Ibu Sonia tersenyum merekah melihat sebuah pesan dari seorang yang sudah lama tidak dia temui.
"Ini dari teman lamaku, namanya Rana. Dia mengajakku untuk bertemu lusa," jawab Ibu Sonia. "Ra-na," ucap Nadia terbata. Dia teringat wanita separuh baya yang menghinanya sebagai wanita rendahan itu. Ibu Sonia mengernyitkan dahinya saat menatap Nadia seperti tidak senang dengan nama yang dia sebutkan. "Kenapa Nadia?" tanya Ibu Sonia. "Namanya mirip Ibunya Arjuna. Tapi nama Rana bukan hanya ibunya Arjuna saja 'kan, Bu," jawab Nadia. Memang ada banyak nama Rana di dunia ini. Ibu Sonia menepuk pundak putrinya lembut. "Jangan sedih karena mengingat sikap dari orang yang hanya memandang status untuk menikahkan anaknya seperti itu. Kalau kamu mau ibu bisa memperkenalkan kamu dengan pria yang sama hebat seperti Arjuna," balas Ibu Sonia. "Aku masih tidak ingin menjalin hubungan, Bu," ucap Nadia lirih. Nadia lebih memilih tidak memiliki pasangaIbu Sonia tersenyum mengejek ke arah mereka berdua. Sudah bangkrut masih aja bersikap arogan. "Di-a," ucap Lentina terhenti bicara. "Siapa Bu?" desak Karina yang sangat penasaran dengan siapa yang ada di depannya itu. "Aku adalah mantan istri Ayahmu," jawab Ibu Sonia. Karina menatap Ibu Sonia dari atas ke bawah, sosok wanita paruh baya yang dari atas sampai bawah menggunakan barang branded adalah Ibunya Nadia. Karina pikir setelah dicerai oleh Pak Abraham Ibunya Nadia akan hidup miskin. Tapi ternyata wanita itu terlihat hidup mewah. "Untuk apa kamu menampakkan wajahmu lagi setelah bertahun-tahun tidak menunjukkan diri!" tegas Ibu Lentina. "Mungkin ingin kembali ke sisi Ayah. Kalau sudah dibuang lebih baik jangan mengharap untuk kembali lagi," ucap Karina. "Aku tidak pernah memungut barang yang sudah aku buang!" tegas Ibu Sonia sembari berlalu meninggalkan kedua wanita yang sudah menghancurkan rumah tangganya. Ibu Sonia berhenti sejena
Melihat Ibu Sonia yang begitu santai mendengar cacian mereka membuat ibu dan anak itu saling pandang "Aku juga tidak kenal dengan mereka," jawab Nyonya Rana. "Tapi salah satu mereka menyebut nama Arjuna. Lalu mengira Tante Sonia menggunakan barang branded dari hasil menjual Nadia ke Arjuna. Apa maksudnya?" tanya Lisa dengan sorot mata yang tajam. Sensitif sekali dia saat nama Arjuna disebut Karina menyeringai tipis lalu dia berkata, "Jadi kamu tidak tahu kalau orang yang ada di depanmu ini adalah Ibu dari Nadia. Wanita yang sengaja naik ranjang Arjuna demi mendapatkan satu milyar," Karina berkata dengan pongahnya, lalu sebuah tamparan mendarat di pipinya karena berkata tidak tahu aturan. "Apa yang kamu lakukan, hah!" seru Lentina sembari memegangi Karina. "Aku memberinya pelajaran karena mulutnya tidak sopan!" seru Ibu Sonia. "Memang benar kok, Nadia naik ranjang Arjuna demi mendapatkan uang," bantah Karina. Sebuah tamparan lagi me
Tangan Ibu Sonia diletakkan diatas meja restoran itu seperti menggebrak tapi hanya gertakan kecil saja. Sontak saja Lisa dan Nyonya setengah kaget dan saling memegang tangan. "Ja-ngan bertindak gegabah Sonia," ucap Nyonya Rana terbata. "Tante, untuk saat ini mungkin tidak akan ada yang membela Tante mengingat sekarang Tante bukan orang tersegani lagi," imbuh Lisa dengan lantang karena mengira Sonia semenjak menikah menjadi gembel. Ibu Sonia tersenyum tipis menatap tajam Lisa yang secara tidak langsung menunjukkan diri lebih tinggi dari seorang Ibu Sonia "Sepetinya kamu harus belajar lagi bagaimana caranya menilai orang," tegas Ibu Sonia. "Apa yang aku katakan benar 'kan, Tante. Saat ini Tante sudah kere dan tidak kaya lagi," balas Lisa. Hal ini membuat Ibu Sonia tertawa lepas. Menertawakan penilaian Lisa yang meleset. "Baiklah anak muda, akan aku tunjukkan bagaimana cara orang kere ini menegur orang tuamu karena kamu sudah kurang ajar pada
Ibu Sonia sangat senang melihat dua wanita yang menghancurkan rumah tangganya itu terlihat panik. Jadi mereka takut kalau Pak Abraham meminta balikan dengannya. "Aku rasa aku tidak bisa berdamai denganmu, Abraham. Aku akan menuntutmu di pengadilan karena telah menjual putriku," ucap Pak Abraham. "Kamu tidak punya bukti," balas Pak Abraham. "Lihat saja nanti. Dan untuk putrimu yang telah menyebar foto bugil anakku akan aku buat dia mengalami apa yang dialami putriku," ucap Ibu Sonia lalu pergi dari hadapan mereka. Mereka bertiga mulai panik walau berpikiran ucapan Ibu Sonia hanyalah sebuah gertakan semata. Sepanjang perjalan pulang ke desa Ibu Sonia menangis di dalam mobil. Walau sudah mendengar cerita langsung dari Nadia tentang apa yang dia alami menurutnya melihat secara jelas bagaimana orang-orang yang menindas Nadia di depan matanya membuatnya merasa bersalah. "Nadia," panggil Ibu Sonia lalu memeluk putri kesayangannya. "Ibu kenapa su
Asisten Ibu Sonia membisikkan sebuah nama yang membuatnya jadi penasaran ingin mengangkatnya. "Berikan telponnya padaku," ucap Ibu Sonia. "Baik," balas Asisten. Ibu Sonia menerima telpon dari asistennya, dia langsung memberikan salam kepada si penelepon yang ada di seberang sana. "Ini pasti ulahmu 'kan. Dasar manusia tidak tahu diri!" tegur seseorang yang ada di sebrang sana. "Kamu ini bicara apa sih. Tanpa bukti sekali, lagipula aku juga tidak tahu apa yang kamu maksud," jawab Ibu Sonia. ["Jangan pura-pura tidak tahu, aku tahu ini akal-akalan mu saja supaya putraku tidak jadi menikah dengan Lisa,"] balas Nyonya Rana. "Jangan menuduhku tanpa bukti. Lagipula sebenernya ada apa?" tanya Ibu Sonia. Dijelaskan surat kabar ternama di ibukota dimuat dalam bentuk digital menerbitkan di halaman utama bahwa ada skandal seorang Arjuna Anwar bermain gila dengan seorang perempuan di sebuah hotel. Karena orang tuanya tidak setuju dengan wanita yan
Suara itu tidak asing lagi, siapa lagi kalau bukan Neneknya Nadia dari pihak Pak Abraham. Benar-benar tidak tahu diri sekali, apa mereka pikir berbuat seperti ini tidak memalukan. "Aku tidak akan kembali," ucap Nadia lalu mematikan telepon. "Ibu, sepertinya aku perlu ganti nomor telepon," keluh Nadia. "Ganti saja, ibu yang akan memilihkan nomor ponsel untukmu," balas Ibu Sonia. Keluarga mangan suami yang tidak tahu diri, rela menjual cucu demi keuntungan. Apa mereka tidak memikirkan nasib Nadia kedepannya di keluarga itu. Ibu Sonia mengepalkan tangannya kesal karena ternyata mereka semua membuat Nadia menderita. "Enak sekali mereka menikmati uang tanpa bekerja sedangkan ada satu orang yang terus berjuang demi hidup Hedon mereka!" umpat Ibu Sonia. Nadia juga tak habis pikir bisa lahir dari keluarga seperti mereka. Maunya untung melulu, tidak mau bekerja tapi mempunyai uang yang melimpah. hidup senang melulu. "Aku juga tidak akan menuruti
