Bagas tanpa pikir panjang, segera melompat ke dalam kolam renang. Ia berenang hingga ke dasar dan membawa Shanum ke permukaan air.Bagas membawa Shanum berenang, hingga ke tepi kolam. Saat sudah sampai di tepian kolam, Senja melihat kulit anak gadis kesayangannya tampak putih pucat.Shanum juga hanya memejamkan matanya. Ia tak sadarkan diri. Hal ini, membuat Senja makin khawatir."Shanum! Bangun Nak!" ucap Senja dengan panik."Jangan khawatir!" Bagas memegangi bahu Senja.Bagas segera memberikan pertolongan pertama kepada Shanum. Ia mulai menekan bagian dada tengah lalu memberikan udara melalui mulut.Beberapa detik berlalu, tapi pertolongan yang diberikan oleh Bagas seakan tak menuai hasil apapun. Semua orang mulai khawatir.Namun setelah beberapa detik Bagas berusaha, Shanum memuntahkan air dari mulutnya. Dan perlahan lahan, ia membuka mata. Senja segera memeluk Shanum."Sayang, kau membuatku khawatir!" ucap Senja."Buatkan minuman hangat untuknya!" titah Bagas."Ya!" Senja mengangg
"KrinG!" Suara telepon terdengar nyaring. Bagas mengangkat telepon dari nomor asing yang tidak dikenalnya."Ya hallo!" ucap Bagas."Hallo Bagas. Apa kabar?" "Ini siapa ya?" "Aku Ray. Wah saking lamanya kita tidak bicara, kau jadi lupa dengan suaraku!" Ray tertawa kecil."Ray! Detektif terkenal seantero jagad raya! Bagaimana kabarmu?" Bagas menyambut dengan baik."Aku baik! Apa kita bisa bertemu dan bicara?" Ray mulai memancing."Tidak! Aku sedang sangat sibuk!" Ray dan Bagas terus berbincang bincang. Ray mengubah ubah topik pembicaraannya agar Bagas tak merasa curiga. Sembari bicara dengan target, Ray mulai mencari dimana posisi Bagas saat ini menggunakan jaringan telepon yang Bagas gunakan."Baiklah! Terima kasih untuk waktunya. Kapan kapan, kita harus mengobrol!" Ray mengakhiri pembicaraan, ketika ia sudah mendapatkan lokasi pasti dimana Bagas berada.Ray duduk dan mengamati komputer yang ada di depannya. "Dia ada di sebuah villa. Aku akan ke sana untuk menyelidikinya!" ucap Ray
Ray mengerutkan keningnya. Namun meskipun begitu, ia tak fokus mengartikan apa yang dikatakan oleh Lily.Ray melakukan mobilnya dengan pikiran melayang layang. "Kita harus menginap semalam di sini!" ucap Ray."Menginap? Tapi kenapa?" Lily bertanya tegas.Ray tak menanggapi, ia fokus mengemudikan mobil. Membawa mobil itu menuju ke arah hotel.Ray turun dari mobil. Ia meminta Lily juga segera turun dari mobilnya."Turunlah! Aku akan ke resepsionis sebentar!" Ray meminta."Tapi aku tak bisa menginap. Apa yang harus aku katakan pada Dafa, jika aku menginap di sini?" sahut Lily."Urusan itu bukanlah urusanku!" Ray berlalu dari hadapan Lily. Meninggalkan Lily di dalam mobil.Ray pergi menuju ke meja resepsionis. Ia akan memesan kamar untuk beberapa malam."Aku mau pesan dua kamar suite room," ucap Ray dengan cepat."Baik Pak, akan saya periksa terlebih dahulu!" Resepsionis melihat komputer yang ada di depannya."Mohon maaf Pak, untuk suite room nya hanya tinggal satu kamar saja!" "Apa? Sa
"Kenapa melihatku dengan tatapan seperti itu?" tanya Lily yang sadar jika Ray tak berkedip saat menatapnya.Ray membuang muka. Ia menatap ke arah yang lain. Suasana di dalam kamar terasa dingin, sebab hujan di luar terus turun dan kabut juga ikut turun.Lily merasa kedinginan, hingga bibirnya terlihat gemetaran."Kau kedinginan? Tidur saja di sana! Kita akan pergi ke villa, jika hujan sudah selesai!" ucap Ray.Ray juga merasa kedinginan. Ray lantas mematikan mesin pendingin ruangan dan menyalakan mesin penghangat.Namun entah kenapa, meski mesin penghangat sudah dinyalakan, Ray masih tetap merasa kedinginan. Lily juga merasakan hal yang sama."Kau juga kedinginan kan? Kenapa malah duduk di sofa? Selimuti tubuhmu! Jangan membiarkan tubuhmu kedinginan seperti itu!" ucap Lily.Keduanya tidur di atas tempat tidur yang sama. Menggunakan selimut yang sama dan sama sama melihat ke arah langit langit kamar.Lily yang kedinginan, makin meringkuk. Hingga secara tak sengaja tangannya menyentuh t
"Seharusnya begitu!" Ray menyahut sembari melihat ke arah sekeliling Villa."Jika Senja benar benar berada di sini, maka aku harus segera membawa Ray menjauh dari sini!" Lily bicara dalam hati."Ada apa? Kenapa malah diam saja? Ayo tekan bel pintu nya! Senja pasti senang melihatmu datang dan menjemputnya pulang!" seru Ray."Aduh!" Tiba tiba Lily mengeluh kesakitan sembari memegangi bagian perut bawahnya."Sakit sekali!" Lily merintih sambil membungkukkan badan. Melihat hal ini, Ray pun jadi panik. Ray meminta Lily untuk masuk kembali ke dalam mobil."Masuk ke mobil!" Ray membantu Lily naik ke mobil.Setelah itu dengan perasaan cemas, Ray membawa Lily pergi ke klinik terdekat."Sejak kapan kau merasa sakit? Apa karena yang kita lakukan semalam?" Ray makin panik.Lily hanya diam sambil memegangi perutnya. Sementara Ray, terlihat menyetir dengan kecepatan tinggi."Aku harus menyelidikinya sendiri! Aku harus pastikan apakah Senja ada di dalam atau tidak!" Lily bermonolog dalam hati.Sebe
Dafa pergi ke kantor, dan menemui staf kepercayaan Kakaknya. "Siang Pak! Tumben Bapak ke sini? Pak Bagas kan sedang keluar kota!""Ya! Saya tahu itu! Untuk itulah saya ke sini. Saya mau tahu, Pak Bagas pergi ke Kota mana dan untuk urusan bisnis yang mana?" Dafa memberikan pertanyaan yang membuat staf lelaki tersebut gemetaran."Saya juga tidak tahu Pak. Sebab tugas itu diberikan langsung oleh Pak Komisaris.""Aneh, jika tugas itu diberikan langsung oleh Ayah, kenapa Ayah tidak memberitahu aku?" Dafa bicara dalam hati."Untuk urusan itu, saya juga kurang paham."Dafa berlalu dari sana. Ia menuju ke ruangan Komisaris untuk bertemu dengan Ayahnya."Ayah," ucap Dafa dengan wajah serius."Ada apa? Tumben kamu masuk kerja? Biasanya kamu hanya akan sibuk mengurusi kedua istrimu!" sindir sang Ayah."Aku mau tanya soal Bagas. Ayah menugaskan Bagas kemana?" Sang Ayah menatap Dafa dengan kerutan di keningnya. Sebab ia merasa bingung dengan ucapan Dafa."Kenapa menatapku seperti itu?""Kau ini
Dafa menunggu dengan tidak sabar. Sementara Senja terlihat bingung. Ia tak tahu, apakah ia harus membuka pintu atau tidak."Om Bagas kemana? Minta tolong Om Bagas saja untuk membukakan pintunya!" Senja bicara pada Shanum."Om Bagas masih mandi, Ma!" sahut Shanum."Om Bagas kalau mandi, bisa berjam jam lamanya!" Salsa ikut bicara.Mereka berdua sudah hafal dengan kebiasaan mandi Bagas yang cukup lama. Pria tampan itu akan berendam di dalam bathtub selama beberapa saat. Hal inilah yang membuatnya agak lama berada di dalam kamar mandi."Ting! Tong!" Bel pintu kembali terdengar. Dafa memencet bel berkali kali.Merasa risih dengan bunyi bel, Senja pun memutuskan untuk keluar dan membuka pintu.Saat Senja membuka pintu, ia terkejut mendapati sang suami tengah berdiri di hadapannya."Senja! Kau pergi kemana saja sayang?" Dafa langsung memeluk Senja. Ia bahkan tak memarahi Senja sedikitpun."Maafkan aku jika aku banyak salah!" Dafa bicara lagi."Aku aku," ucap Senja terbata bata."Aku apa? Ke
Sebulan berlalu dengan cepat. Namun meskipun begitu, tetap tak ada perubahan dengan sikap Lily. Lily masih membenci Senja dan mengharapkan hal buruk terjadi pada Senja."Hoek!" Pagi hari itu, tiba tiba Lily merasa mual. Ia bolak balik masuk ke dalam kamar mandi untuk mengeluarkan seluruh isi perutnya.Sementara di ruang makan, Ibu mertuanya menunggu Lily keluar dari kamar dengan tidak sabar."Lily kok belum keluar dari kamar ya? Tumben banget! Padahal dia bilang, kalau dia mau ikut Mama ke rumah Tante Evi!" Ayu bicara pada Dafa.Sebelum merespon ucapan sang Ibu, Dafa terlebih dahulu melirik ke arah Senja. Ia seakan memastikan perasaan Senja agar tidak terluka dengan ucapannya."Dafa! Kamu pergi ke kamar Lily sana! Kamu suruh Lily cepat keluar! Soalnya Mama buru buru nih!" Dafa makin tak enak hati mendengar permintaan dari sang Ibu. Ia benar benar jadi dilema, sekarang.Untungnya, Lily tiba tiba saja datang ke ruang makan. Wajahnya terlihat sedikit pucat, namun Lily mencoba menyembun
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin