Senja terbelalak ketika melihat bayangan sosok lelaki masuk ke dalam kamarnya. Awalnya, ia mengira jika sosok lelaki tersebut adalah Dafa suaminya.Namun, dugaannya salah. Yang masuk ke dalam kamarnya adalah Bagas. Bagas terbiasa datang ke kamar Senja di tengah malam, jika pintu kamar wanita cantik itu tidak dikunci dari dalam."Mas Bagas?" ucap Senja terbata."Aku ke sini, untuk memastikan kau baik baik saja." Bagas menjawab sambil melirik ke arah koper besar yang ada di atas tempat tidur."Rupanya kau memutuskannya dengan cepat! Kalau begitu, aku datang di waktu yang tepat!" Bagas bersemangat."Aku, aku," ucap Senja kebingungan mencari alasan tentang koper besar yang ia keluarkan dari tempatnya."Kau keluar dari sini. Aku akan membantumu. Saat ini, adalah saat yang paling tepat! Kita pergi sekarang!" seru Bagas."Tapi Mas," Senja masih dilanda dilema."Tapi apa? Jika lelaki yang kau cintai, peduli padamu meski hanya sedikit, dia akan kembali ke sini. Apalagi kau tengah mengandung se
Dafa bangkit dari tempat tidurnya. Dengan langkah gugup, ia menuju ke kamar mandi. Lalu mulai berteriak teriak seperti orang yang kurang waras, memanggil manggil nama istri keduanya."Senja! Senja!" Dafa terus meneriakkan nama Senja. Namun sang pemilik nama, tak jua menjawab panggilan tersebut.Dafa keluar dari kamar, ia dengan cepat turun ke lantai bawah. Dafa pergi menuju ke dapur.Di dapur, ada Bi Sari yang tengah sibuk memasak sarapan pagi. Bi Sari menumis aneka macam bawang bawangan."Bi," ucap Dafa."Ya!" Bi Sari menoleh sembari mematikan kompor."Bibi lihat Senja?" tanya Dafa dengan kerutan di keningnya."Nggak lihat. Non Senja di kamar sejak semalam. Dan belum turun ke dapur!" Dafa dengan wajah kesal, berlalu meninggalkan dapur. Ia mulai berjalan cepat ke halaman rumahnya."Senja!" Dafa kembali berteriak.Tak ada yang nampak, selain beberapa ekor burung yang bermain di halaman rumah keluarga Suryaningrat. Dafa berjalan ke arah pos security. Dengan emosi, ia mengetuk pintu po
"Ma!" Lily berteriak kencang. Ia tak terima diperlakukan kasar oleh sang Ibu mertua."Kau! Sudah berkali kali kusuruh diam! Tapi apa yang kau lakukan? Kau merusak semuanya!" bentak Ayu."Merusak apa? Apa memangnya yang sudah aku rusak!" Lily melotot."Kau apakan Senja?" "Apakan apanya?" Lily bingung."Lily, sikap aroganmu itu sudah ada sejak kau masih gadis belia! Jadi tidak perlu memasang wajah sok polos! Katakan sekarang, kau apakan Senja?" Ayu bertanya dengan nada menyudutkan."Aku benar benar tidak paham dengan apa yang Mama katakan!""Kau membuat wanita hamil kabur dari rumah. Apa kau masih bisa disebut seorang wanita? Ya ampun, Lily! Aku benar benar tidak tahu, apa aku harus mempertahankan dirimu sebagai menantu, atau tidak?" Ayu mengeluh.Sementara Lily hanya bisa melongo kaget mendengar pernyataan Ayu yang ada di depannya."Katakanlah jika Dafa menceraikan dirimu, lalu kau bisa apa? Keluarga mana yang mau menerimamu sebagai seorang menantu dengan kondisimu yang mandul?" Ayu b
Dafa menjelaskan sekilas mengenai bagaimana istri cantiknya yang tengah hamil menghilang. Ray menyimak setiap pernyataan yang dikatakan oleh Dafa."Aku akan ke rumahmu sekarang!" ucap Ray."Baiklah! Kau bisa ke rumahku denganku." Dafa menawari Ray untuk menumpang di mobilnya."Tidak! Aku akan menyetir sendiri!" sahut Ray.Dafa dan Ray masuk ke dalam mobil yang berbeda. Dafa menyetir lebih dulu. Ray mengikuti di belakangnya.Sepanjang perjalanan menuju ke rumah keluarga Suryaningrat, Ray tak henti hentinya memikirkan ucapan Dafa soal istri keduanya."Aku heran dengan Dafa, apa tujuannya menikah lebih dari satu kali. Satu istri saja ternyata tak cukup untuk orang kaya!" batin Ray.Perjalanan terbilang cukup lancar. Tak ada kemacetan di jalanan. Ray dan Dafa dapat segera tiba di rumah mewah keluarga Suryaningrat.Sesampainya di sana, Ray turun dari mobil dan pergi menuju ke arah pos satpam."Pak Ray, silahkan masuk!" Dafa menawari Ray untuk masuk ke dalam rumah tapi tawaran itu segera di
