"Permisi!" ucap perawat yang baru saja datang dan berdiri tepat di belakang Dafa.Dafa menoleh, seketika itu juga kemarahannya reda. Sementara itu, perawat berjalan mendekati Senja."Bagaimana Pak? Apa pasien sudah bisa merespon jauh lebih baik sekarang?" tanya perawat kepada Bagas yang sejak semalam menjaga Senja."Sepertinya sudah jauh lebih baik daripada kemarin, saat pertama kali dia sadar. Karena saat dia sadar, dia tidak bisa mendengarkan suara.""Kalau pagi ini, sudah bisa ya Pak?" Suster bertanya lagi."Sudah. Barusan kami ngobrol.""Ibu jangan sedih terus ya Bu. Ibu harus banyak makan. Supaya kondisi Ibu cepat membaik." Suster berusaha untuk mengajak Senja berkomunikasi.Senja tak menjawab dengan kata kata. Ia hanya mengangguk singkat. Suster memeriksa selang infus. Lalu memeriksa denyut nadi Senja. Sementara Dafa sedang terdiam.Tak lama kemudian, Dokter yang bertugas memeriksa kondisi Senja, datang ke kamar. "Permisi!" ucap Dokter.Dokter memeriksa bagian mata Senja. Melih
Bagas tanpa basa basi menautkan bibirnya ke arah bibir Senja. Ia kemudian memeluk Senja dengan erat. Senja yang saat itu larut dalam suasana, hanya bisa diam dan menikmati setiap permainan Bagas."Mas Dafa," ucap Senja pelan.Bagas tak menghiraukan ucapan Senja. Ia malah terobsesi dengan tubuh seksi adik iparnya. Bagas memainkan tangannya di puncak bukit kembar. Membuat Senja takhluk dan tak bisa berkata apa apa.Senja diam saja, sebab Senja mengira jika yang sedang bersamanya saat ini adalah Dafa, suaminya.Bagas menggendong Senja. Ia menaruhnya ke atas tempat tidur. Setelah itu, Bagas mengunci rapat pintu kamarnya."Mas, kenapa kamu diam saja sejak tadi?" tanya Senja.Bagas masih tetap diam. Ia tak mungkin menjawab. Sebab jika ia menjawab dan suaranya terdengar oleh Senja, wanita cantik itu akan segera tahu jika dirinya bukanlah Dafa.Bagas mendekati Senja. Lalu meniup pelan bagian tengkuk leher Senja. Hawa hangat nan panas terasa menggelenyar di bagian lehernya. Senja menutup kelo
Dafa terlihat sedang menyetir mobil dengan wajah serius. Ia enggan bicara dengan Lily ataupun dengan Ibunya. Sebab masih teringat jelas, bagaimana para warga mengepungnya dan menyalahkan Lily karena menyetir dengan ugal ugalan. Namun Lily, seakan tak mau disalahkan."Mas," ucap Lily pelan. Ia ingin bicara dengan suaminya sekaligus meminta maaf atas hal yang baru saja terjadi."Apa?" Dafa menjawab dengan ketus."Mas, aku minta maaf kalau Mas merasa direpotkan dengan kejadian barusan. Orang itu yang tiba tiba." Lily masih membela diri, namun perkataannya segera dihentikan oleh Dafa."Cukup! Jangan banyak bicara! Kau terlalu angkuh untuk mengakui kesalahanmu. Kau selalu merasa benar. Itulah masalahmu!" seru Dafa."Jadi Mas lebih membela orang asing itu daripada aku? Padahal Mama tadi juga lihat kalau orang itu yang salah!" "Cukup! Aku malas bicara denganmu!" Dafa merengut. Sepanjang perjalanan pulang, mereka bertiga tak banyak bicara. Hingga akhirnya, mereka sampai di rumah, Dafa seger
Lily terdiam, bibirnya tampak mengerucut. Ia kesal karena terkena sindiran pedas sang Kakak ipar. Tapi Lily tak berani menjawab sepatah katapun.Dafa membantu Senja untuk duduk. Setelah itu, Dafa duduk di samping kanan Senja. Sedangkan Bagas duduk di samping kiri Senja.Si kembar datang dan duduk di kanan dan kiri Lily. Sarapan pun dimulai. Tak banyak perbincangan terjadi. Semuanya hanya mengunyah makanan lalu menelannya begitu saja tanpa ekspresi."Harusnya aku yang menikahi Senja bukan Dafa. Dafa tak bisa apa apa!" Bagas bicara dalam hati."Kak Bagas semakin lama menunjukkan sikapnya yang aneh. Dia seakan menunjukkan kalau dirinya mencintai istriku!" Dafa berpikiran buruk."Kurang ajar kau Senja! Kau menarik simpati dari kedua Kakak beradik ini!" Lily bergumam dalam hati.Selesai sarapan, Dafa mengajak Senja untuk mengantar si kembar berangkat sekolah."Sayang, kita antar anak anak ke sekolah. Kau mau kan?" "Ya!" sahut Senja.Mereka berangkat menuju ke sekolah setelah mengantarkan
Senja berjalan dengan santai di kawasan perumahan elit tempat tinggal mertuanya. Sementara Bi Sari, juga ikut berjalan mengikuti Senja."Non! Ayo pulang! Non ini mau kemana? Nanti kalau Bapak tahu, Non keluar rumah, bisa gawat!" Bi Sari bicara tegas.Tapi Senja enggan mendengarkan ocehan sang asisten rumah tangganya tersebut. Ia malah asyik melihat ke arah kanan dan kiri."Bibi tenang saja. Ini nggak butuh waktu lama kok!" seru Senja sambil terus mengawasi sekitar."Aduh Non! Ini kita sudah berjalan terlalu jauh!" keluh Bi Sari."Kenapa Bibi lelah? Kalau Bibi lelah, Bibi bisa pulang lebih dulu. Jangan khawatirkan aku. Nanti aku akan menyusul!" seru Senja."Bukan begitu Non! Bibi nggak lelah. Tapi takut kena omelan!" Senja tiba tiba saja berlari agak kencang ke arah sebrang jalan. Bi Sari memandangi wanita muda itu dengan kening mengkerut."Non Senja ini kelihatan aneh sekali! Ada apa sih! Nggak biasanya dia seperti anak kecil gini!" Bi Sari bicara dalam hati.Meski begitu, sang asist
Dafa menggendong Senja masuk ke dalam mobil. Si kembar memandangi wajah Ibunya dengan cemas. Sementara Lily masih saja cemburu melihat Senja berada dalam pelukan Dafa.Ayu memegangi bahu Lily. Ia berusaha keras untuk menenangkannya."Aku akan membuatnya menyesal karena telah mendekati suamiku!" Lily bicara dalam hati.Seakan tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Lily, Ayu berbisik pelan ke telinga Lily."Lily, jangan berpikiran yang macam macam. Ingat saja tujuan utama kita!" Lily melirik ke arah Ayu. Lalu melengos ke arah lainnya tanpa menyahuti ucapan sang Ibu mertua.Dafa sendiri sudah masuk ke dalam mobil. Tepat saat mobil Dafa sudah keluar dari pintu gerbang, mobil Bagas baru saja tiba di rumah keluarga Suryaningrat.Bagas secara sekilas melihat mobil Dafa. Ia tak menyadari jika Senja ada di dalam mobil itu.Bagas memarkirkan mobil di halaman. Ia turun dengan santai. Tapi pandangannya langsung menuju ke arah Ayu dan Lily."Ada apa? Kenapa wajah kalian tampak tegang?" tanya Bagas.
Senja hendak marah, namun ia tak kuasa meluapkan amarahnya kepada Bagas. Senja hanya bisa menatap Bagas lekat lekat. Lalu setelah itu, ia menoleh ke arah lain."Kenapa kau membuang muka? Apa kau membenciku?" tanya Bagas."Bukan seperti itu!" "Lalu kenapa? Kenapa memalingkan wajahmu?""Kau adalah Kakak Iparku. Yang barusan kau lakukan, menurutku kurang pantas."Bagas diam saja ketika Senja mengatakan hal tersebut. "Kakak lebih baik pulang." Senja mengusir Bagas."Tidak! Aku tidak akan pergi kemana mana. Kau tidak boleh sendirian di sini! Kecuali Dafa datang, aku baru akan pulang." Bagas menegaskan.Bagas mengalihkan pandangannya ke arah layar tipis monitor TV. Ia menonton film kartun dan tertawa lepas. Senja diam diam melihat Bagas.*****Sementara itu, Dafa sedang berada di sebuah restoran. Dafa duduk dengan wajah sumringah. Meski restoran saat ini sedang ramai dan Dafa diharuskan mengantre agak lama, Dafa terlihat sabar."KRinG!" Ponselnya berbunyi. Ada sebuah panggilan masuk. Di l
"Lily bertanya soal Senja ya? Jangan katakan apapun pada Lily. Kalau pun memungkinkan, kita harus menyembunyikan kehamilan Senja." Ayu bicara pelan."Kenapa begitu Ma?" Dafa bingung."Lily tak bisa mengendalikan amarahnya. Jika dia sedang marah, perangainya buruk sekali! Mama nggak mau kalau Senja dan cucu Mama sampai kenapa kenapa!" seru Ayu.Suara Dafa dan Ayu yang tengah bicara, membangunkan Bagas dari tidurnya. Bagas melihat ke arah Ayu dan Dafa."Mama! Dafa! Sejak kapan kalian ada di sana?" tanya Bagas."Sejak tadi!" sahut Dafa."Bukan kok! Bukan sejak tadi. Baru saja, kami sampai. Senja gimana? Dia masih pusing?" "Dia kelihatannya baik baik saja kok, Ma. Cuma belum makan. Perutnya kosong!" seru Bagas."Kalau begitu, kamu harus bangunkan istrimu! Jangan biarkan dia tidur dengan perut kosong! Ayo cepat!" Ayu menyenggol bahu Dafa.Dafa pun berjalan mendekati ranjang tempat istrinya sedang berbaring. Ia mengusap lembut kepala Senja. Tak lama kemudian, Senja membuka mata."Mas," uc
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin