Arjuna memerintahkan kepada salah satu anak buahnya untuk mencari keberadaan Nadia. Entah kenapa hatinya terus gelisah tak menentu. Arjuna juga meminta mencati tahu, siapa orang yang terakhit bersama Nadia. Mungkin orang itu akan menjadi petunjuk dimana Nadia berada.
“Tuan Muda, terakhir Nadia bersama Nyonya Rana,” ucap anak buah yang diperintahkan mencari informasi dimana Nadia berada.
“Apa kamu yakin?” tanya Arjuna yang belum percaya. Untuk apa Nadia bersama Ibunya, bukannya kemarin Nadia sudah diusir oleh sang Ibu.
“Yakin, tadi saat jam makan siang Nyonya Rana terlihat di kafe mawar bersama Nadia,” jawab informan itu sembari memberikan sebuah foto yang dia dapat dari sopir Nyonya Rana. Biasalah sesama pekerja kadang suka membagikan kegiatan mereka saat bekerja. Misal sedang mengantar atau mengawal bos yang sedang menemui rekan bisnisnya.
Arjuna segera merebut foto itu untuk mengecek kebenarannya, “Apa mungkin ini perbuatan Ibu?” ucap Arjuna lalu dia se
Semenjak kepergian Nadia dan jejaknya juga tidak ketahuan. Arjuna semakin brutal meneguk alkhoholnya dan tidak fokus melakukan apapun. sehingga membuat Nyonya Rana pusing dibuatnya. "Mau sampai kapan kamu seperti ini, Arjuna?" teriak Nyonya Rana kesal. Dia menyibak tirai jendela apartemen Arjuna agar sinar matahari masuk ke dalamnya. Bau alkohol yang menyengat memenuhi kamar itu. Wajah Arjuna yang terlihat lesu membuat Nyonya Rana menghela nafas. "Kamu bukan seperti putraku yang berharga," keluh Nyonya Rana. "Ini semua gara-gara Ibu. Bukankah aku begini gara-gara ibu?' teriak Arjuna. "Kenapa harus menyalahkan ibu. Kamu tidak pantas menangisi wanita yang hanya mempedulikan uangmu," ucap Nyonya Rana. "Aku mencintainya," balas Arjuna. "Tidak ada lelaki yang mencintai wanita yang hanya tidur semalam dengannya, anggap saja kamu habis menyewa pelacur!" tegas Nyonya Rana. Prank! Arjuna melempar botol alkhohol yang habi
Arjuna sudah rapi dengan setelah kemeja kerjanya. Hari ini dia menuju ke perusahaan Pak Abraham yang sahamnya sudah dia beli. Di sebuah ruangan terdengar perdebatan antara Pak Abraham dan Karina. "Kenapa kamu begitu tidak berguna!" seru Pak Abraham. "Ayah kenapa harus melimpahkan kesalahan padaku, seharusnya karyawan kita yang disalahkan," ucap Karina. "Kamu yang bertanggung jawab Karina. Karyawan hanya menjalankan tugas," bentak Pak Abraham. Karina mengepalkan tangannya kesal, sepagi ini dia harus mendapatkan Omelan dari sang Ayah. Biasanya dia mengambinghitamkan Nadia lalu Nadia yang akan mengatasi semua masalah yang dibuat oleh Karina. "Kalau sudah begini bagaimana nanti kita membuat laporan pada Tuan Arjuna," keluh Pak Abraham. "Kita tinggal bilang semua ini kesalahan Nadia. Karena semua customer membatalkan pesanan mereka hanya karena bukan Nadia yang membuat desain tas, mereka hanya ingin Nadia soal kesepakatan
Arjuna menatap jijik Karina. Bisa-bisanya dia mencuri kesempatan untuk menyodorkan diri menjadi istri Arjuna saat Nadia tidak ada. "Bukankah kamu sudah hamil anak pria lain? Kabar itu sudah menyebar loh ke segala penjuru," ucap Arjuna. "A-ku sudah keguguran, aku tidak jadi hamil," balas Karina sembari menunjukkan wajah sedihnya. "Walau sudah keguguran. Memangnya pantas menggoda calon suami kakaknya?" ucap Arjuna penuh tekanan. Pak Abraham menyikut Karina memberikan kode supaya dia tidak banyak bicara lagi. Memalukan saja tingkahnya sepeti wanita liar tidak punya sopan santun. "Maafkan putriku, Arjuna," ucap Pak Abraham sambil membekap mulut Karina dengan tangannya. "Aku akan menyuruhnya untuk segera pergi dari hadapanmu," lanjut Pak Abraham. "Biarkan saja, Pak. Hari ini aku ingin lihat seberapa besar dia mengetahui perusahaan ini," balas Arjuna dengan senyuman liciknya. Pak Abraham melepas tangan yang membekap mulut Karina. Lalu dia menatap t
Arjuna sangat kesal mendengar kata itu. Reflek dia langsung mencengkram kuat kerah leher Karina dengan kuat. "Jaga mulutmu. Aku yakin Nadia baik-baik saja. Aku akan segera menemukannya," bentak Arjuna. "Sa-kit," rintih Karina sembari mencoba melepas cengkraman tangan Arjuna. "Arjuna, tenangkan pikiranmu. Lepaskan dulu Karina, kamu bisa membuatnya sesak nafas," bujuk Pak Abraham. Arjuna melepaskan cengkraman tangannya, dia mengatur nafasnya yang berat karena mendengar ucapan Karina. Ucapan itu menyakiti hati Arjuna, dia yang berharap Nadia kembali dengan keadaan sehat. Karina malah mengharapkan Nadia kembali hanya nama saja. "Lain kali aku tidak akan melepaskan mu," ucap Arjuna lalu pergi dari ruang rapat. "Karina, tolong jaga ucapanmu. Walau Nadia kembali hanya nama saja, memangnya kamu bisa menggantikannya menjadi istri Arjuna. Ayah rasa kamu tidak termasuk kriteria seorang istri idaman Arjuna. Memalukan saja," keluh Pak Abraham yang kesal kare
Langit mengernyitkan dahinya, menatap Karina yang ekspresi wajahnya penuh harap padanya. "Kita harus mencari kemana?" tanya Langit. "Jejaknya saja tidak ketahuan dimana," imbuh Langit. "Kita harus menyewa orang yang kompeten dibidang mencari orang hilang," balas Karina. "Tidak perlu membuang banyak uang untuk menemukan Nadia. Kamu harus memikirkan kondisi keuangan keluarga seperti apa," ucap Langit. Wajah Karina menjadi muram kembali padahal dia akan sangat senang kalau Langit mendukungnya untuk menemukan lebih dulu Nadia. Atau Langit rela mengeluarkan uang banyak untuk menyewa orang demi menemukan Nadia. "Langit, sepertinya kita harus menemukan Nadia lebih dulu daripada Arjuna, aku tidak mau dia mendapatkan posisi lebih tinggi dariku di perusahaan," bujuk Karina dengan manja. "Kalau kamu menikah denganku, kamu akan menjadi Nyonya pemilik perusahaan sama dengan Nadia. Memangnya kamu mau melakukan apa jika menemukan Nadia lebih dulu," balas Langi
Disaat beberapa orang yang berkaitan dengan Nadia sedang mencarinya. Wanita cantik itu singgah sebenatar menemui Ibunya yang sedang tinggal di kampung.“Ibu, aku sudah lama menumpang di sini. Sudah saatnya aku pergi,” ucap Nadia.“Kenapa tidak tinggal lebih lama lagi?” tanya Ibu Sonia sembari mengelus rambut Nadia. Sebenarnya wanita separuh baya yang masih terlihat cantik itu masih merindukan buah hati yang sudah lama tidak dia temui.Nadia mengehela nafas penjang, dia memang ingin lebih lama tinggal bersama ibunya. Tapi keadaan yang memaksanya untuk segera pergi.“Firasatku mengatakan akan ada yang mencariku sampai rumah ibu,” jawab Nadia lirih.“Jika itu Ayahmu, Ibu akan menghadapinya, Nadia,” ucap Ibu Sonia.Nadia menggelengkan kepalanya, “Mungkin bukan hanya Ayah, tapi beberapa orang yang sedang mengincar keselamatanku,” ucap Nadia kemudian.“Apa yang kamu maksud adalah wanita jalang yang menghancurkan rumah tanggaku?” tanya Ibu Sonia dengan raut waja
