"Beneran 2 kali lipat!? Hahaha syukurlahh!" Aku kelepasan dan berteriak girang karena energi sihirku bertambah 2 kali lipat.
"Pangeran Al!?" Lona tampak bingung melihat kelakuanku.
"Ahh tidak apa-apa, lanjutkan saja." Aku kembali tenang untuk dipakaikan pakaian olehnya.
"Oh iya Tuan, nanti pangeran Bob datang ke istana," ujar Lona sambil memakaikan aku baju.
"Anak dari paman Ronald?"
"Iya tuan, pangeran Bob mau dilatih berpedang bersama Tuan Al juga. Kabarnya, pangeran Bob sudah pandai mengayunkan pedangnya,"
"Hahaha jadi kakek membawanya kemari agar aku tidak malas-malasan?"
"Bisa jadi tuan," ujarnya yang sudah selesai memakaikan baju kepadaku.
....
Sore harinya
Rombongan 2 kereta kuda datang ke istana, rombongan itu berpenumpang paman Ronald, istri dan anaknya. Bob, anak laki-
"Untung aku suka sama kucing, selamatlah dirimu dasar Oyen barbar," ujarku sambil menggendong anak kucing yang berwarna oranye itu.Tidak aku sangka, troll itu perlahan mendaki pegunungan yang tinggi dan cukup curam ini. Karena ukuran tubuhnya yang besar, dia dapat cukup mudah menaiki pegunungan dengan tinggi ratusan meter ini."Kau kira aku akan lari!?" teriakku yang cukup frustasi sambil melempar sebuah batu kecil ke arahnya.Aku terdiam beberapa detik sambil memikirkan ide, tapi karena troll itu terus mendaki membuatku jadi penuh adrenalin. Saat aku lihat ke sekeliling, ada batu besar di bagian atasku. Batu besar itu posisinya miring dan untung saja di bawahnya ada tanah yang menjadi alasnya.Aku yang terbiasa menggunakan sihir air, dengan sisa energi sihirku yang sedikit aku mencoba mengubah tanah itu menjadi lumpur. Batu itu langsung tergelincir saat aku ubah tanahnya menjadi lumpur.
Ada hob goblin tepat di atasku, untungnya dia tidak menyadari keberadaanku. Goblin tingkat tinggi yang bisa menggunakan sihir itu mengendus-endus bau tubuhku dan tetap saja tidak mengetahui lokasiku. Warna tubuhnya hijau dengan muka menyeramkan dapat aku lihat dengan jelas. Aku benar-benar ketakutan karena baru kali ini melihat wujud seperti itu dengan sangat dekat. "Harxxhh." Kucing Oyen itu malah mendengus seperti akan bertarung, ekornya mengembang dan cakarnya mencengkeram tanganku. Karena ulah kucing itu, hob goblin tadi menyadari keberadaanku. Brushhkk.. Ternyata tidak hanya ada satu hob goblin, tapi ada belasan lagi di belakangnya. Aku langsung berlari sekencang-kencangnya menuju suara gemuruh air. Aku berharap bisa melarikan diri dari mereka dengan menceburkan diri ke sungai. Tidak seperti harapanku, ternyata para hob goblin tadi berlari lebih cepat dariku dan sudah berada di dep
Setelah kejadian itu, aku setiap malam pergi ke gunung itu dan melatih sihir kembali. Sebelum aku pergi, sihir penghalang dan pendeteksi selalu aku pasang mengelilingi kamar. Sihir yang mampu membuatku bisa memantau keadaan dan sekaligus melindungi Lona. Tidak lupa juga aku membawa kucing Oyen sebagai temanku di sana. Setiap selesai berteleport, aku menggunakan sihir penyembuhan lagi. Pegunungan ini aku pilih karena adanya padang rumput yang sangat luas untukku melatih sihir secara leluasa. Oh iya, setiap kali aku bertemu dengan Pak Harnes, aku bisa merasakan aura sihirnya. Entah aku mempunyai aura sihir atau tidak, tapi aku langsung menekan sihirku. Ada juga aura sihir lain yang lebih besar daei pak Downer dan letaknya ada di bawah istana. Aku tidak tau apakah itu dan tidak bisa aku cari tahu lebih dalam karena jalan menuju bawah tanah digembok. Entah kenapa, seluruh konsep yang aku pikirkan selalu saja terjadi, d
Saat aku mulai sadar, berat sekali mataku untuk terbuka dan rasa sakit kepalaku belum kunjung sembuh. Perlahan aku buka mata, namun masih kabur pandanganku. "Tuan Al!? 'Syukurlah tuan Al telah siuman' " "Lona yang sedang panik terlihat cantik sekali," suara Downer terdengar di kepalaku. "Ini anak pasti akan mencoba sihir lagi, akan menyulitkanku kalau sampai Yang Mulia tau," batin Harnes. "Aihh kenapa jadi kurang gula!" batin koki kerajaan di dapur yang ada di lantai bawah kamarku. "Apa pangeran Al sudah siuman ya? Kenapa tiba-tiba beliau pingsan tadi?" batin penjaga yang berada di depan kamarku. Aku tertegun dengan isi hati semua orang yang berada di sekitarku dam terdengar sangat berisik. Aku masih bingung membedakan mana ucapan dan mana isi pikiran mereka apabila tidak melihat wajah mereka secara langsung. "Lona, bisa sur
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku sambil mendekat ke arahnya."Alirkan saja seluruh energi sihir putihmu menuju ke dalam penghalang ini," jawab Erin.Aku ulurkan tangan dan ditempelkan menuju penghalang, lalu aku fokuskan seluruh energi agar berkumpul di telapak tangan. Tidak terjadi apa-apa, namun kekuatan Erin lah yang bertambah."Hah!? Butuh berapa banyak?" Aku hentikan karena energi sihirku hampir terkuras setengahnya dan melakukan sihir penyembuhan."Rasakanlah area sekitar istana," ujar Erin sambil membuka matanya perlahan dan memancarkan cahaya merah dari kedua matanya itu."Biadab! Mereka menggunakanmu untuk membuat penghalang agar monster tidak mendekat!?" Aku spontan mengumpat karena merasakan adanya penghalang yang cukup kuat dengan energi yang sama seperti Erin."Benar, cepat lanjutkan, mereka sudah menyadari ada yang tidak beres," ujar Erin m
"Dasar manusia bodoh, mudah sekali untuk percaya dengan orang lain!" gerutu Erin saat aku baru saja memejamkan mata."Ada apa?" tanyaku sambil mengangkat tubuhku kembali."Kenapa kau tidur di sampingku dengan tenang?" tanyanya."Mmm kamu cantik sih, tapi sudah ada kembar 4," jawabku."Bukan itu bodoh!" Erin memukul pundakku."Kau tidak takut denganku yang merupakan vampir?" tanya Erin sambil mendekatkan tubuhnya ke arahku."Hmm, tadi sudah menggigitku kan? Kamu juga telah banyak membantuku," jawabku sambil merebahkan tubuhku kembali."Sifat mudah percaya dengan orang lain yang kau miliki bisa membahayakan nyawamu!" Erin tiduran membelakangi aku."Tenang saja, naluriku cukup baik, aku bisa langsung membenci orang pada pandangan pertama... Hmm aku juga punya sihir pembaca pikiran,""Dasar manusia bo
Aku berteleport di hutan yang dekat dengan kota itu agar tidak menimbulkan kegaduhan apabila aku muncul secara tiba-tiba. Sama seperti kota Lamris, kota ini dikelilingi oleh benteng besar yang dijaga beberapa prajurit.Terlihat para prajurit itu mengecek setiap orang dan barang bawaan mereka yang akan memasuki kota."Ahh terobos saja lah!" ucapku kepada Erin, kami dengan percaya diri masuk ke dalam barisan."Tanda pengenalnya?" ujar salah satu prajurit saat sudah giliran kami."Barang bawaan kami dirampok oleh para bandit dan belum membuatnya lagi," ujarku spontan yang entah dari mana ide itu muncul."Tunggu sebentar." Prajurit itu memperhatikan kami dengan seksama dan mencocokkan dengan beberapa poster yang tertempel di dinding."Lanjut!" ujarnya saat tidak menemukan kami di poster buronan.Saat aku mulai berjalan, ada poster muka Erin s
"Desa kami diserang oleh kawanan Griffin!" teriak pemuda itu."Tuan Al sama nona Erin, bolehkah saya memberikan quest pertama kalian untuk mengurus Griffin ini?" ujar Arlom sambil memberikan 2 kalung dengan plate rank S."Ayo!" seruku tanpa berpikir panjang.Dari yang aku baca di perpustakaan, Griffin merupakan binatang pemalu yang tidak akan menyerang begitu saja. Pasti ada sesuatu yang membuat mereka menyerang dan sesuatu itu pastinya menarik."Letak desanya di mana?" tanya Erin."Mari bersama saya, saya membawa kereta kuda," ujar pemuda itu sambil segera berjalan ke luar."Letak desanya di mana!?" Erin meninggikan suaranya."Berada cukup jauh ke arah timur dari sini, memungkinkan 20 kilometer," ujarnya."Baiklah, kami berangkat terlebih dahulu," ujar Erin yang langsung menarikku ke luar.
Author rekap aja langsung end.Arlom akhirnya setuju membantu, namun ia hanya terima beres saja. Semua sudah diselesaikan oleh pasukan Elf dan dia hanya menggantikan tahta saja. Saat melihat-lihat para korban perbudakan, ada yang menarik perhatian kami. Seorang gadis kecil ras serigala, ia adalah senjata pembunuh yang mereka ciptakan. Anak dari kedua serigala hybrid. Instingnya sangat mengerikan, bahkan hanya didekati saja langsung melesat bagaikan petir. Bukan melesat menjauh, namun langsung menyerang tanpa pandang bulu.Akhirnya ia kami besarkan dan diberi nama Selen, ada juga ayahnya yang diberi nama Fenrir. Mereka semua kami rehabilitasi, namun Sania aku urus sendiri. Sifatnya yang masih ganas, tidak mungkin orang biasa yang menanganinya. Kalaupun para Elf, mereka tetap terpaksa menggunakan kekerasan untuk menghentikannya. Jadi lebih baik bersama kami dan ternlyata malah dekat denganku, bahkan Fenrir sebagai ayah Selen, mereka tidak pernah bertemu satu sama lain. Emosinya tidak b
"Baiklah! Aku hargai kepedulianmu kepada makhluk lain, tapi kau urus sendiri mereka. Latihlah dengan benar!" Aku menyetujuinya sambil memberikan syarat."Deal!" Ignis langsung menyetujuinya dan mengulurkan jabat tangan, aku diam sejenak karena sedikit terkejut sebelum menjabat tangannya."Oi kamu yang paling besar, siapa namamu!?" Ignis meneriaki serigala terbesar yang memiliki 5 ekor, serigala itu langsung berubah wujud menjadi manusia dan berlutut di depan Ignis."Saya pemimpin kawanan ini, nama saya serigala petir ekor lima tuan," jawabnya membuat Ignis menepuk jidat."Kamu, tuanku ini ingin menjadikanmu bawahannya. Bersyukurlah dan patuhi dia!" Ignis menunjuknya sambil menepuk pundakku cukup kuat hingga membuatku terhuyung ke depan, sedangkan si serigala petir ekor lima bingung akan apa yang dikatakan Ignis."Kalian serigala petir merupakan makhluk tingkat tinggi, tapi kehidupan kalian terlalu bebas hingga lalai melatih bakat asli kalian. Aku Aldho Alfina akan membuat kalian menja
Pada lokasi kedua, kami menemukan 4 bangsawan yang telah berkumpul. Banyak sekali pasukannya yang sedang berjaga di halaman kediamannya membuat Erin san Noe harus turun tangan.Di dalam ruang utama, para bangsawan terkejut mendengar suara ledakan dari energi listik milik Erin. Semuanya langsung mendekat ke jendela dan melihat ke halaman depan. Saat mereka baru mengecek dari jendela, ada satu penjaga yang berlari hingga tersandung-sandung masuk ruangan."Tuan, tuan!""Ada apa!?" teriak salah satu bangsawan."Elf menyerang, ada vampir, juga yang ikut!" teriaknya terbata-bata karena kehabisan napas."Bagaimana bisa ada Elf di sini? Apalagi vampir." Para bangsawan tidak percaya, namun mereka berfikir ulang karena penyerangan ini."Tidak mungkin juga pasukan kerajaan, sebagian besarnya merupakan orang-orang kita," ujar bangsawan lain."Hallo semuanya!" Noe mengagetkan para bangsawan dengan muncul tiba-tiba bersama kami semua."Topeng dan jubah itu!" Salah satu bangsawan menunjuk Noe, lalu
"Mereka keluar dari pegunungan Goromo, baru saja aku rasakan dari penghalangku," ucapku kepada Noe dan Erin setelah merasakan ada yang melewati penghalangku."Mungkin mencari kita," ujar Erin cuek."Iya, paling hanya kembali ke kota Danirmala," ujar Noe, ia lalu berdiri dari singgasana, mendekati para bangsawan kerajaan Lamris...Beberapa saat yang lalu"Yang Mulia! Para pemberontak di sekitar istana telah di singkirkan. Tidak ada korban jiwa dari pasukan kami, hanya beberapa saja yang mengalami luka dan sedang proses pengobatan." Tim melapor kepada Noe dengan tubuh yang dilumuri oleh darah, keadaanya terluka ataupun sehat tidak bisa diketahui karena tertutup oleh darah.Erin mengulurkan tangannya ke depan, ia membuka telapak tangannya dan tersorot mata vampirnya yang merah menyala. Darah di sekujur tubuh Tim tiba-tiba melayang ke arah telapak tangan Erin dan berkumpul membentuk bola. Gumpalan darah itu tiba-tiba menghilang seakan diserap olehnya."Bagaimana kondisimu?" Noe bertanya
Rumah di pegunungan GoromoNay bangun dan tidak menemukan Al di sisinya, ia kemudian dikejutkan oleh sesuatu dan bergegas keluar rumah."Darah?" ujarnya, lalu melihat Noa dan Violet yang sedang berlatih bersama Ignis.Ignis berdiri di tengah padang rumput, area sekitarnya sudah menjadi seperti kawah gunung berapi. Lava panas bergerak mengikuti alunan gerakan Ignis yang menari-nari untuk menyerang dan bertahan dari serangan Noa dan Violet.Violet seakan menggunakan teleportasi, ia selalu berpindah ke area sekitar Ignis untuk melakukan serangan. Menendang dan ditangkis oleh Ignis, berpindah lagi ke sisi lain dan mengayunkan lengannya yang ada satu cakar berbentuk bilah pedang menempel sejajar dengan lengan dan jari kelingking. Serangannya terus ditangkis, namun Violet juga terus menyerang, bahkan dirinya tidak pernah menapak di tahan karena selalu berpindah dengan sangat cepat."Ignis, lepaskan penguasaan areamu!" Noa tidak bisa menyerang dengan jarak dekat, ia dari jarak jauh hanya mel
"Tidak ada yang tidak mungkin, lihatlah dia." Aku menunjuk ke arah Erin yang masih berdiri di samping Downer dan Harnes, mereka berdua masih berada di bawah tekanan Erin."Dia vampir yang membantuku pergi, dia juga yang membuat tubuhku seperti ini. Untuk kematian kakek tua itu, dia patut mendapatkan. Kelakuan bejat dan semena-menanya sungguh membuatku muak." Aku membantu paman Ronald jalan menuju singgasananya, lalu melambaikan tangan ke arah Erin. Dia mengerti dan melepaskan Downer serta Harnes dari tekanan gravitasinya."Jadi kamu beneran pangeran Aldho?" ujar Harnes sambil berjalan mendekat."Iya, tidak ada waktu buat bercerita tentangku. Sekarang jelaskan apa yang terjadi pada kerajaan Lamris!" ucapku sambil berjalan menuju tempat duduk di sisi samping singgasana."Baik pangeran." Downer dan Harnes menunduk sambil terus menurunkan pandangan karena ada Erin di sampingku."Para bangsawan mengerahkan anak buahnya dan menyewa beberapa petualang untuk melengserkan posisi Raja Lamris,"
"Memangnya tidak ada Raja Elf sebelumnya? Mungkin dialah ayahmu kalau ras Elf susah hamil dengan ras manusia." Aku sontak diam telat menyadari, lalu kemudian bangun dan duduk di samping Noe."Aku manusia, kamu Elf, lalu bagaimana?" tanyaku khawatir dan bingung, Noe mengelus pipiku, lalu menyuruhku untuk rebahan kembali."Mungkin kalau sering-sering bikin ada kemungkinan jadi," "Sudah pernah ada half Elf?" "Kalau ayahnya Elf dan ibunya manusia banyak, tapi kalau sebaliknya belum pernah ada," jawabnya membuat hatiku semakin sakit."Memangnya kenapa? Kan ada kakak-kakakku, mereka." Noe terdiam dan tidak melanjutkan bicaranya."Mereka kenapa?""Tidak apa-apa," ujarnya, walau terlihat tenang tapi jelas sekali menutupi sesuatu."Nay roh dari tanaman, Nia juga seorang peri, tubuh mereka hanya sebuah energi yang menyerupai tubuh manusia. Sedangkan Noa dulunya roh yang menempati tubuh naga sejati. Mereka bisa hamil?" Aku bertanya dengan ragu-ragu, takut akan jawaban yang sesuai dengan perkir
"Noa bagus!" seruku sambil tersenyum lebar dan mendekatkan mukanya kepadaku."Bagus kepalamu!" Nia spontan berteriak dan menamparku. Aku terjungkal ke belakang dan menatapnya bingung, ia kemudian berjalan mendekatiku."Kalau mau menenangkan orang, jangan begitu juga caranya!" teriaknya sambil menarik kerah bajuku dan menatapku dengan sinis. Aku hanya tersenyum, kemudian melepaskan tangannya dari kerah bajuku dan merangkulnya."Nia marah-marah mulu," ujarku secara halus sambil mendorongnya perlahan mendekati Noa. Aku duduk di antara mereka berdua dan merangkulnya secara bersamaan. Kepala mereka aku sandarkan di dadaku sambil aku usap perlahan rambutnya."Kenapa sih!? Ishh!" Nia menepis tanganku, sedangkan Noa masih menangis."Ei kalian diem dulu, perhatikan," ucapku secara halus sambil menatap ke arah Violet, kemudian aku buat penghalang di depan Violet."Violet, tolong serang penghalang itu dengan sekuat tenaga," ucapku sambil tersenyum."Jangan aneh-aneh!" Nia menatapku dengan geram
"Kontrak darah denganku, kau menjadi tuanku dan harus melindungi apa yang aku lindungi!" ucap Ignis dengan serius."Aku lebih lemah darimu, bukannya malah terbalik?""Kau saat ini memang lemah, tapi para Ratu di sekelilingmu tidak bisa dikatakan lemah. Belum lagi kalau kau meningkatkan kekuatan rua..""Stop!" Erin bersama Noe serempak menghentikan Ignis berbicara. "Al, akan aku jelaskan semuanya nanti," ujar Erin saat mengetahui kegelisahanku."Ok baiklah, tapi apa tugasku? Apa yang harus aku lindungi?" tanyaku lagi untuk memastikan agar lebih jelas."Menjaga benua Kalenex dan juga menjaga dunia Roh dari semua ancaman!" ucap Ignis dengan serius."Dunia Roh!?" tanyaku sambil menengok ke arah Noa."Al, lakukan kontraknya dulu, nanti aku jelaskan." Erin meyakinkanku, aku segera melihat ke arah kembar 4 dan Violet. Mereka semua mengangguk menyetujuinya, setelah itu aku segera mengulurkan jariku kepada Erin. Dengan kukunya yang tajam, ia dengan mudah menggores jariku. Setelah menggabungka