แชร์

Malam Perburuan

ผู้แต่ง: ratna antar
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-29 19:42:56

Malam ini punya bulan sempurna berwarna merah. Bulan yang menunjukkan kondisi terbaik kosmos bagi para mahluk supranatural yang dianggap sebagian orang sebagai mitos. Munculnya bulan ini juga dipakai beberapa manusia dalam cult untuk mempersembahkan sesaji mereka di beberapa titik yang dianggap sakral sebagai uang muka untuk mendapat apa yang mereka inginkan.

Di malam itu ada tiga bayangan hitam yang mengejar seorang wanita yang berlari di dalam hutan. Hutan itu sebenarnya hutan kawasan yang dilarang untuk disentuh. Tapi seperti banyaknya larangan, hutan itu juga jadi tempat manusia melakukan dosanya yang lebih seperti keintiman yang seharusnya romantis dan manis.

Awalnya gadis itu hanya numpang minum di dalam bar di diskotik murah. Ia bertemu tiga pemuda berkaus hitam yang mulai menggodanya dengan minuman dan juga canda ringan. Sampai satu titik di mana pemuda itu membawanya paksa ke dalam hutan yang tadi kujelaskan dan si gadis berlari menghindari mereka.

Jika kau pikir kisah gadis itu hanya sampai di sini, di dalam hutan gelap yang diterangi bulan merah, maka kau salah.

“Kau tak bisa lagi mengelak.” Suara dari pemuda berpakaian hitam dengan mata liar yang berusaha mendekati wanita itu terdengar menyeramkan. “Kau berikan saja dirimu. Tak ada gunanya hidup terlalu lama jika hanya menderita.”

“Siapa kalian?” tanya gadis itu yang kini berdiri di sudut tebing.

“Mari hentikan pembicaraan ini, dan lekas berikan jantungmu.”

Lalu tiga sosok hitam itu melesat, mereka mendorong tubuh si gadis hingga rebah dan mendudukinya. Salah satu pemuda dengan posisi tepat di dada mengeluarkan belatinya dan berusaha menghujam, dan gadis itu menjerit tercekik dengan lima sentimeter metal yang terbenam di dadanya.

“Cepat ambil jantungnya. Sebentar lagi mendung, dan bulan akan tertutup.” Salah satu pemuda mengeluarkan belatinya untuk membantu temannya yang sudah bergerak menyobek. Mereka cukup sibuk sampai tak menyadari saat seseorang muncul dan menatap mereka dari atas sebuah ranting pohon.

“Siapa itu?” Suara gesekan ranting membuat ketiga sosok terkejut. “Keluar! Kau tak akan selamat dengan hanya bersembunyi.

Lalu terdengar suara tawa, tawa yang semakin keras dan membuat kuduk merinding.

“Kalian dibodohi dengan bujukan para dukun gadungan. Jantung itu tak akan bisa membuat kalian kaya berapapun kalian memburunya.”

“Jangan hanya berkata, tunjukkan wujudmu!” jerit salah satu pemuda. Dia tak tahu siapa yang dihadapi. Kalaupun ia tahu, nyawa mereka sudah tak mungkin lagi selamat.

Lalu tubuh yang semula mereka bunuh tiba-tiba bergerak, pergerakan itu menimbulkan suara mengerang yang membuat ketiga pemuda takut. Siapapun tak menyangka jika mayat dengan luka di jantung akan kembali hidup.

Lalu mayat itu melompat, menerkam salah satu dari mereka dan menciptakan keributan besar hingga kedua pemuda sisanya berlari takut hanya agar bisa selamat.

Namun bisakah mereka selamat? Pria yang sebelumnya hanya bertengger di atas ranting, kini melompat menerkam salah satu lelaki berpakaian hitam. Ia membiarkan jantung mereka terus memompa agar darah yang mengucur akibat tancapan taringnya keluar deras tanpa perlu repot dihisap.

Pria misterius itu lapar. Ia berburu untuk makan, dan tak mungkin membiarkan objeknya untuk lolos sampai tetes darah terakhir.

