Lily memegangi pipinya. Ia tak mengira jika Ayahnya akan menamparnya sekeras ini."Jawab jujur! Apa kau dan laki laki itu berhubungan lebih dari sekedar teman biasa?" Willy mendesak."Aku, aku," ucap Lily terbata bata."Aku apa? Jawab pertanyaan Papa! Kemarin, Dafa datang menemui Papa dan dia bilang kalau Nathania bukanlah anaknya! Apa itu benar?""Hah! Papa ngomong apa?" Rosalina kaget."Papa bicara yang sebenarnya." "Ya! Memang Nathania bukan anak dari Dafa. Dia anak dari lelaki yang mengirimi aku sepucuk surat. Dia bekerja sebagai seorang detektif swasta." Lily mengakui perbuatannya."PLak!" Willy yang makin marah, kembali men4mpar wajah Lily."Sudah Pa. Jangan pukul Lily lagi. Dia sedang hamil sekarang!" Rosalina menengahi."Kau benar benar mempermalukan kami!" Willy berteriak kencang hingga suaranya terdengar sampai ke dapur."Maaf Pa. Aku tak bermaksud. Hal itu berlangsung begitu saja. Aku kesepian saat Dafa menikah lagi. Aku cemburu. Aku ingin membalas Dafa. Aku tidak tahu, ke
Senja sedang duduk di teras bersama anak bungsunya. Si anak bungsu tampak sibuk menggambar."Lagi buat apa sayang?""Latihan menggambar sekaligus mewarnai Ma. Ada lomba besok di sekolah." "Wah hebatnya anak Mama. Pasti gambarnya bagus." Senja memuji.*****Di rumah Lily, Nathania juga melakukan hal yang sama. Ia latihan menggambar sekaligus mewarnai."Dimana Nathania?" Lily bertanya pada Mbok Ti."Di teras belakang, Non."Lily segera menghampiri putrinya yang ada di teras belakang. Ia melihat Nathania tengah sibuk dengan alat menggambarnya."Hai sayang. Kau sedang apa?""Latihan menggambar dan mewarnai Ma. Akan ada lomba, besok pagi.""Kau harus menang. Anak Mama tidak boleh kalah dalam lomba." "Ya Ma. Nathania pasti menang. Oh iya Ma, Papa mana? Kenapa Papa belum datang menjemput kita?" Nathania tidak paham dengan situasi yang terjadi."Kalau kamu jadi juara lomba, Papa pasti datang." Lily memberikan harapan palsu.*****Keesokan paginya, semua sekolah yang ada di ibu kota dan luar
"Kemana dia? Dia kabur?" Ray makin panik ketika ia sampai di garasi dan melihat motor yang dikendarai Erwin sudah tak ada lagi di sana. Pintu garasi saat ini juga terbuka lebar. Angin berhembus kencang dari luar."Dia lolos dari sini. Bagaimana ini?" Ray yang panik hanya bisa mengingat Lily. Ray pun memutuskan untuk menelepon Lily. Ia berharap Lily bisa memberikan solusi untuk masalahnya ini."Hallo Lily!" Nada sambung baru berbunyi beberapa kali, namun kali ini Lily sudah mengangkat telepon dari Ray."Ya ada apa menelepon aku lagi?" Lily menjawab dengan ketus."Erwin kabur.""Apa?" Lily kaget."Dia berhasil lolos dari sini. Aku tak tahu kapan dia keluar. Yang jelas, dia pasti sekarang sudah menghubungi Polisi." Ray berpraduga."Aku tidak peduli Ray. Itu semua bukan urusanku lagi. Karena memang sejak awal, aku sudah ingatkan dirimu. Jangan menyekap orang!""Lily, aku melakukan hal ini karenamu! Karena ingin menjaga hubungan kita agar tetap baik. Agar nama baikmu juga tetap terjaga!"
Keesokan paginya, saat semua orang masih sarapan bersama di ruang makan, Bi Sari datang dengan tergopoh-gopoh."Ada apa Bi?" "Anu Nyah itu ada Pak Willy datang ke sini!""Kenapa dia ke sini?" Ayu bingung."Mama di sini saja. Aku akan temui Willy."Dafa pergi meninggalkan ruang makan. Ia berjalan ke ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu, Dafa langsung duduk di depan Willy."Aku ke sini untuk menawarkan sebuah kesempatan sekaligus kesepakatan.""Apa yang kau tawarkan?""Dafa, aku sudah dengar soal pemuda yang disekap oleh Ray. Dan anakku terlibat juga. Untuk itulah aku datang ke sini.""Kau takut aku menjebloskan anakmu ke dalam penjara?""Bukan itu! Aku hanya tak mau nama keluarga besarku tercoreng. Jadi, sebagai gantinya, aku akan menanam saham di sekolah yang kau miliki. Dengan begitu, sekolah yang kau miliki akan menjadi lebih besar dan bisa menghasilkan lebih banyak."Dafa terdiam. Ia masih memikirkan tawaran itu."Sebagai gantinya, lupakan masalahmu dengan Lily. Kalian hidup masi
Pagi pagi sekali, Senja sudah mandi. Ia berdandan dengan cantik dan tak lupa menyemprot parfum favoritnya."Sayang, mau pergi kemana hari ini?" Arnold bertanya."Iya, Mama mau kemana? Kok cantik banget." Shanum ikut berkomentar."Mau ambil kartu mengemudi. Hari ini, SIM Mama keluar.""Wow, Mama sudah lulus dari sekolah mengemudi? Mulai besok Mama bisa antarkan kami ke sekolah naik mobil?" Salsa bersemangat."Bisa saja. Kalau ada mobilnya. Kan mobil di sini hanya ada satu. Lagian Mama nggak ada keinginan untuk keluar sendirian tanpa Papa kalian.""Hmmm rupanya istriku ingin meminta mobil baru ya. Nanti siang kita ke showroom. Kamu pilih mobil mana yang kamu suka.""Eh nggak seperti itu Pa. Mama nggak mau mobil baru." Senja hendak menolak."Nggak apa apa sayang. Anggaplah mobil itu adalah hadiah pernikahan kita dari aku untukmu.""Asyik! Terima saja Ma." Shanum turut berbahagia."Nanti kita bicara lagi. Sekarang, semuanya masuk ke mobil. Kita harus pergi ke sekolah. Setelah itu, aku aka
Lily menatap marah ke arah Senja. Setelah bertahun tahun lamanya, mereka tak bertemu, hari ini takdir kembali mempertemukan mereka berdua."Ayo Ma!" Nathania menarik tangan Lily.Dengan terpaksa, Lily segera berlalu dari hadapan Senja.Senja menghela nafas panjang. Masa lalunya kembali menghampiri pikirannya."Ma, Mama kenapa? Ayo masuk!" Ethan menarik tangan Senja. "Ya sayang!" Senja dan Ethan masuk ke dalam gedung.Guru kelas Ethan sudah menunggu di sana. Ia membawa Senja ke tempat duduk yang telah disediakan, lalu mengajak Ethan untuk duduk di dekat peserta lomba yang lain."Ma, doakan aku ya!" seru Ethan."Ya sayang! Pasti Mama doakan supaya Ethan berhasil mengerjakan lomba dengan baik!" sahut Senja.Dari arah kanan, ada Lily yang masih mengamati Senja."Manusia murahan ini masih di sini karena anaknya juga ikut lomba dan bertanding dengan Nathania," Lily menggerutu tidak jelas.Lomba di mulai pukul sepuluh siang. Semua peserta lomba tampak bekerja keras agar bisa meraih juara pe
Arnold dan si kembar sudah sampai di tempat lomba. Mereka bertiga turun dari mobil dan berjalan masuk. "Suara apa itu Pa? Kok ramai sekali?" "Entahlah. Suaranya mirip seperti seseorang yang sedang bertengkar."Saat mereka sudah ada di dalam, mereka terkejut melihat Senja yang diperlukan tidak sepantasnya."Siapa dia? Kenapa dia berani sekali menghina Senja!" Arnold marah."Dia itu istrinya Papa Dafa." Shanum menerangkan."Jadi ini istri pertama Dafa yang membuat Senja merasa trauma?" Arnold bicara dalam hati.Arnold segera mendatangi Senja. Ia dengan mata melotot, menamp4r wajah Lily dengan keras."PLak!" Lily sampai terpelanting dan jauh ke lantai."Ku peringatan padamu! Jangan mengganggu keluargaku! Kalau kau terus menerus melakukan hal ini, maka aku akan menjebloskanmu ke penjara!" Arnold menunjuk wajah Lily.Lily menatap dengan mulut menganga. Namun peringatan Arnold tak lantas membuatnya takut."Aku yang akan melaporkan kau ke polisi karena telah menamparku barusan! Kau melakuk
Nathania menangis tersedu sedu. Rosalina memeluk cucunya dengan erat."Diam sayang. Jangan menangis. Kenapa Mamamu marah marah? Apa yang terjadi?""Mama marah karena aku kalah lomba. Aku hanya mendapatkan juara ke dua. Mama memarahi orang yang jadi juara pertamanya." Si kecil menjelaskan sembari terisak. Suaranya terbata bata tapi masih dapat didengar oleh Rosalina."Ibumu memang benar benar payah. Dia tak bisa mengontrol emosinya sendiri!" Rosalina marah."Nenek, pialaku dibuang sama Mama. Hadiah uangnya juga dibuang." Nathania bercerita sambil menangis."Apa?" Rosalina kaget mendengar hal tersebut."Memang benar benar kelewatan Lily! Sudah sayang, jangan menangis ya. Cucu Nenek adalah yang terhebat. Piala dan hadiahmu nanti biar Kakek yang urus." Rosalina memeluk cucunya lalu mengajaknya pergi ke kamar.Rosalina menemani cucu kecilnya. Ia menyalakan TV sembari menelepon Willy."Hallo suamiku! Apa kau sedang sibuk saat ini?""Tidak begitu sibuk. Ada apa?""Nathania menjadi juara kedu
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin