.”Tiga orang di hadapan Gama—Ervin, Yara, dan Kemala—menatap Gama dengan bingung.“Maksudku, aku mau … semacam ngulang acara pernikahanku sama Aileen. Akad nikahnya sih nggak. Cuma perayaannya aja,” terang Aileen saat melihat ketiga orang di hadapannya benar-benar terlihat kebingungan. “Bisa bantu aku? Karena aku maunya ini jadi kejutan buat Aileen, aku nggak bisa nanya langsung dia maunya gimana. Kalian sebagai orang terdekat Aileen, pasti pernah dong denger gimana pernikahan impian Aileen.”“Emangnya itu bakal ngobatin sakit hatinya Kak Aileen?” sindir Ervin terang-terangan.“Mungkin nggak. Tapi aku mau mewujudkan pernikahan impian Aileen.”Gama sudah memikirkannya jauh-jauh hari. Mungkin ia tidak bisa mengobati sakit hati Aileen karena kelakuannya dulu yang menjadikan acara pernikahan mereka sebagai ajang balas dendam kepada mantan kekasihnya. Tapi setidaknya, ia ingin Aileen memiliki kenangan tentang acara pernikahan yang pernah Aileen impikan.“Jadi,

  • Relokasi Rasa   72 Moody

    “Kak Beta, ini adeknya bisa dibawa pergi nggak? Apaan sih? Ngomong aneh-aneh,” gerutu Aileen. “Kamu pikir aku sejahat apa sampe bisa gugurin anakku …, kalau bener aku hamil. Aku bukan dia.”Gama menutup mulutnya, begitu juga dengan Beta yang entah mengapa merasa tersindir, padahal Aileen tidak berniat menyindir siapa pun. Ia hanya mengungkap fakta.“Kayaknya kalian perlu ngobrol. Aku tinggal ya, Gam. Kopermu nanti biar dianter orang ke rumahmu.” Beta lantas beralih ke Aileen. “Selamat ya, Leen. Jangan lupa cek lagi ke dokter.”Aileen hanya bisa mengangguk sambil menatap kepergian kakak iparnya itu. Ia masih malas melihat Gama yang ada di hadapannya, padahal berminggu-minggu sebelumnya ia benar-benar ingin bertemu dengan Gama.“Mau ke dokter sekarang? Kak Beta ada jadwal praktek jam dua. Tapi kalo kamu mau ke dokter lain, coba … biar aku tanya ke stafku di kantor, ada yang udah punya anak kok. Siapa tau dokter kandungannya bagus. Atau … tanya Mama—”“Gam.” Aileen menggeleng. “Jangan bi

  • Relokasi Rasa   71 Memangnya Bisa?

    "Gama!""Hm?"Kemala semakin menggeram kesal mendengar gumaman Gama. Jelas kalau Gama baru saja bangun tidur atau bahkan sekarang pun masih memejamkan mata setengah tidur."Lo tau kan kalo Aileen nggak enak badan? Lo tau kan kalo Aileen muntah-muntah?" sentak Kemala."Hm?""Bangun, Gam! Gue perlu ngomong serius sama lo."Aileen menatap kosong kepada Kemala. Ia sedang mengabaikan kenyataan bahwa Kemala sedang menghubungi suaminya karena ada kemyataan lain yang harus ia hadapi.Gama terkesiap. Ia kini benar-benar dalam mode siaga. "Aileen kenapa, Mal? Lo masih sama dia kan?""Udah gila ya lo? Denger istri lagi begitu bukannya pulang? Nggak mampu beli tiket lo? Apa urusan di sana lebih penting daripada istri lo?""Mal, Aileen kenapa?"Kemala masih berusaha menenangkan diri sambil mengatur napasnya. Di otaknya hanya ada sumpah serapah untuk Gama. Karena itu, ia tidak menjawab apa pun yang ditanyakan Gama. Fokusnya adalah mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada di kepalanya."Pulang lo pagi

  • Relokasi Rasa   70 Rindu yang Tak Terucap

    “Kamu mau balik, Kak? Ngapain? Di rumah juga nggak ada orang kan.”“Kangen rumah, Pa,” jawab Aileen sembari ikut duduk di samping papanya dan bergelayut manja di lengan sang Papa.“Kangen rumah apa kangen suami? Belum pulang juga tuh si Gama? Emangnya nggak bisa nyempetin waktunya? Weekend gitu, pulang ke Jakarta sebentar. Cuma Kalimantan loh, bukannya Amerika.”“Masalah di tambang belum selesai, Pa. Kalo dia pulang, malah makin lama di sananya nanti,” jawab Aileen menenangkan sang Papa yang sepertinya mulai kesal.Apa itu artinya Aileen tidak kesal dengan suaminya?Jangan salah! Aileen juga kesal setengah mati karena Gama tidak kunjung pulang setelah satu bulan pergi ke Kalimantan. Kadang ia bahkan curiga kalau Gama memiliki perempuan lain di sana. Namun, sleep call yang mereka lakukan setiap malam tidak menunjukkan hal-hal yang mencurigakan."Ajak Bibi, atau Mbak, atau siapa pun dari sini, Kak. Mama sama Papa nggak tenang kalo kamu sendirian di rumah." Rhea menepuk punggung tangan A

  • Relokasi Rasa   69 Kekecewaan Gama

    “Dari mana lo yakin dia nggak akan balik lagi?” “Yakinlah, at least untuk sementara.” Kemala mengangguk pasti. “Kontraknya lima tahun. Lama ya tanda tangan kontraknya kalo diitung-itung, hampir satu tahun kan ya, setelah kalian depak dia dulu. Tapi sekarang lo bisa lega kan?” Aileen terkekeh. Memang lebih lama dari yang diperkirakannya. Ia dan Gama juga tidak terlalu mengurus kepindahan Arabella atau apa pun yang berkenaan dengan perempuan itu. Namun, pada akhirnya ada kepastian bahwa Arabella akan berkarir di luar untuk sementara waktu. Meski tidak ada yang namanya kontrak untuk selamanya. Suatu hari nanti, kemungkinan besar Arabella akan kembali lagi. Entah apa yang akan terjadi pada hubungannya dengan Gama ketika hal itu terjadi. Lima tahun lagi, mungkin saja hubungannya dengan Gama jadi lebih erat dengan hadirnya seorang anak. Atau … mungkin juga hubungannya jalan di tempat seperti sekarang karena ia yang masih merasa ragu dengan hubungan rumah tangganya. Ini bukan hanya tenta

  • Relokasi Rasa   68 You Will be A Great Mom

    “Beneran nggak ada kerjaan urgent?”Aileen mengangguk begitu mendengar pertanyaan Gama yang dilemparkannya berkali-kali sejak suaminya itu memintanya untuk ikut bertemu dengan Adit—suami Beta.“Mas Adit ngebolehin nggak ya kalo aku ngajak Risa ke rumah Ibu?” Gama menggaruk kepalanya yang tidak gatal.Perceraian Beta dan Adit memang masih dalam proses. Tapi karena Adit juga masih harus bekerja dan Adit tidak ingin Risa terkontaminasi dengan kelakuan buruk Beta, maka Adit membawa Risa ke Semarang untuk diasuh oleh orang tuanya. Itu juga yang sedang diperjuangkan Adit—hak asuh Risa.“Nanti kita coba yakinin, kalau niat kita cuma ngobatin kangennya Ibu, bukan mau ngambil Risa dan bikin Risa jauh dari Mas Adit.”Jam makan siang sudah hampir berakhir ketika Gama memarkirkan mobilnya di area parkir sebuah hotel.“Ayo, Mas Adit udah nunggu di lobby.”Benar seperti yang dikatakan Gama, Adit tengah duduk di sofa yang berada di lobby hotel sembari memangku Risa yang masih berumur dua tahun.“Hai

  • Relokasi Rasa   67 Bukan Aileen

    “Iklan yang itu cancel juga, Ra.”Arabella menatap manajernya dengan tatapan nyalang. “Gimana sih kamu? Gitu aja nggak becus! Udah berapa iklan yang cancel? Berapa acara yang juga cancel? Kamu bisa bayangin nggak seberapa besar kerugianku?”Jemmi menggaruk pelipisnya. Ia juga tidak bisa apa-apa ketika klien artisnya itu satu per satu memutuskan untuk mundur. Bukan ia tidak becus, tapi ia sudah mencoba negosiasi ulang, berkali-kali, tetapi tetap saja klien mereka memutuskan untuk membatalkan kontrak, baik yang sudah ditandatangani, atau bahkan yang masih tawar-menawar.“Turunin rate-ku deh,” ketus Arabella. Ia yakin banyak juga artis di luar sana yang menurunkan rate-nya di masa paceklik seperti dirinya sekarang. Ini bukan lagi perkara ‘yang penting dapur ngebul’. Kalau hanya untuk urusan hidup sehari-hari, tabungannya jauh lebih daripada cukup. Tetapi ini masalah eksistensi di dunia hiburan. Jangan sampai orang-orang lantas lupa ada seorang artis yang bernama Arabella.“Sudah, Ra. Kam

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status