Suara tangisan dari seorang wanita telah memenuhi telinga ku. Tanpa mampu mengatasi kunci masalahnya. Aku hanya mampu mencoba untuk mengurangi akibat dari kesalahan ku. Sosok dari raja yang payah dan tidak berguna melekat pada diri ku ini.
Bahkan saat ini, aku tidak mampu menyelesaikan tanggung jawab ku dengan baik. Aku masih belum selesai melilitkan perban di kakinya. Hingga dia berhenti menangis. Disaat yang berat untuk mengatakan sesuatu. Perutku justru menjerit dengan suara yang begitu keras."Yang mulia, apakah anda belum makan?", sungguh, aku malu sekali. Ketika dia menanyakan hal itu kepadaku. Aku beruntung karena di ruang tamu ini tidaklah ada cermin. Kalau semisalnya ada, pasti yang terpantul di sana adalah sosok laki-laki yang tidak lagi punya harga diri.Hal itu juga yang menjadi sebab. Kenapa aku tidak mungkin untuk mengiyakan pertanyaan itu. Dengan memanfaatkan seluruh kapasitas otak ku untuk berpikir. Dalam waktu yang singkat, aku berhasil menyiapkan sesuatu untuk menanggapi pertanyaannya.Aku akan manfaatkan adikku yang saat ini tidak ada di rumah. Agar bisa menjadi alasan untukku belum makan. Akan aku katakan kalau aku memang belum makan. Karena menunggu kepulangan adikku. Agar dia merasa kagum dengan sisi setia ku. Karena berani menahan lapar untuk bisa makan bersama dengan adikku.Tidak, tunggu dulu. Jangan begitu, nanti jadinya malah terkesan dramatis. Seharusnya aku menunjukan sisi kewibawaan ku sebagai seorang raja. Dengan menjawab kalau aku tidak bisa menikmati makanan ku. Karena terasa tidak enak.Padahal banyak rakyatku di luar sana yang masih kesusahan untuk memakan makanan yang enak. Tapi, disini aku justru dengan mudahnya memakan makanan yang mewah seperti ini. Eh, kenapa rasanya terkesan jadi raja yang sombong? Di hadapan kesatria yang sebelumnya adalah rakyat jelata.Kalau begitu, aku harus cari jawaban bagus yang lain. Mungkin aku jawab saja, kalau sebenarnya aku tadi sudah makan. Tenang saja, untuk hal ini bukan kebohongan. Karena sebelum acara itu dimulai. Aku memang sudah makan nasi satu piring.Baiklah, aku akan gunakan jawaban ini saja. Tapi, begitu aku ingin mengatakan ini. Aku juga mulai menyadari kalau ada hal yang lebih buruk lagi. Dalam jawaban ini, jika dibandingkan dengan yang sebelumnya."Aku..., itu.. gini...", aku cukup beruntung karena aku tidak bisa menjawabnya dengan baik. Namun, disisi lain, aku sudah menghancurkan semua rencana ku yang sudah tersusun.Aku jadi tidak bisa lagi membuatnya sesuai dengan apa yang ada di kepalaku. Berakhir sudah riwayatku. Sejak detik ini, aku sudah tidak sanggup lagi. Untuk berdiri atau berada dihadapannya lagi.Kepalaku yang mulai kosong di kagetkan suara yang tiba-tiba terdengar. Ada orang yang berulang kali mengetuk pintu rumah ini. Suara itu menjadi sesuatu yang cukup mengganggu. Karena orang itu tidak memberikan sedikit pun jeda. Dalam lantunan ketukan dari tangannya."Maaf, aku buka pintunya dulu. Kelihatannya adikku sudah pulang.", walaupun mengganggu, aku sangat berterima kasih kepada orang yang melakukan ini. Karena perbuatannya ini, telah cukup untuk menjadi alasan pelarian ku.Mungkin, kalau aku tidak sedang berada di kondisi seperti ini. Aku pasti sudah mengomeli adikku yang semakin pemalas ini. Untuk saat ini saja, aku akan menyambut mu dengan pelukanku.Aku dengan perlahan berjalan menuju ke pintu depan. Karena aku ingin berada dalam keadaan ini dengan sangat lama. Begitu aku membuka pintu dan ingin memeluk adikku itu. Aku justru sedang memeluk seorang wanita dewasa yang tidak aku kenal.Selain wanita dewasa itu, ada juga laki-laki yang kelihatan kuat di belakangnya. Orang yang aku kira adikku. Ternyata adalah dua orang dewasa laki-laki dan perempuan. Siapa mereka berdua ini?Dengan cepat aku melepaskan pelukanku dari wanita dewasa itu. Disaat itu, dia juga dengan cepat berjalan masuk ke dalam rumahku."Kak Lina, aku bawa kue buatan baru, nih. Mau tidak...?", Dia berteriak keras dan langsung masuk tanpa mengucapkan permisi kepada tuan rumah ini. Aku mencoba untuk meraih tangannya dan berusaha untuk menghentikannya.Namun genggaman tangan ku tidak cukup kuat untuk menghentikannya. Dia tetap saja berjalan masuk menerobos sistem pertahanan ku. Dari tempat aku berdiri saat ini.Terlihat bahwa dia berjalan menuju ke tempat dimana kesatria wanita itu berada. Karena aku gagal menghentikan wanita dewasa itu. Aku tidak bisa membiarkan yang laki-laki juga melewati ku. Namun, ketika aku melihat ke arah dimana dia berdiri sebelumnya.Laki-laki itu sudah menghilang dari tempatnya. Aku merinding dan terdiam untuk beberapa saat. Bagaimana seseorang bisa pergi secepat itu? Aku bahkan tidak mendengat suara langkah kakinya saat meninggalkan rumah ini."Maaf mengganggu mu. Tenang saja, kami berdua datang. Bukan untuk melakukan sesuatu hal yang buruk. Terutama aku yang hanya ingin mengantarkan adikku itu untuk bertemu dengan kakak perempuannya.", aku mendengar perkataan ini dari belakang. Aku sangat kaget hingga suara jantung ku terdengar cukup kuat di telingaku.Laki-laki itu juga memukulkan tangan nya ke punggungku yang terasa seperti ditusuk oleh pedang. Aku tidak memiliki sedikit pun keberanian untuk melihat ke belakang. Karena dia juga mendorong ku untuk mengikuti langkah kakinya. Dia mengarahkan ku untuk menuju ke tempat dimana kesatria dan wanita tadi berada.Perlahan-lahan aku mulai melihat kursi yang menjadi tempat kesatria tadi duduk. Begitu aku melihat keseluruhan ruang tamu ku. Wanita dewasa yang menerobos masuk tadi. Dia mengulurkan kedua tangannya kearah ku.Di tangannya itu, ada bungkusan kain yang berisi sesuatu yang tidak aku ketahui. Terlihat cukup jelas, kalau kain itu sudah lama tapi masih terjaga dengan baik. Karena salah satu pin dalam tali pengikatnya telah tiada. Namun kainnya sendiri masih sangat terawat.Setelah aku mengamati dengan seksama. Aku baru mulai menanyakan sesuatu. Tapi, mulutku tidak mampu mengatakan apapun. Saat aku menatap wajahnya yang cantik. Rambutnya yang berwarna pirang membuatnya berbeda dengan kesatria wanita yang berambut putih.Namun, pesona dari wanita ini telah dapat merebut seluruh perhatian ku. Wajahnya yang hampir mirip dengan kesatria wanita itu. Namun wanita yang ada di hadapanku ini. Dia terlihat lebih berbeda dari semua wanita yang pernah aku lihat. Aku mulai berpikir keras untuk satu hal ini.Kenapa pesonanya itu begitu menarik untukku? Aku termenung dan dia menyodorkan sebuah kain tepat di depan wajahku. Kain itu hingga mengenai hidung ku yang membuatnya terasa gatal. Hidungku terasa sangat gatal namun aku tidak memiliki keinginan untuk menggaruknya.Karena semua pikiran dan perhatian ku. Saat ini hanya berpusat pada satu orang wanita. Dialah orang yang saat ini sedang berada di hadapanku. Dia mengatakan sesuatu untuk memulai sebuah percakapan. Dengan suara yang begitu lembut dan merdu."Mau kue?", dia memang hanya mengatakan dua kata saja. Tapi kepalaku menangkap ribuan arti dari perkataannya itu. Suaranya juga terdengar seperti rayuan untuk melakukan apa yang dia mau. Itu mengguncang isi kepala ku. Hingga tidak lagi mampu mencari alasan untuk menolaknya.Begitu aku mengambil satu kue yang berbentuk hewan-hewan lucu. Kepalaku sibuk untuk mencari makna sebenarnya dari dua kata itu. Perlahan-lahan aku mengunyah kue yang enak dan lembut itu. Tidak hanya parasnya saja yang cantik. Tapi kue yang di bawanya juga tidak kalah manis.Aku serasa sedang terbang di langit. Sambil memandang indahnya matahari dan bulan secara bersamaan. Hanya saja, gejolak dalam kepalaku tiba-tiba saja berhenti. Ketika ada seseorang yang menutup mataku dengan tangannya."Elisa. Berhenti menatapnya seperti itu. Kelihatannya dia masih lemah terhadap kemampuan pesona mu. Kamu juga, berhenti memandangi adikku...!", begitu mendengar itu. Aku mulai bisa berpikir jernih.Aku menyingkirkan tangan yang menghalangi penglihatan ku. Lalu melihat orang yang menutup mataku tadi. Saat itu aku menyadari sesuatu. Kalau tiga orang yang saat ini berada di tempat yang sama dengan ku. Memiliki paras wajah yang sama persis."Lisa, beri aku kue itu juga.", kesatria meminta kue yang sama dengan yang diberikan kepada ku. Dia mengulurkan tangan kanannya kepada wanita yang dipanggil dengan nama Lisa. Aku pun juga ikut memanggilnya seperti itu."Lisa. Namamu Lisa, kan? Kenapa kamu tidak memberinya? Lihat itu! Dia sudah berkali-kali memintanya.", aku menyinggungnya sedikit. Agar Lisa mau melihat ke belakang nya. Karena dari tadi Lisa selalu mengacuhkan kesatria."Tadi katanya tidak mau. Kakak ini gimana mau nya?", dia tidak merespon pertanyaanku. Tapi langsung menyinggung perbuatan kesatria sebelum aku datang.Kelihatannya, sebelum aku berada disini. Lisa sudah menawarkan kue nya ke kesatria. Namun aku tidak tahu alasannya. Kenapa kesatria, sebelumnya menolak tawarannya Lisa? Karena aku tidak mau mereka jadi bertengkar di rumah ku.Aku ambil satu potong kue yang ada di dalam kain yang di bawa Lisa. Lalu, memberikannya kepada kesatria. Lisa terlihat marah kepada ku. Karena aku sudah melakukan hal yang tidak ingin dia lakukan."Hei kau, berani juga kau melakukan itu.", Lisa berusaha terlihat menakutkan untuk mengancam ku. Namun, aku tidak ambil pusing dengan tingkahnya itu. Aku langsung duduk di kursi yang ada disamping kesatria."Kenapa kalian berdua tidak duduk saja? Kalian pasti saudara dan saudari nya kesatria, bukan? Aku sambut kedatangan kalian disini.", aku bersikap seolah menjadi raja yang berwibawa dan elegan.Walaupun aku harus menanggung malu yang tiada tara. Karena dilihat secara langsung oleh kesatria. Tapi, paling tidak. Aku harus tetap bersikap. Selayaknya seorang raja yang berwibawa di hadapan keluarga kesatria.Aku juga masih sangat beruntung. Karena aku bisa mendapatkan tempat duduk yang tidak berhadapan dengan kesatria.Tapi, nampaknya tindakan ku ini telah memicu sebuah masalah. Laki-laki yang datang bersamaan dengan Lisa. Dia terlihat sangat marah dan menakutkan."Boleh, juga kau. Sangat pantas untuk menjadi seorang raja.", dia mengatakan kata-kata pujian. Namun yang aku rasakan saat ini. Justru seperti di sarkas oleh orang yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari ku.Siapa sebenarnya laki-laki menakutkan ini? Sebenarnya dia tahu atau tidak, sih? Kalau aku ini adalah raja kerajaan ini. Kalau dia tidak tahu, itu sudah dapat dipastikan sebagai kata-kata sarkas kepadaku. Karena menjamu tamu dengan berlagak seperti raja.Mental ku sebagai seorang raja yang berwibawa di rumah ini langsung surut. Aku jadi semakin sulit untuk menghadapi tiga orang ini. Saat mereka secara bersamaan menciptakan suasana yang hening."Jadi, ada urusan apa kalian datang ke rumahku?", karena aku panik dengan suasana seperti ini. Aku jadi mengatakan salah satu pertanyaan. Dimana pertanyaan itu, tidak seharusnya dikatakan kepada tamu yang datang berkunjung ke rumah."Aku hanya ingin mengantarkan adikku itu. Dia bilang sudah kangen banget dengan kakak perempuannya. Rasa kangennya itu sangatlah dalam. Hingga membuatnya lupa dengan hari ulang tahun putrinya. Parah banget emang, mama yang satu ini.", kesatria tertawa saat mendengar kesaksian dari laki-laki itu."Kak Laitten. Jangan bahas itu di sini.", saat Lisa memperingatkan kakak laki-lakinya. Rasanya, aku seperti melihat masa laluku. Kalau saja aku mampu melindungi kedua saudariku dengan baik. Apakah aku bisa bersenda gurau seperti ketiga saudara-saudari ini?Bersambung..."Kak Laitten, jangan bahas kejadian itu disini!", Lisa mencubit perut kakak laki-lakinya yang duduk di sampingnya. Laki-laki bernama Laitten itu meronta-ronta karena kesakitan. Dia berusaha keras untuk melepaskan cubitan adiknya."Iya-iya. Sudah, kamu selesaikan saja. Urusanmu dengan kakakmu yang kamu rindukan itu.", Lisa langsung berhenti mencubitnya. Lalu memulai percakapan dengan kesatria wanita. Dua bersaudari itu kelihatan sangat akrab.Mereka berdua terlihat begitu senang dengan percakapan mereka. Itu menunjukkan kepada ku kalau mereka berdua memang sangatlah dekat. Itu membuatku merasa iri dan kagum di saat yang bersamaan."Hei, anak muda. Apa yang kau lihat hingga kau nampak sangat senang seperti itu?", Laitten menatapku dengan tatapan tajam seakan-akan menusukku. Aku segera mengalihkan pandangan ku dari kedua saudarinya."Tidak ada.", aku langsung fokus untuk melihat dinding yang polos. Aku sandarkan kepala ku ke tangan kanan ku. Sikut ku menancap di atas meja yang ada didepan
Ketika ketiga tamuku pergi meninggalkan rumah ini. Aku tutup pintu rumah dan langsung terkapar di lantai. Hari ini benar-benar menjadi hari yang melelahkan. Aku sudah tidak mau lagi melakukan apapun saat ini. Aku akan langsung pergi ke kamarku dan tidur nyenyak di sana.Tapi, begitu aku berusaha untuk berdiri. Kakiku yang telah lemas membuat ku tidak lagi mampu berjalan. Akhirnya aku terpaksa harus tidur di tempat ku terkapar. Aku langsung menutup mata dan tidur di balik pintu rumah.Begitu aku kembali sadar dari tidur ku. Tubuhku terasa nyeri dan pegal-pegal. Namun kali ini kakiku sudah mampu membuat ku berdiri. Aku langsung berdiri dan bergegas mempersiapkan banyak hal. Untuk menjalankan tugas harian ku sebagai raja.Saat aku membuka pintu rumah dan melihat seseorang yang ada dibalik nya. Aku kembali dibuat menyesal karena telah melupakan hal yang penting. Adikku tidur di kursi roda miliknya yang berada di luar rumah.Dia tidur dengan posisi duduk di atas kursi rodanya. Terdapat bany
"Jangan bohong!", aku tertegun mendengar perkataan itu. Kenapa orang ini bisa menganggap ku sedang berbohong. Bukankah dia tidak tahu tentang pembicaraan ku tadi. Aku mulai merasa, kalau ada sesuatu yang sedang mengawasi ku."Apa? Bagian manakah, yang menurut mu kebohongan? Kenapa juga aku harus berbohong?", hal yang membuat ku curiga adalah sikap Jiuren yang aneh. Padahal sudah bertahun-tahun lamanya kami bersama.Dia tidak pernah sekalipun menyebut ku berbohong. Seharusnya dia juga tahu tentang hal itu. Namun yang ada didepan ku saat ini. Seperti bukan Jiuren yang aku kenal selama ini. Kalau aku pikirkan kembali dengan baik-baik.Memang ada sesuatu yang aneh semenjak aku bertemu dengan keluarga kesatria itu. Mulai dari adikku yang tidak segera pulang hingga larut malam sekali. Kakakku yang menanyakan hal yang tidak biasa. Sampai orang terdekat ku sendiri seperti sedang mendesak ku."Justru kamu itu yang aneh. Aren yang aku kenal tidak akan menyalahkan saudari nya sendiri. Dia akan se
Hari esok yang telah berusaha sangat keras untuk mengejar ku. Akhirnya berhasil menangkap dan menemani ku. Bersamaan dengan gerombolan orang yang datang untuk menjengukku. Begitu banyak orang yang datang menemui ku.Hingga membuat dokter yang mengurus ku turun tangan. Untuk menghentikan perputaran roda pengunjung. Karena dapat mengganggu waktu ku untuk beristirahat. Ada banyak yang di paksa pulang oleh dokter. Karena tidak memiliki urusan yang cukup penting untuk menemui ku.Saat ini, hanya tersisa beberapa orang yang dapat dihitung dengan jari tangan. Walaupun begitu, mereka sudah mampu untuk membuat kamarku menjadi ramai. Karena mereka cukup banyak yang saling berbincang-bincang tentang urusan kerajaan.Jujur saja, hal ini cukup bisa membuat ku. Teralihkan dari berbagai kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Baik itu tentang nafas buatan ataupun hal lain yang sebelumnya terjadi. Dari banyaknya orang yang membahas tentang keadaan ku.Aku perlahan-lahan mulai memahami kejadian yang te
Tidak, untuk satu hal ini saja. Aku tidak akan pernah membiarkannya terlepas dari ku. Aku akan pertahankan dia bagaimanapun caranya. Walaupun kami ini seumuran, bagiku keberadaannya di samping ku. Sudah seperti sesosok ayah yang selalu menjaga dan menolong ku."Aku justru membutuhkan mu disamping ku. Bahkan saat inipun, aku ingin kamu jadi teman curhat ku.", aku berteriak keras agar di dengar oleh nya. Karena aku ingin dia mendengar perkataan ku dengan sangat jelas. Agar aku bisa mengukirkan nya ke dalam hatinya yang paling dalam.Dia mulai mendengar perkataan ku dan menghadapkan wajahnya kepada ku. Saat itu, aku terdiam menjadi patung. Entah mengapa, saat dia menatapku. Aku jadi tidak bisa mengatakan hal yang ingin aku sampaikan."Tapi, sebelum itu. Bisa tolong periksa keluar sebentar. Apakah dibalik pintu itu ada kesatria?", aku menunjuk ke arah pintu. Dimana banyak orang yang keluar dan masuk melalui pintu itu. Aku khawatir ada orang yang bersangkutan dengan curhatan ku."Kesatria?
"Aren, jangan lupa untuk membaca ini setiap malamnya. Ya...!!!", dia menyodorkan sebuah plastik yang berisi sebuah buku. Namun aku merasa seperti sedang ditodong dengan senjata api."Jadi, kenapa kamu menolak permintaannya?", Jiuren sudah mulai menanyakan urusan ku. Ini menandakan, kalau kejadian itu sudah tidak menggangu pikirannya lagi. Aku turut bahagia dan gembira atas kembalinya sosok Jiuren yang dulu."Habisnya, aku tidak bisa. Kalau harus menghabiskan waktu ku bersamanya. Terlebih lagi, kelihatannya keluarganya tidak suka denganku.", aku mulai membuat banyak alasan dari berbagai macam masalah."Kau sudah pernah bertemu dengan keluarga kesatria itu?", Jiuren menanyakan hal yang sudah sewajarnya. Dipertanyakan oleh orang yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Aku mulai bercerita sedikit tentang kedatangan kesatria malam itu."Jadi, karena itu aku tidak bisa menerima permintaan itu. Selain alasan yang dilontarkan oleh banyak orang. Aku sendiri juga sudah tidak mampu untuk b
"Tidak ada yang salah. Dia memang minta padaku untuk dibawakan sate kambing.", Jiuren dengan tegas mengatakan kalau dia memang tidak salah dengar. Itu cukup menjadi kejutan baru bagiku. Karena setahuku, istrinya Jiuren memang tidak suka dengan daging kambing."Jangan bohong! Istrimu minta untuk dibawakan sate kambing. Bukankah itu sesuatu hal yang sangat mustahil?", aku kembali menunjukkan sikap tidak percaya. Kepada apa yang saat ini ada di depan ku. Jiuren langsung tersenyum lebar sambil menepuk pundak ku."Memang seperti itulah seorang wanita. Kamu akan tahu bagaimana rasanya nanti. Kalau kau sudah menikah dengan kesatria itu.", Jiuren kembali mengatakan hal yang bodoh. Dia pikir aku akan menyetujuinya. Jika dia menggodaku seperti itu."Terserah kau saja. Pokoknya aku tidak mau dengar keluhan mu nanti. Kalau ternyata kamu memang salah dengar.", aku mengatakan itu. Agar Jiuren tidak lagi mengungkit masalah ini.Dia juga langsung berdiri dan berj
"Tidak ada. Lebih baik anda fokus saja untuk mengistirahatkan diri anda sendiri.", setelah mengatakan itu. Dokter itu pergi meninggalkan aku sendirian di kamar ini. Kesunyian dalam ruangan ini membuat isi kepala ku kosong.Tubuhku yang tiba-tiba terasa lemas segera aku dudukkan ke atas kasur. Habis sudah rencana dan usahaku selama ini untuk menabung uang sebanyak-banyaknya. Semua langsung berakhir hanya untuk satu barang yang ada di kantong plastik itu."Aren.", tiba-tiba aku mendengar suara yang tidak asing memanggil nama ku. Namun begitu aku mencoba untuk mencari sosoknya di sekitar ku. Aku tidak melihatnya sedang berada di tempat ini. Namun suara panggilan itu membuatku mendapatkan suatu ide.Aku segera mencari ponsel ku berada. Aku mencarinya dalam berbagai tas dan tempat yang ada di sekitar ku. Karena aku harus menelpon seseorang yang bisa menolong ku saat ini. Walaupun aku merasa tidak nyaman saat berbicara dengannya. Aku tidak punya waktu banyak untuk memilih-milih solusi saat i
"Kalau perlu akan aku panggil juga adikmu itu sekarang.", Katira mulai bersikeras untuk ikut campur dalam urusan ku dengan adikku. Entah mengapa aku jadi semakin tidak suka dengan semua yang terjadi saat ini."Tidak usah. Sudah, biarkan saja. Aku ingin sendiri untuk saat ini. Jadi, pulanglah! Aku ingin istirahat sekarang.", memang berat untuk memendam perasaan ini sendiri. Tapi aku harus bisa menguburnya untuk saat ini. Karena aku tidak ingin masalah ini melibatkan lebih banyak orang.Aku berharap dengan sedikit sikap dingin ku itu. Akan membuat kakakku ini, tidak ikut campur lebih jauh lagi. Karena semuanya hanya perlu berjalan seperti biasa. Tidak perlu ada sedikitpun perubahan dalam kondisi kami ini."Kau yakin ingin tetap seperti ini terus?", Katira bukannya pergi meninggalkan ku. Dia justru duduk di kursi yang aku belakangi. Selain itu, dia juga memegang lengan atas ku. Genggaman tangannya menjadi lebih erat. Saat dia menanyai ku dengan pertanyaan itu
"Tidak ada. Lebih baik anda fokus saja untuk mengistirahatkan diri anda sendiri.", setelah mengatakan itu. Dokter itu pergi meninggalkan aku sendirian di kamar ini. Kesunyian dalam ruangan ini membuat isi kepala ku kosong.Tubuhku yang tiba-tiba terasa lemas segera aku dudukkan ke atas kasur. Habis sudah rencana dan usahaku selama ini untuk menabung uang sebanyak-banyaknya. Semua langsung berakhir hanya untuk satu barang yang ada di kantong plastik itu."Aren.", tiba-tiba aku mendengar suara yang tidak asing memanggil nama ku. Namun begitu aku mencoba untuk mencari sosoknya di sekitar ku. Aku tidak melihatnya sedang berada di tempat ini. Namun suara panggilan itu membuatku mendapatkan suatu ide.Aku segera mencari ponsel ku berada. Aku mencarinya dalam berbagai tas dan tempat yang ada di sekitar ku. Karena aku harus menelpon seseorang yang bisa menolong ku saat ini. Walaupun aku merasa tidak nyaman saat berbicara dengannya. Aku tidak punya waktu banyak untuk memilih-milih solusi saat i
"Tidak ada yang salah. Dia memang minta padaku untuk dibawakan sate kambing.", Jiuren dengan tegas mengatakan kalau dia memang tidak salah dengar. Itu cukup menjadi kejutan baru bagiku. Karena setahuku, istrinya Jiuren memang tidak suka dengan daging kambing."Jangan bohong! Istrimu minta untuk dibawakan sate kambing. Bukankah itu sesuatu hal yang sangat mustahil?", aku kembali menunjukkan sikap tidak percaya. Kepada apa yang saat ini ada di depan ku. Jiuren langsung tersenyum lebar sambil menepuk pundak ku."Memang seperti itulah seorang wanita. Kamu akan tahu bagaimana rasanya nanti. Kalau kau sudah menikah dengan kesatria itu.", Jiuren kembali mengatakan hal yang bodoh. Dia pikir aku akan menyetujuinya. Jika dia menggodaku seperti itu."Terserah kau saja. Pokoknya aku tidak mau dengar keluhan mu nanti. Kalau ternyata kamu memang salah dengar.", aku mengatakan itu. Agar Jiuren tidak lagi mengungkit masalah ini.Dia juga langsung berdiri dan berj
"Aren, jangan lupa untuk membaca ini setiap malamnya. Ya...!!!", dia menyodorkan sebuah plastik yang berisi sebuah buku. Namun aku merasa seperti sedang ditodong dengan senjata api."Jadi, kenapa kamu menolak permintaannya?", Jiuren sudah mulai menanyakan urusan ku. Ini menandakan, kalau kejadian itu sudah tidak menggangu pikirannya lagi. Aku turut bahagia dan gembira atas kembalinya sosok Jiuren yang dulu."Habisnya, aku tidak bisa. Kalau harus menghabiskan waktu ku bersamanya. Terlebih lagi, kelihatannya keluarganya tidak suka denganku.", aku mulai membuat banyak alasan dari berbagai macam masalah."Kau sudah pernah bertemu dengan keluarga kesatria itu?", Jiuren menanyakan hal yang sudah sewajarnya. Dipertanyakan oleh orang yang tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya. Aku mulai bercerita sedikit tentang kedatangan kesatria malam itu."Jadi, karena itu aku tidak bisa menerima permintaan itu. Selain alasan yang dilontarkan oleh banyak orang. Aku sendiri juga sudah tidak mampu untuk b
Tidak, untuk satu hal ini saja. Aku tidak akan pernah membiarkannya terlepas dari ku. Aku akan pertahankan dia bagaimanapun caranya. Walaupun kami ini seumuran, bagiku keberadaannya di samping ku. Sudah seperti sesosok ayah yang selalu menjaga dan menolong ku."Aku justru membutuhkan mu disamping ku. Bahkan saat inipun, aku ingin kamu jadi teman curhat ku.", aku berteriak keras agar di dengar oleh nya. Karena aku ingin dia mendengar perkataan ku dengan sangat jelas. Agar aku bisa mengukirkan nya ke dalam hatinya yang paling dalam.Dia mulai mendengar perkataan ku dan menghadapkan wajahnya kepada ku. Saat itu, aku terdiam menjadi patung. Entah mengapa, saat dia menatapku. Aku jadi tidak bisa mengatakan hal yang ingin aku sampaikan."Tapi, sebelum itu. Bisa tolong periksa keluar sebentar. Apakah dibalik pintu itu ada kesatria?", aku menunjuk ke arah pintu. Dimana banyak orang yang keluar dan masuk melalui pintu itu. Aku khawatir ada orang yang bersangkutan dengan curhatan ku."Kesatria?
Hari esok yang telah berusaha sangat keras untuk mengejar ku. Akhirnya berhasil menangkap dan menemani ku. Bersamaan dengan gerombolan orang yang datang untuk menjengukku. Begitu banyak orang yang datang menemui ku.Hingga membuat dokter yang mengurus ku turun tangan. Untuk menghentikan perputaran roda pengunjung. Karena dapat mengganggu waktu ku untuk beristirahat. Ada banyak yang di paksa pulang oleh dokter. Karena tidak memiliki urusan yang cukup penting untuk menemui ku.Saat ini, hanya tersisa beberapa orang yang dapat dihitung dengan jari tangan. Walaupun begitu, mereka sudah mampu untuk membuat kamarku menjadi ramai. Karena mereka cukup banyak yang saling berbincang-bincang tentang urusan kerajaan.Jujur saja, hal ini cukup bisa membuat ku. Teralihkan dari berbagai kejadian yang telah terjadi sebelumnya. Baik itu tentang nafas buatan ataupun hal lain yang sebelumnya terjadi. Dari banyaknya orang yang membahas tentang keadaan ku.Aku perlahan-lahan mulai memahami kejadian yang te
"Jangan bohong!", aku tertegun mendengar perkataan itu. Kenapa orang ini bisa menganggap ku sedang berbohong. Bukankah dia tidak tahu tentang pembicaraan ku tadi. Aku mulai merasa, kalau ada sesuatu yang sedang mengawasi ku."Apa? Bagian manakah, yang menurut mu kebohongan? Kenapa juga aku harus berbohong?", hal yang membuat ku curiga adalah sikap Jiuren yang aneh. Padahal sudah bertahun-tahun lamanya kami bersama.Dia tidak pernah sekalipun menyebut ku berbohong. Seharusnya dia juga tahu tentang hal itu. Namun yang ada didepan ku saat ini. Seperti bukan Jiuren yang aku kenal selama ini. Kalau aku pikirkan kembali dengan baik-baik.Memang ada sesuatu yang aneh semenjak aku bertemu dengan keluarga kesatria itu. Mulai dari adikku yang tidak segera pulang hingga larut malam sekali. Kakakku yang menanyakan hal yang tidak biasa. Sampai orang terdekat ku sendiri seperti sedang mendesak ku."Justru kamu itu yang aneh. Aren yang aku kenal tidak akan menyalahkan saudari nya sendiri. Dia akan se
Ketika ketiga tamuku pergi meninggalkan rumah ini. Aku tutup pintu rumah dan langsung terkapar di lantai. Hari ini benar-benar menjadi hari yang melelahkan. Aku sudah tidak mau lagi melakukan apapun saat ini. Aku akan langsung pergi ke kamarku dan tidur nyenyak di sana.Tapi, begitu aku berusaha untuk berdiri. Kakiku yang telah lemas membuat ku tidak lagi mampu berjalan. Akhirnya aku terpaksa harus tidur di tempat ku terkapar. Aku langsung menutup mata dan tidur di balik pintu rumah.Begitu aku kembali sadar dari tidur ku. Tubuhku terasa nyeri dan pegal-pegal. Namun kali ini kakiku sudah mampu membuat ku berdiri. Aku langsung berdiri dan bergegas mempersiapkan banyak hal. Untuk menjalankan tugas harian ku sebagai raja.Saat aku membuka pintu rumah dan melihat seseorang yang ada dibalik nya. Aku kembali dibuat menyesal karena telah melupakan hal yang penting. Adikku tidur di kursi roda miliknya yang berada di luar rumah.Dia tidur dengan posisi duduk di atas kursi rodanya. Terdapat bany
"Kak Laitten, jangan bahas kejadian itu disini!", Lisa mencubit perut kakak laki-lakinya yang duduk di sampingnya. Laki-laki bernama Laitten itu meronta-ronta karena kesakitan. Dia berusaha keras untuk melepaskan cubitan adiknya."Iya-iya. Sudah, kamu selesaikan saja. Urusanmu dengan kakakmu yang kamu rindukan itu.", Lisa langsung berhenti mencubitnya. Lalu memulai percakapan dengan kesatria wanita. Dua bersaudari itu kelihatan sangat akrab.Mereka berdua terlihat begitu senang dengan percakapan mereka. Itu menunjukkan kepada ku kalau mereka berdua memang sangatlah dekat. Itu membuatku merasa iri dan kagum di saat yang bersamaan."Hei, anak muda. Apa yang kau lihat hingga kau nampak sangat senang seperti itu?", Laitten menatapku dengan tatapan tajam seakan-akan menusukku. Aku segera mengalihkan pandangan ku dari kedua saudarinya."Tidak ada.", aku langsung fokus untuk melihat dinding yang polos. Aku sandarkan kepala ku ke tangan kanan ku. Sikut ku menancap di atas meja yang ada didepan