“Kau memakan buruanku.” Gadis yang semula terlihat seperti korban muncul di belakang pria penghisap darah itu. Ia mengacungkan belati yang berasal dari dadanya dan mengalungkan ke leher si pria. “Nyawamu taruhannya jika satu lagi pemuda tak berhasil kudapat.”

Ralp, sang pemuda penghisap darah tersenyum seram. Dia dengan sigap menepis belati yang kemudian terpental dan merengkuh tubuh si wanita yang kini mulutnya penuh darah. “Aku akan membawa sisa pemuda itu padamu, jadi jangan mengeluh.”

Ralp melompat dan bayangannya seperti kilasan asap di kala malam. Ia bermain dengan buruannya yang berlari takut dan berhenti di sebuah pohon besar karena sakit di kakinya. Malam ini buruan itu tengah sial, dan berdoapun bukan jawaban atas ketakutannya. Mungkin Tuhan juga muak dan murka padanya, maka saat ia merapal surat-surat pendek, tubuh Ralp sudah menggantung terbalik dan menyeringai padanya.

“Tolong jangan bunuh aku.” Pemuda itu gemetar dan menggulung tubuhnya karena takut. “Aku punya keluarga kecil. Aku harus pulang selamat untuk memberi anakku makan.”

“Waw,” Ralp mendesis gemas. “Kau berkata soal pengampunan, tapi mengapa kau memburu para gadis muda untuk diambil jantungnya? Kau pikir mereka bisa pulang ke rumah hidup-hidup dengan dada melompong? Kau terlalu lucu.”

“Be, be,” sang pemuda masih gemetar, tapi sebuah kekuatan membuatnya melompat dan menyerang Ralp dengan belati yang semula tak ia ingat. “Brengsek! Mati kau!”

Ralp melompat menghindari belati. Dia bisa sembuh dengan cepat, tapi permainan menyerang dan menghindar akan jadi latihan bagus untuk melatih cara bertarungnya.

Dunia tempatnya tinggal merupakan dunia yang kejam. Orang mungkin merasa modern, tapi kebanyakan dari mereka hidup dari menjatuhkan dan membunuh orang lain. Dia berumur panjang, tapi dia masih tak mau jika harus mati dengan mudah.

Tak lama, belati yang semula digunakan untuk menyerang sudah berada di leher pemuda manusia itu. Ralp tersenyum dan membayangkan rasa darah yang nanti akan mengisinya, dan mulai meneguk air liur.

“Siapa tuanmu?” tanya Ralp sebelum penghabisan terakhir.

“Aku tak tahu.”

“Bagaimana kau bisa tak tahu?”

“Mereka tak pernah memberi tahukan wujud dan alamat mereka. Jantung persembahan kami hanya diletakkan di altar dan sedetik kemudian lenyap dengan cepat.”

Ralp kembali tersenyum sangar. “Mereka? Jadi tak hanya satu tuan?”

Pemuda itu menggigil. Ia bahkan sempat terkencing karena takut, dan saat ia mencoba mendorong tangan Ralp, belati senjatanya sudah menggores lehernya hingga darah yang mengaliri tubuh muncrat ke semua tempat.

“Kau menghabisinya sebelum dia selesai bicara.” Wanita vampir yang semula terlihat seperti korban sudah mengayunkan kaki di salah satu ranting di dekat Ralp. “Kita bisa saja menemukan jawaban yang lebih pasti dari sekedar jumlah.”

“Kita bisa menemukan jawaban yang lain. Dengan kematian mereka, kita bisa mencari sumber lain untuk menemukan letak para penyembah iblis itu.”

“Kau begitu yakin.”

“Aku yakin dengan semua jalan yang kubuat.” Ralp melempar tubuh serupa mayat ke arah gadis itu dan membersihkan noda darah di tubuhnya. Ia bahkan sempat membuka pakaian dan membakarnya agar tak meninggalkan barang bukti saat ia pulang.

“Kau mau ke mana?”

“Aku kangen pacarku. Kau bisa pulang sendiri kan, Wendy?”

Gadis bernama Wendy itu mendesis. “Kau bermain dengan manusia lagi. Apa gadis itu tahu kalau kau vampir?”

Ralp tersenyum. “Aku tak peduli. Sekali dia milikku, selamanya dia akan tetap milikku.” Lalu Ralp melompat dari sebuah tebing curam yang punya aliran air dalam di bawahnya. Ia menyelam dan mandi sebelum akhirnya berjalan menuju mobil yang ia parkir tak jauh dari tempat itu.

“Jenny, aku datang.”

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Ralp   Kepala Babi

    “Percayalah, Kris, pria itu terlalu menggoda tapi juga aneh di waktu yang sama. Aku terus saja tak bisa tidur tenang setelah tahu dia mengantungi darah di tasnya.”“Tapi kau masih menidurinya.” Kristi tampak tertarik. Dan saking tertariknya, di depannya sudah berjajar beberapa keripik dan juga soda. “Kau ini penganut BDSM atau apa? Kau tak ngeri jika saja dia membunuhmu?”Aku menjerit. “Ngeri. Sangat ngeri. Tapi setiap dia menyentuhku, aku lupa betapa ngerinya aku pada saat itu.”“Kau sakit."Aku terdiam dan mengurut keningku. “menurutmu, apa aku perlu ke psikolog? Sepertinya aku butuh masukan yang serius.”“Kesehatan mental itu penting. Coba saja berobat.” Temanku itu tiba-tiba mengangkat alis dan mengecek gawainya. “Aku harus pergi. Ada kuliah sore hari ini, dan akan sangat tak sopan jika aku telat.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana jika pria it

  • Ralp   Bahagia Setengah Mati

    “Hai, Kak, bisa undur deadline bulan ini?” Aku sibuk dengan laptop dan gawaiku. “Sehari saja. Mungkin aku baru selesai malam nanti.” Aku memutar mataku saat sosok di balik telepon terus mengoceh. “Oke, sore nanti akan selesai.” Lalu panggilan diputus.Aku tengah melakukan proyek menulis di salah satu penerbit. Editor kenalanku punya penawaran untuk proyek international. Ada penerbit luar negeri yang tertarik dengan karyaku dan memintaku membuat sekuel baru dari karya pertama yang kubuat.Sebagai penulis fantasi, aku suka mengeksplor ranah yang biasa yang kemudian kuolah secara tulisan untuk jadi lebih menarik. Konsep ceritaku kali ini adalah vampire namun dengan seting Indonesia.Jika kalian penyuka horror, pasti kalian paham dengan beberapa vampire termasuk yang berasal dari cina. Di Indonesia sendiri, vampire seperti vampire cina juga ada. Ini dimulai dari jaman penjajahan di mana banyak masyarakat cina yang dibawa ke Indone

  • Ralp   Kejutan

    “Aku datang!” Ralp muncul dengan sebuah bunga merah di tangan dan aku mulai melompat karena terkejut.“Ya Tuhan!”“Kau seksi sekali hari ini.” Ralp hendak menyorongkan bibirnya, tapi aku mengelak dan membawanya keluar. “Mau ke mana?”“Temani aku mencari bahan.”“Aku kira kita akan meneruskan apa yang kita lakukan di hp.”Aku mendesis. Pinggulku linu dan meneruskan hal-hal asik itu tidak akan banyak membantu. “Tangki mobilmu penuh?”“Penuh untuk seharian.” Ralp bergerak untuk membenahi sabuk pengamanku. “Mau ke mana?”“Kau tahu kuburan Taman Indah? Antar aku ke sana.”Ralp mengernyit dan urung memutar roda. “Ke mana?”“Aku bilang kuburan.”“Kau tak punya kerjaan? Ada tempat yang lebih indah dari kuburan.”Kurasakan keningku berdenyut. Aku sedang terburu-b

  • Ralp   Real Action

    Tangan Ralp bergerak berbeda dari kesan sensual yang biasa. Dia merengkuh diriku dan meloncat dengan sangat tinggi ketika puluhan vampir mulai menyergap kami. Sepanjang hidupku, mungkin baru kali ini adrenalinku mengalir lebih deras. Aku bahkan tak mampu menjerit dan merengkuh Ralp agar ia mendekapku lebih kuat.Mobil kami masih di tempatnya, ia dibuka dengan gerakan tangan yang terburu-buru dan tubuhku seperti dihentak saat memasukinya."Pergilah. Injak gas sekencang mungkin dan jangan cari pertolongan, itu percuma." Ralp menengok dengan gusar pada sekelompok vampir yang kian mendekat. "Aku akan menyusul mu. Jadi pergi saja dari sini." Aku megap-megap. Kenapa aku harus menurutinya, padahal rasa khawatir di dadaku lebih besar? "Pergi!" Jeritan Ralp membuatku menggerutu sebelum menginjak gas. Satu yang kutangkap dari spionku, gerombolan zombie itu beterbangan setelah kudengar suara dentuman keras.Tak bisa kutahan air mata yang jatuh dan gemetar di seluruh tubuh. Rasanya

  • Ralp   Dalam Rencana Kencan

    "Kau tak mau memakan itu?" Wendi menunjuk setumpuk kentang goreng di pangkuan Ralp. "Kau mendengarkan?"Ralp mengerjap sejenak sebelum akhirnya menarik nafas berat. "Sepertinya aku melakukan kesalahan.""Tunggu!" Wendi meneguk Sodanya sebelum melanjutkan kalimat. "Apa kau terjebak sebuah masalah seperti menghamili anak gadis preman pasar lama, atau kau terlibat pinjol?""Aku serius.""Terlibat pinjol juga hal yang serius."Ralp tertawa. Bisa-bisanya dia berbicara pada seorang wanita dengan sifat anak sepuluh tahun. "Sudahlah. Lupakan saja."Melihat Ralp yang gusar dan terus menerus murung membuat Wendi semakin penasaran. "Baik, coba mulai ceritakan lagi masalahmu. Kali ini aku akan mendengarkan lebih serius." Ralp mengerutkan keningnya seperti jika ia tak bisa percaya pada Wendi seratus persen. "Hei, kalau kubilang aku serius, maka aku serius. Ada apa dengan ekspresi itu?""Oke, oke." Ralp membelai rambutnya yang kaku karena wax. "Aku membocorkan rah

  • Ralp   Sasaran Vampir Wanita

    Saat seseorang tengah dalam tekanan maut, dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup walau tenaganya tak lebih besar dari selembar bulu.Aku sendiri tengah meronta dengan tubuh telanjang dan tangan seorang wanita di leherku. Dia punya kekuatan yang tidak seperti wanita dan aku mulai batuk batuk karena rasa sakit dan gatal di tenggorokanku.Saat wanita menyeramkan itu kembali bertanya, gagang shower di genggamanku jadi senjata ampuh yang kugunakan untuk kujejalkan ke mulut lawan. Dia cukup terkejut terlebih ketika aku berhasil mendorongnya jatuh dan menindihnya dengan kaki di leher."Apa salahku? Kenapa kau menyerangku seperti ini? Kau gila atau apa?"Aku merasa suaraku seperti peluit yang nyaring, dan keadaan unggulku sebelumnya berubah lagi saat si wanita aneh lawanku berguling dan menduduki tubuhku.Sumpah, aku tak pernah menemui manusia segila dirinya yang menyerangku tanpa kutahu apa alasannya. Dia mulai menamparku dan mengulang pertanyaan yang sama. "Apa

  • Ralp   Akhir atau Awal Baru?

    "Gunakan lidahmu." Mata Wendi menatap tajam tubuh pria yang duduk berlutut di depannya. Pria itu diberi penutup mata dan borgol dengan niatan jika apa yang dia dan penyewanya mainkan akan jadi sebuah hal yang seru. "Kau tidak mendengarkan? Kubilang jilat aku." Kaki Wendi memijak wajah sang pria dan membiarkan lidah si pria membersihkan setiap sela di jarinya.Wanita itu berharap sebotol minuman yang ia teguk dapat menyamarkan rasa kalutnya, bahkan kalau perlu, ia ingin permainan liar yang dia lakukan bisa jadi obat atas sakit hatinya pada Ralp.Ia masih tak mengerti mengapa rekan vampirnya itu tunduk separuh itu pada kekasihnya? Apa pesona wanita itu hingga Ralp membelanya mati-matian?Wendi sangat kesal, dan kakinya yang basah menendang objek prianya sampai terjatuh."Apakah semua pria itu bodoh? Apa mereka tak bisa melihat onggokan daging lain yang sangat berharga sepertiku?" Wendi maju dan duduk di tubuh pria yang pasrah saja dikerjai. Tangan wanita itu membuka pe

  • Ralp   Peringatan

    Hari ini Wendi memutuskan untuk memasak sebagai perayaan atas putusnya Ralp dari pacarnya. Gadis ini terlalu kekanakan dan bahagia luar biasa saat mendengar keputusan yang Wendi anggap besar."Kapan kau pulang? Apa kau suka ayam kecap?" Dia mengetik pesan chat untuk Ralp tanpa tahu kalau pria itu tak bisa lepas dari kekasihnya dengan mudah.Seharusnya Wendi paham jika pria itu tak akan dengan mudah jauh dari wanitanya, dan seharusnya Wendi curiga akan kepergian Ralp yang tak jua muncul seharian."Grusak!"Wendi terusik oleh suara berisik di dekatnya. Telinganya memberi pesan ke otak bahwa ada pergerakan tak wajar yang berselimut aura gelap di dekatnya.Wanita itu tak punya apa-apa untuk dijadikan alat mempertahankan diri, jadi dia melompat dengan sangat tinggi, dan menerjang sebuah bayangan yang berada paling dekat dengannya.Seorang pria berkelit dari serangan Wendi. Dilihat dari bagaimana dia bisa menepis serangan wanita itu, bisa dipastikan jika dia bukan ma

บทล่าสุด

  • Ralp   Penculikan

    "Tepat seminggu." Wajah Editorku cerah setelah ia selesai membaca naskah yang kukirim. "Apa kau memakai semacam jasa ghost writer?"Aku tahu dia bercanda dan aku tahu hati kecilku sedikit tersinggung. "Maksudnya?""Aku tak punya maksud apa-apa, hanya saja tiga ratus halaman dalam seminggu bukanlah hal yang normal. Atau kau pakai semacam doping." Ya Tuhan, dia terus menggodaku."Ya. Aku banyak minum kopi Toraja. Paling tidak lima gelas sehari dan tanpa gula."Wanita cantik di seberang layar mengangguk. "Aku akan lapor ke atasanku, untung saja kau menepati janjimu, karena aku lelah beradu otot mempertahankan sesuatu yang aku sendiri tak tahu pasti hasilnya."Aku tak bisa menahan tawa melihat komentar editor sial itu. Aku tahu dia tak serius dan jika pun serius, hal tersebut cukup normal bagiku. Tiga ratus halaman dalam seminggu? Aku benar-benar seperti orang gila yang tidur sebentar pun masih bermimpi tentang plot. Sial."Eh, ada o

  • Ralp   Peringatan

    Hari ini Wendi memutuskan untuk memasak sebagai perayaan atas putusnya Ralp dari pacarnya. Gadis ini terlalu kekanakan dan bahagia luar biasa saat mendengar keputusan yang Wendi anggap besar."Kapan kau pulang? Apa kau suka ayam kecap?" Dia mengetik pesan chat untuk Ralp tanpa tahu kalau pria itu tak bisa lepas dari kekasihnya dengan mudah.Seharusnya Wendi paham jika pria itu tak akan dengan mudah jauh dari wanitanya, dan seharusnya Wendi curiga akan kepergian Ralp yang tak jua muncul seharian."Grusak!"Wendi terusik oleh suara berisik di dekatnya. Telinganya memberi pesan ke otak bahwa ada pergerakan tak wajar yang berselimut aura gelap di dekatnya.Wanita itu tak punya apa-apa untuk dijadikan alat mempertahankan diri, jadi dia melompat dengan sangat tinggi, dan menerjang sebuah bayangan yang berada paling dekat dengannya.Seorang pria berkelit dari serangan Wendi. Dilihat dari bagaimana dia bisa menepis serangan wanita itu, bisa dipastikan jika dia bukan ma

  • Ralp   Akhir atau Awal Baru?

    "Gunakan lidahmu." Mata Wendi menatap tajam tubuh pria yang duduk berlutut di depannya. Pria itu diberi penutup mata dan borgol dengan niatan jika apa yang dia dan penyewanya mainkan akan jadi sebuah hal yang seru. "Kau tidak mendengarkan? Kubilang jilat aku." Kaki Wendi memijak wajah sang pria dan membiarkan lidah si pria membersihkan setiap sela di jarinya.Wanita itu berharap sebotol minuman yang ia teguk dapat menyamarkan rasa kalutnya, bahkan kalau perlu, ia ingin permainan liar yang dia lakukan bisa jadi obat atas sakit hatinya pada Ralp.Ia masih tak mengerti mengapa rekan vampirnya itu tunduk separuh itu pada kekasihnya? Apa pesona wanita itu hingga Ralp membelanya mati-matian?Wendi sangat kesal, dan kakinya yang basah menendang objek prianya sampai terjatuh."Apakah semua pria itu bodoh? Apa mereka tak bisa melihat onggokan daging lain yang sangat berharga sepertiku?" Wendi maju dan duduk di tubuh pria yang pasrah saja dikerjai. Tangan wanita itu membuka pe

  • Ralp   Sasaran Vampir Wanita

    Saat seseorang tengah dalam tekanan maut, dia akan melakukan apapun untuk bertahan hidup walau tenaganya tak lebih besar dari selembar bulu.Aku sendiri tengah meronta dengan tubuh telanjang dan tangan seorang wanita di leherku. Dia punya kekuatan yang tidak seperti wanita dan aku mulai batuk batuk karena rasa sakit dan gatal di tenggorokanku.Saat wanita menyeramkan itu kembali bertanya, gagang shower di genggamanku jadi senjata ampuh yang kugunakan untuk kujejalkan ke mulut lawan. Dia cukup terkejut terlebih ketika aku berhasil mendorongnya jatuh dan menindihnya dengan kaki di leher."Apa salahku? Kenapa kau menyerangku seperti ini? Kau gila atau apa?"Aku merasa suaraku seperti peluit yang nyaring, dan keadaan unggulku sebelumnya berubah lagi saat si wanita aneh lawanku berguling dan menduduki tubuhku.Sumpah, aku tak pernah menemui manusia segila dirinya yang menyerangku tanpa kutahu apa alasannya. Dia mulai menamparku dan mengulang pertanyaan yang sama. "Apa

  • Ralp   Dalam Rencana Kencan

    "Kau tak mau memakan itu?" Wendi menunjuk setumpuk kentang goreng di pangkuan Ralp. "Kau mendengarkan?"Ralp mengerjap sejenak sebelum akhirnya menarik nafas berat. "Sepertinya aku melakukan kesalahan.""Tunggu!" Wendi meneguk Sodanya sebelum melanjutkan kalimat. "Apa kau terjebak sebuah masalah seperti menghamili anak gadis preman pasar lama, atau kau terlibat pinjol?""Aku serius.""Terlibat pinjol juga hal yang serius."Ralp tertawa. Bisa-bisanya dia berbicara pada seorang wanita dengan sifat anak sepuluh tahun. "Sudahlah. Lupakan saja."Melihat Ralp yang gusar dan terus menerus murung membuat Wendi semakin penasaran. "Baik, coba mulai ceritakan lagi masalahmu. Kali ini aku akan mendengarkan lebih serius." Ralp mengerutkan keningnya seperti jika ia tak bisa percaya pada Wendi seratus persen. "Hei, kalau kubilang aku serius, maka aku serius. Ada apa dengan ekspresi itu?""Oke, oke." Ralp membelai rambutnya yang kaku karena wax. "Aku membocorkan rah

  • Ralp   Real Action

    Tangan Ralp bergerak berbeda dari kesan sensual yang biasa. Dia merengkuh diriku dan meloncat dengan sangat tinggi ketika puluhan vampir mulai menyergap kami. Sepanjang hidupku, mungkin baru kali ini adrenalinku mengalir lebih deras. Aku bahkan tak mampu menjerit dan merengkuh Ralp agar ia mendekapku lebih kuat.Mobil kami masih di tempatnya, ia dibuka dengan gerakan tangan yang terburu-buru dan tubuhku seperti dihentak saat memasukinya."Pergilah. Injak gas sekencang mungkin dan jangan cari pertolongan, itu percuma." Ralp menengok dengan gusar pada sekelompok vampir yang kian mendekat. "Aku akan menyusul mu. Jadi pergi saja dari sini." Aku megap-megap. Kenapa aku harus menurutinya, padahal rasa khawatir di dadaku lebih besar? "Pergi!" Jeritan Ralp membuatku menggerutu sebelum menginjak gas. Satu yang kutangkap dari spionku, gerombolan zombie itu beterbangan setelah kudengar suara dentuman keras.Tak bisa kutahan air mata yang jatuh dan gemetar di seluruh tubuh. Rasanya

  • Ralp   Kejutan

    “Aku datang!” Ralp muncul dengan sebuah bunga merah di tangan dan aku mulai melompat karena terkejut.“Ya Tuhan!”“Kau seksi sekali hari ini.” Ralp hendak menyorongkan bibirnya, tapi aku mengelak dan membawanya keluar. “Mau ke mana?”“Temani aku mencari bahan.”“Aku kira kita akan meneruskan apa yang kita lakukan di hp.”Aku mendesis. Pinggulku linu dan meneruskan hal-hal asik itu tidak akan banyak membantu. “Tangki mobilmu penuh?”“Penuh untuk seharian.” Ralp bergerak untuk membenahi sabuk pengamanku. “Mau ke mana?”“Kau tahu kuburan Taman Indah? Antar aku ke sana.”Ralp mengernyit dan urung memutar roda. “Ke mana?”“Aku bilang kuburan.”“Kau tak punya kerjaan? Ada tempat yang lebih indah dari kuburan.”Kurasakan keningku berdenyut. Aku sedang terburu-b

  • Ralp   Bahagia Setengah Mati

    “Hai, Kak, bisa undur deadline bulan ini?” Aku sibuk dengan laptop dan gawaiku. “Sehari saja. Mungkin aku baru selesai malam nanti.” Aku memutar mataku saat sosok di balik telepon terus mengoceh. “Oke, sore nanti akan selesai.” Lalu panggilan diputus.Aku tengah melakukan proyek menulis di salah satu penerbit. Editor kenalanku punya penawaran untuk proyek international. Ada penerbit luar negeri yang tertarik dengan karyaku dan memintaku membuat sekuel baru dari karya pertama yang kubuat.Sebagai penulis fantasi, aku suka mengeksplor ranah yang biasa yang kemudian kuolah secara tulisan untuk jadi lebih menarik. Konsep ceritaku kali ini adalah vampire namun dengan seting Indonesia.Jika kalian penyuka horror, pasti kalian paham dengan beberapa vampire termasuk yang berasal dari cina. Di Indonesia sendiri, vampire seperti vampire cina juga ada. Ini dimulai dari jaman penjajahan di mana banyak masyarakat cina yang dibawa ke Indone

  • Ralp   Kepala Babi

    “Percayalah, Kris, pria itu terlalu menggoda tapi juga aneh di waktu yang sama. Aku terus saja tak bisa tidur tenang setelah tahu dia mengantungi darah di tasnya.”“Tapi kau masih menidurinya.” Kristi tampak tertarik. Dan saking tertariknya, di depannya sudah berjajar beberapa keripik dan juga soda. “Kau ini penganut BDSM atau apa? Kau tak ngeri jika saja dia membunuhmu?”Aku menjerit. “Ngeri. Sangat ngeri. Tapi setiap dia menyentuhku, aku lupa betapa ngerinya aku pada saat itu.”“Kau sakit."Aku terdiam dan mengurut keningku. “menurutmu, apa aku perlu ke psikolog? Sepertinya aku butuh masukan yang serius.”“Kesehatan mental itu penting. Coba saja berobat.” Temanku itu tiba-tiba mengangkat alis dan mengecek gawainya. “Aku harus pergi. Ada kuliah sore hari ini, dan akan sangat tak sopan jika aku telat.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana jika pria it

DMCA.com Protection Status