Tiga Dewa pembenci Alagar melangkah masuk ke dalam Istana Api, tempat di mana Dewa Matahari, sang pengguna elemen api terkuat, berkuasa. Istana yang megah dan anggun ini didominasi oleh nuansa merah, oranye, dan kuning, mencerminkan kekuatan dan kehangatan api yang mengalir dalam setiap sudut bangunan. Dinding-dinding istana terbuat dari batu bata yang dilapisi oleh perak, menciptakan kilauan yang bercahaya seolah menyala saat terkena sinar matahari.Di dalam istana, lantai marmer yang bersih dan mulus menciptakan jalan setapak bagi para penghuni, dipenuhi dengan ornamen-ornamen emas yang menggambarkan fenomena alam seperti gunung berapi, badai pasir, dan letusan matahari. Di langit-langit, lukisan indah yang menggambarkan Dewa Matahari dalam berbagai aksi heroik menghiasi ruangan, membangkitkan rasa kagum dan takjub pada siapa pun yang memandangnya.Di tengah istana, terdapat aula utama yang luas, di mana takhta Dewa Matahari berdiri dengan megah. Takhta ini terbuat dari emas murn
Ketegangan memuncak ketika Ankara, Baruna, dan Brata menghunus senjata mereka, bersiap menghadapi empat monster api yang dikeluarkan oleh Dewa Matahari.Panas menyengat dan semburan api yang menguap di udara membuat mereka berkeringat dan merasa terbakar. Namun, ketiganya tetap teguh berdiri, siap melindungi dunia dari ancaman yang akan menimpa.Dewa Matahari menatap ketiganya dengan pandangan tajam, seolah menilai kemampuan mereka untuk menghadapi monster api yang baru saja dia ciptakan.Namun, ketika mereka bersiap mengayunkan senjata mereka, Dewa Matahari mengangkat tangannya, menghentikan pertarungan yang hampir terjadi. "Tunggu!" teriaknya dengan suara yang menggelegar, membuat ketiganya terkejut."Tak perlu kita bertarung, Ankara, Baruna, dan Brata," ujar Dewa Matahari, suaranya kini lebih lembut namun tetap berwibawa. "Aku tak akan menghalangi kalian. Bahkan, aku akan membantu kalian untuk melenyapkan Alagar, manusia rendahan itu harus dilenyapkan!"Wajah ketiga dewa itu menunj
Di tengah dimensi balung terdapat Dewa Agung, dan bawahannya yang masih tertekan oleh energi sihir Alagar yang begitu kuat. Tatapan mata Alagar yang tajam dan penuh kecurigaan, masih tertuju pada Dewa Agung. Bagaimanapun, Alagar masih tidak percaya dengan kehadiran Dewa Agung yang merupakan entitas terkuat di kayangan. Karena beberapa hari belakangan banyak Dewa lain yang telah berusaha memburu dan mencabut nyawa Alagar sebelumnya.Namun, di balik ketidakpercayaan itu, tersembunyi harapan Dewa Agung untuk menjalin hubungan baik dengan Alagar. Ternyata, tujuan kedatangan Dewa Agung adalah untuk mengulurkan tangan persahabatan kepada Alagar dan memberinya sebuah hadiah berupa pedang naga yang legendaris.Perlahan-lahan, Dewa Agung mengulurkan tangannya yang berisi pedang naga tersebut. Kilauan pedang itu begitu mempesona, menggambarkan kekuatan yang terkandung di dalamnya. Alagar masih merasa ragu, namun melihat pedang naga membuat dia membelalakkan mata tidak percaya."Alagar, percay
Alagar menatap pedang Naga di tangannya dengan tatapan takjub. Pedang yang tadinya berwarna hitam legam kini berubah, memiliki corak merah yang memenuhi punggung dan gagang pedangnya. Warnanya terasa begitu hidup dan bersemangat, mengingatkannya pada masa lalu ketika dirinya masih menjadi panglima perang pada jaman Austronesia yang dihormati dan ditakuti. Senyum kebahagiaan dan kelegaan terukir di wajah Alagar, mata berbinar seperti sedang menyaksikan keajaiban. Dia menghela napas panjang, merasakan kekuatan yang mengalir dalam dirinya kembali muncul. Tubuhnya bergetar penuh semangat, seperti ingin berteriak kepada dunia bahwa ia kembali menjadi dirinya yang dulu.Dalam hati, Alagar merasa bangga dan bersyukur. Pedang Naga telah kembali ke keadaan semula, yang menandakan bahwa ia telah berhasil melewati rintangan dan ujian.Dengan lembut, Alagar mengusap gagang pedang, mengecap setiap detail yang ada. Ia merasa terhubung kembali dengan senjata yang begitu lama menjadi bagian dari j
Malam itu Pricilia yang mengungkapkan perasaannya dibalkon kamar Alagar, harus menelan pil pahit, mengingat Alagar tidak pernah mencintainya sebagai seorang wanita, melainkan hanya sebagai adik.Pricilla menatap Alagar dengan mata berkaca-kaca, kemudian menarik nafas panjang sebelum berkata, "Alagar, aku benar-benar mencintaimu."Alagar yang sedang menatap Pricilia dengan ekspresi sedih, kemudian wajahnya berubah menjadi lembut dan penuh kasih sayang. Namun, kasih sayang yang terpancar dari matanya bukanlah cinta seorang pria kepada wanita, melainkan cinta seorang kakak kepada adiknya."Pricil, kamu tahu kan, aku selalu menganggapmu seperti adikku sendiri," ujar Alagar dengan lembut, mencoba untuk tidak menyakiti perasaan Pricilia. "Aku sayang kamu, tapi bukan dalam arti yang kamu harapkan."Pricilia tahu akan hal itu, Namun, dia merasa seolah jantungnya dihancurkan mendengar jawaban Alagar. Tangannya bergetar, dan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia berusaha menahan tang
Arka, terkenal dengan sikap arogannya, selalu menganggap dirinya lebih unggul daripada dewa-dewa lainnya. Tak ada yang bisa mengalahkan kesetiaan dan kecintaannya pada Dewa Matahari, bahkan ia rela melakukan apapun demi mempertahankan kehormatan Dewa Matahari. Baginya, Dewa Matahari adalah segalanya dan dewa lainnya hanyalah makhluk lemah yang tak layak untuk dihormati.Berbeda dengan Arka, Surya, rekannya yang juga merupakan bawahan Dewa Matahari, memiliki sikap yang lebih lembut dan menghormati dewa-dewa lainnya. Surya adalah wanita yang selalu menempatkan kepentingan orang lain di atas dirinya, dan ia tahu bahwa setiap dewa memiliki peran mereka masing-masing dalam menjaga keseimbangan alam semesta.Arka dan Surya seringkali terlibat dalam perseteruan, terutama ketika Arka mengejek dewa-dewa lain di hadapan Surya. Surya selalu berusaha menenangkan Arka dan mengingatkannya tentang pentingnya menghormati dewa-dewa lain."Arka, kita semua memiliki peran penting, jangan sampai kau me
Para Dewa yang tengah mengincar Alagar, mendadak terhenti saat merasakan aura yang tak biasa. Mereka saling bertukar pandangan, ketika melihat kehadiran Verbel, Dewa yang dikenal mampu memanipulasi pikiran dan Indra, atasan Verbel yang merupakan Dewa Petir.Keberadaan Verbel membuat para Dewa merasa tidak aman, sebab kekuatan Verbel sudah terkenal di kalangan para Dewa. Verbel dikenal sebagai Dewa yang sangat sulit untuk ditebak gerak-geriknya. Tanpa mereka sadari, Verbel telah memasuki pikiran para Dewa, membuat mereka terjebak dalam ilusi yang diciptakan oleh Verbel.Mereka merasa terbelenggu, tidak bisa bergerak sedikit pun. Wajah-wajah para Dewa berubah pucat seiring kesadaran mereka akan kenyataan bahwa mereka telah masuk ke dalam perangkap Verbel. Rasa takut semakin menyelimuti mereka saat menyadari Indra, Dewa Petir yang sangat kuat dan berwibawa, berdiri di belakang Verbel, menatap tajam ke arah mereka.Dalam keadaan terjebak, para Dewa berusaha keras untuk membebaskan diri da
Bola api yang menggabungkan tiga elemen, tanah, api, dan udara itu melesat dengan kecepatan tinggi, menerjang dinding langit yang dipanggil oleh Dewa Indra. Sinar-sinar cahaya memancar dari bola api tersebut, seakan mengejar setiap sudut kegelapan yang ada di sekelilingnya.Saat bola api tiga elemen itu menabrak dinding langit, suara benturan keras menggema, seolah mengguncang seluruh dunia. Dinding langit yang sebelumnya dianggap sebagai pertahanan terkuat Dewa Indra, kini hancur luluh lantak. Satu demi satu, bagian dinding tersebut hancur berkeping-keping, menghasilkan debu dan asap yang mengepul di udara.Tak ada yang menyangka bahwa sihir gabungan tiga elemen ini bisa menghasilkan kekuatan yang begitu dahsyat.Bahkan Dewa Indra sendiri terkejut dengan kehancuran yang ditimbulkan oleh sihir bola api tersebut. Dia merasa pertahanannya yang selama ini diyakini tak tertembus kini telah runtuh di hadapannya.Sedangkan para pengguna sihir yang berhasil menciptakan bola api gabungan ini,
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang