Arnold dan si kembar sudah sampai di tempat lomba. Mereka bertiga turun dari mobil dan berjalan masuk. "Suara apa itu Pa? Kok ramai sekali?" "Entahlah. Suaranya mirip seperti seseorang yang sedang bertengkar."Saat mereka sudah ada di dalam, mereka terkejut melihat Senja yang diperlukan tidak sepantasnya."Siapa dia? Kenapa dia berani sekali menghina Senja!" Arnold marah."Dia itu istrinya Papa Dafa." Shanum menerangkan."Jadi ini istri pertama Dafa yang membuat Senja merasa trauma?" Arnold bicara dalam hati.Arnold segera mendatangi Senja. Ia dengan mata melotot, menamp4r wajah Lily dengan keras."PLak!" Lily sampai terpelanting dan jauh ke lantai."Ku peringatan padamu! Jangan mengganggu keluargaku! Kalau kau terus menerus melakukan hal ini, maka aku akan menjebloskanmu ke penjara!" Arnold menunjuk wajah Lily.Lily menatap dengan mulut menganga. Namun peringatan Arnold tak lantas membuatnya takut."Aku yang akan melaporkan kau ke polisi karena telah menamparku barusan! Kau melakuk
Nathania menangis tersedu sedu. Rosalina memeluk cucunya dengan erat."Diam sayang. Jangan menangis. Kenapa Mamamu marah marah? Apa yang terjadi?""Mama marah karena aku kalah lomba. Aku hanya mendapatkan juara ke dua. Mama memarahi orang yang jadi juara pertamanya." Si kecil menjelaskan sembari terisak. Suaranya terbata bata tapi masih dapat didengar oleh Rosalina."Ibumu memang benar benar payah. Dia tak bisa mengontrol emosinya sendiri!" Rosalina marah."Nenek, pialaku dibuang sama Mama. Hadiah uangnya juga dibuang." Nathania bercerita sambil menangis."Apa?" Rosalina kaget mendengar hal tersebut."Memang benar benar kelewatan Lily! Sudah sayang, jangan menangis ya. Cucu Nenek adalah yang terhebat. Piala dan hadiahmu nanti biar Kakek yang urus." Rosalina memeluk cucunya lalu mengajaknya pergi ke kamar.Rosalina menemani cucu kecilnya. Ia menyalakan TV sembari menelepon Willy."Hallo suamiku! Apa kau sedang sibuk saat ini?""Tidak begitu sibuk. Ada apa?""Nathania menjadi juara kedu
Lily mengambil selang air yang letaknya tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia kemudian menyalakan air dan menyiram tanaman yang ada di sana.Perilakunya yang aneh ini, langsung menjadi pusat perhatian orang lain."Sedang apa dia? Kenapa dia menyiram tanaman?""Eh bukankah tadi wanita itu marah marah dan melemparkan piala anaknya?""Masa iya? Kalau benar iya, dia pasti menderita gangguan jiwa!" Orang orang mulai bergosip soal Lily sembari berlalu dari gedung tersebut.Rencana Lily untuk mengalihkan perhatian, sukses. Si pekerja bengkel pun telah menyelesaikan tugasnya."Aku sudah melakukan semua yang anda perintahkan. Aku pamit!" "Bagus! Pulanglah! Aku mau di sini dulu dan melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana hasil pekerjaanmu!" Lily tertawa.*****Di dalam gedung, masih ada acara makan bersama sekaligus acara bincang bincang dengan pemenang lomba.Sekitar pukul lima sore, acara telah benar benar selesai. Semua orang pulang ke rumah mereka masing masing.Senja dan Arnold terl
"Ma! Itu Papa!" teriak Ethan sembari membuka pintu mobil.Ethan turun dan menghampiri Arnold. Ia menangis dalam pelukan pria itu. Senja dan sikembar turun dari mobil."Papa nggak apa apa?""Papa nggak apa apa. Kalian juga baik baik saja kan?""Kami baik!" Senja menatap dengan wajah yang sudah dipenuhi air mata."Rem mobilnya blong. Aku menabrak pembatas jalan. Sengaja aku lakukan karena pemberhentian darurat masih jauh sementara kecepatan mobil makin tinggi. Setelah itu, aku keluar dari sana. Dan mobilnya meledak." Arnold menjelaskan."Yang penting kita semua selamat!" seru Senja."Ya kau benar!" Polisi segera mendatangi lokasi tempat terjadinya kebakaran mobil. Mereka memasang garis kuning dan meminta Arnold untuk memberikan keterangan."Aku yakin ada yang berniat jahat pada kami!" seru Senja."Berniat jahat?" Polisi masih menelaah maksud perkataan Senja."Mobil itu baru! Kami membelinya di showroom. Mana mungkin bisa terjadi hal seperti itu! Ini pasti sesuatu yang sudah direncanaka
"Tulang belakang Arnold mengalami cidera yang cukup parah. Cidera ini berakibat fatal yakni kelumpuhan."Perkataan sang Dokter membuat Senja terkejut hingga beberapa kali menggelengkan kepala."Ini tidak mungkin terjadi.""Semuanya mungkin terjadi. Kita ini hanyalah manusia yang sedang menjalani takdir hidup kita masing masing. Aku akan tuliskan resep untuk mengurangi rasa nyerinya. Tiga hari lagi, kau bawa Arnold datang lagi ke sini."Baiklah." Senja mengangguk. Secarik kertas bertuliskan nama nama obat yang harus ia beli, diselipkan di antara jemarinya.Senja membawa Arnold pulang. Sesampainya di rumah Arnold bertanya mengenai kondisi dirinya."Kenapa hanya diam? Apa kau tak akan memberitahu aku bagaimana kondisiku?" "Dokter bilang kalau kau harus banyak istirahat. Hanya itu.""Hanya itu? Aku lihat kalian bicara agak lama, tadi.""Dia hanya menjelaskan mengenai dosis obat yang harus kau minum."Senja pergi ke dapur, mengambil semangkuk sup dan menyuapi Arnold makan.*****Keesokan
Arnold terbujur kaku di atas tempat tidurnya. Di bagian mulutnya keluar sedikit busa.Senja panik, ia menelepon pihak rumah sakit. "Bi, tolong jaga anak anak. Jangan biarkan mereka masuk ke dalam kamar!" serunya kepada si asisten rumah tangga."Baik Bu!" Bi Sari merangkul Shanum dan Salsa. "Ayo kita ke kamar. Kata Mama kalian, kalian harus anteng di dalam kamar.""Memangnya kenapa Bi? Apa yang terjadi sama Papa?" Shanum bertanya."Iya Bi, Papa kenapa?" Salsa ikut bertanya."Kriet!" Ethan membuka pintu kamarnya. "Ada apa Kak? Kok suaranya berisik sekali? Kenapa Mama teriak teriak?" tanya si anak bungsu."Ayo ke kamar. Mama kalian meminta Bibi untuk menjaga kalian di kamar." Ratih mengunci dirinya dan ketiga anak Senja di dalam kamar. Jantungnya masih berdegup dengan kencang. Bayangan sosok ajah Arnold menghiasi ingatannya dengan kuat.Si asisten rumah tangga, diam diam menitikkan air mata. Ia tak menyangka jika tuan rumahnya yang ia kenal sangat periang, akan meningg4l dengan cara
"Kau tak ingin mempersilahkan tamumu untuk masuk? Tolong buka pintu pagarnya."Senja dengan ragu berjalan ke arah pintu pagar dan membuka pintu tersebut. Si tamu menghambur masuk ke halaman rumah."Aku ke sini bukan untuk mengganggumu dan suamimu. Aku hanya ingin bertemu dengan anakku. Aku merindukannya." Pria yang ada di hadapan Senja sekarang adalah Dafa, mantan suaminya."Bagaimana kau tahu alamat rumahku?" Senja bicara dengan tatapan tajam."Dari Bagas. Setelah kau menikah, Bagas juga datang mencarimu ke kota ini. Dia tahu alamatmu."Ethan berlari ke halaman rumah. Dia segera bersembunyi di belakang Ibunya ketika melihat Dafa."Hai sayang. Jangan takut. Aku datang ke sini bukan untuk menyakiti dirimu. Aku ke sini membawakanmu banyak hadiah." Dafa merayu.Ethan masih berdiam di belakang Senja."Apakah istrimu tahu jika kau datang ke sini?" "Istri? Siapa? Aku tak punya istri sekarang. Bukankah aku pernah mengatakan hal itu padamu! Aku dan Lily sudah resmi bercerai!" Dafa menegaska
Dafa, si kembar dan Ethan sampai di dapur. Mereka tercengang melihat Senja naik ke atas meja sambil terus menjerit histeris."Ada apa Ma?""Kenapa Mama naik ke atas meja?""Senja, turunlah! Kenapa harus naik ke atas meja dapur!""Anu Pak, ada kecoa. Ibu takut sama kecoa.""Ya ampun! Ethan pikir ada apa. Ethan mau lanjut pilih es krim!" Si bungsu pergi keluar."Kami juga ya Ma. Hanya kecoa kan? Bukan ular besar ataupun anaconda." Shanum menggelengkan kepalanya.Dafa menggelengkan kepala melihat tingkah Senja."Mas! Kenapa malah diam? Ayo bantu aku! Cari kecoa nya!" "Ya! Tentu saja!" Dafa mengambil sapu dan mencari kecoa di bagian kolong meja."Nggak ada. Mungkin dia sudah kabur!""Ada Mas! Itu dia merayap di dinding!" Senja kembali histeris sembari menunjuk ke arah dinding dapur.Dafa masih akan bangkit berdiri, kecoa sudah terbang di udara dan menghambur ke arah Senja."Aaaaaa!" Senja ketakutan. Ia kehilangan keseimbangan hingga terpeleset dari meja.Untungnya, Dafa menangkapnya tepa
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin