Paviliun Muyan
Huazhi sudah berdiri menunggu di depan pintu kediamannya ketika Wang Yang kembali dari Klinik Pengobatan. Sayangnya, Wang Yang sibuk dengan pikirannya sendiri, hingga tidak memperhatikan wajah kesal orang kepercayaannya tersebut.
“Pangeran!” sapa Huazhi seraya mengangguk hormat.
“Hmm.” Wang Yang melirik sekilas, lalu mendahului masuk. “Kau sudah memeriksa kondisi Zening? Apa dia terluka?” tanya Wang Yang dengan ekspresi linglung sambil mendudukkan diri di belakang meja kerjanya.
“Yang Mulia, ada hal penting yang harus saya sampaikan.” Huazhi berlutut. Apa yang akan dia sampaikan, mungkin bisa membuat Wang Yang marah dan memenggal kepalanya. Maka, Huazhi memposisikan diri siap menerima hukuman.
“Katakan saja,” sahut Wang Yang malas.
“Ini tentang Li Zening.” Huazhi mengumpulkan keberaniannya untuk menyebut nama calon istri pangerannya tanpa sebutan kehormata
Kediaman Raja, Istana Barat“Bagaimana kondisi Han Xiu?” tanya Wang Yang pada Huazhi sambil tetap membaca buku.“Dia sudah sadar, Yang Mulia. Berkat ramuan rahasia yang Anda berikan pada tabib istana, nyawa pria itu dapat tertolong.” Huazhi melangkah mendekati rajanya.“Ada apa? Katakan saja. Di sini hanya ada aku dan kamu, tidak perlu berbisik atau mendekat.”“Ampun, Yang Mulia. Ini adalah malam pertama Nona Li tinggal di istana, apa tidak sebaiknya Anda mengunjunginya?”Wang Yang melempar gulungan buku yang terbuat dari potongan bambu, ke atas meja dan berpaling menatap Huazhi. “Aku tidak ingin ditebas pedang saat sedang berduaan dengannya. Aku rasa, kita perlu menghilangkan kungfu Zening agar tidak membahayakan.”Ngiing...Telinga Wang Yang kembali berdenging. Bersamaan dengan itu, muncul penglihatan yang membuat Wang Yang memegangi kepalanya dengan kedua tangan.&l
Paviliun Lingyin“Kalian!” seru Zening girang demi melihat Han Xiu datang berkunjung ditemani Ru Lan, pelayan pibadinya.“Yang Mulia, tolong jaga perilaku Anda!” tegur seorang dayang paruh baya yang sedang memberi pelajaran tata krama pada Zening.“Dayang Kepala Sun, aku sudah belajar tentang tata krama sejak siang tadi. Bisakah kita sudahi malam ini?” pinta Zening dengan kesopanan yang dibuat-buat.“Maaf, Dayang Kepala. Saya Han Xiu, pengawal pribadi yang ditugaskan khusus oleh raja untuk menjaga Nona Li. Bisa tinggalkan kami bertiga? Ada hal penting yang harus saya sampaikan secara pribadi.”“Baik, Tuan Han.” Dayang Sun dan dua dayang muda lainnya undur diri.“Bagaimana lukamu? Apa tabib sudah memperbolehkanmu keluar?” Zening bergegas menghampiri Han Xiu dengan sikap manja.“Yang Mulia, ada hal yang perlu saya sampaikan pada Anda.” Han Xiu berjalan k
Kediaman Putri Mu Lan, Paviliun Mouer Dayang Cheng Xi dan saudarinya sedang berdiri sambil mengangkat bagian belakang roknya. Di samping mereka, Mu Lan sedang melecut sebilah rotan pada betis dua wanita itu bergantian. Dua kakak beradik itu sungguh tidak tahu kesalahan apa yang sudah mereka perbuat hingga pantas mendapat hukuman dari putri raja yang manja dan pemarah. Plaarr ...! Plaarr ...! Suara rotan mengiris daging membuat miris siapa saja yang mendengar. Dua pelayan Mu Lan hanya bisa tertunduk seraya meremas sisi pakaian mereka dan menggigit bibir, melihat darah mulai mengalir keluar dari kulit yang mengelupas. “Heh! Kalian berdua!” bentak Mu Lan pada dua pelayannya. “Kalian camkan baik-baik. Siapa saja yang tidak becus melaksanakan tugas dariku, aku tidak akan segan menghukum mereka. Mengerti?!” teriak Mu Lan yang segera direspon dengan anggukan kepala cepat dan berulang. Brakk! Pintu kediaman didorong kasar dari luar. Wang Yoo b
Kediaman Raja, Istana BaratRu Lan mulai panik. Sudah hampir tengah hari, tapi Zening belum juga sadar. Jangankan sadarkan diri, membuka mata saja tidak. Hanya suara rintih kesakitan yang keluar dari bibirnya yang mulai kering karena suhu tubuhnya terus naik.“Apa yang harus aku lakukan?” gumamnya sambil terus menyeka tubuh Zening. “Aku harus pergi mencari bantuan,” putusnya cemas.Ketika Ru Lan merapikan selimut di atas tubuh Zening, Zhaolin masuk dengan tergesa dan menarik lengan kurus gadis itu dengan kasar.“Apa namamu Ru Lan?” tanya Zhaolin panik.Ru Lan terbeliak kaget karena Zhaolin menariknya kasar. “S-saya, Kasim Kepala. Saya Ru Lan.”“Kau yang tadi pagi datang membawa sup pereda pengar untuk Paduka Raja Wang Yang, benar?” desak Zhaolin seraya menggenggam erat pergelangan kurus Ru Lan.“Benar, Kasim Kepala. Saya yang membawa sup tadi pagi. A-ada apa?” Ru
Mata Wang Yang berbinar melihat Zening membuka mata sayunya. Lengan kirinya menyusup ke bawah tengkuk Zening dan membantu gadis itu bersandar ke ranjang. Matanya tak lepas dari wajah cemberut Zening. Bibirnya menyungging senyum samar yang tak luput dari pengamatan Zening. “Cih, aku ragu kalau kau benar bersyukur karena aku siuman.” Zening berusaha keras terlihat garang, tapi yang nampak di mata Wang Yang adalah seringai kesakitan. “Minum dulu.” Wang Yang menyodorkan segelas air ke bibir Zening yang makin rapat mengatup. “Ini hanya air minum. Tidak ada racun di dalamnya.” Mendengar perkataan Wang Yang, alih-alih meminum air yang menggoda kerongkongan keringnya, Zening memalingkan wajahnya menjauh dari bibir gelas. “Mendengar ucapanmu, aku semakin yakin kalau kau menaruh racun di dalamnya!” ketus Zening. Wang Yang hanya mengendikkan bahu dengan cuek. “Terserah kau saja.” Melihat sikap Wang Yang kembali dingin, muncul rasa kesal di hati Z
Kediaman Kanselir, Paviliun JianshanZhao Ming Lan mengerutkan dahinya melihat kereta kuda yang sangat ia kenal terparkir di halaman kediamannya. Perlahan, ia turun dari kereta kudanya dengan bantuan pelayan setianya, Xiao You.“Untuk apa dia datang?” gumam Ming Lan pada dirinya sendiri. Kakinya melangkah melewati pintu utama kediamannya, tapi matanya terus terpaku pada kereta kuda yang Ming Lan tahu milik keluarga Hakim Agung.Ketika melewati ruang baca, Ming Lan sengaja mempercepat langkahnya, menghindari pertemuan dengan siapapun yang sedang bertamu ke rumahnya.“Ming’er!”Suara panggilan Ziliang membuang Ming Lan melipat bibirnya ke dalam menahan kejengkelannya.“Zhao Ming Lan!” ulang Ziliang, membuat Ming Lan terpaksa berbalik dan menghampiri ayahnya yang sudah berdiri di ambang pintu.“Ya, Ayah!” Ming Lan merendahkan tubuhnya memberi hormat. “Ayah memanggil Ming Lan?&rd
Kediaman Raja Gao Ping, Kota WuZhao Ming Lan meremas erat saputangan sutra merah muda yang sejak tadi tak pernah lepas dari genggamannya. Hatinya bimbang, tak yakin apa yang dilakukannya saat ini adalah hal yang benar.“Xiao You, katakan pada kusir untuk putar balik.”Setelah perjalanan panjang yang melelahkan, keputusan Ming Lan untuk kembali tanpa menemui empunya rumah, membuat Xiao You heran. Namun, tetap disibaknya tirai pembatas yang berfungsi sebagai pintu dan menyampaikan pesan Ming Lan pada juru kemudi.Bersamaan dengan itu, seorang pengawal keluar bersama pria yang tidak bisa dikatakan muda mengenakan hanfu sutra putih kombinasi biru muda yang terlihat mahal. Rambut panjangnya diikat sedikit dan sisanya dibiarkan tergerai di belakang punggungnya.“Apa Nona Zhao sangat tidak sabaran hingga ingin buru-buru kembali sebelum bertemu denganku?” tegur Gao Ping sambil melipat tangannya ke belakang dengan wajah angkuh.Mendengar teguran dingin Gao Ping, Ming Lan merasa tidak enak hat
Yunxi masuk ke dalam kamar yang selama ini ia tinggali bersama Ji Mong. Dilihatnya, pria muda itu sedang menulis sebuah surat.‘Apalagi yang akan dilaporkannya sekarang?’ batin Yunxi seraya mendekat. “Apa yang sedang kau tulis?”Yunxi duduk merapat pada Ji Mong yang segera meremas kertas di atas meja, membuat Yunxi mengerutkan dahi karena tersinggung.“Kau masih tidak percaya padaku?” tanya Yunxi, jelas menunjukkan kekecewaannya.Ji Mong menyeringai. “Aku akan mempercayaimu kalau kau adalah wanita.” Ji Mong bangkit dari kursi sambil menepuk bahu Yunxi.“Hahaha ... surat cinta rupanya.”Ji Mong mengabaikan sindiran Yunxi dan terus melangkah keluar menuju kandang merpati yang letaknya tak jauh dari kamarnya. Ji Mong melipat kertas kusut di tangannya, membentuknya menjadi gulungan kecil yang akan muat diselipkan ke gelang kaki merpati.Diambilnya seekor merpati putih dari dalam