Oliver menatap dress berwarna kuning gading dengan model tali spaghetti membalut tubuh mungil Nicole. Warna yang sangat kontras di tubuh putih wanita itu. Tak menampik, tatapan Oliver begitu menatap Nicole dalam dan tersirat kagum serta memuja penampian wanita itu. Rupanya asistennya cukup pandai dalam memilih dress yang palihg tepat untuk Nicole.Tak hanya Nicole yang sudah mengganti pakaian, Oliver juga sudah mengganti pakaiannya. Pria itu tak memakai pakaian formal kantor. Hanya jeans dan kaus berwarna hitam yang membalut tubuh kekarnya. Pun penampilan pria itu nampak segar dan maskulin—serta begitu tampan. Harus digaris bawahi, memang Nicole selalu menatap Oliver penuh dendam, tapi Nicole tak memungkiri pria berengsek itu memiliki paras yang sangat tampan.“Aku akan pulang menggunakan taksi. Kau tidak usah mengantarku pulang.” Nicole melangkah keluar dari kamar hotel, melewati Oliver begitu saja, tanpa banyak berkata.Oliver bergeming di tempatnya, menatap punggung Nicole. Senyuma
Oliver meletakan kunci mobilnya, dan ponselnya ke atas meja. Pria itu duduk di sofa kamarnya, seraya menyandarkan punggung. Beberapa detik, Oliver memejamkan mata singkat. Hingga detik ini, Oliver masih tak mengira akan kekonyolan Nicole yang mabuk di tengah-tengah pesta ulang tahun Shania.Selain itu, hal yang menguji kesabaran Oliver adalah Nicole begitu keras kepala. Bahkan tadi Nicole nyaris tertabrak mobil, akibat sifat keras kepalanya. Jika saja, Oliver tak bergerak cepat, maka pasti Nicole akan tertabrak. Satu hari bersama dengan wanita itu, sukses membuat Oliver melatih kesabarannya.Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Oliver mengalihkan pandangannya, pada ponsel yang ada di atas meja. Pria tampan itu mengambil ponselnya, dan menatap ke layar tertera nomor Vincent di sana. Awalnya, dia ingin mengabaikan panggilan telepon dari sang asisten, namun dia takut kalau asistennya membahas tentang hal penting. Mengingat banyak kasus yang belakangan ini tengah dirinya tangani sendir
Mata Nicole melebar melihat sosok pria tampan yang sudah lama sekali tak dia temui. Akibat keterkejutannya membuatnya tak sadar, masih berada di pelukan pria itu. Manik mata silver-nya tak lepas manik mata cokelat gelap pria tampan yang ada di hadapannya.Tak hanya Nicole saja yang terkejut, nampak jelas pria yang masih memeluk pinggang Nicole itu juga sangatlah terkejut. Mereka sama-sama masih belum sadar keintiman telah terjadi. Pun andaikan pria itu tak memeluk Nicole, maka sudah pasti Nicole akan tersungkur di lantai. “Nicole? Kau, Nicole?” Pria bernama Shawn itu mengeluarkan suara, memastikan sosok wanita yang ada di hadapannya adalah wanita yang selama ini dirinya kenal.Nicole membenarkan posisi berdirinya. Pun Shawn turut membantu di kala Nicole membenarkan posisi berdiri. Raut wajah wanita itu sedikit canggung. Terlebih saat Shawn melepaskan pelukannya.Nicole menatap Shawn. “Iya, aku Nicole. Kau Shawn, kan?”Shawn tersenyum. “Apa kau lupa dengan wajahku, Nicole?”“Tidak, a
“Sadie, katakan pada ayahku, aku sedang sibuk. Aku tidak bisa hadir makan malam nanti.” Nicole berujar seraya berkutat pada MacBook di hadapannya. Tampak wanita itu begitu sibuk memeriksa email masuk. Jika sudah bekerja, dia memang kerap melupakan segalanya. Bahkan jam makan pun kerap dilewati, demi pekerjaannya.Sadie menatap Nicole dengan tatapan bingung serta cemas. “Nona, tadi Tuan Mayir bilang pada saya, bahwa malam ini Anda wajib datang. Anda tidak boleh tidak datang.”Nicole menutup Macbook-nya, menatap jengkel asistennya itu. Saat ini, Nicole berada di restoran, baru saja selesai meeting dengan client-nya. Dia masih belum keluar meninggalkan restoran, karena dia tengah memeriksa pekerjaannya. Namun, alih-alih mendapatkan ketenangan, malah dihampiri sang asisten yang membawakan berita menyebalkan.“Sadie, kau bisa mencari alasan tepat menghindari ayahku,” seru Nicole jengkel. Sadie menggaruk-garuk tengkuk lehernya tak gatal. “Bagaimana cara saya mencari alasan, Nona? Tuan Mayi
Nicole turun dari mobil seraya memberikan kunci mobil pada petugas valet untuk memarkirkan mobilnya. Wanita itu segera melangkah masuk ke dalam lobby hotel dengan raut wajah yang nampak menahan rasa marah dan benci dalam dirinya.Inilah yang selalu Nicole hindari. Dia enggan untuk mendatangi rumah keluarganya, karena dia akan selalu merasakan hal yang sama. Hal di mana hatinya hancur berkeping-keping. Pengkhianatan yang pernah dialami ibunya tak pernah Nicole lupakan.Bertahun-tahun, Nicole sudah berdamai dengan kenyataan, namun tentu semua itu tidak semudah membalikan telapak tangan. Rasa sakit dan penderitaan yang bertubi-tubi membuat Nicole memutuskan untuk meninggalkan London.Nicole ingin sekali segera kembali ke Swiss, namun semua terhalang karena dirinya memiliki tanggung jawab sebagai wedding organizer dipernikahan Shania dan Oliver. Andai saja dia bisa mundur, maka Nicole detik ini juga akan terbang ke Swiss.Nicole mengembuskan napas panjang. Mengatur segala emosi yang terbe
Nicole mengembuskan napas panjang kala membaca pesan singkat dari Shania. Pesan yang tertuliskan alamat wedding venue yang harus dirinya datangi. Hari ini memang Nicoel wajib menemani Shania serta Oliver melihat wedding venue lagi. Sungguh, ingin sekali Sadie yang mewakilkannya, namun tadi malam Shania menolak ditemani Sadie. Terpaksa sekarang ini Nicole harus menemani Shania dan Oliver untuk kesekian kali.Nicole berharap wedding venue kali ini sudah menjadi pilihan terakhir untuk Shania dan Oliver. Dia sudah tak sabar Shania dan Oliver segera menikah. Tentu alasannya karena Nicole ingin bisa kembali ke Swiss. Dia tidak mau berlama-lama ada di London. Kota yang menyimpaan jutaan kesesakan di hatinya. Cukup kepedihan yang dia alami. Wanita itu tak mau lagi mengingat lukanya.Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Nicole melihat ke layar menatap nomor Sadie yang terpampang di layar ponselnya. Detik itu juga, Nicole segera menjawab panggilan telepon dari sang asisten.“Selamat pagi, Non
Oliver memejamkan mata singkat, di kala emosi dan marah telah menyelimutinya. Pria itu tengah berada di depan ruang pemeriksaan. Dokter masih memeriksa keadaan Nicole. Sejak tadi, raut wajahnya menunjukkan kecemasan dan amarah tertahan. Pria itu tak mengira hotel mewah bisa sampai kecolongan dalam pemeliharaan gedung.Selama di perjalanan menuju rumah sakit, Oliver sudah memeriksa detak jantung Nicole. Meski lambat, tapi masih terbilang masih baik. Nicole pasti pingsan karena kekurangan oksigen di dalam lift.“Tuan Oliver.” Vincent berjalan cepat menghampiri Oliver. Oliver mengalihkan pandangannya, menatap Vincent yang ada di hadapannya. “Ada apa?” tanyanya dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.“Tuan, pihak hotel tadi menghubungi saya. Mereka meminta maaf atas apa yang telah terjadi,” jawab Vincent sopan, menyampaikan pesan pada Oliver.Oliver memberikan tatapan dingin dan tajam pada asistennya itu. “Hotel bintang lima, bisa melakukan kesalahan seperti tadi. Apa menurutmu aku bisa
Nicole mengerjap beberapa kali, membuka kedua matanya. Perlahan di kala dua mata indah wanita itu sudah terbuka—cahaya putih menjadi object utamanya. Aroma khas rumah sakit membuat Nicole langsung menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit. Nicole sedikit mengendarkan pandangannya. Benar saja, dirinya berada di rumah sakit. Tapi tunggu! Sosok pria yang duduk di sofa dan mendekat pada Nicole, membuat wanita itu terkejut melihat sosok pria itu.“Kau sudah sadar?” Oliver menatap Nicole dengan tatapan dalam. Ada rasa lega dalam dirinya, melihat Nicole sudah siuman. Meski dia tahu wanita itu selalu marah-marah ketika membuka mata, tapi itu jauh lebih baik, daripada Nicole tak sadarkan diri.Nicole bingung dan tak mengerti. “Oliver? Kenapa kau di sini? Lalu, kenapa aku juga di rumah sakit? Ada apa denganku?”Nicole melihat tangannya sudah terpasang selang infus. Dirinya berada di ruang rawat VIP. Ada apa dengannya? Kenapa dia berada di rumah sakit? Begitu bertanyaan muncul di dalam ben
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela