“Gao Ping tidak sungguh-sungguh mencintaiku!” teriak Ming Lan putus asa.
Xiao You melambaikan kedua tangannya tanda penolakan berulang kali sambil memeriksa pintu kamar, memastikannya masih tertutup rapat. “Nyonya, rendahkan suaramu. Saya khawatir Raja Gao akan mendengar dan marah seperti sebelum-sebelumnya.”
“Aku tidak peduli lagi. Biar saja dia dengar. Aku sudah lelah,” sahut Ming Lan mengabaikan peringatan pelayannya. “Aku kira, datang kemari dan menikahinya adalah keputusan tepat. Nyatanya, aku merasa semakin hina.”
Ming Lan kembali menangis. Bahunya naik turun seirama dengan isakannya.
“Nyonya, siapa yang mengatakan berita palsu ini pada Anda?” tanya Xiao You iba.
“Aku mendengarnya sendiri dengan kedua telingaku!” bentak Ming Lan kesal. “Aku mendengarnya berbincang dengan Kakak Yang. Aku benci mereka!” teriaknya lagi.
“Nyonya, kalau Anda begini, An
Zening menoleh ke belakang. Benar, kereta bagian belakangnya terbakar hampir setengah. Zening segera duduk dan membuka ikatan tali kekangnya. Entah karena terlalu erat mengikat atau karena gugup, ikatan yang berusaha dilepasnya menjadi semakin erat. “Aku tidak bisa membuka ikatannya!” teriak Zening tanpa mengalihkan mata dan tangannya dari ikatan. Wang Yang memacu kudanya cepat menghampiri kereta yang terbakar. Tanpa pikir panjang, pria tampan itu melompat ke dalam kereta yang tersisa setengah dan membantu Zening melepaskan ikatan. “Kak, cepatlah! Kita akan hangus terbakar!” teriak Zening lagi. Di tengah kepanikan Zening, sepasang mata mengawasi dari balik pohon besar dengan senyum puas. Ia harus segera melaporkan hasil kerja hari ini pada tuannya. Pemilik mata itu segera berbalik, memacu kudanya dengan cepat, melewatkan tontonan terakhir yang menentukan nasib Zening. “Pinjamkan pedangmu, Kak!” teriak Zening. Wang Yang segera melempar
Dasar Jurang KematianZening merasa seluruh tubuhnya seolah hancur berkeping-keping setelah jatuh dari bibir jurang. Perlahan, ia beringsut bangkit karena tidak nyaman dengan posisi tubuhnya yang berada tepat di atas tubuh Wang Yang. Segera diperiksanya pergelangan tangan Wang Yang.“Syukurlah, dia tidak mati,” gumamnya lega.“Bagaimana aku bisa mati meninggalkan kenikmatan yang kau tawarkan, hmm?” Mata Wang Yang terbuka perlahan.Mendengar kalimat pertama yang keluar dari mulut pria itu setelah lolos dari maut, sontak membuat Zening melayangkan sebuah pukulan ke dada Wang Yang.“Uhuk ... uhuk! Kau hendak membunuhku?!” pekik Wang Yang segera duduk.“Jangan asal bicara! Harusnya kau bersyukur karena masih diberi kesempatan hidup,” omel Zening seraya berdiri dan membereskan pakaiannya yang lusuh dan kotor.“Apa kau terluka?” tanya Zening akhirnya.Alih-alih menjawab, Wan
“Tidak! Aku tidak akan izinkan kalian keluar! Terutama kau!” tegas Zihao sambil mengibaskan kipas di tangannya ke arah Zening. “Lancang!” hardik Wang Yang. “Apa kau tahu siapa kami?!” Sret. Buru-buru Zening menarik pakaian Wang Yang di area pinggang dan mengerjap memberi tanda. Gelengan kepalanya menegaskan bahwa ia tidak setuju dengan rencana Wang Yang menunjukkan identitas mereka. “Maaf, Tuan. Kalau boleh tahu, apa yang membuat Anda melarang kami pergi? Apa karena masalah tadi?” tanya Zening setelah Wang Yang menurunkan lengannya yang menunjuk lurus ke arah Zihao. “Kalau ingin tahu alasannya, ikutlah aku turun ke bawah.” Zihao mengibaskan pakaiannya dan berbalik menuruni tangga dengan cepat. Seketika, Wang Yang merentangkan lengannya menghadang Zening yang hendak menyusul pria berwajah cacat yang entah kenapa membuatnya tidak nyaman. “Aku melarangmu turun!” “Aku harus turun agar kita bisa segera pergi dari sini, Kak.
“Apa benar, Deyun yang membuat mata pria itu cacat?” ragu Zening pada dirinya.“Apa maksudmu?”Tanpa sadar, Wang Yang melambatkan laju kudanya, membuat Xu Jin melakukan hal yang sama.“Ada apa, Yang Mulia?” tanya Xu Jin dari belakang.Teriakan lantang Xu Jin menarik perhatian Zihao. Pria itu ikut menoleh ke belakang dan memperhatikan yang terjadi. Namun, tak lama kemudian, dia tersenyum miring dan melanjutkan perjalanannya.“Apa yang terjadi, Hao’er?” tanya Ye Rong seraya berpaling ke belakang.“Biarkan saja mereka kebingungan. Aku akan mulai membalas dendam begitu kakiku menginjak tanah Yongjin,” geram Zihao tertahan giginya.“Anakku, kita lupakan saja semuanya. Setelah mengantar mereka dengan selamat kembali ke istana, kita pulang.” Ye Rong meremas pergelangan Zihao penuh harap. “Nyawa kita ini adalah pemberian Li Daehan. Kalau seperti yang kau katak
Kediaman Tamu, Paviliun Wuyi“Hao’er, sebaiknya kita tinggal di penginapan saja. Untuk apa kita tinggal di sini?” Ye Rong menghampiri Zihao yang sedang duduk di meja makan sambil menikmati buah segar yang baru saja dihidangkan.“Hmm … buah istana rasanya lebih segar, Bu. Cobalah,” sahut Zihao mengabaikan ucapan ibunya seraya menyodorkan sebuah jeruk yang baru selesai dikupasnya.“Hao’er! Ini bukan tempat kita!” tegas Ye Rong sedikit kesal dengan sikap putranya yang mengabaikan kecemasannya.Zihao bangkit dari kursinya, berdiri menghadap Ye Rong dan merangkum pipi tirus wanita yang kadang kala membuatnya begitu marah sekaligus dicintainya.“Apa yang harus aku katakan padamu agar kau mengerti, Bu?” Zihao merendahkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya. “Kau mungkin berkata tidak menginginkan ini semua karena kau sudah pernah mengecapnya. Aku? Apa kau pernah berpikir tentangku, Bu
“Salam, Bibi Suying. Hamba Wang Hao, putra Selir Su. Bagaimana kabar Anda?” Suying mengeratkan rahangnya menahan diri untuk tidak berteriak kaget. Kedua lututnya mendadak kehilangan kekuatan menopang beban tubuhnya. ‘Siapa dia bilang? Selir Su? Bagaimana mungkin?’ sanggah Suying dalam hati. ‘Tidak, tidak mungkin. Dia hanya orang asing yang kebetulan mengetahui tentang kematian Ye Rong. Aku harus mengendalikan diriku,’ imbuhnya menguatkan diri. “Apa Anda baik-baik saja, Bibi Suying?” “Lancang!” bentak Suying dengan suara sedikit bergetar. “Kau pikir siapa kau, berani masuk kemari dan berbibi padaku, hah?!” “Pengawal! Bawa pria ini keluar!” teriak Suying ke arah pintu kediamannya. Zihao terkekeh melihat tingkah gugup Suying. “Tidak perlu repot-repot memanggil pengawal untukku, Bi. Aku akan tinggal cukup lama di sini, akan banyak waktu dan kesempatan kita untuk bertemu.” Zihao berniat menyudahi salam pembukanya dan pergi, tapi nal
“Hanya saja?” sambung Wang Yang penasaran.“Ibu Suri menahan orang tua kami, Yang Mulia!” tukas Zhaolin cepat. “Ampun, Yang mulia. Hamba tidak bermaksud mengadu, tapi itu yang terjadi sebenarnya.”“Maksudmu, selama ini Suying menahan orang tua kalian, menggunakannya untuk mengancam kalian? Begitu, Paman?” Nada bicara Wang Yang mulai serius.Zhaolin mengangguk.“Sudah berapa lama? Kenapa kau tidak pernah mengadu pada mendiang ayahanda? Bukankah kau kasim kepercayaannya?!” desak Wang Yang tidak sabar.“Ampuni hamba, Yang Mulia. Itu sudah lama terjadi, sekitar dua puluh tahun lalu.” Zhaolin terus tertunduk, tidak berani menatap mata bulat yang bersiap menelannya hidup-hidup.“Dan kau berencana terus diam dan menjadi kaki tangan kejatahan Lan Suying, Paman?!”Wang Yang bangkit dari ranjang dan menendang meja kecil di dekat kakinya hingga air dalam baskom p
Zihao tidak benar-benar pergi seperti dugaan Han Xiu. Pria itu hanya menjauh dan bersembunyi mengamati interaksi antara Han Xiu dan Zening. Dalam sekali pandang, Zihao dapat menyimpulkan bahwa pernah ada hubungan dekat antara Zening dan pria dengan ekspresi kaku itu. “Ada apa rupanya dengan pria yang sedang jatuh cinta?” tanya Zihao dari ambang pintu. Zening berbalik dan mengernyit melihat Zihao sudah berjalan masuk tanpa menunggu izin darinya. Secepat kilat, Xu Jin menghadang jalan pria bertopeng itu. “Maaf, Tuan. Anda tidak diperbolehkan masuk tanpa izin. Ini adalah kediaman calon istri raja!” tegas Xu Jin. “Wohoho … sudah hebat rupanya kau sekarang, Ning-Ning.” Zihao menelengkan kepalanya ke kiri melewati lengan Xu Jin agar dapat menatap Zening. “Jangan panggil aku dengan sebutan itu!” hardik Zening kesal. “Seingatku, kau begitu senang saat aku memanggilmu dengan sebutan itu pertama kali.” Zening tahu betul, Zihao sedang men
“Aku akan memanggilmu lagi saat membutuhkan,” ucapnya masih membelakangi Weqing.“Ya, dengan senang hati, Yang Mulia.”Lan Weqing mengenakan kembali baju seragamnya dengan hati berbunga. Penantian panjang dan tindakan-tindakan yang diambilnya untuk mendapatkan Mu Lan, berujung kebahagiaan. Senyumnya terus mengembang.“Jenderal,” panggil Mu Lan membuat Weqing berbalik cepat menghadapnya.“Ya, Yang Mulia.”Mu Lan mendekat dengan langkah gemulai. Tangannya mendarat lembut di bahu Weqing. Ujung jari telunjuk kanannya bergerak turun dengan gerakan memutar menyusuri dada Weqing, membuat pria itu menggelinjang girang.“Y-yang Mulia, secepat ini?” tanya Weqing panik sekaligus senang.“Bawa laporan keuangan seluruh kementerian yang bisa kau dapatkan, saat kau datang mengunjungiku lain hari.” Mu Lan menjulurkan lidahnya menyapu rahang Weqing hingga tubuh pria itu bergetar.“K-kapan?” tanya Weqing menggeram menahan hasratnya yang kembali meronta.“Kapanpun kau siap, Jenderal,” desah Mu Lan di wa
Secepat kilat, Zening mendongak tidak percaya. “Kak, kaukah itu?”Wang Yang dan Ru Lan menyingkir menjauhi ranjang, memberi ruang untuk Deyun dan Zening.Alih-alih memeluk adiknya seperti keinginannya tadi, Deyun berlutut dan mengangkat kedua tangannya memberi hormat. “Li Deyun, menghadap Yang Mulia Permaisuri!”“Kak!” pekik Zening lega. “Mereka melepaskanmu?” tanyanya seraya menangkup wajah Deyun yang terlihat tirus dan lelah. “Apa mereka juga menyiksamu?”Li Deyun menggeleng dengan senyum samar menghiasi bibirnya. “Mereka tidak akan berani menyiksa kakak permaisuri,” godanya pada Zening. “Aku menyelinap keluar untuk mengucapkan selamat atas pernikahan dan penobatanmu menjadi permaisuri. Aku harap, kau tidak mengecewakan kami, Rakyatmu.”Dug.Zening meninju perut Deyun kuat-kuat. “Kau berkata begini saat aku khawatir tentangmu? Sungguh keterlaluan!&rdq
“Kak Yang, aku ….” “Tarik napasmu. Nikmati semuanya.” Wang Yang mulai bergerak cepat. “Ya, begitu ….” Zening merasakan sensasi aneh yang terjadi padanya. Seolah tenaganya terisi penuh setelah lama kering dan kosong. Seluruh otot dan sendinya yang layu, kembali merekah dengan cepat. “Ah, Kak. Aku akan meledak,” bisik Zening sambil terengah mengimbangi gerakan Wang Yang. Wang Yang berhenti dan menatap Zening. “Ini hadiah pernikahanku untukmu. Aku kembalikan semuanya padamu.” Wang Yang mengakhiri kalimatnya dengan sebuah ciuman panjang hingga Zening tertidur pulas. Beberapa lamanya, Wang Yang hanya menatap wajah cantik Zening yang lelap seperti bayi kenyang menyusu. Ibu jarinya mengusap bibir bengkak Zening akibat ulahnya. Tek tek tek. Sebuah ketukan di pintu kamar menarik Wang Yang dari gulungan hasrat yang membungkusnya. Tangannya cekatan menarik selimut menutupi tubuh polos Zening, lalu menarik tirai ranjang hingga menutup semp
Trang!Anak panah lain yang melesat cepat dari busur Hanxiu, menabrak anak panah yang nyaris menancap di dada Zening.“Ada penyusup! Ada penyusup!”Entah dari mana asal teriakan itu, seketika semua yang hadir bercerai-berai. Suasana halaman istana menjadi gaduh dan tidak terkendali karena teriakan itu. Setiap orang berlari saling tabrak menyelamatkan diri.“Yang Mulia, sebaiknya kita juga kembali ke istana. Situasinya sulit untuk dikendalikan,” usul Huazhi dengan mata waspada mengawasi udara sekitarnya.“Ayo!” Wang Yang mengulurkan tangannya membawa Zening di bawah perlindungannya. “Ning’er,” tegurnya kala menyadari Zening sedang sibuk mencari sosok yang berhasil menghalau anak panah untuknya.“Yang Mulia, siapa yang menghalau anak panah tadi?” tanya Zening penasaran dengan mata masih mengedar ke sekitar.“Huazhi akan menyelidikinya. Ayo, kita segera kembali ke is
“Yang Mulia, apa Anda tidak enak badan?” cemas Yuru.“Tidak. Aku merasa kondisiku hari ini adalah yang terbaik dari semua hari sejak aku melangkahkan kaki memasuki istana. Kenapa?” Zening memutar tubuhnya seraya merentangkan gaun sutra paduan warna emas dan merah.“T-tidak.” Yuru menggeleng takut-takut.Akhirnya, Zening tak kuasa menahan tawanya melihat wajah Yuru begitu tertekan akibat perubahan sikapnya, membuat dayang muda itu semakin kebingungan.“Ayo, pasang lagi yang perlu kau pasang.” Zening merentangkan tangannya, bersiap menerima perlakuan selanjutnya.“Sabuk!” pekik Yuru seraya menepuk dahinya.Ketika Yuru setengah membungkuk merapatkan diri memasang sabuk, Zening menundukkan kepalanya sedikit dan berbisik, “Setelah ini, pergilah ke penjara. Temui kakakku dan peringatkan dia untuk tetap waspada.”Yuru mematung, tidak merespon.“Pst! Kau deng
Mata Mu Lan melebar. “M-maksudmu kau mengelabuinya?!”“Tidak sepenuhnya. Hanya membuatnya tidak mewaspadaiku.” Wang Yoo berjalan meninggalkan aula.“Aku tidak mengerti jalan pikirannya,” gumam Mu Lan.“Wang Yoo adalah pemuda yang pintar. Isi pikirannya sulit ditebak. Sebaiknya, kita tetap waspada.” Ziliang mengibaskan lengan hanfunya dan berjalan keluar.“Cih! Tidak ada yang benar-benar bertindak demi kepentinganku.” Mu Lan mendesah kesal. “Baiklah, karena kalian hanya memikirkan kepentingan kalian sendiri, maka aku juga akan berlaku yang sama.” Mu Lan memandangi token Rajawali Emas di tangannya dan mulai memikirkan hal apa yang bisa dia buat melalui token kayu itu.“Selir pun tidak masalah asalkan bisa memilikimu dan menyingkirkan lainnya,” gumam Mu Lan seraya tersenyum bengis.Keesokan harinya, seluruh istana sudah sibuk menyiapkan upacara pernikahan raja.
“Katakan!” titah Wang Yang.Berikutnya, Mao dan Yue bergantian menceritakan kejadian pagi itu di depan kamar pribadi kaisar. Setiap detail kejadian tidak ada yang terlewat karena sebelumnya, Wang Yang sudah berpesan melalui Huazhi agar kedua pengawal itu menceritakan dengan jujur apabila sampai dipanggil menghadap.“Begitulah kejadiannya, Yang Mulia,” tukas Mao di akhir ceritanya.Wang Yang mengedar pandangan sekali lagi. Menatap wajah pejabatnya, termasuk Mu lan dan Ziliang.“Ampun, Yang Mulia! Berdasarkan cerita dua pengawal ini, Nona Li tetap harus dijatuhi hukuman,” ujar Bai He berkeras. “Terbukti dia menghina Putri Mu Lan di depan pengawal rendahan.”Demi menunjukkan kesetiaannya pada ibu suri, Bai He maju membawa petisinya. “Ini adalah petisi dari seluruh pejabat yang bekerja di Biro Tata Krama,” ungkapnya penuh rasa percaya diri sambil menyerahkan petisinya ke tangan Huazhi.
Ziliang memperhatikan mimik Mu Lan saat mengadu padanya. Gadis itu diliputi aura pemberontak yang luar biasa besar hingga menular padanya tanpa sadar. Ziliang dapat membayangkan suasana Aula Huanyang beberapa saat lagi, bila ia berhasil memanfaatkan emosi Mu Lan dengan tepat.“Hal penting seperti ini, mana bisa ditunda?” ujar Ziliang sambil menyungging senyum samar.“Tapi, Kanselir ….”Ziliang menggeleng cepat membungkam penjaga itu. “Aku yang akan bertanggung jawab. Buka jalan!”Setelah saling pandang sejenak, akhirnya dua penjaga itu mengangguk samar dan menegakkan kembali tombak di tangan mereka.“Bagaimana bisa, tontonan sebagus ini ingin kalian halangi?” lirih Ziliang sambil melangkah masuk.Melihat kanselir memasuki aula, beberapa pejabat yang berpihak padanya mengangguk hormat. Pejabat lain yang melihat sosok perempuan yang menggandeng tangan Ziliang, mulai menerka apa yang pria l
“Perempuan kasar sepertimu, lebih tidak pantas lagi,” desis Zening.Tangan Mu Lan kembali terayun.“Hentikan!” Suara Wang Yang menggelegar dari seberang selasar. “Hentikan, Wang Mu Lan!” ulang Wang Yang seraya setengah berlari menghampiri Zening.Dagu Zening yang bergetar menjadi hal pertama yang dicermati Wang Yang. “Apa kau baik-baik saja?” cemas Wang Yang dengan suara lembut.Zening hanya mengangguk dan tersenyum menenangkan.Dengan mata menyala-nyala, Wang Yang menoleh menatap Mu Lan. “Aku tidak akan membiarkan hal ini begitu saja. Sikapmu melebihi batas, Mu Lan!”Brak!Keranjang yang sejak tadi dijinjingnya di tangan kanan, Mu Lan lepaskan hingga isinya jatuh berantakan ke tanah. Tangan itu terangkat lurus menunjuk Zening.“Dia yang bersikap tidak sopan padaku, Kak! Dia belum menjadi istrimu, tapi sudah berani bicara tidak sopan padaku! Tanya saja dua pengawal itu!” elak Mu Lan dengan nada kesal. “Dia bahkan berkata kalau aku tidak beretika!” imbuhnya tak terima.“Cukup! Kembali