Suasana hari itu mendadak terasa tegang di kota yang terletak tak jauh dari hutan Arizon. Tanpa diduga, guncangan dahsyat mengguncang seluruh kota akibat ledakan serangan bola sihir kehancuran Alagar. Getaran yang sangat kuat membuat gedung-gedung bergoyang dan kaca-kaca jendela pecah berantakan.
Warga kota yang sedari tadi menikmati hari yang tenang, tiba-tiba panik dan bergegas berlarian keluar dari rumah dan bangunan. Mereka semua mengira ini adalah gempa bumi berkekuatan besar yang akan menghancurkan segalanya. Terdengar suara jeritan ketakutan dan kebingungan di antara mereka."Kenapa tiba-tiba ada gempa bumi?" teriak seorang wanita paruh baya yang berlari bersama anak-anaknya."Pihak metereologi bahkan tidak memberikan peringatan sama sekali!" sahut seorang pria yang mencoba melindungi istri dan anaknya di tengah kekacauan.Sementara itu, sekelompok remaja yang sedang berkumpul di taman kota juga terkejut dengan kejadian itu. "Apa yang sebenVerdas menatap dengan tajam kedua sosok yang keluar dari portal teleportasi. Alagar yang memegang pedang kegelapan di tangannya, tampak Aura gelap menyelimuti tubuhnya, serta kekuatan sihir kegelapan yang terasa begitu kuat, membuat Verdas merasa ada sesuatu yang familiar dengan kekuatan tersebut.Sementara itu, Yami berdiri di samping Alagar. Kehadiran Yami di pihak Alagar tentu saja membuat Verdas merasa aneh dan bingung. Mengapa sosok sehebat Yami justru berpihak pada Alagar? Apa yang mereka rencanakan? "Siapa kau sebenarnya?!" tanya Verdas dengan suara keras, mencoba memecahkan teka-teki yang melingkupi Alagar dan Yami. Ia tidak ingin mengambil keputusan gegabah yang nantinya bisa membahayakan dirinya dan pasukannya.Mendapati pertanyaan dari Verdas, Alagar hanya tersenyum penuh arti. "Dulu kau sempat akan berpihak padaku, tentu Erresira, Tuanmu tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi, sehingga dia membangkitkan mu dengan menyegel ingatan masa lalu
Verdas, yang kini telah terbebas dari segel yang mengacaukan pikirannya, tampak menunduk lesu di depan Alagar. Raut wajahnya menunjukkan penyesalan mendalam karena tindakannya sebelumnya."Maaf Tuan, saya tidak tahu kalau telah dibangkitkan kembali," ucap Verdas dengan nada sopan sambil menghela napas berat.Alagar menatap Verdas dengan tajam, matanya bagaikan elang yang siap menerkam. Ia mengangkat dagunya, memberikan perintah dengan suara tegas dan keras. "Minta bawahanmu agar berhenti menyerang Yami, kita akan mulai memburu Erresira!""Baik Tuan!" jawab Verdas patuh, dia langsung bangkit dan berlari ke arah bawahannya yang sedang melawan Yami. Dengan aura yang menakutkan, ia berteriak pada mereka agar segera menghentikan serangan.Para bawahan Verdas yang mendengar perintah itu segera menghentikan serangan mereka. Terlihat mereka tampak terkejut, namun tidak berani membantah perintah dari pemimpin mereka.Pra bawahan Verdas pun segera
Di tengah kegelapan Istana, Erresira merasakan aliran energi sihir yang kuat mendekat. Seperti gelombang yang menyapu sekeliling, energi itu berasal dari para Dewa yang terbang menuju tempatnya. Erresira yang sedang beristirahat, seketika terbangun dari tidurnya, merasakan perubahan di sekitarnya."Jadi Stups dan Verdas telah berhasil dikalahkan, kau memang tidak bisa diremehkan, Alagar Ruiz!" gumam Erresira sambil tersenyum licik, seolah menyimpan rencana jahat di balik senyumnya.Erresira segera bangkit dari tempat duduknya, langkah kakinya terasa ringan namun penuh percaya diri. Ia melangkah keluar dari istananya, ingin menyaksikan sendiri kedatangan Alagar yang akan segera tiba.Saat berjalan di koridor Istana, suara langkah kaki Erresira bergema di dinding-dinding yang megah, menciptakan atmosfer yang semakin mencekam.Di luar istananya, Erresira berdiri tegak menatap ke arah langit yang gelap, menunggu kedatangan Alagar. Angin yang
Indra memegangi dadanya yang terasa sakit akibat efek ledakan yang terjadi. Dia menatap Alagar yang masih melayang dilangit sendirian."Kekuatannya memang sungguh luar biasa, tanpanya kita semua pasti sudah dilahap Black Hole barusan," ujar Indra kagum.Para Dewa tingkat atas mengangguk setuju, kini mereka melihat sendiri betapa kuatnya Alagardan baru saja menyelamatkan mereka.Erresira yang berdiri di Istana Kegelapan, matanya memandang tajam ke arah ledakan Black Hole yang baru saja dihancurkan Alagar. Dia melihat bagaimana Alagar dengan mudah mampu melenyapkan Black Hole tersebut, membuat kemarahan menggebu dalam dadanya.Menggertakkan giginya, Erresira mengumpulkan energi sihirnya dan menggunakannya untuk memperkuat suaranya. "Kalian semua, lenyapkan mereka yang berani masuk ke dalam wilayah kita!" serunya dengan suara menggema yang meresapi setiap sudut Istana Kegelapan.Para pasukan Iblis yang berada di sekitar istana mendengar peri
Sunlong yang baru saja bergabung dengan para Dewa, membawa semangat baru bagi mereka dalam menghadapi pertempuran melawan pasukan Iblis. Kehadiran Sunlong membuat para Dewa merasa lebih kuat dan percaya diri dalam menghadapi ancaman musuh yang mengepung mereka.Sunlong, dengan kekuatannya yang luar biasa, mampu memanggil ratusan bawahannya, para kera dari Gunung Kong tempat dia terlahir. Para kera itu segera bergabung dengan barisan pasukan Dewa, menambah jumlah pasukan mereka dan juga kekuatan mereka dalam menghadapi pasukan Iblis.Melihat kehadiran Sunlong dan pasukan keranya, Dewa Indra yang baru saja pulih dari kelelahan, merasa semangatnya kembali memuncak."Aku tidak akan kalah denganmu, Sunlong!" seru Dewa Indra dengan penuh semangat, saat dia melesat ke arah pasukan Iblis yang terus menyerang mereka.Dewa Indra mengumpulkan sisa-sisa energi sihirnya dan menciptakan ratusan petir sihir khas kekuatannya yang menggelegar di langit. Petir-peti
Ketika Ares tengah berusaha keras menghindari serangan sihir bola api besar yang dilepaskan oleh Alagar, ia menyadari bahwa usahanya sia-sia. Bola api yang membesar dan semakin mendekat itu akan menghantamnya tanpa ampun. Wajah Ares memucat, matanya membelalak ketakutan, dan tubuhnya kaku tak berdaya.Namun, tiba-tiba saja sebuah black hole muncul di depan Ares, menelan sihir bola api yang membara itu. Bola api yang begitu besar dan mengerikan itu menghilang seketika, seolah tak pernah ada di sana. Ares menarik napas lega dan memandangi black hole tersebut dengan kagum dan rasa syukur.Kemudian, Ares menoleh ke belakang dan melihat Erresira, sang tuan yang telah datang menyelamatkannya. Wajah Ares terlihat terharu dan bersyukur. Ia segera terbang mendekati Erresira, lalu berlutut di depannya sebagai tanda hormat dan terima kasih."Tuan," ucap Ares dengan suara yang penuh penghormatan, "terima kasih telah menyelamatkan saya."Erresira berdiri denga
Di ruang tamu kediaman Alagar, Viona duduk di samping Ibu Alagar, sementara Ayah Alagar berdiri di dekat jendela, memandangi langit yang tiba-tiba menjadi gelap gulita. Wajah mereka tampak cemas, takut akan keselamatan Alagar yang sedang menghadapi musuh yang kuat. Diantara semua orang, hanya mereka bertiga yang mengetahui kekuatan luar biasa yang dimiliki Alagar."Bikely, apa kamu yakin Alagar akan baik-baik saja?" tanya Viona dengan suara gemetar, wajahnya pucat pasi. Ia menggenggam erat tangan Ibu Alagar, mencari dukungan dan keyakinan.Bikely, yang berdiri tegak di samping mereka, menatap langit dengan ekspresi serius yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Ia menghela napas panjang, mencoba merasakan kehadiran Alagar di tengah kegelapan yang menyelimuti langit."Entahlah, Viona," jawab Bikely dengan suara rendah dan berat, "Aku baru kali ini merasakan kekuatan Alagar yang sebenarnya. Bahkan aku sendiri tak menyangka bahwa ia mampu menguba
Alagar menatap dengan kening berkerut saat Erresira membuka portal teleportasi gerbang dunia bawah. Ia merasakan getaran aneh di udara sekitar mereka, dan perasaan tidak nyaman mulai merayapi tubuhnya.Begitu portal itu terbuka, energi sihir kegelapan yang sangat kuat mulai mengalir keluar, dan Alagar melihat bagaimana tubuhnya menyerap energi sihir kegelapan dengan cepat.Pedang kegelapan yang dipegang Alagar mulai bergetar hebat, seakan merasakan kekuatan baru yang muncul dari energi sihir kegelapan tersebut. Ia merasa seperti terhubung dengan dunia bawah yang menakutkan, dan hatinya berdegup kencang saat menyadari betapa besarnya kekuatan yang terserap masuk kedalam tubuhnya.Ekspresi wajah Alagar berubah menjadi lebih serius, matanya berkilau dengan kekuatan yang tak terkendali. Ia menggenggam erat pedang kegelapan, merasakan bagaimana energi kegelapan itu mengalir melalui tubuhnya, menguatkan sihirnya dan mengisi setiap sel tubuhnya dengan kekuatan ya
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang