Viona menatap Alagar dengan pandangan penuh curiga, keningnya mengerut dan bibirnya terkatup rapat. Alagar, dengan wajah serius, menawarkan janji pernikahan yang menggoda, namun Viona merasa ragu. Hubungan mereka baru berjalan beberapa hari dan meskipun Alagar memiliki kekayaan yang melimpah serta kemampuan di luar nalar manusia, Viona tidak ingin terburu-buru dalam menentukan pilihan hidupnya."Apakah kamu benar-benar serius, Alagar?" tanya Viona dengan nada suara yang ragu, matanya menatap dalam ke dalam mata Alagar, mencari kebenaran di balik kata-katanya.Alagar mengangguk mantap, "Aku serius, Viona. Aku tahu hubungan kita baru berjalan beberapa hari, tetapi aku yakin kita bisa menjalani hidup bersama. Aku akan menjaga dan melindungimu sepanjang hidupku."Viona menelan ludah, merasa dilema. Di satu sisi, dia mulai merasakan ada perasaan yang tumbuh di hatinya terhadap Alagar, namun di sisi lain, dia tidak ingin tergesa-gesa dalam membuat keputusan penting ini. Dia merasa perlu wa
Tiga Dewa pembenci Alagar melangkah masuk ke dalam Istana Api, tempat di mana Dewa Matahari, sang pengguna elemen api terkuat, berkuasa. Istana yang megah dan anggun ini didominasi oleh nuansa merah, oranye, dan kuning, mencerminkan kekuatan dan kehangatan api yang mengalir dalam setiap sudut bangunan. Dinding-dinding istana terbuat dari batu bata yang dilapisi oleh perak, menciptakan kilauan yang bercahaya seolah menyala saat terkena sinar matahari.Di dalam istana, lantai marmer yang bersih dan mulus menciptakan jalan setapak bagi para penghuni, dipenuhi dengan ornamen-ornamen emas yang menggambarkan fenomena alam seperti gunung berapi, badai pasir, dan letusan matahari. Di langit-langit, lukisan indah yang menggambarkan Dewa Matahari dalam berbagai aksi heroik menghiasi ruangan, membangkitkan rasa kagum dan takjub pada siapa pun yang memandangnya.Di tengah istana, terdapat aula utama yang luas, di mana takhta Dewa Matahari berdiri dengan megah. Takhta ini terbuat dari emas murn
Ketegangan memuncak ketika Ankara, Baruna, dan Brata menghunus senjata mereka, bersiap menghadapi empat monster api yang dikeluarkan oleh Dewa Matahari.Panas menyengat dan semburan api yang menguap di udara membuat mereka berkeringat dan merasa terbakar. Namun, ketiganya tetap teguh berdiri, siap melindungi dunia dari ancaman yang akan menimpa.Dewa Matahari menatap ketiganya dengan pandangan tajam, seolah menilai kemampuan mereka untuk menghadapi monster api yang baru saja dia ciptakan.Namun, ketika mereka bersiap mengayunkan senjata mereka, Dewa Matahari mengangkat tangannya, menghentikan pertarungan yang hampir terjadi. "Tunggu!" teriaknya dengan suara yang menggelegar, membuat ketiganya terkejut."Tak perlu kita bertarung, Ankara, Baruna, dan Brata," ujar Dewa Matahari, suaranya kini lebih lembut namun tetap berwibawa. "Aku tak akan menghalangi kalian. Bahkan, aku akan membantu kalian untuk melenyapkan Alagar, manusia rendahan itu harus dilenyapkan!"Wajah ketiga dewa itu menunj
Di tengah dimensi balung terdapat Dewa Agung, dan bawahannya yang masih tertekan oleh energi sihir Alagar yang begitu kuat. Tatapan mata Alagar yang tajam dan penuh kecurigaan, masih tertuju pada Dewa Agung. Bagaimanapun, Alagar masih tidak percaya dengan kehadiran Dewa Agung yang merupakan entitas terkuat di kayangan. Karena beberapa hari belakangan banyak Dewa lain yang telah berusaha memburu dan mencabut nyawa Alagar sebelumnya.Namun, di balik ketidakpercayaan itu, tersembunyi harapan Dewa Agung untuk menjalin hubungan baik dengan Alagar. Ternyata, tujuan kedatangan Dewa Agung adalah untuk mengulurkan tangan persahabatan kepada Alagar dan memberinya sebuah hadiah berupa pedang naga yang legendaris.Perlahan-lahan, Dewa Agung mengulurkan tangannya yang berisi pedang naga tersebut. Kilauan pedang itu begitu mempesona, menggambarkan kekuatan yang terkandung di dalamnya. Alagar masih merasa ragu, namun melihat pedang naga membuat dia membelalakkan mata tidak percaya."Alagar, percay
Alagar menatap pedang Naga di tangannya dengan tatapan takjub. Pedang yang tadinya berwarna hitam legam kini berubah, memiliki corak merah yang memenuhi punggung dan gagang pedangnya. Warnanya terasa begitu hidup dan bersemangat, mengingatkannya pada masa lalu ketika dirinya masih menjadi panglima perang pada jaman Austronesia yang dihormati dan ditakuti. Senyum kebahagiaan dan kelegaan terukir di wajah Alagar, mata berbinar seperti sedang menyaksikan keajaiban. Dia menghela napas panjang, merasakan kekuatan yang mengalir dalam dirinya kembali muncul. Tubuhnya bergetar penuh semangat, seperti ingin berteriak kepada dunia bahwa ia kembali menjadi dirinya yang dulu.Dalam hati, Alagar merasa bangga dan bersyukur. Pedang Naga telah kembali ke keadaan semula, yang menandakan bahwa ia telah berhasil melewati rintangan dan ujian.Dengan lembut, Alagar mengusap gagang pedang, mengecap setiap detail yang ada. Ia merasa terhubung kembali dengan senjata yang begitu lama menjadi bagian dari j
Malam itu Pricilia yang mengungkapkan perasaannya dibalkon kamar Alagar, harus menelan pil pahit, mengingat Alagar tidak pernah mencintainya sebagai seorang wanita, melainkan hanya sebagai adik.Pricilla menatap Alagar dengan mata berkaca-kaca, kemudian menarik nafas panjang sebelum berkata, "Alagar, aku benar-benar mencintaimu."Alagar yang sedang menatap Pricilia dengan ekspresi sedih, kemudian wajahnya berubah menjadi lembut dan penuh kasih sayang. Namun, kasih sayang yang terpancar dari matanya bukanlah cinta seorang pria kepada wanita, melainkan cinta seorang kakak kepada adiknya."Pricil, kamu tahu kan, aku selalu menganggapmu seperti adikku sendiri," ujar Alagar dengan lembut, mencoba untuk tidak menyakiti perasaan Pricilia. "Aku sayang kamu, tapi bukan dalam arti yang kamu harapkan."Pricilia tahu akan hal itu, Namun, dia merasa seolah jantungnya dihancurkan mendengar jawaban Alagar. Tangannya bergetar, dan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia berusaha menahan tang
Arka, terkenal dengan sikap arogannya, selalu menganggap dirinya lebih unggul daripada dewa-dewa lainnya. Tak ada yang bisa mengalahkan kesetiaan dan kecintaannya pada Dewa Matahari, bahkan ia rela melakukan apapun demi mempertahankan kehormatan Dewa Matahari. Baginya, Dewa Matahari adalah segalanya dan dewa lainnya hanyalah makhluk lemah yang tak layak untuk dihormati.Berbeda dengan Arka, Surya, rekannya yang juga merupakan bawahan Dewa Matahari, memiliki sikap yang lebih lembut dan menghormati dewa-dewa lainnya. Surya adalah wanita yang selalu menempatkan kepentingan orang lain di atas dirinya, dan ia tahu bahwa setiap dewa memiliki peran mereka masing-masing dalam menjaga keseimbangan alam semesta.Arka dan Surya seringkali terlibat dalam perseteruan, terutama ketika Arka mengejek dewa-dewa lain di hadapan Surya. Surya selalu berusaha menenangkan Arka dan mengingatkannya tentang pentingnya menghormati dewa-dewa lain."Arka, kita semua memiliki peran penting, jangan sampai kau me
Para Dewa yang tengah mengincar Alagar, mendadak terhenti saat merasakan aura yang tak biasa. Mereka saling bertukar pandangan, ketika melihat kehadiran Verbel, Dewa yang dikenal mampu memanipulasi pikiran dan Indra, atasan Verbel yang merupakan Dewa Petir.Keberadaan Verbel membuat para Dewa merasa tidak aman, sebab kekuatan Verbel sudah terkenal di kalangan para Dewa. Verbel dikenal sebagai Dewa yang sangat sulit untuk ditebak gerak-geriknya. Tanpa mereka sadari, Verbel telah memasuki pikiran para Dewa, membuat mereka terjebak dalam ilusi yang diciptakan oleh Verbel.Mereka merasa terbelenggu, tidak bisa bergerak sedikit pun. Wajah-wajah para Dewa berubah pucat seiring kesadaran mereka akan kenyataan bahwa mereka telah masuk ke dalam perangkap Verbel. Rasa takut semakin menyelimuti mereka saat menyadari Indra, Dewa Petir yang sangat kuat dan berwibawa, berdiri di belakang Verbel, menatap tajam ke arah mereka.Dalam keadaan terjebak, para Dewa berusaha keras untuk membebaskan diri da