Terlihat ada darah mengalir di sela kaki Nadia, wanita cantik itu segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. "Keluarga tolong tunggu di luar saja," ucap salah satu suster yang menghalangi masuk Ibu Sonia. "Aku adalah ibunya. kenapa aku tidak boleh masuk?" ucap Ibu Sonia yang tidak bisa berpikir jernih kala itu. "Ini prosedur rumah sakit, Bu. Silahkan tunggu saja di ruang tunggu," balas asisten dengan lembut. Ibu Sonia segera duduk di kursi tunggu. Tapi pikirannya tidak tenang melihat Nadia mengeluarkan banyak darah seperti itu. Di dalam pikirannya Nadia kecapekan bekerja. Nadia terlalu bersemangat ingin mendirikan brand sendiri tanpa memikirkan tubuhnya yang berbadan dua. "Ya Tuhan selamatkan anakku," ucap Ibu Sonia sembari mengangkat tangannya berdoa. Nadia sangat lama di dalam IGD menjadikan Ibu Sonia tidak bisa duduk diam di kursi. Sesekali ia berdiri dan mondar mandir di depan IGD. "Nadia, Ibu tidak akan memaafkan diri sendiri kal
Nadia menyeringai tipis, "Dengan cara memberikan mereka menderita," jawab Nadia. "Saat ini juga mereka sudah menderita, uang yang dj pakai foya foya susah tidak ada," balas Ibu Sonia. Nadia tersenyum sinis, lalu dia menggandeng tangan Ibu Sonia untuk segera menuju mobil pulang ke rumah. Nadia sudah kangen dengan putra tercintanya. "Di bawah kekuasaan Arjuna. Mereka tidak mungkin bisa berkutik, tidak bisa leha-leha menikmati kerja keras orang lain lagi," ucap Nadia "Jadi kamu akan membalas mereka dengan cara apa sebenarnya. Ibu masih belum paham?" tanya Ibu Sonia. "Membiarkan mereka di tindas oleh Arjuna. Lalu aku yakin rumor yang tersebar tempo hari tentang skandal Arjuna dan putri dari pengusaha yang bangkrut, pasti Meraka akan mencari cara agar bisa diganti dengan Karina," jawab Nadia. Ibu Sonia seperti sudah paham apa maksud Nadia, "Yah Meraka akan mempermalukan diri sendiri dengan mengganti peran siapa yang melakukan skandal dengan Arjuna de
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r
Arjuna duduk di samping Nyonya Rana dia memeluk wanita paruh baya yang masih cantik itu. Sejenak seperti waktu terulang kembali ketika dia masih kecil dan dipelukan Nyonya Rana.“Bu, tidak ada anak yang senang melihat ibunya menderita,” ucap Arjuna.“Kalau begitu kenapa kamu masih saja ingin menikahi wanita murahan itu?” tanya Nyonya Rana. “Bukan karena dia sudah melahirkan putramu ‘kan. Kalau itu alasanmu tinggalkan wanita itu dan ambil putramu,” lanjut Nyonya Rana.“Ibu salah, aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu. Bukan karena dia telah melahirakan anakku. Kalau aku harus memisahkan anak dan ibu apa ibu mau jika aku dan ibu dipisahkan paksa?” jawab Arjuna.Nyonya Rana menundukkan pandangannya, tentu saja dia tidak ingin dijauhkan dari anak yang sudah dia lahirkan sendiri. Apa rasanya berjauhan dengan anak yang sudah dia kandung dan lahirkan sendiri. Lebih baik dirawat sendiri sepenuh hati.“Tentu saja tidak mau,” jawab Nyonya Rana.“Kalau begitu Bima dan Nadia ju