Ibu Sonia sangat panik melihat sang putri tiba-tiba tak sadarkan diri. Apalagi beberapa hari ini saat menginap di rumahnya, Nadia terlihat sensitive terhadap bau-bau an makanan. "Ya Tuhan, semoga tidak terjadi apa-apa pada putriku," ucap Ibu Sonia yang sangat khawatir. "Ibu Sonia, apa putrimu sudah menikah?" tanya Dokter yang memeriksa Nadia. Ibu Sonia sedikit kaget, pertanyaan dari sang Dokter membuatnya berpikir banyak hal tentang kondisi Nadia. "Putriku belum menikah," jawab Ibu Sonia. "Dia sedang hamil empat Minggu," ucap Dokter. "Apa?" ucap Ibu Sonia terkejut. Dia mengepalkan tangannya penuh amarah. Putrinya yang berharga harus menanggung semua ini sendirian. Mengandung benih dari pria yang bukan suaminya demi menyelamatkan perusahan yang dikelola mantan suaminya. "Dokter tolong rahasiakan ini," pinta Ibu Sonia. "Ta-pi," balas Dokter itu terbata. "Ini, terimalah. Jangan sampai berita tentang putriku bocor kemana-mana," ucap
Ibu Sonia semakin kesal,.dia ingin menampar Langit saja rasanya. Apa yang sebenarnya dia cari dari Nadia."Kalau kamu beneran tunangannya seharusnya kamu tahu dimana biasa dia berada ketika sedang sedih!" tegas Ibu Sonia."Kali ini dia merajuk dengan cara lain. Aku tidak menemukan jejaknya," balas Langit lirih."Kalau terjadi apa-apa dengan putriku aku akan mencarimu lebih dulu, sekarang pulanglah!" tegas Ibu Sonia dengan tatapan penuh benci terhadap Langit.Pria berkulit sawo matang itu akhirnya pergi meninggalkan rumah Ibu Sonia dengan penuh kecewa. Dia berharap bahwa Nadia ada di rumah ibunya ternyata tidak ada.Langkah kaki langit terhenti melihat seorang pria berpenampilan necis, berparas tampan serta berang mewah yang melekat ditubuhnya."Untuk apa kamu berada di sini?" tanya Arjuna dengan suara berat khasnya."Bukan urusanmu," balas Langit."Jangan bilang kalau kamu juga mencari keberadaan Nadia," tekan Arjuna."Kalau iya memang kenapa?" ta
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r
Arjuna duduk di samping Nyonya Rana dia memeluk wanita paruh baya yang masih cantik itu. Sejenak seperti waktu terulang kembali ketika dia masih kecil dan dipelukan Nyonya Rana.“Bu, tidak ada anak yang senang melihat ibunya menderita,” ucap Arjuna.“Kalau begitu kenapa kamu masih saja ingin menikahi wanita murahan itu?” tanya Nyonya Rana. “Bukan karena dia sudah melahirkan putramu ‘kan. Kalau itu alasanmu tinggalkan wanita itu dan ambil putramu,” lanjut Nyonya Rana.“Ibu salah, aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu. Bukan karena dia telah melahirakan anakku. Kalau aku harus memisahkan anak dan ibu apa ibu mau jika aku dan ibu dipisahkan paksa?” jawab Arjuna.Nyonya Rana menundukkan pandangannya, tentu saja dia tidak ingin dijauhkan dari anak yang sudah dia lahirkan sendiri. Apa rasanya berjauhan dengan anak yang sudah dia kandung dan lahirkan sendiri. Lebih baik dirawat sendiri sepenuh hati.“Tentu saja tidak mau,” jawab Nyonya Rana.“Kalau begitu Bima dan Nadia ju