“Tuan, tadi kakek Anda menghubungi saya. Beliau meminta Anda besok untuk hadir makan malam di rumah beliau.” “Aku tidak bisa, banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan.”“Tuan, tapi kakek Anda bilang tidak menerima penolakan. Saya yakin kakek Anda juga sudah mendengar tentang kabar rencana pernikahan Anda dengan Nona Shania.” Oliver mengumpat dalam hati. Hari ini saja dirinya harus bertemu dengan kedua orang tuanya, tapi malah besok kakeknya memintanya datang. Oliver ingin menolak, karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, namun jika sudah seperti ini, maka mau tak mau Oliver harus menuruti keinginan kakeknya. “Katakan pada kakekku, besok aku akan datang.”Oliver menutup panggilan telepon tersebut dan meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak raut wajah Oliver sudah membendung rasa kesal mendalam. Akibat berita sialan yang memberitakan tentang rencana pernikahannya, berdampak pada dirinya untuk memberikan penjelasan. Padahal sebenarnya, pria tampan itu belum ingin menunj
Raut wajah Shania memucat terkejut mendengar pertanyaan yang lolos di bibir Samuel. Manik mata Shania tak lagi memancarkan rasa percaya diri, melainkan rasa panik dan bingung. Ini pertama kali Shania disudutkan dalam sebuah pertanyaan.Hening. Ruang megah itu kembali hening akibat pertanyaan Samuel. Ditambah Shania belum menjawab pertanyaan Samuel. Tidak. Lebih tepatnya pertanyaan ayah Oliver itu membuat Shania tak mampu berkutik.“Sayang—”“Diam, Selena. Aku sedang berbicara dengan calon istri putri kita. Jangan ikut campur.” Samuel langsung memotong ucapan Selena, di kala Selena menyela. Tentu dia tahu Selena ingin membantu Shania yang sejak tadi bungkam. Namun Samuel tak suka jika ada yang menyela ucapannya. Selena menghela napas dalam, menatap kesal Samuel. Wanita paruh baya itu tak enak pada Shania. Pun wanita paruh baya itu takut kalau perkataan Samuel melukai hati Shania. Akan tetapi, dia tak mungkin bersikukuh. Selena tak mau berdebat dengan sang suami di depan Oliver dan S
“Oliver, kedua orang tuamu menyukaiku, kan?” ujar Shania bertanya kala Oliver sudah mengantarnya ke depan mansion-nya. Raut wajahnya menunjukkan jelas ingin sekali tahu. Pasalnya tadi di kala Shania berpamitan pulang, kedua orang tua Oliver tak mengatakan apa pun padanya. Padahal sebelumnya, dia berpikir kedua orang tua Oliver akan membahas tentang rencana pernikahannya dengan Oliver. Tapi kenyataan tak sesuai dengan apa yang dirinya pikirkan.“Turunlah. Besok kita masih harus menemui kakek dan nenekku.” Oliver meminta Shania turun dari mobil. Pria itu tak mengindahkan apa yang Shania katakan padanya. Bukan tanpa alasan, tapi Oliver sedang malas membahas tentang itu. Apalagi pikirannya masih terus teringat perkataan dari ayahnya.“Oliver—”“Shania, aku ingin istirahat. Aku yakin kau juga butuh istirahat.” Oliver berkata tegas, langsung memotong ucapan Shania.Shania ingin memaksa Oliver menjawab pertanyaannya, tapi dia takut Oliver akan marah. Nanti malah berujung dirinya tak jadi dib
Oliver bergumam pelan menyebut nama ‘Nicole’. Dia masih membeku diam di tempatnya melihat Nicole ada di depannya. Pria itu begitu terkejut dan nyaris tak mengira. Ya, Oliver sama sekali tidak tahu Shawn juga datang. Bahkan Shawn mengajak Nicole bertemu dengan kakek dan neneknya.‘Shit!’ Oliver mengumpat dalam hati. Melihat pemandangan di mana Nicole sangat dekat dengan Shawn—seakan membuat bara api ada di kepala Oliver menyulut ke sekujur tubuhnya. Hanya saja, Oliver harus mengendalikan diri. Di hadapannya ada kakek dan neneknya.Di sini bukan hanya Oliver yang terkejut melihat keberadan Nicole, tapi Shania juga terkejut melihat keberadaan Nicole. Ditambah Nicole datang bersama dengan sosok pria tampan. Tunggu! Shania seperti tak asing melihat pria tampan itu. Wanita itu hendak mengeluarkan pertanyaan, tapi dia mengurungkan niatnya. Pasalnya, Shania belum berkenalan dengan kakek dan nenek Oliver. Paling tidak, Shania harus tetaplah bersikap anggun dan lembut di hadapan kakek dan nenek
Suara teriakan meminta tolong, sontak membuat semua orang yang ada di ruang makan itu terkejut. Raut wajah kepanikan terpancar di wajah semua orang. Dua pengawal yang ada di lantai bawah sigap berlari menuju ke lantai atas di kala mendengar suara teriakan meminta tolong.“William, ada apa?” Marsha menatap William dengan tatapan cemas dan takut.“Aku tidak tahu. Aku akan melihatnya,” kata William seraya bangkit berdiri.“Grandpa, kami ikut denganmu.” Oliver dan Shawn serempak mengeluarkan kata yang sama. Dua pria itu khawatir jika William pergi sendiri. Sekalipun ada penjaga, tapi mereka harus tetap berjaga-jaga.“Aku juga ikut denganmu, William,” ujar Marsha yang tak mau jauh dari sang suami.William hendak menolak keinginan Marsha, namun William sangat mengenal sifat sang istri. Akhirnya, William menyetujui keinginan Marsha yang ingin ikut dengannya. Pun Nicole dan Shania yang ada di sana juga memilih untuk ikut.William melangkah maju, bersamaan dengan Oliver dan Shawn. Marsha, Nico
“Grandpa, sepertinya tidak ada siapa pun di sini.” Shawn mengendarkan pandangannya ke sekitar, menajamnya penglihatannya, memastikan memang benar tidak ada siapa pun di sana.Shawn berdiri di belakang William, tentu melindungi kakeknya itu. Meski kakeknya tak mau dilindungi, tetap saja Shawn memiliki tanggung jawab. Terlebih kakeknya tak setangguh di waktu muda dulu.William berdecak kesal. “Lihat saja setelah ini para penjaga akan aku pecat! Bodoh sekali mereka bisa lalai, sampai pencuri masuk!” serunya dengan geraman kesal. Kali ini, William tak bisa mentoleransi. Para penjaga yang ada di mansion-nya ini begitu bodoh sampai bisa dikelabui pencuri. “Grandpa, tenangkan dirimu. Masalah tidak akan selesai, jika kau atasi dengan marah-marah.” Shawn berusaha menenangkan William dari rasa marahnya. Dalam kondisi seperti ini, maah pun percuma. Fokus Shawn adalah menangkap para pencuri yang berani masuk ke dalam mansion kakek dan neneknya.William mengembuskan napas kasar, berusaha menenan
“Ahggg—” Penjahat itu menjerit keras di kala jemarinya diremukan oleh Oliver. Namun, nampaknya penjahat itu tak menyerah. Dia berusaha kembali menyerang Oliver dengan memberikan pukulan. Sayangnya, gerak Oliver begitu cepat. Oliver memutar leher penjahat itu dan mematahkan lehernya.Krekkk“Ahggg—” Penjahat itu menjerit dengan tubuh yang telah tersungkur di lantai, di kala Oliver mematahkan lehernya. Dua penjahat lain menyerang Oliver, tapi salah satunya dihajar oleh Shawn yang baru saja datang.BUGHBUGHOliver dan Shawn melayangkan pukulan keras. Hanya dengan beberapa pukulan, dua pria itu mampu membuat para penjahat itu tumbang. Sejak tadi, William hanya berdiri di pinggir karena sudah dua cucunya yang memberikan pukulan.Para pengawal berhamburan datang. Mereka membawa tiga penjahat yang telah tumbang itu. Tepat di kala para pengawal membawa para penjahat, Marsha segera memeluk William, dan Shania pun hendak memeluk Oliver, namun sayang pelukan Shania ditolak oleh Oliver. Di hadap
Oliver menatap Nicole yang kini tertidur pulas di ranjang. Tak banyak percakapan yang terjalin antara pria itu dan Nicole. Setelah Oliver mengobati luka di wajah Nicole—dia tak lagi mengajukan pertanyaan apa pun. Lebih tepatnya di kala Nicole memberikan sindirian tajam padanya, membuat pria itu bungkam dan tak lagi bisa mengeluarkan kata. Oliver mengumpat dalam hati saat merasakan hatinya sangat tidak nyaman. Detik itu juga, dia mengeyahkan semua pikiran yang mengusik pikiran dan hatinya. Oliver menarik selimut, menutupi tubuh Nicole dengan selimut tebal. Lantas dia hendak pergi meninggalkan Nicole sendirian.Namun, seketika langkah Oliver terhenti kala merasakan hatinya berat meninggalkan Nicole sendirian. Telebih kondisi Nicole yang masih sakit. Pria itu mengurungkan niatnya untuk pulang. Dia akan tetap berada di samping Nicole, paling tidak sampai esok hari.Oliver mengusap rambut Nicole dengan lembut. Tatapannya tak lepas menatap wanita cantik yang terlelap. Bekas kemerahan di w