Ray berlari masuk ke dalam rumah mewah keluarga Suryaningrat, dan meninggalkan Lily begitu saja di pos satpam."Tunggu! Kau mau pergi kemana?" ucap Lily namun tak dihiraukan oleh Ray.Ray menemui Dafa yang saat ini sedang duduk termenung di ruang tamu. Tatapannya terlihat kosong sangat kosong, hingga ia tak menyadari jika sang detektif ada di hadapannya."Pak Dafa!" ucap Ray.Ray memegang bahu Dafa, membuat pria itu tersadar dari lamunannya."Ya! Ada apa? Apa kau menemukan sesuatu?" tanya Dafa penuh harap."Saat ini masih belum. Aku masih berusaha. Sedikit petunjuk, sudah aku temukan. Mungkin," tutur Ray agak ragu."Sedikit petunjuk? Apa itu?" Dafa penasaran."Sebelum ada hasilnya, akan lebih baik kalau kau duduk diam di sini dan menghibur dirimu dengan serangkaian pekerjaan. Tapi sebelum itu, apa aku boleh meminta nomor ponsel Kakakmu Bagas? Nomor ponselnya terhapus dari handphone ku!" Ray beralasan.Tanpa ragu, Dafa memberikan nomor ponsel sang Kakak pada Ray. Setelah mendapatkan no
Bagas tanpa pikir panjang, segera melompat ke dalam kolam renang. Ia berenang hingga ke dasar dan membawa Shanum ke permukaan air.Bagas membawa Shanum berenang, hingga ke tepi kolam. Saat sudah sampai di tepian kolam, Senja melihat kulit anak gadis kesayangannya tampak putih pucat.Shanum juga hanya memejamkan matanya. Ia tak sadarkan diri. Hal ini, membuat Senja makin khawatir."Shanum! Bangun Nak!" ucap Senja dengan panik."Jangan khawatir!" Bagas memegangi bahu Senja.Bagas segera memberikan pertolongan pertama kepada Shanum. Ia mulai menekan bagian dada tengah lalu memberikan udara melalui mulut.Beberapa detik berlalu, tapi pertolongan yang diberikan oleh Bagas seakan tak menuai hasil apapun. Semua orang mulai khawatir.Namun setelah beberapa detik Bagas berusaha, Shanum memuntahkan air dari mulutnya. Dan perlahan lahan, ia membuka mata. Senja segera memeluk Shanum."Sayang, kau membuatku khawatir!" ucap Senja."Buatkan minuman hangat untuknya!" titah Bagas."Ya!" Senja mengangg
"KrinG!" Suara telepon terdengar nyaring. Bagas mengangkat telepon dari nomor asing yang tidak dikenalnya."Ya hallo!" ucap Bagas."Hallo Bagas. Apa kabar?" "Ini siapa ya?" "Aku Ray. Wah saking lamanya kita tidak bicara, kau jadi lupa dengan suaraku!" Ray tertawa kecil."Ray! Detektif terkenal seantero jagad raya! Bagaimana kabarmu?" Bagas menyambut dengan baik."Aku baik! Apa kita bisa bertemu dan bicara?" Ray mulai memancing."Tidak! Aku sedang sangat sibuk!" Ray dan Bagas terus berbincang bincang. Ray mengubah ubah topik pembicaraannya agar Bagas tak merasa curiga. Sembari bicara dengan target, Ray mulai mencari dimana posisi Bagas saat ini menggunakan jaringan telepon yang Bagas gunakan."Baiklah! Terima kasih untuk waktunya. Kapan kapan, kita harus mengobrol!" Ray mengakhiri pembicaraan, ketika ia sudah mendapatkan lokasi pasti dimana Bagas berada.Ray duduk dan mengamati komputer yang ada di depannya. "Dia ada di sebuah villa. Aku akan ke sana untuk menyelidikinya!" ucap Ray
Ray mengerutkan keningnya. Namun meskipun begitu, ia tak fokus mengartikan apa yang dikatakan oleh Lily.Ray melakukan mobilnya dengan pikiran melayang layang. "Kita harus menginap semalam di sini!" ucap Ray."Menginap? Tapi kenapa?" Lily bertanya tegas.Ray tak menanggapi, ia fokus mengemudikan mobil. Membawa mobil itu menuju ke arah hotel.Ray turun dari mobil. Ia meminta Lily juga segera turun dari mobilnya."Turunlah! Aku akan ke resepsionis sebentar!" Ray meminta."Tapi aku tak bisa menginap. Apa yang harus aku katakan pada Dafa, jika aku menginap di sini?" sahut Lily."Urusan itu bukanlah urusanku!" Ray berlalu dari hadapan Lily. Meninggalkan Lily di dalam mobil.Ray pergi menuju ke meja resepsionis. Ia akan memesan kamar untuk beberapa malam."Aku mau pesan dua kamar suite room," ucap Ray dengan cepat."Baik Pak, akan saya periksa terlebih dahulu!" Resepsionis melihat komputer yang ada di depannya."Mohon maaf Pak, untuk suite room nya hanya tinggal satu kamar saja!" "Apa? Sa
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin