Alagar berdiri di tengah aula kediaman Dewa Agung, bingung dan cemas menghadapi pilihan yang diberikan padanya. Dia menghela napas panjang, merasakan beban yang kian menghimpit dadanya. Tak lama, Dewa Agung pergi meninggalkan Alagar sendirian, memberinya kesempatan untuk merenungi pilihan yang harus diambil.Langkah gontai Alagar membawanya keluar dari aula, berada di bawah langit yang luas. Dia merasa begitu kecil, terhimpit di antara dua dunia yang sangat berbeda. Alagar mendongak, menatap langit dengan tatapan yang mencari jawaban."Apa ENGKAU begitu membenciku, sehingga memberikan pilihan yang sulit ini?" ucap Alagar dengan suara parau, seraya mengepalkan tangannya. Dia merasa seperti terkurung di antara keputusan yang sangat berat, apakah akan menerima menjadi Dewa Agung dan meninggalkan keluarga serta wanita yang dicintainya, atau memilih untuk tetap di Bumi dan mendapatkan hukuman dari Sang Pencipta.Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Alagar, membuat rambutnya bergerak pelan. Se
Sejak saat itu, Alagar yang berada di langit terus diawasi oleh bawahan Tigras yang tidak henti-hentinya mencoba mencelakakannya. Mereka mengintai setiap gerak-gerik Alagar, menunggu kesempatan yang tepat untuk melukai pria itu saat lengah.Namun, Dewa Agung yang selalu melindungi Alagar secara pribadi, berhasil menggagalkan segala rencana jahat bawahan Tigras. Tidak ada satu pun upaya mereka yang berhasil mencapai tujuan, berkat perlindungan Dewa Agung yang tak pernah lepas dari Alagar.Alagar sendiri mencoba untuk mengabaikan kehadiran bawahan Tigras yang mengganggu. Fokus utamanya kini adalah pertarungan untuk merebut tahta Dewa Agung. Dia mengekang amarahnya, tidak ingin terprovokasi oleh ulah bawahan Tigras yang hanya akan mengalihkan perhatiannya dari tujuan sebenarnya.Terlihat Alagar duduk santai di taman depan kediaman Dewa Agung, menikmati angin sepoi-sepoi yang mengelus wajahnya. Indra yang belakangan ini sering datang ke sana, duduk di sebelahnya sambil menatap tajam ke a
Alagar dan ketiga peserta calon Dewa Agung berdiri tegak di tengah arena pertarungan yang luas. Mereka mengangkat tinju mereka ke dada, menangkupkan tangan sebagai tanda salam dan penghormatan kepada para Dewa yang hadir di kursi penonton.Wajah mereka penuh dengan rasa hormat dan keteguhan hati, menunjukkan kesungguhan mereka untuk menjadi penerus Dewa Agung.Di depan mereka, Dewa Agung yang akan turun tahta berdiri dengan gagah. Dalam sekejap, ia menggerakkan tangannya, menciptakan segel sihir yang seketika mengubah arena pertarungan menjadi semakin luas.Udara di sekitar arena terasa berdenyut dengan energi magis yang kuat dan memancarkan aura yang menakjubkan.Kursi penonton yang semula berdekatan dengan arena, kini terdorong menjauh, memberikan ruang yang cukup untuk pertarungan sengit yang akan terjadi.Mereka yang hadir di kursi penonton, para Dewa dari beberapa tingkat menahan napas sejenak, menunggu dengan antisipasi.Sementara itu, perisai sihir berwarna emas muncul di sekel
Para Dewa yang menyaksikan pertandingan di arena, terpana melihat sihir Pedang penghancur yang dikeluarkan oleh Alagar. Seolah waktu terhenti sejenak, mereka menatap sisa-sisa reruntuhan arena yang hancur akibat kekuatan dahsyat dari sihir tersebut. Wajah mereka tampak terkejut dan takjub."Astaga, dia benar-benar sangat kuat, bahkan sihir tingkat tinggi dapat dilakukannya," ujar salah satu Dewa yang menggenggam jubahnya erat-erat, seolah mencoba menenangkan diri."Pantas saja Dewa Agung sangat mempercayainya, ternyata dia memang kuat!" timpal Dewa lainnya dengan mata terbelalak menatap reruntuhan arena.Sementara itu, Furats yang menyaksikan kejadian tersebut, terdiam kagum. Dia tak menyangka sihir yang dikeluarkan Alagar begitu dahsyat dan menghancurkan. Furats merasa ngeri, namun juga penasaran dengan kekuatan yang dimiliki Alagar. Apakah ini sudah batas kemampuannya, atau masih ada sihir yang lebih dahsyat lagi?Para Dewa dan penonton lainnya mulai berbisik-bisik, membahas tenta
Furats merasa putus asa dan frustasi, napasnya memburu karena serangannya yang bertubi-tubi tak mampu menyentuh Alagar sekalipun. Keringat mengucur deras di wajahnya sambil memegangi lutut yang lemas. Ia terpojok di sudut arena yang telah hancur berantakan akibat pertempuran sengit yang telah berlangsung. "Aku rasa sudah waktunya mengakhiri pertarungan ini, Furats!" ujar Alagar dengan suara tegas dan angkuh, sambil mengangkat tangannya yang memancarkan aura menakutkan. Ia tampak melayang di atas arena dengan wibawa dan percaya diri. Tanpa diduga, tiba-tiba Belzebub membelah dirinya menjadi ratusan sosok kecil yang menakutkan. Sosok-sosok tersebut segera mengepung Furats, lalu menyerangnya secara serentak dari segala arah. Mata Furats membelalak lebar, tidak menyangka serangan yang akan datang. Ia menggertakkan giginya, berusaha mengumpulkan seluruh kekuatan yang tersisa di tubuhnya. Kini ia tahu, pertempuran ini mungkin akan berakhir dengan kekalahan yang pahit dan menyakitkan
Tigras berjalan keluar dari arena pertandingan dengan cepat, meninggalkan kerumunan yang masih terdiam terkejut. Sementara Dewa Agung menatap kepergian Tigras dengan ekspresi khawatir. Ia menghela nafas panjang, lalu menoleh pada Dewa Penyembuhan yang sedang menangani luka Helius di arena."Apa dia tidak apa-apa?" tanya Dewa Agung menghampirinya, dengan suaranya bergetar sedikit.Dewa Penyembuhan mengangkat wajahnya, menatap Dewa Agung dengan mata yang lelah. "Dia sudah tidak apa-apa, tapi begitu dekat... Jika sedikit saja serangan kristal cahaya mengenai pusat energi sihirnya, kemungkinan Helius akan kehilangan kekuatannya."Dewa Agung menunduk, merasakan beban tanggung jawab yang berat di pundaknya. Ia tahu, di balik semua kekuatan dan kemampuan para dewa, mereka tetaplah makhluk yang rentan terhadap kesalahan dan kelemahan."Pemenangnya Tigras! Pertarungan akan dilanjutkan besok!" seru Dewa Agung di tengah arena, suaranya menggema seolah membangkitkan semangat para penonton.Para p
Saat Bikely dan Indra bersiap untuk mengajukan pertanyaan lebih lanjut kepada Alagar, tiba-tiba suasana berubah. Dewa Agung yang muncul di hadapan mereka."Salam hormat, Tuan," sapa Bikely dan Indra serempak, sambil memberikan salam hormat dengan tangan di dada dan membungkukkan badan mereka.Dewa Agung tersenyum lembut dan mengangguk. Ia mengusap jenggot putihnya yang panjang dan berkata, "Bikely, Indra, tolong tinggalkan kami berdua untuk sementara waktu. Saya ingin berbicara dengan Alagar secara pribadi."Dengan rasa hormat yang mendalam, Bikely dan Indra menjawab, "Tentu, Tuan." Mereka berdua segera pamit dengan sopan dan undur diri dari ruangan tersebut. Mereka menutup pintu rapat-rapat, meninggalkan Dewa Agung dan Alagar untuk berbicara secara empat mata.Di dalam ruangan, suasana menjadi semakin tegang dan serius, karena Dewa Agung akan membahas suatu hal yang penting dengan Alagar. Sementara itu, di luar ruangan, Bikely dan Indra saling pandang, merasa penasaran namun tak in
Keesokan harinya, Alagar berangkat ke Padang Suci bersama Indra dan Bikely, dua Dewa yang telah memberikan kepercayaan dan dukungan penuh padanya. Matahari pagi bersinar terang, memberi semangat baru bagi Alagar yang merasa lebih bersemangat untuk menghadapi pertandingan terakhir di Padang Suci. Saat mereka terbang mendekati tujuan mereka, Alagar menyadari bahwa beberapa Dewa lain juga bergabung dengan mereka, satu per satu, seolah-olah mereka telah terinspirasi oleh tekad Alagar dan ingin memberikan dukungan mereka. Indra, yang menyaksikan perubahan ini, mengulas sebuah senyum penuh kebanggaan. "Lihatlah Alagar, kau sudah membuat mereka percaya padamu. Sekarang bukan hanya kami berdua yang mendukungmu, tapi mereka juga," capnya sambil menunjuk para Dewa yang bergabung dalam perjalanan mereka. Bikely yang terbang di samping kanan Alagar, menimoali perkataan Indra. "Indra benar, sekarang bukan hanya kami saja yang ada di pihakmu, Dewa lain juga mulai mengakui, kalau kau layak d