"Bagus! Begini baru benar."Tobi mengangguk dan memuji mereka. Namun, dia juga menggelengkan kepalanya sambil menghela napas. "Sayang sekali. Alangkah bagusnya kalau kalian minta maaf langsung dari awal.""Bahkan, ada banyak di antara kalian yang nggak perlu membayar kompensasi apa pun. Sekalipun harus memberikan kompensasi, jumlahnya juga akan sangat kecil."Semua orang terdiam. Di saat seperti ini, apa gunanya Tobi mengatakan semua itu? Apa dia tidak tahu betapa menyesal, sedih, dan juga sakitnya hati mereka saat ini?"Tapi bisa dikatakan respons kalian tanggap juga. Kalian sadar untuk mengakui kesalahan kalian secepatnya. Setidaknya, nyawa kalian masih tertolong. Beda halnya dengan seseorang."Sembari berbicara, Tobi memandang Gharam.Wajah Gharam memucat. Tubuhnya gemetar. Dia langsung bersujud. "Mohon Tuan Tobi bermurah hati dan lepaskan nyawaku kali ini. Aku rela melayani Keluarga Yudistira mulai dari sekarang."Begitu melihat penampilan Gharam saat ini, yang lainnya diam-diam me
"Kamu ragu-ragu. Itu berarti kamu nggak yakin. Tapi nggak masalah. Aku tetap bersedia memberimu kesempatan ini.""Asalkan Keluarga Maheswara hidup harmonis dengan Keluarga Yudistira ke depannya, aku akan anggap semua masalah sebelumnya berlalu. Bagaimana?" kata Tobi dengan datar.Ruber tertegun. Tak disangka, Tobi akan begitu menghargainya seperti itu. Apalagi, persyaratan sama sekali tidak sulit. Dia segera berkata, "Nggak masalah. Terima kasih Tuan Tobi atas kemurahan hatimu.""Nggak perlu sungkan. Kita juga termasuk empat keluarga besar di Jatra, pilar Harlanda. Kita boleh bersaing, tapi jangan sampai saling membunuh. Kita harus bekerja keras untuk membuat Harlanda makin kuat," ucap Tobi dengan datar.Inilah akhir yang paling Tobi inginkan. Alasan sikapnya begitu mendominasi dari awal, bahkan melakukan aksi membunuh, itu semua hanya untuk membuka jalan bagi hal yang akan terjadi selanjutnya.Jika dia tidak memperlihatkan kekuatannya, siapa yang akan peduli dengan perkataannya?Denga
Tobi awalnya masih tenang, tetapi setelah melihat adegan ini, dia menjadi sedikit tidak berdaya. Dia tersenyum pahit dan berkata, "Hanya sebuah identitas saja. Semuanya nggak perlu sungkan seperti itu. Duduklah."Setelah semua orang bangkit, dia pun pergi mengobrol dengan sekretaris.Tak lama kemudian, sekretaris itu pun berlalu. Dia datang ke sini hanya untuk mengumumkan masalah pengangkatan.Apalagi, mengumumkan masalah pengangkatan di saat seperti ini sebenarnya juga termasuk sebuah pernyataan.Bisa dikatakan, dia ingin menyampaikan kepada semua orang bahwa Radiya mendukung Keluarga Yudistira. Jadi, dia berharap yang lainnya tidak berani macam-macam lagi.Ini juga salah satu alasan Ruber merasa sangat bersyukur. Kebetulan sekali. Dia juga tidak perlu repot-repot meyakinkan tetua Keluarga Maheswara lagi saat kembali nanti.Mungkin mereka semua akan merasa bahwa keputusan Ruber sangat bijaksana.Saat ini, kebanyakan tamu yang hadir sudah bisa bernapas lega. Namun, beda halnya dengan J
"Sudahlah. Semuanya, berdirilah."Tobi juga tidak ingin bertele-tele lagi. Dia hanya menggelengkan kepalanya dan berkata dengan tenang, "Meski perilaku mereka memang keterlaluan, mereka hanyalah junior yang bodoh dan nggak tahu apa-apa. Aku sama sekali nggak menganggap serius tindakan mereka.""Tapi mungkin hanya aku yang bisa begitu. Kalau itu orang lain, mereka pasti sudah celaka.""Jadi, meski kali ini aku nggak minta pertanggungjawaban mereka, kalian harus mendidik mereka dengan baik. Ingatkan anggota keluarga yang lain agar nggak berbuat jahat dengan mengandalkan kekuatan keluarga.""Kalau nggak, meski mereka nggak bertemu denganku, akan ada orang lain yang membereskan mereka. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan dan kejahatan pasti akan dibalas dengan kejahatan. Bukan berarti nggak ada yang namanya pembalasan, hanya saja waktunya belum tiba. Apa kalian mengerti?""Kami mengerti. Yang dikatakan Tuan Tobi benar!""Kenapa kalian masih berdiri di sana? Cepat berlutut dan berterima k
"Oh ya, apa kamu tahu mengenai masalah Bahtiar?" tanya Raja Naga tua dengan ragu-ragu."Maksudmu, dia diam-diam mendirikan Pasukan Naga Terkubur dan bahkan berkolusi dengan Takhta Suci Barat?" tanya Tobi."Sepertinya Radiya sudah memberitahumu segalanya. Situasi nggak begitu menguntungkan akhir-akhir ini. Kuharap kamu bisa melindungi Harlanda.""Aku pasti akan melakukannya.""Tak peduli siapa pun itu, berani menyinggung Harlanda kami, pasti harus menanggung konsekuensinya!"Walau Tobi tidak suka tindakannya dibatasi, tetapi siapa yang berani mencelakai Harlanda mereka, dia pasti akan membuat mereka membayar harga mahal."Bagus. Ada perkataanmu itu, aku sudah tenang.""Tapi ada satu hal yang ingin aku ingatkan. Kalau dia mendatangimu, kamu nggak boleh bertarung dengannya. Terlepas kamu sudah menemukan rahasia liontin giok atau belum, berikan saja padanya dan katakan yang sesungguhnya.""Percayalah pada Guru. Semua yang kami lakukan juga demi dunia ini."Pada akhirnya, Raja Naga Tua kemb
Reaksi Tobi membuatnya tidak puas. Tidak masalah jika orang itu tidak memperhatikannya, tetapi dia tidak terima diperlakukan dingin seperti itu.Namun, mungkin karena pesonanya sulit untuk disembunyikan. Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya menghampirinya dan berkata sambil tersenyum, "Halo Nona, namaku Jonatan, CEO Grup Haeron. Bolehkah aku minta nomormu dan berkenalan denganmu?"Elsa tertegun sejenak. Grup Haeron?Bukankah itu salah satu perusahaan yang menduduki posisi teratas dalam industri yang dia geluti? Kebetulan sekali. Jonatan? Sepertinya dia pernah mendengar nama ini. Dia adalah bos besar industri hiburan dan juga salah satu pemegang saham Grup Haeron.Namun permasalahannya, dia pernah dengar kalau Jonatan sangat menyukai wanita cantik. Apalagi, sudah banyak wanita yang jatuh di tangannya.Terutama saat melihat mata Jonatan yang memandangnya lekat-lekat. Elsa buru-buru berkata dengan gugup, "Maaf, aku nggak sembarangan kasih nomor telepon sama orang asing.""Haha. Sebe
Namun, ekspresi Jonatan berubah. Dia menatap mereka berdua dengan dingin. Keduanya tidak terlihat seperti sepasang kekasih. Dia mendengus dingin. "Kamu yakin? Bukankah hanya minta nomor telepon saja? Apa perlu seperti ini?""Benar. Pacarku ada di sini, mana mungkin aku sembarangan memberikan nomorku pada orang asing?" Elsa tidak berani menyinggung Jonatan. Jadi, dia hanya bisa menggunakan metode ini. Dia bahkan sengaja menggamit lengan Tobi dengan kedua tangan dan bersandar di bahu pria itu."Huh!"Menyadari tatapan semua orang mulai tertuju padanya, Jonatan pun meninggalkan mereka dengan kesal. Namun, dia jelas masih sangat tertarik pada Elsa.Makin sulit wanita itu dikejar, keinginan untuk mendapatkannya makin tinggi.Begitu Jonatan pergi, Elsa buru-buru berdiri dan melepaskan pegangan tangannya pada Tobi. Dia ragu-ragu sejenak, lalu berkata, "Terima kasih sudah membantuku.""Hanya masalah sepele. Nggak perlu sungkan," kata Tobi dengan santai. Ekspresinya terlihat cuek. Bahkan, dia t
Begitu mendengar nama hotel, kebetulan Tobi juga akan melewati sana. Jadi, dia pun mengangguk dan berkata, "Oke, aku akan antar kamu ke sana.""Baguslah, terima kasih!" ucap Elsa dengan gembira. Bukan hanya memudahkan, tetapi dia juga aman sekarang.Sembari berjalan keluar, Elsa pun bertanya dengan penasaran, "Oh ya, aku masih belum tahu siapa namamu?""Tobi Yudistira. Kalau kamu?""Aku? Setelah aku melepas kacamata hitamku nanti, kamu pasti mengenaliku," kata Elsa dengan percaya diri. Meskipun dia baru debut selama tiga tahun, dia sudah sangat populer dan dikenal sebagai artis wanita yang naik daun.'Huh! Bukannya aku sombong, tapi begitu mengungkapkan penampilan cantikku nanti, mari kita lihat apa kamu masih akan berpura-pura nggak?'Jika bukan karena berurusan dengan Jonatan barusan, mungkin sudah ada yang mengenalinya.Tobi tidak berbicara lagi. Setelah meninggalkan bandara, dia segera mencari orang yang datang menjemputnya.Lantaran ada wanita yang mengikuti Tobi, apalagi teringat
Namun saat mengetahui tentang siaran langsung global, dia segera memikirkan cara sempurna untuk menemukan ibu kandungnya Widia."Ya. Untunglah ada kamu yang menemaniku selama ini!"Widia mengangguk. Sekarang dia sudah tahu betapa menakutkan kemampuan yang dimiliki Tobi. Jika Tobi pun tidak bisa menemukan ibu kandungnya, mungkin tidak ada yang bisa dia lakukan lagi.Damar mengantar keduanya ke ruang VIP restoran, lalu bangkit dan pergi.Dia tidak ingin menjadi 'obat nyamuk' dan mengganggu kencan mereka berdua.Tobi juga memusatkan perhatiannya pada masalah Widia. Dia takut hal ini akan berdampak besar pada Widia, jadi dia juga tidak memedulikan hal lainnya lagi.Apalagi, kejadian ini terjadi terlalu cepat dan tiba-tiba.Saat ini, di area terlarang Jatra, akhirnya Harita berdiri di atas arena pertarungan dan ingin melawan Hirawan. Dia melakukan semua ini bukan untuk hal lain, tetapi demi martabat Negara Harlanda.Perlu diakui, setelah berhasil membuat terobosan, kekuatan Harita memang sa
Melihat keduanya pergi, Yesa buru-buru bangkit. Dia tampak marah besar. Dia tak henti-hentinya mengumpati Widia dan Tobi.Kata-katanya begitu tidak enak didengar. Selanjutnya, saat memikirkan hidup mereka yang akan sulit ke depannya, dia juga kembali memarahi Herman.Dia bilang Herman tidak berguna dan membuatnya menjalani hidup yang menyedihkan. Herman tidak bisa memberinya kehidupan mewah, bahkan Grup Lianto pun jatuh di tangan orang luar.Yesa juga bilang, apa yang harus dia lakukan ke depannya? Jika tidak memberinya ratusan miliar atau membiarkannya menjadi orang terpandang di Kota Tawuna, bagaimana dia bisa hidup?Dia sudah kehilangan harga diri. Dia meminta Herman untuk memikirkan cara agar mendapatkan kembali Grup Lianto. Setidaknya, perusahaan itu sekarang bernilai triliunan atau bahkan mencapai puluhan triliun.Jika tidak, Yesa akan bercerai dengan pria tidak berguna sepertinya.Makin berbicara, dia makin emosi. Pada akhirnya, dia pingsan karena terlalu emosi dan sedih.Herman
Wajah Widia berubah muram. Ekspresinya juga terlihat kusut. Namun, dia akhirnya mengangguk dan berkata, "Kuserahkan masalah ini padamu."Mendengar itu, Yesa langsung panik.Kali ini yang hilang bukan hanya kejayaan dan kekayaan, tetapi dia juga tidak punya harapan untuk menjadi nyonya kaya yang dikagumi semua orang. Bahkan, dia mungkin juga akan masuk penjara.Tidak bisa.Dia masih ingin meningkatkan prestisenya dan menjadi wanita bangsawan.Dia panik, lalu berlutut di depan mereka berdua sambil menangis. "Widia, ini salahku. Aku minta maaf padamu. Aku mengakui kesalahanku.""Apa yang kamu lakukan. Cepat berdiri dulu."Widia terkejut dan segera menjauh. Tidak peduli apa pun masalahnya, dia juga telah menganggap mereka sebagai orang tuanya selama ini.Menyadari hal itu, Yesa merasa masih ada harapan. Tangisnya makin menjadi-jadi. Dia juga memperlihatkan tampang memelas sambil berkata, "Nggak. Aku nggak akan berdiri, kecuali kamu memaafkanku.""Aku menyesali perbuatanku. Mengingat Keluar
Begitu mendengar putrinya mencurigai mereka berdua bukanlah orang tuanya, Yesa tampak terkejut. Mungkinkah Tobi telah mengatakan yang sebenarnya kepada Widia? Seharusnya tidak mungkin, 'kan?Berdasarkan sifat Tobi, pria itu tidak mungkin mengatakan pada Widia bahwa dirinya dicampakkan oleh ibu kandungnya sendiri. Namun, setelah mendengar kata-kata selanjutnya, sepertinya itu karena Widia merasa Yesa tidak memperlakukannya dengan baik selama ini. Oleh karena itu, Widia bisa menyalahkan dirinya.Meski Yesa merasa tidak senang, dia segera berkata, "Widia, kami memang nggak memperlakukanmu dengan baik sebelumnya, tapi bagaimanapun juga, kami adalah orang tuamu.""Orang tuaku?" Widia berkata dengan dingin, "Kamu kira aku nggak tahu apa-apa? Tobi sudah memberitahuku segalanya!"Setelah mendengar itu, wajah Yesa berubah drastis. Dia tidak menyangka Tobi akan mengatakan yang sebenarnya kepada Widia. Dia pun buru-buru berkata, "Ka ... kamu sudah tahu semuanya?""Jangan salahkan aku. Kami takut
Seiring berjalannya waktu, Negara Harlanda kini makin kuat dalam segala aspek. Termasuk teknologi, militer, dan lain sebagainya, meski menghadapi blokade gila-gilaan mereka.Mereka bahkan tidak peduli dengan kredibilitas negara, memberikan sanksi yang tidak masuk akal dan juga melanggar berbagai aturan seenaknya.Meski begitu, mereka tetap tidak bisa menghentikan perkembangan Negara Harlanda.Namun, saat ini Luniver tampak mengerutkan kening. Lantaran mereka mendapat kabar bahwa Tobi masih berada di Gunung Simeru dan belum turun. Jadi, mereka memikirkan cara untuk memaksa Negara Harlanda dan juga Tobi.Bagaimanapun, Negara Harlanda seharusnyanya tahu bahwa target mereka adalah Tobi. Selain itu, bocah itu sudah mulai memahami hukum langit dan bumi. Jika tidak menghabisinya sekarang, entah ancaman seperti apa yang akan mereka hadapi kelak.Walau Tobi masih tidak bisa menandinginya saat ini.Namun, dia baru saja menerima kabar. Katanya Tobi telah diam-diam meninggalkan Gunung Simeru. Tamp
Indira mengangguk. Dalam hatinya, dia diam-diam bertekad, apa pun yang terjadi, dia pasti akan melindungi satu-satunya harapan mereka ini. Tepat di saat ini, ponselnya berdering.Dia mengeluarkan ponselnya dan mengangkatnya. Begitu mendengar apa yang disampaikan orang di seberang sana, wajahnya berubah drastis. Dia berkata dengan kaget, "Apa kamu bilang!"Dia sulit untuk percaya. Bukankah Vamil mengatakan mereka berdua akan membutuhkan waktu lama untuk pulih, jadi bagaimana bisa secepat ini?Dia kemudian menutup telepon dan berkata dengan ekspresi muram, "Entah sejak kapan, Luniver dan Hirawan telah menyelinap ke Negara Harlanda. Apalagi, Hirawan langsung membuat arena pertarungan di area terlarang.""Dia juga menyebarkan rumor bahwa seni bela diri Negara Harlanda diwarisi dari Negara Melandia. Apalagi, kekuatan kita jauh lebih rendah dibandingkan Negara Melandia. Mereka menganggap kita sebagai sampah. Dia bilang dia sendiri bisa dengan mudah menggulingkan semua master Negara Harlanda.
Ekspresi Widia juga berubah. Tindakan ibunya ini seketika membuatnya merasakan firasat buruk. Apa telah terjadi sesuatu?Benar saja. Setelah melirik mereka berdua, Tobi mengangkat tangannya dan menampar Yesa sambil berkata dengan dingin, "Apa kamu pantas dipanggil ibu?"Yesa tertegun sejenak. Ada rasa sakit yang membakar di pipinya.Herman juga tertegun. Namun, dia segera berkata dengan marah, "Tobi, apa yang kamu lakukan!"Plak!Lagi-lagi sebuah tamparan.Tobi berkata dengan dingin, "Kamu juga nggak jauh berbeda!"Herman juga tercengang. Yesa tampak marah. Namun melihat tatapan tajam Tobi, dia tidak berani melakukan apa pun. Dia hanya bertanya dengan hati-hati, "Tobi, apa yang kamu lakukan? Apa kamu masih marah dengan masalah yang terjadi terakhir kali? Itu semua salahku. Aku menyesali perbuatanku.""Sekarang kamu juga sudah menamparku. Kita anggap masalah ini berlalu, ya?"Herman juga marah, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya memandang Widia dan berkata dengan marah, "W
Saat ini, Yesa tampak mengumpat dengan kesal, "Widia itu nggak tahu berterima kasih. Dia malah nggak menghiraukan kita begitu saja.""Bukan hanya nggak menjawab panggilan teleponmu, dia bahkan nggak angkat teleponku. Sia-sia aku begitu peduli padanya."Herman yang mendengar hanya bisa memperlihatkan ekspresi tak berdaya. Saat teringat dengan apa yang telah dia dan istrinya lakukan selama ini, apa mungkin putrinya akan peduli dengan mereka lagi?Mengenai apa yang dikatakan Yesa tentang ingin membongkar kasus yang dilakukan Tobi, dia hanya berpura-pura saja. Karena dia tahu betul, begitu semua terekspos dan Negara Melandia mengejar mereka, sudah pasti mereka akan mati dengan mengenaskan.Yang paling penting lagi, belum tentu Tobi akan ditangkap. Sebaliknya, dia hanya akan menyinggung Widia.Sebenarnya, dalam hati Yesa, dia masih berharap Widia bisa berubah pikiran.Lagi pula, dia telah melakukan banyak hal yang lebih menjijikkan dan tidak tahu malu sebelumnya, bukankah Widia masih berula
Bukankah sudah tidak ada orang yang bisa mengancam mereka lagi? Apa telah terjadi sesuatu?"Widia, ada satu hal yang aku minta orang selidiki selama ini dan sekarang akhirnya hasilnya sudah ketemu," ucap Tobi perlahan."Masalah apa? Ada hubungannya denganku?""Ya, kamu harus persiapkan mentalmu.""Apa yang terjadi sebenarnya?""Ada hubungannya dengan asal-usulmu." Tobi khawatir Widia akan sulit menerima kenyataan ini."Apa!"Ekspresi Widia seketika berubah. Begitu mendengar perkataan Tobi, dia sepertinya sudah bisa menebaknya. Wajahnya memucat. Dia pun bertanya, "Jangan-jangan, aku bukan anak kandung Keluarga Lianto?""Bukan hanya nggak, tapi Yesa menculikmu dari tangan ibumu."Tobi akhirnya menceritakan masalah itu pada Widia.Apa!Wajah Widia bertambah pucat. Tubuhnya gemetar. Fakta dia bukan anak kandung ibunya saja sudah membuatnya sedih. Tak disangka, malah ada hal seperti ini lagi sekarang.Namun, dia sangat kuat dan tegar. Jika tidak, dia juga tidak mungkin bisa menjabat sebagai