Kediaman Raja, Istana Barat
Wang Yang tidak membiarkan seorangpun menyentuh Zening sejak keluar dari Balai Sinshe. Begitupula saat mereka sudah berada di dalam kamar, tidak ada dayang yang boleh mendekat lebih dari tiga langkah.
“Apa kau lapar?” tanya Wang Yang penuh perhatian.
“Aku tidak akan bisa makan setelah apa yang mereka lakukan padaku, Kak.” Zening mengusap lelehan air mata yang tidak pernah susut dari pipinya. “Siapa yang begitu tega melakukannya, Kak?”
Wang Yang meraih bahu Zening dan meremasnya pelan. “Aku akan temukan siapa pelakunya, sama seperti aku temukan pelaku pembunuhan keluargaku. Apa kau percaya padaku?”
“Andai aku tidak kehilangan tenaga dalamku, semua ini tidak akan terjadi. Paling tidak, aku masih bisa menangkal racunnya sebelum membunuh anak kita.”
Wang Yang menundukkan kepala, menempelkan dahinya di dahi Zening. “Maafkan aku, keputusanku salah tentang
Dupa beracun yang selalu dinyalakan selama satu minggu belakangan, mulai menunjukkan hasil. Wang Yang acapkali merasa pening dan kehilangan pandangannya beberapa saat, pun begitu dengan Zening. Awalnya, mereka mengira bahwa kondisi Zening belum sepenuhnya pulih setelah mengalami keguguran, sedangkan Wang Yang terlalu lelah dan kurang istirahat. Namun ternyata, kondisi suami istri itu kian menurun seiring berjalannya waktu. Puncaknya adalah setelah upacara penobatan Mu Lan sebagai selir tingkat empat. Zening dan Wang Yang mengalami sesak napas hingga keluar darah dari hidung. “Racun apa yang kau gunakan untuk membunuhku?” Wang Yang mencengkeram bahu Mu Lan agar tubuhnya tidak limbung ke lantai. “Racun apa?! Aku tidak pernah meracunimu!” teriak Mu Lan panik. Brug. Wang Yang jatuh lemas di pelukan Mu Lan. Darah segar kembali mengalir dari hidung dan mulutnya. Matanya mulai kabur, tapi anehnya, dia melihat Zening sedang tersenyum ke arahnya. Wang
Gerbang Roh, Istana LangitWang Yang memandang sekeliling dengan tatapan bingung. Seingatnya, terakhir kali dia sedang mengutuk dewa langit di sisa napasnya sampai kedua matanya terpejam. Begitu membuka mata, ia sudah berada di sebuah ruang luas yang dikelilingi awan dan banyak guci kecil-kecil tertata rapi di sebuah rak besar.“Di mana ini?” Wang Yang semakin bingung manakala matanya tidak bisa memastikan di mana kakinya berpijak. “Ning’er, Ning’er!” panggilnya panik.Wang Yang berjalan berkeliling mencari jalan keluar, tapi yang dilihatnya hanya gumpalan awan putih, sesekali dihiasi kilatan petir. “Deyun! Li Deyun!” teriaknya lagi.“Mereka tidak akan mendengarmu.”Wang Yang terkesiap dan berbalik mencari sumber suara. “Siapa kau?”Seorang nenek tua dengan punggung bungkuk dan tongkat kayu sebagai penopang langkahnya, berjalan mendekat. “Aku penjaga Gerbang Roh.&r
Blarr!Wang Yang mengerjapkan matanya, kilatan petir membuat pandangannya sedikit buram. Ia merasakan desir angin menyibak pinggir pakaiannya.‘Udaranya terasa hangat. Persis seperti udara Yongjin,’ batin Wang Yang sambil terus mengerjap.“Yang Mulia, hentikan. Langit akan mengutuk.”Wang Yang membuka matanya lebar mendengar suara yang begitu dikenalnya sedang menegurnya. Dengan cepat, Wang Yang menoleh pada asal suara. “Huazhi?”“Ya, ini Huazhi, Yang Mulia. Saya mohon, hentikan menantang langit. Petir barusan sangat mengerikan.”Terbengong, Wang Yang mencoba mengingat apa yang terjadi. ‘Bukankah barusan aku berada di gerbang roh? Apakah Dewa Langit sudah mengabulkan permohonanku? Apa aku sudah dibangkitkan?’“Yang Mulia?”“Apa yang barusan terjadi?” tanya Wang Yang linglung.Meskipun kebingungan, Huazhi tetap menjelaskan semua kejadian y
Wang Yang kebingungan mencari suara yang berbisik padanya.“Ada apa, Pangeran?”“Aku mendengar seseorang berbisik padaku. Kau lihat siapa yang melakukannya?” Wang Yang masih terus celingukan.“Tidak ada orang lain, hanya kita berdua.” Deyun mulai cemas dengan tingkah junjungannya. “Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan.” Deyun bangkit, mengulurkan tangan membantu Wang Yang.***Perbatasan kota JingzhouDua bulan setelah Deyun dan Xiaoyang kembali, ada laporan bahwa di luar perbatasan telah terjadi penyerangan pada penjaga gerbang oleh pengawal kereta barang yang selama ini dilarang melintas. Deyun memimpin langsung pasukannya untuk memeriksa. Ketika Deyun sampai, kondisi kota perbatasan sudah porak poranda.“Cari penduduk setempat dan bawa kemari.”Empat orang tentara berlarian mencari warga penduduk seperti yang diperintahkan. Tak berapa lama, salah seorang tentara kemb
Kediaman Ratu Qi, Istana SelatanSuying tersenyum lebar melihat calon menantunya—Zhao Ming Lan—datang memberi hormat. Suying membelai Ming Lan dengan tatapannya dari ujung rambut hingga ujung kaki. Secara fisik, Zhao Ming Lan tidak ada kekurangan, dia cantik dan anggun, khas gadis keluarga bangsawan. Dia juga berhasil melalui pelajaran Etika Istana dengan baik.“Kemarilah, duduk dekatku.”Ming Lan mengangguk dan mengikuti permintaan Suying.“Dayang kepala yang bertugas mengajarkan aturan kerajaan telah memberiku laporan. Cukup memuaskan.”“Itu semua berkat kebaikan dan kemurahan hati Ibunda Ratu yang telah memberikan kesempatan Ming Lan memasuki istana.” Ming Lan menunduk.“Besok pagi, kalian akan melaksanakan upacara pernikahan sekaligus penobatanmu menjadi permaisuri. Tidak banyak yang aku minta, segera lahirkan Putra Mahkota untuk dinasti ini. Kau terlihat cantik dan segar. Aku harap k
Tangan Wang Yang mengepal, siap menghantam Suying. Wang Yang yakin, hanya dengan sekali pukul di tempat yang tepat, Suying akan kehilangan nyawanya. Saat ia hendak melayangkan tinjunya, sebuah kilatan cahaya menyilaukan mata Wang Yang hingga membuatnya jatuh berlutut. “Arghh ...! Apa ini?!” panik Wang Yang. “Kau lihat, bahkan Langit berpihak padaku!” Suying kembali tertawa lebar melihat Wang Yang jatuh ke lantai karena lututnya lemas. Cahaya silau itu menampilkan sebuah penglihatan bagi Wang Yang. Di antara rasa terkejutnya, Wang Yang melihat dirinya membuka segel gudang penyimpanan dan melepaskan pedagang yang menyelundupkan opium. “Tidak, ini tidak mungkin!” tolaknya seraya menggelengkan kepala. “Apa yang tidak mungkin? Kau tinggal perintahkan pada semua jenderal perbatasan untuk membuka jalur dagang dan mengembalikan gudang opiumku.” Suying maju mendekat, tapi segera mundur lebih jauh karena Wang Yang mendongak dan menatapnya tajam.
Kediaman Menteri Militer, Paviliun HouxiangSetelah mengantar Song Lin kembali ke kuil Bailong, Wang Yang memutuskan bermalam di rumah Deyun untuk memudahkan keberangkatan mereka kembali ke perbatasan. Malam beranjak semakin larut, tapi mata Wang Yang tetap terjaga. Pikirannya sibuk bekerja.“Apa yang terjadi denganku tadi? Kenapa kalimat yang ingin aku katakan berbeda dengan yang lidahku ucapkan?”Wang Yang berguling gelisah di atas ranjang, hingga tak terasa matanya terpejam karena lelah. Dalam tidurnya, Wang Yang bermimpi didatangi seorang nenek yang tampak tidak asing.“Anak Muda, jangan merubah takdir yang sudah ditentukan. Ingat, kau hanya bisa memilih satu nyawa sebagai penolongmu. Pikirkan lagi untuk apa kau dibangkitkan.”“Hhh ...!”Wang Yang terkejut dan segera bangun. Ingatannya melayang pada potongan-potongan penglihatan yang beberapa kali singgah dalam mimpi ataupun saat ia terjaga.&ld
Kemah Pasukan Taichan, Perbatasan Kota Jingzhou“Jenderal! Jenderal, gawat!”Ji Mong menerobos masuk dan langsung berlutut di tanah. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan atau ketakutan? Deyun tidak bisa membacanya.“Ada apa?”“Gawat, Jenderal! Ada utusan dari kerajaan membawa kabar dari Menteri Li. Mereka bilang, mereka bilang ....” Ji Mong ragu sesaat.Srak.Tirai tenda disingkap dengan kasar.“Jenderal, saya melihat utusan kerajaan baru saja meninggalkan kamp. Ada kabar apa?”Deyun dan Zening menoleh dengan tatapan bingung melihat Xiaoyang, sedangkan Ji Mong semakin gemetar ketakutan.“Ada apa, Ji Mong?” Xiaoyang beralih menatap heran pada prajurit kepercayaan Deyun itu. “Ada kabar apa dari istana?” Xiaoyang dengan cepat menghampiri Ji Mong. “Ada masalah apa di istana?”Alih-alih menjawab, Ji Mong makin mengatupkan erat dua rahang