Zahid, Tuan Besar Keluarga Lambardi, juga mengerutkan kening. Jika bukan karena perjamuan ini terlalu penting, dia pasti tidak akan muncul di sini.Bagaimanapun, Keluarga Byantara yang mana dikenal sebagai keluarga yang sangat kuat pun bisa menyerah begitu saja kepada Keluarga Yudistira. Di saat krusial seperti ini, bagaimana mungkin dia tidak datang melihat situasi yang terjadi?Dia pun melirik Harita, kepala Keluarga Maheswara, dan orang lain di sebelahnya.Tobi tidak peduli dengan reaksi semua orang. Tobi tersenyum tipis dan berkata dengan nada datar, "Aku nggak suka bertele-tele, juga nggak suka repot-repot. Lantaran semua orang sudah datang, aku akan sampaikan secara langsung saja.""Pertama, terima kasih semuanya sudah datang dan menyaksikan aku secara resmi menjabat sebagai kepala Keluarga Yudistira. Ke depannya, Keluarga Yudistira masih perlu bantuan kalian semuanya."Begitu kata-kata ini dilontarkan, semua orang mengangguk pelan. Ternyata kepala Keluarga Yudistira yang baru in
Semua anggota Keluarga Yudistira berubah gugup. Bagaimanapun juga, Chairil sekarang mewakili pengaruh yang kuat. Jika dilihat dari sudut pandang mereka, tentu saja mereka tidak ingin Keluarga Yudistira memegang posisi kuat kali ini.Jika tidak, mereka kelak tidak akan bisa mengangkat kepala mereka tinggi-tinggi di depan Keluarga Yudistira lagi.Namun, Tobi masih tenang dan bertanya dengan nada datar, "Tuan Chairil, apa kamu sedang mengajariku sekarang?"Chairil tertegun sejenak. Kemudian, memasang ekspresi bangga dan menjawab sambil tertawa, "Kalau Tuan Tobi merasa demikian, anggap saja begitu.""Benarkah? Tapi kamu masih nggak berhak mengajariku di sini." Tobi mendengus dingin. "Aku nasihati, sebaiknya jangan ikut campur dalam masalah ini.""Arogan!"Beraninya Tobi mengatakan dia tidak berhak? Apa dia tidak tahu identitas Chairil? Pria itu langsung berkata dengan dingin, "Tobi, aku beri tahu kamu, apa pun yang terjadi, aku pasti akan ikut campur dalam masalah hari ini!""Jangan harap
Aswin masih berdiri di samping. Walau pakaiannya agak aneh, tetapi semua orang tidak mengenalnya, apalagi identitasnya. Jadi, wajar saja mereka tidak terlalu memedulikannya.Hanya Harita yang melirik beberapa kali karena terkejut.Itu juga karena Harita menyadari bahwa dirinya tidak bisa melihat kekuatan pria ini. Apalagi, pria ini tidak terlihat seperti orang biasa. Hanya saja, orang biasa tidak punya alasan untuk berdiri di sana.Begitu mendengar instruksi Tobi, Aswin tidak kuasa menahan senyum pahit.Jika Tobi tidak ada di sini, dia juga tidak perlu membunuh orang-orang yang mengancam Keluarga Yudistira ini. Namun, Tobi telah meliriknya. Jadi, dia terpaksa harus mengambil tindakan.Begitu Tobi mengucapkan kata "bunuh", semua orang langsung tercengang.Tidak ada yang menyangka bahwa Tobi sungguh ingin membunuh kepala Keluarga Maheswara.Selain itu, mereka juga menyadari kemunculan Ruber si Burung Merah, Dewa Perang yang kekuatannya berada di posisi kedua dari empat Dewa Perang, berdi
Terlalu mengerikan!Tak disangka, Tobi benar-benar menyuruh anak buahnya membunuh kepala Keluarga Maheswara. Apalagi, dia juga berhasil.Memikirkan sikap mereka terhadap Tobi barusan, kaki mereka satu per satu langsung lemas dan tidak bisa berdiri dengan stabil.Helen juga terpana.Trisna menggenggam erat Helen di sebelahnya dengan kedua tangannya. Sorot matanya penuh ketakutan dan keterkejutan. Seolah-olah hanya dengan mengenggam erat tubuh Helen, dia baru bisa berdiri dengan stabil."Helen, tolong aku!""Tolong aku ...."Dia sangat panik. Wajahnya berubah pucat.Jangankan orang-orang lemah ini, bahkan wajah Harita juga berubah drastis. Dia tampak terkejut. Kecepatan pergerakan Aswin barusan benar-benar mengejutkannya.Level kekuatan seperti ini jauh lebih tinggi darinya.Saat ini, Harita teringat dengan Master Bahtiar yang menghilang di kediaman Yudistira.Awalnya, dia mengira Tobi tidak akan mungkin membunuh Master Bahtiar. Namun saat anak buahnya Tobi mengambil tindakan, dia mulai
Mana orangnya?Begitu kata-kata ini dilontarkan, semua orang langsung terdiam. Tidak ada yang berani bersuara. Mereka takut nama mereka akan disebut oleh Tobi.Julian, Austin, dan lainnya ketakutan setengah mati. Bahkan, kaki mereka juga gemetar, tetapi mereka tidak berani mengeluarkan suara sedikit pun. Melihat gaya membunuh Tobi yang begitu menakutkan, mereka benar-benar tercengang."Kenapa? Nggak marah lagi sekarang?" Tobi menatap tajam semua orang. Nada bicaranya begitu mendominasi.Mereka yang dilirik oleh Tobi langsung menundukkan kepala. Meski Harita tidak menghindari tatapan Tobi, dia juga tidak mengatakan apa pun."Bagus. Sepertinya amarah semua orang sudah hilang. Sekarang, saatnya aku melampiaskan emosiku."Tobi tersenyum, lalu menatap Gharam dan berkata dengan tenang, "Pak Gharam, presdir Grup Taheta yang punya kekayaan triliunan. Kamu seorang bos besar.""Aku nggak berani!" seru Gharam.Wajah Gharam pucat pasi. Dia buru-buru berdiri. Dia terlihat panik."Kamu nggak berani?
Laurin lebih kagum lagi. Baginya, tuan mudanya bukan hanya tampan, tetapi juga serbabisa. Sayangnya tuan mudanya tidak tertarik padanya.Melihat sekumpulan orang yang berlutut di depannya, Tobi hanya menggelengkan kepalanya dan berkata dengan datar, "Alangkah baiknya jika kalian seperti ini dari awal. Dengan begitu, kita juga nggak perlu membuat situasi menjadi buruk seperti sekarang ini, 'kan?""Tapi kalian malah mau mencari masalah.""Akibat dorongan kalian semua, kepala Keluarga Maheswara juga meninggal. Kalau aku melepaskan kalian begitu saja, bukankah itu berarti kepala Keluarga Maheswara meninggal secara nggak adil?"Perkataan ini seolah-olah merekalah yang membunuh Chairil. Hanya saja, setelah dipikir-pikir, sepertinya memang begitu.Ruber juga tidak menahan diri lagi dan melirik semua orang dengan tatapan tajam. Sebenarnya, dia juga tidak mendukung mereka melawan Tobi. Walau dia kuat, tetapi dia tidak pernah ikut campur dengan masalah internal Keluarga Maheswara dan juga tidak
"Bagus! Begini baru benar."Tobi mengangguk dan memuji mereka. Namun, dia juga menggelengkan kepalanya sambil menghela napas. "Sayang sekali. Alangkah bagusnya kalau kalian minta maaf langsung dari awal.""Bahkan, ada banyak di antara kalian yang nggak perlu membayar kompensasi apa pun. Sekalipun harus memberikan kompensasi, jumlahnya juga akan sangat kecil."Semua orang terdiam. Di saat seperti ini, apa gunanya Tobi mengatakan semua itu? Apa dia tidak tahu betapa menyesal, sedih, dan juga sakitnya hati mereka saat ini?"Tapi bisa dikatakan respons kalian tanggap juga. Kalian sadar untuk mengakui kesalahan kalian secepatnya. Setidaknya, nyawa kalian masih tertolong. Beda halnya dengan seseorang."Sembari berbicara, Tobi memandang Gharam.Wajah Gharam memucat. Tubuhnya gemetar. Dia langsung bersujud. "Mohon Tuan Tobi bermurah hati dan lepaskan nyawaku kali ini. Aku rela melayani Keluarga Yudistira mulai dari sekarang."Begitu melihat penampilan Gharam saat ini, yang lainnya diam-diam me
"Kamu ragu-ragu. Itu berarti kamu nggak yakin. Tapi nggak masalah. Aku tetap bersedia memberimu kesempatan ini.""Asalkan Keluarga Maheswara hidup harmonis dengan Keluarga Yudistira ke depannya, aku akan anggap semua masalah sebelumnya berlalu. Bagaimana?" kata Tobi dengan datar.Ruber tertegun. Tak disangka, Tobi akan begitu menghargainya seperti itu. Apalagi, persyaratan sama sekali tidak sulit. Dia segera berkata, "Nggak masalah. Terima kasih Tuan Tobi atas kemurahan hatimu.""Nggak perlu sungkan. Kita juga termasuk empat keluarga besar di Jatra, pilar Harlanda. Kita boleh bersaing, tapi jangan sampai saling membunuh. Kita harus bekerja keras untuk membuat Harlanda makin kuat," ucap Tobi dengan datar.Inilah akhir yang paling Tobi inginkan. Alasan sikapnya begitu mendominasi dari awal, bahkan melakukan aksi membunuh, itu semua hanya untuk membuka jalan bagi hal yang akan terjadi selanjutnya.Jika dia tidak memperlihatkan kekuatannya, siapa yang akan peduli dengan perkataannya?Denga
Namun saat mengetahui tentang siaran langsung global, dia segera memikirkan cara sempurna untuk menemukan ibu kandungnya Widia."Ya. Untunglah ada kamu yang menemaniku selama ini!"Widia mengangguk. Sekarang dia sudah tahu betapa menakutkan kemampuan yang dimiliki Tobi. Jika Tobi pun tidak bisa menemukan ibu kandungnya, mungkin tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.Damar mengantar keduanya ke ruang VIP restoran, lalu bangkit dan pergi.Dia tidak ingin menjadi 'obat nyamuk' dan mengganggu kencan mereka berdua.Tobi juga memusatkan perhatiannya pada masalah Widia. Dia takut hal ini akan berdampak besar pada Widia, jadi dia juga tidak memedulikan hal lainnya lagi.Apalagi, kejadian ini terjadi terlalu cepat dan tiba-tiba.Saat ini, di area terlarang Jatra, akhirnya Harita berdiri di atas arena pertarungan dan ingin melawan Hirawan. Dia melakukan semua ini bukan untuk hal lain, tetapi demi martabat Negara Harlanda.Perlu diakui, setelah berhasil membuat terobosan, kekuatan Harita memang sa
Melihat keduanya pergi, Yesa buru-buru bangkit. Dia tampak marah besar. Dia tak henti-hentinya mengumpati Widia dan Tobi.Kata-katanya begitu tidak enak didengar. Selanjutnya, saat memikirkan hidup mereka yang akan sulit ke depannya, dia juga kembali memarahi Herman.Dia bilang Herman tidak berguna dan membuatnya menjalani hidup yang menyedihkan. Herman tidak bisa memberinya kehidupan mewah, bahkan Grup Lianto pun jatuh di tangan orang luar.Yesa juga bilang, apa yang harus dia lakukan ke depannya? Jika tidak memberinya ratusan miliar atau membiarkannya menjadi orang terpandang di Kota Tawuna, bagaimana dia bisa hidup?Dia sudah kehilangan harga diri. Dia meminta Herman untuk memikirkan cara agar mendapatkan kembali Grup Lianto. Setidaknya, perusahaan itu sekarang bernilai triliunan atau bahkan mencapai puluhan triliun.Jika tidak, Yesa akan bercerai dengan pria tidak berguna sepertinya.Makin berbicara, dia makin emosi. Pada akhirnya, dia pingsan karena terlalu emosi dan sedih.Herman
Wajah Widia berubah muram. Ekspresinya juga terlihat kusut. Namun, dia akhirnya mengangguk dan berkata, "Kuserahkan masalah ini padamu."Mendengar itu, Yesa langsung panik.Kali ini yang hilang bukan hanya kejayaan dan kekayaan, tetapi dia juga tidak punya harapan untuk menjadi nyonya kaya yang dikagumi semua orang. Bahkan, dia mungkin juga akan masuk penjara.Tidak bisa.Dia masih ingin meningkatkan prestisenya dan menjadi wanita bangsawan.Dia panik, lalu berlutut di depan mereka berdua sambil menangis. "Widia, ini salahku. Aku minta maaf padamu. Aku mengakui kesalahanku.""Apa yang kamu lakukan. Cepat berdiri dulu."Widia terkejut dan segera menjauh. Tidak peduli apa pun masalahnya, dia juga telah menganggap mereka sebagai orang tuanya selama ini.Menyadari hal itu, Yesa merasa masih ada harapan. Tangisnya makin menjadi-jadi. Dia juga memperlihatkan tampang memelas sambil berkata, "Nggak. Aku nggak akan berdiri, kecuali kamu memaafkanku.""Aku menyesali perbuatanku. Mengingat Keluar
Begitu mendengar putrinya mencurigai mereka berdua bukanlah orang tuanya, Yesa tampak terkejut. Mungkinkah Tobi telah mengatakan yang sebenarnya kepada Widia? Seharusnya tidak mungkin, 'kan?Berdasarkan sifat Tobi, pria itu tidak mungkin mengatakan pada Widia bahwa dirinya dicampakkan oleh ibu kandungnya sendiri. Namun, setelah mendengar kata-kata selanjutnya, sepertinya itu karena Widia merasa Yesa tidak memperlakukannya dengan baik selama ini. Oleh karena itu, Widia bisa menyalahkan dirinya.Meski Yesa merasa tidak senang, dia segera berkata, "Widia, kami memang nggak memperlakukanmu dengan baik sebelumnya, tapi bagaimanapun juga, kami adalah orang tuamu.""Orang tuaku?" Widia berkata dengan dingin, "Kamu kira aku nggak tahu apa-apa? Tobi sudah memberitahuku segalanya!"Setelah mendengar itu, wajah Yesa berubah drastis. Dia tidak menyangka Tobi akan mengatakan yang sebenarnya kepada Widia. Dia pun buru-buru berkata, "Ka ... kamu sudah tahu semuanya?""Jangan salahkan aku. Kami takut
Seiring berjalannya waktu, Negara Harlanda kini makin kuat dalam segala aspek. Termasuk teknologi, militer, dan lain sebagainya, meski menghadapi blokade gila-gilaan mereka.Mereka bahkan tidak peduli dengan kredibilitas negara, memberikan sanksi yang tidak masuk akal dan juga melanggar berbagai aturan seenaknya.Meski begitu, mereka tetap tidak bisa menghentikan perkembangan Negara Harlanda.Namun, saat ini Luniver tampak mengerutkan kening. Lantaran mereka mendapat kabar bahwa Tobi masih berada di Gunung Simeru dan belum turun. Jadi, mereka memikirkan cara untuk memaksa Negara Harlanda dan juga Tobi.Bagaimanapun, Negara Harlanda seharusnyanya tahu bahwa target mereka adalah Tobi. Selain itu, bocah itu sudah mulai memahami hukum langit dan bumi. Jika tidak menghabisinya sekarang, entah ancaman seperti apa yang akan mereka hadapi kelak.Walau Tobi masih tidak bisa menandinginya saat ini.Namun, dia baru saja menerima kabar. Katanya Tobi telah diam-diam meninggalkan Gunung Simeru. Tamp
Indira mengangguk. Dalam hatinya, dia diam-diam bertekad, apa pun yang terjadi, dia pasti akan melindungi satu-satunya harapan mereka ini. Tepat di saat ini, ponselnya berdering.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengangkatnya. Begitu mendengar apa yang disampaikan orang di seberang sana, wajahnya berubah drastis. Dia berkata dengan kaget, "Apa kamu bilang!"Dia sulit untuk percaya. Bukankah Vamil mengatakan mereka berdua akan membutuhkan waktu lama untuk pulih, jadi bagaimana bisa secepat ini?Dia kemudian menutup telepon dan berkata dengan ekspresi muram, "Entah sejak kapan, Luniver dan Hirawan telah menyelinap ke Negara Harlanda. Apalagi, Hirawan langsung membuat arena pertarungan di area terlarang.""Dia juga menyebarkan rumor bahwa seni bela diri Negara Harlanda diwarisi dari Negara Melandia. Apalagi, kekuatan kita jauh lebih rendah dibandingkan Negara Melandia. Mereka menganggap kita sebagai sampah. Dia bilang dia sendiri bisa dengan mudah menggulingkan semua master Negara Harlanda.
Ekspresi Widia juga berubah. Tindakan ibunya ini seketika membuatnya merasakan firasat buruk. Apa telah terjadi sesuatu?Benar saja. Setelah melirik mereka berdua, Tobi mengangkat tangannya dan menampar Yesa sambil berkata dengan dingin, "Apa kamu pantas dipanggil ibu?"Yesa tertegun sejenak. Ada rasa sakit yang membakar di pipinya.Herman juga tertegun. Namun, dia segera berkata dengan marah, "Tobi, apa yang kamu lakukan!"Plak!Lagi-lagi sebuah tamparan.Tobi berkata dengan dingin, "Kamu juga nggak jauh berbeda!"Herman juga tercengang. Yesa tampak marah. Namun melihat tatapan tajam Tobi, dia tidak berani melakukan apa pun. Dia hanya bertanya dengan hati-hati, "Tobi, apa yang kamu lakukan? Apa kamu masih marah dengan masalah yang terjadi terakhir kali? Itu semua salahku. Aku menyesali perbuatanku.""Sekarang kamu juga sudah menamparku. Kita anggap masalah ini berlalu, ya?"Herman juga marah, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Widia dan berkata dengan marah, "W
Saat ini, Yesa tampak mengumpat dengan kesal, "Widia itu nggak tahu berterima kasih. Dia malah nggak menghiraukan kita begitu saja.""Bukan hanya nggak menjawab panggilan teleponmu, dia bahkan nggak angkat teleponku. Sia-sia aku begitu peduli padanya."Herman yang mendengar hanya bisa memperlihatkan ekspresi tak berdaya. Saat teringat dengan apa yang telah dia dan istrinya lakukan selama ini, apa mungkin putrinya akan peduli dengan mereka lagi?Mengenai apa yang dikatakan Yesa tentang ingin membongkar kasus yang dilakukan Tobi, dia hanya berpura-pura saja. Karena dia tahu betul, begitu semua terekspos dan Negara Melandia mengejar mereka, sudah pasti mereka akan mati dengan mengenaskan.Yang paling penting lagi, belum tentu Tobi akan ditangkap. Sebaliknya, dia hanya akan menyinggung Widia.Sebenarnya, dalam hati Yesa, dia masih berharap Widia bisa berubah pikiran.Lagi pula, dia telah melakukan banyak hal yang lebih menjijikkan dan tidak tahu malu sebelumnya, bukankah Widia masih berula
Bukankah sudah tidak ada orang yang bisa mengancam mereka lagi? Apa telah terjadi sesuatu?"Widia, ada satu hal yang aku minta orang selidiki selama ini dan sekarang akhirnya hasilnya sudah ketemu," ucap Tobi perlahan."Masalah apa? Ada hubungannya denganku?""Ya, kamu harus persiapkan mentalmu.""Apa yang terjadi sebenarnya?""Ada hubungannya dengan asal-usulmu." Tobi khawatir Widia akan sulit menerima kenyataan ini."Apa!"Ekspresi Widia seketika berubah. Begitu mendengar perkataan Tobi, dia sepertinya sudah bisa menebaknya. Wajahnya memucat. Dia pun bertanya, "Jangan-jangan, aku bukan anak kandung Keluarga Lianto?""Bukan hanya nggak, tapi Yesa menculikmu dari tangan ibumu."Tobi akhirnya menceritakan masalah itu pada Widia.Apa!Wajah Widia bertambah pucat. Tubuhnya gemetar. Fakta dia bukan anak kandung ibunya saja sudah membuatnya sedih. Tak disangka, malah ada hal seperti ini lagi sekarang.Namun, dia sangat kuat dan tegar. Jika tidak, dia juga tidak mungkin bisa menjabat sebagai