Dafa yang tak punya pilihan lain hanya bisa melakukan apa yang dikatakan oleh Sang Kakak. Ia dengan segera mengumumkan jika Perusahaannya pailit."Semua terjadi gara gara Lily!"Belum selesai rasa sedih yang menggelayuti dirinya, Ibunya menelepon dan memberikan kabar buruk."Ya Ma ada apa?""Dafa, Papa kamu kritis! Dokter bilang harus melakukan operasi lagi, malam ini. Dan administrasi harus diselesaikan.""Apa?" "Lakukan sesuatu! Mama bingung. Benar benar bingung. Mama takut kalau Papa kenapa napa!" "Mama tenang saja. Dafa akan berusaha yang terbaik untuk Papa. Berapa biaya operasinya?" "Dua ratus juta. Apa keluarga kita memiliki uang sebanyak itu?" Ayu ragu."Aku usahakan." Dafa menutup telepon.Dafa pergi dari ruangannya. Banyak orang yang menunggunya di luar perusahaan."Pak turunkan gaji kami sekarang!""Berikan kami uang pesangon!"Teriakan dengan kalimat seperti itu terngiang ngiang di telinga Dafa. "Aku akan berikan tapi sesuai kemampuan perusahaan." Dafa menjawab singkat
"Hahahaha!" Respon tak terduga datang dari Willy. Dafa melongo melihat perilaku pria yang masih menjadi Ayah mertuanya itu."Anakmu ber$3lingkuh!" seru Dafa."Hahahaha!" Willy tertawa makin kencang sembari memegangi perutnya."Nathania bukanlah anakku!" seru Dafa."Dafa, kau mau aku percaya semua tipuanmu ini? Kau mau aku yakin dengan semua ucapanmu setelah apa yang telah kau lakukan pada Putriku! Kau yang ber$3lingkuh! Kau yang mendua! Jangan menuding anakku!" Willy menunjuk Dafa dengan marah."Aku aku akui memang waktu itu aku mendua. Tapi itu semua terjadi karena kesalah pahaman. Dokter itu memberitahu aku jika Lily mandul. Dan semua orang di sini tahu, wanita yang tidak bisa memiliki anak adalah aib bagi keluarganya dan juga keluarga mertuanya!" Dafa menjelaskan."Tapi nyatanya? Nyatanya apa? Putriku sehat!" Willy beranjak dari hadapan Dafa.Dafa masih mencoba mengejar Willy."Pa, tunggu sebentar!" "Aku bukan lagi Ayah mertuamu. Jangan memanggilku dengan sebutan seperti itu!" ser
Security masih mengamati wajah Erwin sembari menggaruk kepalanya meski tak terasa gatal. Namun daya ingatnya yang buruk, membuat pria itu gagal mengingat soal Erwin."Gimana Pak? Kenal tidak? Pernah lihat tidak?" Irwan bertanya dengan wajah serius."Kenal sih nggak Pak. Tapi kayak pernah lihat. Apa saya yang salah ya? Boleh kalau gambar ini saya simpan. Siapa tahu nanti ingatan saya kembali?""Bawa saja. Tempelkan di depan pos satpam bila perlu." "Ya Pak. Karena Bapak mencari orang hilang, itu kan tugas penting. Jadi silahkan saja." Security membuka palang pintu.Irwan meminta salah satu rekannya untuk membawa mobil patroli masuk ke kawasan perumahan tersebut.Mobil polisi dengan corak warnanya yang khas membuat beberapa warga penghuni perumahan menjadi bertanya tanya."Kok ada Polisi di sini ya?" "Wah apa jangan jangan ada kasus berat yang dilakukan oleh Pak Wiryos?""Pasti ada yang ketangkap karena kasus korupsi!"Semua warga memiliki praduga buruknya masing masing. Irwan mengitar
Setelah puas bermain main dengan kekasihnya, Lily merapikan pakaian. Ia berpamitan pulang."Ray aku pulang dulu ya.""Cepat sekali sudah mau pulang?""Soalnya ada supirku menunggu di sekolah Nathania.""Ya ampun! Supirmu sudah mirip seperti bodyguard!""Begitulah! Sebab aku sedang hamil. Kedua orang tuaku memproteksi aku berlebihan." Lily beralasan."Mereka menyayangimu. Aku tak sabar untuk bisa bertemu dengan mereka." Ray menyahut."Aku akan atur waktunya. Kau tak perlu khawatir. Aku pulang dulu ya!" Lily memesan taksi online dan menunggu di teras rumah.Saat ia masih terlihat sibuk mengutak atik ponselnya, beberapa polisi sedang berseliweran di depan rumah Ray."Polisi? Kenapa banyak Polisi di sini?" Lily melamun, pikirannya teringat akan Erwin."Pagi Bu!" seloroh salah seorang anak buah Irwan."A ya pagi!" "Maaf bisa bicara sebentar?""Tentu!" Lily berjalan menghampiri Polisi."Saya mencari pemuda ini. Apa Ibu pernah melihat atau mungkin mengenalnya?" Polisi mengeluarkan foto Erwi
Malam ini terasa agak berbeda, Bagas pulang ke ibukota dengan perasaan yang tak bisa ia katakan. Sesampainya di ibukota, ia langsung menuju ke rumah sakit."Kak! Bagaimana apa kau bertemu dengan Senja?" Dafa menanyakan. Ayu menatap dengan penasaran."Tidak." "Kemana dia? Dia pasti sedang bulan madu. Menyebalkan sekali pria itu!" Dafa berdecak kesal."Dafa! Sudahlah! Lupakan Senja. Dia sudah bahagia. Dia lebih bahagia dengan hidupnya yang sekarang. Daripada dulu bersama dengan kita." Bagas menengahi."Kau bicara apa? Memangnya apa kurangnya hidup dengan kita? Saat dia dulu bersama kita, kita masih kaya raya. Banyak harta!" seru Ayu."Bukan harta yang dia cari. Tapi kenyamanan dan rasa dihormati." Bagas menjelaskan.Dafa dan Ayu terdiam mendengar ucapan Bagas. Dokter keluar dari ruangan ICU. Wajah Dokter terlihat tegang."Maafkan kami. Kami sudah berusaha semampu kami.""Apa maksudnya semua ini Dok?" Dafa marah."Meski telah dilakukan dua kali operasi, kinerja jantung tidak bisa normal
"Kring!" Ponsel Dafa berdering. Pria yang saat ini sedang melamun di atas kursi ayunan berkarat, melihat ke arah telepon."Halo!" "Pak Dafa, saya menemukan sesuatu terkait dengan Erwin.""Apa yang kau temukan?" Dafa penasaran, kedua alisnya saling bertemu."Batu besar yang mungkin digunakan untuk memukul Erwin. Dugaan sementara seperti itu." "Erwin dipukul? Apakah dia diculik?" "Aku rasa begitu. Jika dia tidak diculik, dia seharusnya sudah kembali ke rumahnya. Aku akan mengawasi perumahan itu lebih ketat lagi.""Aku setuju!" ****Keesokan paginya, Ray masuk ke kamar pembantu. Ia dengan marah men4mpar wajah Erwin kuat kuat."PLak! BLaM!" Ray juga meninju mata kanan Erwin."Sudah berapa hari kau di sini? Kau tak ada gunanya. Semua yang terjadi ini adalah salahmu! Kenapa kau mengambil gambar istriku secara diam diam!" Ray mengomel.Erwin hanya diam saja. Ia tak berani menyahut. Meskipun mereka berdua sama sama lelaki, tapi tubuh Ray jauh lebih besar dari Erwin."Katakan apa yang haru
"Siapa pria itu?" Ray bertanya dengan wajah serius."Dia saudara sepupu aku." Lily berbohong."Saudara sepupu mana yang kalau pamit pulang pakai acara cium tangan kamu dengan gaya seperti itu!" Ray ngotot.Suara Ray sampai terdengar ke dalam rumah."Lily, siapa yang datang? Tyo balik kah?" Rosalina bertanya dari dalam rumah."Nggak Ma. Bukan Tyo yang ke sini. Ini ada tukang batagor yang datang. Lily mau jajan dulu." "Lily! Apa apaan kamu! Kenapa kamu bilang aku tukang jualan batagor!" Ray marah.Lily segera menarik tangan Ray dan mengajaknya berjalan menjauh dari teras. Mereka berdua berhenti di pos satpam."Pak ini buat Bapak. Tapi tolong jangan menguping pembicaraan kami dan jangan cerita apapun kepada Mama!" Seperti biasanya, Lily menyuap security rumahnya."Siap Non!" "Apa apaan lagi ini?" Ray bingung melihat sikap Lily."Apanya yang apa apaan? Aku kan sudah bilang jangan ke sini. Ini bukan waktu yang tepat untuk kamu ketemu sama orang tua aku.""Itu karena kamu susah dihubungi!
Dafa mengeluarkan gambar Erwin dari sakunya dan menunjukkannya pada Ray. "Kalau kau tahu dia, maksudku kalau kau melihat dia ada dimanapun, katakan saja kepadaku. Adiknya ada di rumahku. Dia menangis setiap hari menanti kepulangan Kakaknya." Dafa menjelaskan.Ray tampak mematung. Ia menelan liurnya sendiri. Jantungnya berdegup kencang."Hei! Kenapa hanya diam?""Ya ya! Aku akan kabari nanti jika aku melihatnya. Maaf aku harus pergi, sekarang. Ada klien yang ingin bertemu." Ray dengan halus mengusir tamunya keluar dari rumah."Baiklah! Kalau begitu, kami permisi pulang." Dafa dan Irwan keluar dari rumah Ray.Ray juga keluar dari rumah. Ia mengunci pintu rumah lalu membuka pintu garasi. Ray mengeluarkan mobilnya dari garasi.Pria itu bergegas meninggalkan area perumahan. Irwan masig menatap gelagat tak wajar dari Ray."Pria ini sangat mencurigakan. Apakah gaya bicaranya selalu seperti itu?" "Maksudnya?" Dafa bingung."Menggerakkan kaki dan tangan. Apa dia selalu begitu saat bicara?""
Bagas menyodorkan selembar tissue ke arah Senja. Senja pun lantas melihat ke arah Bagas."Jangan menangis. Aku ada di sini. Entah kau mau menerimanya atau tidak, tapi aku akan tetap ada di dekatmu." Bagas bicara sembari menatap Senja, lekat lekat.Senja melihat ke arah Ethan yang tertidur lelap dalam dekapan Bagas."Dia sudah tertidur, kau juga sebaiknya pergi tidur. Jaga kesehatanmu. Anak anak membutuhkan dirimu. Aku pun sama!" seru Bagas.Mendengar hal ini, perasaan Senja jadi tak karuan. Antara senang dan juga ragu, bercampur jadi satu dalam benaknya.Senja pergi keluar dari kamar anaknya. Ia tidur di kamarnya sendiri.*****Malam ini, Lily duduk terdiam menatap ke arah pintu keluar penjara. Ia sedang meratapi nasibnya.Suasana terasa begitu sepi. Tak ada suara yang terdengar. Polisi yang bertugas untuk menjaga penjara, semuanya sedang tertidur pulas. Narapidana lain juga tampak tertidur pulas."Bisa bisanya mereka tidur senyenyak itu!" Lily menatap benci ke arah para Polisi. Wani
Setelah hampir tiga jam mereka menunggu di depan ruangan operasi, akhirnya Dokter keluar."Bagaimana keadaan Dafa?" Ayu bertanya dengan wajah panik."Kami minta maaf. Kami telah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi kondisi pasien, masih tak ada perubahan dan semakin memburuk."Senja melongo hingga terjatuh ke lantai. Ayu pun sama kagetnya dengan Senja. Dunianya seakan berhenti ketika mendengar penjelasan dari Dokter."Mama. Senja. Kalian harus kuat!" Bagas mencoba untuk menenangkan mereka berdua."Pak Bagas, harapan hidup pasien sangat tipis. Alat bantu bernafas, jika tidak begitu membantu. Jadi semua peralatan medis yang menunjang kehidupan pasien, akan kami lepas.""Tidak!" Ayu berteriak."Jangan! Berapapun biayanya akan aku bayar! Jangan lepas selang infus atau apapun dari tubuh Dafa. Aku yakin, Dafa akan sehat! Dia akan kembali pulih!" Ayu melanjutkan ucapannya."Baik Bu. Tenanglah. Anda harus kuat dan tabah. Semuanya hanya bisa kita pasrahkan kepada sang pemberi kehidupan."
Willy baru saja sampai di kantor polisi. Ia bahkan belum memarkirkan mobilnya, tapi seorang kawannya yang berprofesi sebagai seorang Polisi sudah mendatangi dirinya."Pak! Lily ditangkap!""Saya tahu itu! Makanya saya datang ke sini. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa kamu nggak bisa mengatur bawahan kamu?" Willy bicara sembari menyetir pelan dan memarkirkan mobil miliknya.Willy keluar dari mobil. "Saya bisa apa Pak? Mereka mengikuti Lily dan menangkap basah Lily melakukan tindakan pidana." Willy tak banyak bicara. Ia menyerahkan sejumlah uang kepada teman Polisinya tersebut."Ambil uang itu. Mintalah berapapun yang kamu inginkan. Tapi pastikan Lily lolos dari kasus hukum!" "Saya tidak berani berjanji. Tapi saya akan mengusahakannya.""Ingat! Awak media jangan sampai memberitakan mengenai masalah ini!""Sampai sekarang, kami tak mengizinkan awak media masuk ke sini.""Kalau kamu gagal membela anak saya, maka saya akan temui kolega saya yang jabatannya jauh di atas kamu! Dan saya aka
Bagas akhirnya melepaskan Lily. Ia berjalan menjauh. Sementara itu, Irwan sudah memanggil ambulans.Tak butuh waktu lama bagi mereka untuk menunggu, mobil ambulans sudah terdengar. Dafa dan Senja masuk ke dalam mobil ambulans. Begitu juga dengan Bagas. Tangan Bagas terus mengeluarkan darah. Darah juga merembes dari dada Dafa."Maafkan aku. Gara gara aku, kalian berdua jadi terluka." "Tidak ini bukanlah salahmu!" sahut Dafa.Setelah mengatakan hal ini, Dafa pingsan tak sadarkan diri.****Mobil ambulans akhirnya sampai di rumah sakit. Dafa dibawa ke ruangan ICU. Bagas dibawa ke UGD. Semuanya sedang mendapatkan perawatan medis.Sementara itu, Irwan menghubungi rekan kerjanya yang lain untuk membantunya mengamankan lokasi serta membantunya membawa mobil milik para korban dan tersangka.Irwan tak lupa menghubungi Ayu dan mengabarkan kejadian buruk ini."Apa! Dimana? Kenapa bisa seperti itu!" Ayu berteriak karena kaget ketika Irwan menceritakan kronologi yang terjadi."Mereka sudah dibaw
Kelima lelaki yang berdiri di hadapan Senja, mulai melepas pakaian mereka lalu disusul dengan celana yang mereka kenakan. Kelimanya menyeringai dan tertawa tak jelas melihat Senja yang ketakutan.Sementara itu, Bagas masih ada di luar. Saat ia mengendap masuk ke dalam, seseorang berdiri di belakangnya."PRak!" Lelaki asing itu memukul Bagas menggunakan kayu.Bagas memegangi kepalanya. Ia meringis kesakitan sembari menoleh ke belakang dan menatap wajah si pria."Siapa kau!" si pria berteriak dengan marah."Hai ada penyusup di sini!" si pria memanggil teman temannya yang ada di dalam gudang.Lily yang ada di dalam gudang dan mendengar teriakan si pria, segera keluar dari gudang, untuk memeriksa apa yang terjadi.Namun Bagas tak kalah cekatan dengan si pria. Belum satu orang pun datang ke tempat itu, Bagas meraih balik kayu dari tangan si pria. Ia mengayunkan balik kayu ke kepala si pria."BRak! PRak!" Si pria mengaduh kesakitan. Bagas mengambil pisau kecil yang menyembul di dekat saku
Dari kejauhan, Bagas yang baru saja keluar dari rumah sakit sesuai menjenguk temannya, terperanjat melihat Lily dan beberapa laki laki yang berdiri menghadap ke arah sebuah mobil."Apa yang mereka lakukan? Kenapa Lily ada di sini? Pasti ada yang tidak beres!" Bagas bicara dalam hati. Ia bersembunyi di balik dinding dan mengamati pembicaraan mereka dengan seksama."Cepat bawa dia ke gudang tembakau kita yang ada di perbatasan kota!" Lily memerintahkan anak buahnya."Siapa yang akan dia bawa ke sana?" Bagas bicara dalam hati.Dua orang lelaki masuk ke dalam mobil. Mereka memindahkan tubuh Senja ke kursi belakang kemudi. "Kami berangkat sekarang!" Dua anak buahnya pamit."Aku akan menyusul!" Lily menjawab.Mobil hitam melaju tepat di hadapan Bagas. Bagas melongo kaget karena ia tersadar jika mobil yang baru saja lewat adalah milik Dafa."Apakah yang di dalam mobil adalah Senja?" Bagas pun berinisiatif untuk mengikuti mobil itu.Ia masuk ke dalam mobil dan dengan lihai mengikuti mobil
"Kualitas sperma pasien, sangat buruk. Hal ini akan menyebabkan, pasien mengalami kesulitan untuk memiliki momongan.""Apa?" Ayu melongo mendengar penjelasan Dokter."Nggak mungkin Dok. Saya pernah cek kesuburan, aman kok! Nggak ada masalah! Sekarang kenapa bisa bermasalah!" Dafa protes."Bisa anda katakan dimana anda melakukan tes itu?""Di Rumah Sakit Goldy Health. Waktu itu saya dan mantan istri saya melakukan tes bersama."Dokter hanya menggelengkan kepalanya sembari menyodorkan selembar kertas berisi catatan medis."Dafa, menurut Mama, Dokter Alin ini lebih bisa dipercaya. Sebab, dulu kamu tes. Katanya Lily yang susah punya anak. Divonis mandul segala macam. Nyatanya? Dia bisa hamil!" seru Ayu."Iya ya." "Sudahlah Mas. Nggak perlu bahas soal anak lagi. Kalau memang tiba waktunya, kita punya momongan, kita pasti akan punya!" seru Senja."Kemungkinannya sangat tipis sekali untuk bisa memiliki momongan." Dokter menyahut.Dafa tampak shock dengan ucapan Dokter. Ia menundukkan wajahn
Bangkai tikus itu telah dimasukkan oleh security rumah, ke dalam kantong plastik. Namun meskipun begitu, bau busuknya masih tercium oleh semua orang."Siapa yang berani membuang bangkai ke sini Pak? Perumahan ini dijaga ketat. Kenapa sampai ada orang yang berani keliaran di sini dengan tujuan yang tak baik." Dafa mulai emosi."Setahu saya semenjak Pak Mulyo sudah pensiun dari security perumahan, mereka membebaskan orang orang untuk keluar masuk wilayah ini.""Nggak beres ini! Lama lama perumahan kita akan jadi kumuh." Suara keributan yang terjadi, membuat Ayu ikut keluar dari rumah."Ada apa? Kenapa semuanya berkumpul di sini?""Ada yang melemparkan bangkai tikus ke sini, Ma." Dafa menjawab."Jorok! Itu paling kerjaan orang iseng. Pengangguran yang iri dengan kehidupan orang lain. Sudahlah abaikan saja!" seru Ayu.Ayu melenggang masuk lagi ke dalam rumah. Pak Man mengantarkan Bi Sari berbelanja.Dafa dan Senja juga masuk ke dalam rumah. "Ada apa Ma?" tanya Ethan yang ikut penasaran.
Sembari fokus menyetir, Senja meraih ponselnya dan menelepon Dafa."Mas!" Terdengar suara istrinya yang sedang gemetar karena panik."Ada apa sayang? Kenapa suaramu berubah menjadi seperti orang yang sedang panik?""Mas, aku takut! Ada orang yang sejak tadi mengikuti aku!""Mengikuti? Maksudnya?""Di belakang mobilku, ada orang yang menggunakan sepeda motor. Dia mengejar mobilku. Aku belok ke kanan, dia juga ikut belok ke kanan.""Tenang! Jangan takut dan jangan panik! Kamu fokus melihat ke arah depan saja. Jangan pikirkan orang itu. Dan jangan menyetir ke tempat sepi. Aku akan menyusulmu sekarang. Katakan dimana posisimu!" seru Dafa."Jembatan Helly!" sahut Senja."Baiklah! Di dekat Jembatan Helly ada sebuah pasar yang cukup besar. Menyetir lah ke arah pasar itu. Lalu minta bantuan pada orang orang yang ada di pasar. Penjahat seperti mereka akan berpikir ulang, jika kau sudah ada di dalam pasar.""Baiklah!" Senja menutup ponselnya.Dafa segera masuk ke dalam mobil dan menyusul istrin