Alagar menutup matanya, fokus memasuki alam bawah sadar Pricilia. Ia merasakan energi sihirnya menyebar, mencari jejak sihir yang ditanamkan pada gadis itu, sambil menghindari setiap serangan rantai-rantai sihir keluar dari tubuh Pricilia.
Alagar terperanjat saat ia menyadari alam bawah sadar Pricilia hampir sepenuhnya dikuasai oleh sihir pengendalian Erresira.Dinding sihir yang tebal, bercampur dengan kegelapan, tampaknya telah merajai pikiran gadis itu.Klon Alagar yang terbuat dari energi sihirnya berusaha keras menembus pertahanan sihir pengendalian Erresira. Namun, setiap usaha yang dilakukan, tampaknya sia-sia. Klon tersebut semakin lemah dan kesulitan menghadapi kekuatan sihir yang mengerikan itu.Dengan niat kuat dan tekad yang bulat, Alagar memusatkan seluruh energi sihirnya untuk menghancurkan sihir pengendalian Erresira. Wajahnya tampak tegang, sementara Pricilia yang masih bergumul dengan rasa sakit, berusaha mendukung Alagar dengan kEnergi kegelapan yang sebelumnya mengendalikan Pricilia telah berhasil disegel oleh Alagar, membuat sahabatnya itu akhirnya bisa tenang sejenak. Kamarnya terasa hangat dan nyaman, cocok untuk Pricilia beristirahat.Suara pertarungan mereka sebelumnya membangunkan kedua orang tua Alagar. Raut wajah mereka tampak cemas dan penasaran, berusaha mencari tahu apa yang terjadi. Viona juga ikut terjaga dan hampir saja terluka oleh Pricilia yang sebelumnya tak terkendali."Apa Pricilia baik-baik saja, Alagar?" tanya Liliana, ibu Alagar dengan lembut, matanya memandang ke arah anaknya dan Pricilia dengan perasaan yang campur aduk.Alagar mengangguk pelan, memastikan bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Pricilia baik-baik saja, Bu, hanya butuh istirahat," jawabnya lirih, mencoba menenangkan hati ibunya.Mereka semua menatap Pricilia yang tertidur lelap, berharap bahwa keesokan harinya segalanya akan kembali normal. Alagar merasa bersalah dan bertekad akan me
Di tengah hutan yang lebat dan gelap, Erresira dan pasukan Iblis bersemangat membangun istana megah yang hampir rampung. Meskipun baru satu malam, keajaiban dan kekuatan mereka membuat istana tersebut berdiri kokoh dan megah, menandakan kekuasaan baru di dunia.Pasukan Iblis yang terdiri dari berbagai macam makhluk dengan kekuatan luar biasa mulai bergerak mempersiapkan segala perlengkapan perang. Erresira, pemimpin mereka yang tangguh dan penuh karisma, mengawasi setiap detail pembangunan istana dan persiapan perang dengan penuh perhatian.Angin berhembus kencang, membawa aroma kehancuran dan kekuasaan yang akan segera merebak di seluruh penjuru dunia. Beberapa pasukan Iblis tampak berlatih dengan giat, mempertajam kemampuan mereka dalam menghadapi pertempuran yang akan datang. Sementara itu, beberapa yang lain sibuk mempersiapkan senjata dan peralatan perang yang akan digunakan dalam peperangan nanti.Sedangkan Erresira sedang duduk dengan gaga
Di pagi yang cerah, Alagar sedang menikmati secangkir kopi hangat di balkon kamarnya yang menghadap ke hamparan taman hijau depan kediamannya. Sementara itu, fikirannya terus menerawang tentang keadaan wilayah yang menjadi tanggung jawabnya. Tiba-tiba, sosok Dewa Agung muncul tak terduga di sampingnya."Mau apa kau datang kemari?" tanya Alagar dengan nada dingin tanpa menoleh, merasakan kehadiran Dewa Agung yang tak biasa.Dewa Agung tersenyum tipis, dia lantas menjawab dengan nada santai, "Kau terlalu fokus menjaga wilayah ini, hingga kau tidak merasakan kalau Erresira telah menciptakan kerajaan di dunia Fana, Alagar."Mendengar pernyataan itu, Alagar langsung menoleh tajam ke arah Dewa Agung, wajahnya penuh kecurigaan. "Apa maksudmu?" tanyanya sambil menyelidik.Dewa Agung melanjutkan penjelasannya, "Erresira telah mengumpulkan kekuatan di dunia Fana, dan menciptakan kerajaan baru di sana. Mereka memiliki kekuatan yang cukup untuk meng
Viona menatap Alagar yang sedang memeluknya dengan penuh perasaan. Matanya berkaca-kaca saat mengenang kembali ingatan masa lalu yang baru saja muncul kembali di benaknya. Betapa banyak musuh yang dimiliki Alagar, terutama saat Alagar pergi ke medan perang dan dia diculik oleh para pembenci mereka."Aku tidak ingin pergi seperti dulu lagi, karena aku, kamu jadi seperti ini Alagar," gumam Viona dalam hati. Kedua tangannya memeluk Alagar dengan erat, tak ingin melepaskannya sedikit pun. Rasa takut kehilangan dan rasa bersalah menghantuinya seiring dengan terungkapnya ingatan-ingatan masa lalu tersebut.Viona masih mengingat jelas saat salah satu orang yang menculiknya mengatakan bahwa dia akan membunuhnya karena telah menjalin hubungan dengan Alagar. Wajah pucat dan ketakutan yang terpancar di wajahnya saat itu begitu menghantui pikiran Viona.Sementara itu, Alagar yang merasakan kekhawatiran Viona, mencoba untuk menenangkan hati gadis yang dicinta
Stups, jenderal Iblis yang sedang menjaga wilayah perbatasan. Tiba-tiba, dia merasakan adanya kehadiran energi sihir Alagar dan Yami yang begitu kuat.Sosok tersebut segera mengumpulkan energi sihirnya, membuat udara di sekelilingnya bergemuruh dan berdenyut.Dengan gerakkan cepat, Stups menggenggam tangannya erat-erat, memanggil bawahannya yang setia. Dia mengaktifkan sihir pemanggilan, portal kegelapan terbuka, dan puluhan monster bersayap hitam muncul, mengeluarkan raungan menggelegar yang menandakan kesiapan mereka untuk berperang."Ikuti aku!" perintah Stups dengan suara yang dalam dan tegas, seiring dengan matanya yang menyala penuh kebencian dan keinginan untuk melindungi wilayahnya.Tanpa ragu, monster-monster itu menyusul Stups yang langsung melesat ke udara dengan kecepatan luar biasa, bergerak menuju Alagar dan Yami.***Sementara itu, Alagar dan Yami merasakan gelombang energi yang kuat datang ke arah mereka, membuat merek
Melihat Alagar yang begitu tenang walau dirinya sudah bertransformasi menjadi sosok terkuat jenderal Iblis, amarah Stups semakin meluap. Ekspresi wajahnya berubah menjadi merah padam, matanya memancarkan aura kebencian yang mendalam. "Kau memang dari dulu tidak pernah berubah, selalu meremehkan kami!" seru Stups dengan nada tinggi seraya menyerang Alagar bersama klon-klonnya secara bersamaan.Para klon Stups, yang bermunculan di sekeliling Alagar, siap untuk menghujamnya dari berbagai arah. Stups dan para Klonnya mengayunkan pedang Kehancuran, menebas begitu cepat. Namun, Alagar dapat menghindari serangan dia dan klon-klonnya dengan gesit dan lincah.Boomm! Boomm! Tebasan pedang kehancuran Stups menghantam tanah, membuat retakan besar di permukaan bumi. Debu dan asap mengepul, menyelimuti tempat pertarungan yang semakin mencekam.Alagar, yang terus bergerak cepat dan sigap, mengejek Stups dengan senyuman sinis. "Apa kau benar-benar perc
Suasana hari itu mendadak terasa tegang di kota yang terletak tak jauh dari hutan Arizon. Tanpa diduga, guncangan dahsyat mengguncang seluruh kota akibat ledakan serangan bola sihir kehancuran Alagar. Getaran yang sangat kuat membuat gedung-gedung bergoyang dan kaca-kaca jendela pecah berantakan.Warga kota yang sedari tadi menikmati hari yang tenang, tiba-tiba panik dan bergegas berlarian keluar dari rumah dan bangunan. Mereka semua mengira ini adalah gempa bumi berkekuatan besar yang akan menghancurkan segalanya. Terdengar suara jeritan ketakutan dan kebingungan di antara mereka."Kenapa tiba-tiba ada gempa bumi?" teriak seorang wanita paruh baya yang berlari bersama anak-anaknya."Pihak metereologi bahkan tidak memberikan peringatan sama sekali!" sahut seorang pria yang mencoba melindungi istri dan anaknya di tengah kekacauan.Sementara itu, sekelompok remaja yang sedang berkumpul di taman kota juga terkejut dengan kejadian itu. "Apa yang seben
Verdas menatap dengan tajam kedua sosok yang keluar dari portal teleportasi. Alagar yang memegang pedang kegelapan di tangannya, tampak Aura gelap menyelimuti tubuhnya, serta kekuatan sihir kegelapan yang terasa begitu kuat, membuat Verdas merasa ada sesuatu yang familiar dengan kekuatan tersebut.Sementara itu, Yami berdiri di samping Alagar. Kehadiran Yami di pihak Alagar tentu saja membuat Verdas merasa aneh dan bingung. Mengapa sosok sehebat Yami justru berpihak pada Alagar? Apa yang mereka rencanakan? "Siapa kau sebenarnya?!" tanya Verdas dengan suara keras, mencoba memecahkan teka-teki yang melingkupi Alagar dan Yami. Ia tidak ingin mengambil keputusan gegabah yang nantinya bisa membahayakan dirinya dan pasukannya.Mendapati pertanyaan dari Verdas, Alagar hanya tersenyum penuh arti. "Dulu kau sempat akan berpihak padaku, tentu Erresira, Tuanmu tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi, sehingga dia membangkitkan mu dengan menyegel ingatan masa lalu
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang