Ketika Ares tengah berusaha keras menghindari serangan sihir bola api besar yang dilepaskan oleh Alagar, ia menyadari bahwa usahanya sia-sia. Bola api yang membesar dan semakin mendekat itu akan menghantamnya tanpa ampun. Wajah Ares memucat, matanya membelalak ketakutan, dan tubuhnya kaku tak berdaya.
Namun, tiba-tiba saja sebuah black hole muncul di depan Ares, menelan sihir bola api yang membara itu. Bola api yang begitu besar dan mengerikan itu menghilang seketika, seolah tak pernah ada di sana. Ares menarik napas lega dan memandangi black hole tersebut dengan kagum dan rasa syukur.Kemudian, Ares menoleh ke belakang dan melihat Erresira, sang tuan yang telah datang menyelamatkannya. Wajah Ares terlihat terharu dan bersyukur. Ia segera terbang mendekati Erresira, lalu berlutut di depannya sebagai tanda hormat dan terima kasih."Tuan," ucap Ares dengan suara yang penuh penghormatan, "terima kasih telah menyelamatkan saya."Erresira berdiri dengaDi ruang tamu kediaman Alagar, Viona duduk di samping Ibu Alagar, sementara Ayah Alagar berdiri di dekat jendela, memandangi langit yang tiba-tiba menjadi gelap gulita. Wajah mereka tampak cemas, takut akan keselamatan Alagar yang sedang menghadapi musuh yang kuat. Diantara semua orang, hanya mereka bertiga yang mengetahui kekuatan luar biasa yang dimiliki Alagar."Bikely, apa kamu yakin Alagar akan baik-baik saja?" tanya Viona dengan suara gemetar, wajahnya pucat pasi. Ia menggenggam erat tangan Ibu Alagar, mencari dukungan dan keyakinan.Bikely, yang berdiri tegak di samping mereka, menatap langit dengan ekspresi serius yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Ia menghela napas panjang, mencoba merasakan kehadiran Alagar di tengah kegelapan yang menyelimuti langit."Entahlah, Viona," jawab Bikely dengan suara rendah dan berat, "Aku baru kali ini merasakan kekuatan Alagar yang sebenarnya. Bahkan aku sendiri tak menyangka bahwa ia mampu menguba
Alagar menatap dengan kening berkerut saat Erresira membuka portal teleportasi gerbang dunia bawah. Ia merasakan getaran aneh di udara sekitar mereka, dan perasaan tidak nyaman mulai merayapi tubuhnya.Begitu portal itu terbuka, energi sihir kegelapan yang sangat kuat mulai mengalir keluar, dan Alagar melihat bagaimana tubuhnya menyerap energi sihir kegelapan dengan cepat.Pedang kegelapan yang dipegang Alagar mulai bergetar hebat, seakan merasakan kekuatan baru yang muncul dari energi sihir kegelapan tersebut. Ia merasa seperti terhubung dengan dunia bawah yang menakutkan, dan hatinya berdegup kencang saat menyadari betapa besarnya kekuatan yang terserap masuk kedalam tubuhnya.Ekspresi wajah Alagar berubah menjadi lebih serius, matanya berkilau dengan kekuatan yang tak terkendali. Ia menggenggam erat pedang kegelapan, merasakan bagaimana energi kegelapan itu mengalir melalui tubuhnya, menguatkan sihirnya dan mengisi setiap sel tubuhnya dengan kekuatan ya
Erresira dengan tenang menyerap energi sihir dari pasukan Iblis yang berada di sekelilingnya. Tiba-tiba, cahaya putih yang menyilaukan menitupi wilayah hutan Arizon dan membentuk sebuah perisai cahaya raksasa yang menutupi seluruh wilayah hutan.Perisai tersebut berkilau terang dan memancarkan aura yang kuat, seolah-olah melindungi hutan Arizon dari kehancuran. Beberapa helai daun yang terkena sinar cahaya itu terlihat berpendar keemasan, menambah keindahan pemandangan tersebut.Suara telepati Dewa Agung menggema di benak para Dewa yang sedang berada di tengah-tengah pertarungan antara Alagar dan Erresira. "Kalian semua, cepat keluar dari sana, bantu kami menahan energi sihir mereka berdua dengan perisai cahaya!" perintahnya dengan tegas.Sunlong, Indra, dan para Dewa lainnya saling menatap dengan ekspresi terkejut dan cemas. Mereka segera berkumpul, menggabungkan kekuatan mereka untuk menciptakan portal teleportasi. Cahaya biru menyala di sekitar mereka, dan tanpa ragu, mereka mel
Alagar terhempas setelah menerima serangan dahsyat dari Erresira. Sihir kegelapan yang melindungi tubuhnya langsung mengeluarkan siluet perisai hitam layakannya manusia berjubah raksasa yang menyelimuti seluruh tubuh Alagar, melindunginya dari serangan Erresira.Kepulan asap tebal perlahan menyibak, dan sosok Erresira yang baru muncul di antara kabut. Penampilannya kini berubah drastis, hampir mirip dengan Alagar, namun ada perbedaan yang mencolok. Energi sihir kegelapan yang mengelilingi tubuh Erresira berwarna merah darah, berbeda dengan Alagar yang hitam pekat.Erresira mengangkat tangannya ke udara, memunculkan berbagai pola sihir kegelapan yang berjumlah banyak di depannya.Tak lama, puluhan siluet Naga bayangan muncul dari pola sihir tersebut, mengepulkan asap hitam dan bersiap untuk melancarkan serangan mematikan. Erresira mengepalkan tangannya erat, matanya menyala dengan kebencian yang mendalam. "Apa kau pikir hanya dirimu yang bisa meng
Yami, Verdas, dan para bawahannya terbang dengan cepat menjauh dari hutan Arizon, angin kencang menerpa wajah mereka dan rambut mereka berkibar liar akibat kecepatan yang mereka ciptakan. Mereka sadar betul bahwa hutan Arizon akan segera hancur lebur akibat sihir dahsyat yang dikeluarkan oleh Alagar. Ketegangan terasa di udara, dan saat itulah Verdas mengajukan pertanyaan yang menggantung di benak mereka semua."Yami, sihir apa itu sebenarnya?" tanyanya, nafasnya terengah-engah akibat terbang dengan kecepatan penuh. Matanya terpaku pada pola sihir besar yang melingkari seluruh wilayah hutan Arizon, seolah menelan hutan dalam pusarannya. Yami, yang terbang di samping Verdas, memicingkan matanya memerhatikan pola sihir tersebut, wajahnya terlihat khawatir namun tetap berusaha tenang.Wajah Yami tampak serius, dia menggeleng pelan. "Entahlah, aku tidak yakin seberapa kuat sihir pelahap yang dimiliki oleh Tuan, tetapi sepertinya sihir itu
Ledakan dahsyat yang berasal dari sihir penghancur mengguncang langit di atas hutan Arizon. Sihir hitam pekat memancarkan aura mengerikan yang menyelimuti seluruh wilayah hutan.Pepohonan raksasa yang telah berdiri selama berabad-abad tumbang satu per satu, bagaikan reruntuhan dominó yang tak berujung. Satwa-satwa yang tinggal di hutan berlarian ketakutan, mencoba mencari perlindungan dari kehancuran yang melanda temoat tinggal mereka.Udara menjadi panas dan pekat, asap hitam mengepul dari reruntuhan yang terbakar, menciptakan suasana mencekam yang menyelimuti seluruh hutan.Sihir penghancur yang begitu kuat dan dahsyat membuat semuanya hancur. Suara jeritan kesakitan terdengar dari para makhluk yang tinggal di sana sebelum lenyap.Hutan yang semula hijau dan subur perlahan berubah menjadi ruang hampa. sisa-sisa kehidupan yang pernah berkembang di hutan Arizon kini hanya tinggal kenangan.Seluruh pasukan Iblis berteriak frustas
Langit yang semula gelap pekat kini perlahan-lahan berubah menjadi cerah setelah pertarungan sengit antara Raja Erresira dan Alagar usai. Awan hitam yang menutupi langit kota mulai terpecah, sinar matahari kembali menembus dan menyeruak ke bumi, menyinari wajah-wajah para penduduk yang sebelumnya murung dan cemas.Begitu hebatnya pertarungan tersebut, hingga wilayah hutan Arizon yang subur kini berubah menjadi lautan luas. Air laut mengalir dengan deras memasuki kawah besar yang terbentuk akibat kehancuran daratan. Ombak menghempas pantai baru yang terbentuk, menciptakan pemandangan yang berbeda dari sebelumnya.Warga di seluruh wilayah kota sekitar hutan Arizon merasakan perubahan yang nyata. Beban di dada mereka seolah terangkat saat langit kembali cerah dan kehidupan kembali normal.Tampak senyum kelegaan menghiasi wajah-wajah mereka, menggantikan raut ketakutan yang sempat menyelimuti kota akibat energi kegelapan yang dikeluarkan Alagar.Suasana kota pun kembali ramai, anak-anak
Viona dan Alagar duduk berdampingan di ranjang, cahaya matahari yang masuk dari jendela menghiasi wajah mereka yang berbinar. Mereka terlihat begitu bahagia, seperti tak pernah merasakan kepedihan dan kesedihan yang sempat menyelimuti hidup mereka. Viona menatap Alagar dengan lembut, kemudian menundukkan kepalanya mengingat saat-saat air mata mengalir deras di pipinya ketika Alagar masih belum sadarkan diri."Alagar, apa kau masih ingat saat kita pertama kali bertemu?" tanya Viona dengan tatapan sedih.Alagar tersenyum kecil dan mengangguk, "Tentu saja. Aku tidak akan pernah melupakan saat pertama kali melihatmu. Wajahmu yang ceria itu berhasil membuat hatiku berdebar."Mereka lalu terdiam sejenak, menikmati kehangatan cinta yang kini menyatukan mereka kembali. Viona memegang tangan Alagar erat, ingin meyakinkan dirinya bahwa ini bukan mimpi, bahwa mereka kini benar-benar bersama."Viona, aku bersyukur kamu telah mengingat semu
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang