“Tuan Mayir.” Seorang sekretaris muda berparas cantik, melangkah menghampiri Mayir yang baru saja keluar dari ruang meeting. Sang sekretaris menundukkan kepala penuh hormat di hadapan Mayir.“Ada apa?” tanya Mayir dingin dan datar.“Tuan, Anda kedatangan tamu yang sudah menunggu Anda di ruang kerja Anda,” jawab sang sekretaris sopan.“Tamu?” Kening Mayir mengerut dalam. “Siapa tamu yang kau maksud?” tanyanya.“Tuan Sean Geovan, Tuan,” jawab sang sekretaris yang sontak membuat Mayir terkejut.Mayir sempat terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sang sekretaris. Pria paruh baya itu tak menyangka kalau Sean Geovan akan mendatanginya secepat ini. Senyuman di wajah Mayir pun terlukis samar. Jika Sean datang, maka pasti akan membahas antara hubungan Nicole dan Shawn. Paling tidak hatinya sedikit senang, karena sebelumnya dia kesal ditolak oleh Samuel Maxton—ayah Oliver.“Aku akan menemuinya sekarang. Kosongkan jadwalku dua jam ke depan,” ucap Mayir dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Kenapa Oliver belum pulang? Tadi di kantor, sekretarisnya bilang Oliver pulang lebih awal? Tapi kenapa malah dia tidak ada di mansion-nya?” Shania mencerca sang pelayan untuk segera menjawab pertanyaannya. Nadanya menuntut agar sang pelayan segera menjawab pertanyaannyaSaat ini Shania berada di mansion Oliver. Sebelum mendatangi mansion calon suaminya itu; Shania sempat mendatangi kantor Oliver, namun hasil yang Shania dapatkan adalah Oliver tidak ada di kantornya. Sekretaris calon suami mengatakan bahwa Oliver pulang lebih awal. Tapi ketika Shania mendatangi mansion Oliver—kenyataan yang didapatkan adalah Oliver belum juga pulang.“Nona Shania, Tuan Oliver belum pulang. Lebih baik Anda menghubungi beliau, Nona. Mungkin Tuan Oliver menemui client-nya,” ujar sang pelayan memberikan saran untuk Shania. Tujuan utamanya agar Shania tak merasakan kelelahan menunggu Oliver terlalu lama. Shania mengembuskan napas kesal dan jengkel. “Oliver tidak menjawab teleponku! Itu kenapa aku langsun
“Shawn, terima kasih banyak sudah membantuku. Jika saja tadi malam kau tidak ada, aku tidak tahu bagaimana dengan nasibku.” Nicole menatap Shawn dengan tatapan penuh rasa terima kasih. Sungguh, wanita itu tak bisa membayangkan apa yang terjadi padanya, jika sampai Shawn tidak datang tepat waktu.Ya, di kala pagi menyapa, Nicole mendapati Shawn ada di kamar hotelnya. Ingatan Nicole pun tergali akan kejadian tadi malam. Kejadian di mana dirinya hampir menjadi korban kejahatan. Beruntung, semesta masih baik pada Nicole dengan mengirimkan Shawn. Andai tak ada Shawn, dia tak tahu bagaimana nasibnya sekarang.“Kenapa kau keluar malam sendiri, Nicole? Banyak sekali bahaya keluar malam sendirian. Jika kau bosan di kamar, harusnya kau menghubungiku. Jangan pergi sendirian seperti tadi malam.” Shawn memberikan peringatan tegas pada Nicole. Kilat mata Shawn dingin dan penuh penekanan. Shawn bukan marah, tapi dia khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada Nicole.Nicole mendesah pelan. Kali ini, dia
Pesawat mengudara jauh dari permukaan bumi. Awan-awan cerah mengumpul menjadi satu. Cauca benar-benar sangat cerah dan indah. Namun, sayangnya raut wajah Nicole menunjukan jelas kemarahan, tak sesuai dengan cuaca yang mendukung.Bagaimana tidak? Nicole kini berada di dalam pesawat pribadi milik Oliver. Berbagai umpatan dan makian lolos di bibir Nicole. Bisa-bisanya, Oliver menculiknya. Untuk pertama kalinya, Nicole terbang ke luar negeri tanpa persiapan apa pun. Itu memang sama saja dengan penculikan.“Oliver! Kenapa kau ingin membawaku ke Boston!” seru Nicole dengan tatapan yang begitu tajam pada Oliver. Oliver tak mengindahkan ucapan Nicole. Pria itu memilih untuk diam.“Oliver!” bentak Nicole keras.“Bisakah kau diam, Nicole!” sentak Oliver begitu kencang. Mata Nicole menatap tajam Oliver. “Kau sudah gila! Kau membawaku keluar negeri tanpa izin sama sekali dariku!”“Aku tidak memerlukan izin untuk membawamu pergi.”“Gila! Kau menculikku, Oliver!”“Tidak akan ada orang yang perca
Nicole bergeming di tempatnya tak mengatakan sepatah kata pun, di kala mendengar apa yang dikatakan oleh Oliver. Sepasang iris mata silver Nicole masih memerah, akibat tangisnya tadi. Seperti luka yang tersiram alkohol, begitu perih dan menyakitkan.Ruang kamar megah itu sunyi, tak ada suara apa pun di sana. Hanya tatapan yang saling menatap dalam satu sama lain. Tatapan yang memiliki jutaan arti yang sulit untuk diungkapkan oleh kata. Keheningan membentang di kala pengakuan Oliver begitu lantang dan keras. Sebuah kata ‘Cinta’ yang Oliver ucap, bagaikan pedang yang menusuk jantung Nicole. Sayangnya pengakuan itu tak membuat hati Nicole berbunga-bunga, melainkan kepedihan yang tak berujung. Air mata Nicole mulai kembali menetes jatuh. Dia melangkah mundur menjauh dari Oliver. Semua kata-kata Oliver yang terucap teramat membuatnya sakit. Kepingan memori masa lalu kembali muncul dalam ingatannya.“Berhenti membual, Oliver! Aku tidak mau mendengar ucapan dusta keluar dari mulutmu. Jang
Keheningan kembali membentang di kala Oliver mengungkapkan apa yang telah terjadi. Lagi dan lagi, Nicole terdiam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hati Nicole bergetar tersentuh akan ucapan Oliver, namun tidak dengan pikiran Nicole yang seolah memberikan penolakan keras. Bagi Nicole, semua tetap omong kosong.Nicole mengingat jelas bagaimana Oliver menghancurkan hidupnya sembilan tahun lalu. Dulu dia hanyalah gadis bodoh yang mudah diperdaya. Tapi sekarang, Nicole tidak mau lagi diperdaya. Dia tak sebodoh dan sepolos dulu.“Kau bohong. Kau pasti berbohong!” seru Nicole dengan nada tinggi.Oliver mengumpat kasar. “Untuk apa aku berbohong, Nicole! Apa untungnya aku berbohong padamu?! Aku dan Shania menjalin hubungan baru beberapa bulan. Aku memiliki kesepakatan dengannya untuk menikah. Saat itu, dokter memberikan saran padaku untuk membuka hatiku pada wanita lain! Sedangkan aku kesulitan membuka hatiku! Aku juga tidak mau dijodohkan! Alasan aku memilih Shania, karena aku yakin dia tida
Bibir Oliver mengisap bibir Nicole atas dan bawah bergantian. Pagutan itu tercipta begitu liar dan agresif. Tampak Nicole berusaha berontak sekuat tenaga, namun sayangnya tetap saja tidak menuaikan hasil apa pun. Dengan tangan yang terikat dan tubuh yang ditindih Oliver; dia tak memiliki tenaga yang kuat untuk lepas dari jerat Oliver.“Oliver, lepaskan aku!” Nicole mulai bersuara di sela-sela, pagutan itu. Meski susah payah, tapi tetap Nicole berjuang untuk lepas.Oliver tak mengindahkan penolakan Nicole. Pria itu kian melumat bibir Nicole dengan begitu liar. Oliver menggigit bibir bawah Nicole, hingga membuatnya merintih perih dan membuka mulutnya. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan—lidah Oliver mendesak masuk membelai langit-langit mulut Nicole.“Oliver—” Napas Nicole terengah-engah di kala Oliver menciumnya dengan hebat. Tubuh Nicole lemas, akibat kelelahan terlalu banyak berontak. Nicole tak berdaya. Akhirnya, dia pun tak lagi berontak.Oliver melepaskan pagutan itu, dan membelai
Nicole menggeliat terbangun dari tidurnya. Aroma makanan menyeruak ke indra penciumannya, membuatnya langsung terbangun. Detik di mana mata Nicole terbuka—dia mengendarkan pandangan ke sekitar—dan menyadari dirinya berada di apartemen milik Oliver yang ada di Boston.Ingatan Nicole telah tergali semuanya tentang dirinya diculik oleh Oliver. Bahkan, dia terbangun di pagi hari hanya memakai kemeja milik Oliver yang berukuran besar di tubuhnya. Tak mungkin Nicole memakai kembali dress-nya yang telah robek, akibat ulah Oliver.“Nona, silakan sarapan dulu,” ucap sang pelayan sopan pada Nicole.“Aku tidak lapar. Pergilah. Jangan ganggu aku,” tukas Nicole datar meminta pelayan untuk segera pergi.“Nona, tapi Tuan Oliver meminta Anda untuk sarapan. Beliau tidak ingin Anda terlambat srapan,” ujar sang pelayan sopan, berusaha membujuk Nicole agar mau sarapan.“Pergilah. Selesaikan pekerjaanmu yang lain.” Oliver masuk, menginterupsi percakapan antara pelayan dan Nicole.“Tuan.” Pelayan itu menun
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela