Oliver melangkah keluar masion dan hendak masuk ke dalam mobil, namun langkah pria itu terhenti di kala melihat Shania turun dari mobil. Tampak raut wajahnya, menjadi dingin di kala melihat kedatangan Shania. Sudah lama memang, dia menghindar dari Shania.“Sayang, kau mau ke mana?” Shania menghampiri Oliver, dan langsung memeluk pinggang Oliver.Oliver mengembuskan napas panjang. “Kenapa kau ke sini, Shania? Aku sibuk. Bnayak pekerjaan yang harus kau urus.”Bibir Shania tertekuk dalam dan manja. “Kau selalu saja bilang sibuk. Sudah lama kau menghindar dariku, Oliver! Hari ini aku tidak akan mau pulang. Aku akan berada di sini. Kau suka atau tidak suka, terserah saja. Aku akan tetap ada di sini.”Shania bersikeras tidak akan pulang. Dia ingin menghabiskan waktu bersama dengan sang kekasih. Sudah lama sekali Oliver sibuk dengan pekerjaannya. Kali ini, dia tidak akan membiarkan hal itu sampai terjadi lagi. Dia akan tetap bersama sang kekasih.Oliver memejamkan mata singkat, menahan emos
Nicole diam seribu bahasa mendengar semua pengakuan Oliver. Mata wanita itu memerah, akibat air mata yang tadi berlinang. Belum ada kata yang mampu Nicole ucapkan. Nicole seakan terpenjara akan sebuah kerumitan. Perasaan marah, benci, dendam, namun terlapisi oleh sebuah rasa yang tak bisa diungkap. Nicole menatap dalam dan dingin Oliver. Pengakuan Oliver cukup membuatnya terkejut, namun satu hal yang Nicole ingat bahwa semuanya tetap percuma.Nicole melangkah mundur menjauh dari Oliver. Mati-matian, Nicole menahan air matanya agar tak tumpah lagi. Sudah cukup dirinya menangis di depan Oliver. Wanita itu membenci dirinya menjadi lemah. “Kenapa kau tidak rela pria lain menyentuhku?” Nicole bertanya menahan tangisnya.Oliver memejamkan mata singkat. “Karena aku tidak suka kau disentuh pria lain, Nicole! Aku tidak suka!” geramnya menahan amarah dalam diri yang menyulut. Nicole tersenyum sinis mencemooh Oliver. “Kau pikir aku bodoh mudah diperdaya? Kau seolah menunjukkan bahwa kau me
“Tuan Mayir.” Seorang sekretaris muda berparas cantik, melangkah menghampiri Mayir yang baru saja keluar dari ruang meeting. Sang sekretaris menundukkan kepala penuh hormat di hadapan Mayir.“Ada apa?” tanya Mayir dingin dan datar.“Tuan, Anda kedatangan tamu yang sudah menunggu Anda di ruang kerja Anda,” jawab sang sekretaris sopan.“Tamu?” Kening Mayir mengerut dalam. “Siapa tamu yang kau maksud?” tanyanya.“Tuan Sean Geovan, Tuan,” jawab sang sekretaris yang sontak membuat Mayir terkejut.Mayir sempat terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh sang sekretaris. Pria paruh baya itu tak menyangka kalau Sean Geovan akan mendatanginya secepat ini. Senyuman di wajah Mayir pun terlukis samar. Jika Sean datang, maka pasti akan membahas antara hubungan Nicole dan Shawn. Paling tidak hatinya sedikit senang, karena sebelumnya dia kesal ditolak oleh Samuel Maxton—ayah Oliver.“Aku akan menemuinya sekarang. Kosongkan jadwalku dua jam ke depan,” ucap Mayir dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Kenapa Oliver belum pulang? Tadi di kantor, sekretarisnya bilang Oliver pulang lebih awal? Tapi kenapa malah dia tidak ada di mansion-nya?” Shania mencerca sang pelayan untuk segera menjawab pertanyaannya. Nadanya menuntut agar sang pelayan segera menjawab pertanyaannyaSaat ini Shania berada di mansion Oliver. Sebelum mendatangi mansion calon suaminya itu; Shania sempat mendatangi kantor Oliver, namun hasil yang Shania dapatkan adalah Oliver tidak ada di kantornya. Sekretaris calon suami mengatakan bahwa Oliver pulang lebih awal. Tapi ketika Shania mendatangi mansion Oliver—kenyataan yang didapatkan adalah Oliver belum juga pulang.“Nona Shania, Tuan Oliver belum pulang. Lebih baik Anda menghubungi beliau, Nona. Mungkin Tuan Oliver menemui client-nya,” ujar sang pelayan memberikan saran untuk Shania. Tujuan utamanya agar Shania tak merasakan kelelahan menunggu Oliver terlalu lama. Shania mengembuskan napas kesal dan jengkel. “Oliver tidak menjawab teleponku! Itu kenapa aku langsun
“Shawn, terima kasih banyak sudah membantuku. Jika saja tadi malam kau tidak ada, aku tidak tahu bagaimana dengan nasibku.” Nicole menatap Shawn dengan tatapan penuh rasa terima kasih. Sungguh, wanita itu tak bisa membayangkan apa yang terjadi padanya, jika sampai Shawn tidak datang tepat waktu.Ya, di kala pagi menyapa, Nicole mendapati Shawn ada di kamar hotelnya. Ingatan Nicole pun tergali akan kejadian tadi malam. Kejadian di mana dirinya hampir menjadi korban kejahatan. Beruntung, semesta masih baik pada Nicole dengan mengirimkan Shawn. Andai tak ada Shawn, dia tak tahu bagaimana nasibnya sekarang.“Kenapa kau keluar malam sendiri, Nicole? Banyak sekali bahaya keluar malam sendirian. Jika kau bosan di kamar, harusnya kau menghubungiku. Jangan pergi sendirian seperti tadi malam.” Shawn memberikan peringatan tegas pada Nicole. Kilat mata Shawn dingin dan penuh penekanan. Shawn bukan marah, tapi dia khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada Nicole.Nicole mendesah pelan. Kali ini, dia
Pesawat mengudara jauh dari permukaan bumi. Awan-awan cerah mengumpul menjadi satu. Cauca benar-benar sangat cerah dan indah. Namun, sayangnya raut wajah Nicole menunjukan jelas kemarahan, tak sesuai dengan cuaca yang mendukung.Bagaimana tidak? Nicole kini berada di dalam pesawat pribadi milik Oliver. Berbagai umpatan dan makian lolos di bibir Nicole. Bisa-bisanya, Oliver menculiknya. Untuk pertama kalinya, Nicole terbang ke luar negeri tanpa persiapan apa pun. Itu memang sama saja dengan penculikan.“Oliver! Kenapa kau ingin membawaku ke Boston!” seru Nicole dengan tatapan yang begitu tajam pada Oliver. Oliver tak mengindahkan ucapan Nicole. Pria itu memilih untuk diam.“Oliver!” bentak Nicole keras.“Bisakah kau diam, Nicole!” sentak Oliver begitu kencang. Mata Nicole menatap tajam Oliver. “Kau sudah gila! Kau membawaku keluar negeri tanpa izin sama sekali dariku!”“Aku tidak memerlukan izin untuk membawamu pergi.”“Gila! Kau menculikku, Oliver!”“Tidak akan ada orang yang perca
Nicole bergeming di tempatnya tak mengatakan sepatah kata pun, di kala mendengar apa yang dikatakan oleh Oliver. Sepasang iris mata silver Nicole masih memerah, akibat tangisnya tadi. Seperti luka yang tersiram alkohol, begitu perih dan menyakitkan.Ruang kamar megah itu sunyi, tak ada suara apa pun di sana. Hanya tatapan yang saling menatap dalam satu sama lain. Tatapan yang memiliki jutaan arti yang sulit untuk diungkapkan oleh kata. Keheningan membentang di kala pengakuan Oliver begitu lantang dan keras. Sebuah kata ‘Cinta’ yang Oliver ucap, bagaikan pedang yang menusuk jantung Nicole. Sayangnya pengakuan itu tak membuat hati Nicole berbunga-bunga, melainkan kepedihan yang tak berujung. Air mata Nicole mulai kembali menetes jatuh. Dia melangkah mundur menjauh dari Oliver. Semua kata-kata Oliver yang terucap teramat membuatnya sakit. Kepingan memori masa lalu kembali muncul dalam ingatannya.“Berhenti membual, Oliver! Aku tidak mau mendengar ucapan dusta keluar dari mulutmu. Jang
Keheningan kembali membentang di kala Oliver mengungkapkan apa yang telah terjadi. Lagi dan lagi, Nicole terdiam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Hati Nicole bergetar tersentuh akan ucapan Oliver, namun tidak dengan pikiran Nicole yang seolah memberikan penolakan keras. Bagi Nicole, semua tetap omong kosong.Nicole mengingat jelas bagaimana Oliver menghancurkan hidupnya sembilan tahun lalu. Dulu dia hanyalah gadis bodoh yang mudah diperdaya. Tapi sekarang, Nicole tidak mau lagi diperdaya. Dia tak sebodoh dan sepolos dulu.“Kau bohong. Kau pasti berbohong!” seru Nicole dengan nada tinggi.Oliver mengumpat kasar. “Untuk apa aku berbohong, Nicole! Apa untungnya aku berbohong padamu?! Aku dan Shania menjalin hubungan baru beberapa bulan. Aku memiliki kesepakatan dengannya untuk menikah. Saat itu, dokter memberikan saran padaku untuk membuka hatiku pada wanita lain! Sedangkan aku kesulitan membuka hatiku! Aku juga tidak mau dijodohkan! Alasan aku memilih Shania, karena aku yakin dia tida