Xavier berdiri dan menyeringai lebih lebar, mengangkat tangannya dan jarum-jarum hitam itu mulai bergerak. Pemuda yang melihat jarum-jarum itu gemetar, merasakan kakinya kehilangan tenaga. Pelan-pelan kakinya melangkah mundur dan dia pun berbalik kemudian berlari.“Maafkan saya, Tuan Xavier!” teriak pemuda itu lari terbirit-birit karena ketakutan.Xavier tertawa lepas melihatnya. Dia tidak terlalu berharap dengan kemampuan orang-orang di Pertanian Besar yang masyoritas adalah petani. Mereka semua memiliki kemampuan pengolahan, baik dasar dengan manual serta pengendali dengan kristal terutama untuk pertanian. Beberapa pengawal, penjaga dan pasukan di wilayah ini merupakan orang-orang dari wilayah lain yang sengaja di sewa untuk menjaga Pertanian Besar.Saat ini, para pasukan Pertanian Besar merasa terintimidasi dengan kedatangan pasukan kerajaan yang jauh lebih mumpuni dari segala hal. Senjata yang lebih baik, pakaian pantas dengan baju jirah lengkap. Apalagi mereka adalah para petarun
Yuan sedang bernyanyi memanggil para spirit. Dia sudah tidak lagi membaca lembaran kertas lagu untuk dinyanyikan. Syair itu sudah terhafal sempurna karena seringnya dia membaca dan menyanyikannya. Para spirit berkumpul dalam jumlah besar, lebih besar jika dibandingkan dengan lagu yang lainnya.“Kurasa sudah cukup,” Yuan berhenti bernyanyi. Tiba-tiba di telinganya terdengar suara harpa, tanpa sadar dia kembali menyanyikan lagu yang sama. Dia memejamkan matanya. Atmosfer terasa berubah dan perlahan matanya terbuka. Dia tidak berhenti bernyanyi saat seorang gadis cantik memainkan harpa di depannya. Seakan petikan harpa mengiringi lagu yang Yuan nyanyikan, harmoni tercipta antara keduanya.“Bagaimana aku bisa sampai di sini?” batin Yuan mengamati tempat yang sangat asing. Sebuah istana es dengan air yang menjadi atapnya. Istana ini berada di bawah air dan terlindung sebuah kubah besar.“Teruslah bernyanyi, Yuan,” ucap gadis itu masih memainkan harpanya.Yuan masih menyanyikan lagu y
“Tangkap mereka!” perintah pemimpin pasukan kerajaan sehingga mereka yang langsung mengepung Yui dan Yuan.“Tunggu dulu, apa yang Anda lakukan!” Walikota Pertanian Besar memprotes perbuatan pemimpin pasukan kerajaan. Dia sebagai pemimpin kota tidak menginginkan tamu spesialnya ditangkap.“Maaf, tugas kami membawa Pangeran Yuan ke istana,” balas pemimpin pasukan kerajaan yang bersikukuh menangkap Pangeran Yuan.“Langkahi dulu mayat kami!” Walikota dan pasukannya membuat benteng perlindungan mengelilingi Yui dan Yuan sehingga pasukan kerajaan terpaksa mundur beberapa langkah.Tak hanya pasukan Pertanian Besar, penduduk yang ada di sana juga tiba-tiba ikut angkat senjata dan memasang diri di deban kedua anak kembar tersebut. “Kami tidak rela menyerahkan Pangeran Yuan dan Putri Yui!”“Ya, benar!” sorak mereka serempak. Kota Pertanian Besar sudah menetapkan pilihan mereka kepada sang pangeran. Mereka rela mengorbankan diri demi apa yang mereka yakini.“Tuan, bagaimana ini? Kita bisa mengha
Zombie-zombie yang ada berjumlah ribuan, sebagian masih tertahan di luar. Yui memperbaiki gerbang yang berhasil diterobos dan mengganti tanaman rambat dengan kayu-kayu besar.“Mundur!” teriak pasukan Pertanian Besar, mereka mengawal penduduk untuk segera mengungsi. Satu dua orang pasukan menjadi korban. Zombie-zombie itu terus mengejar dengan kecepatan tinggi seperti berlari.Mereka mengejar penduduk desa lalu menjejalkan buah kecil berwarna ungu ke mulut orang-orang itu. Dalam waktu singkat jumlah zombie bertambah. Teriakan histeris dan juga teriakan penduduk yang berubah menjadi zombie menambah mencekam suasana.“Yui, ini terlalu banyak,” ucap Yuan mendekat ke arah Yui, peluh memenuhi tubuh Yuan, dia juga kesulitan bernapas dengan benar. Zombie yang berhasil dimurnikan pun tak lagi berharga karena langsung diserang oleh zombie lainnya. Hari ini nyawa seakan tidak ada harganya. Bercak-bercak merah dan ungu terdapat di setiap sudut tempat.“Kita tidak bisa seperti ini.” Yuan berpikir
“Eirlys!” panggil Yuan kepada gadis yang sedang memetik harpa di depannya. Dia tahu dunia ini bukanlah dunia nyata. Eirlys yang ada di depannya saat ini mungkin sedang tertidur di dunia nyata dan saat ini berada di dunia mimpi. Dia sendiri sedang tidak sadarkan diri dalam perjalanan ke istana kegelapan bersama pasukan kerajaan. Yuan menggunakan kemampuannya masuk ke dunia mimpi sebelum benar-benar pingsan.Yuan masuk ke dalam mimpi Eirlys yang sedang berada di masa terindahnya. Sebuah istana es yang menjulang tinggi menantang langit, semua terlihat putih meskipun tidak terasa dingin karena ini hanyalah mimpi. Eirlys duduk mememainkan harpanya bersama dengan Lixue dan seorang pria yang memiliki telinga runcing. Wajah pria itu terlihat mirip dengan Lixue.“Yuan, bagaimana kau bisa ada di sini?” Eirlys terperanjat, dia menatap sosok tampan yang tiba-tiba muncul dalam mimpi indahnya. Bayangan Lixue dan sosok pria yang merupakan ayah dari Eirlys tiba-tiba menghilang seakan mereka hanyalah
Yuan terbangun dan melihat pemimpin pasukan kerajaan menatapnya, tatapan penuh dengan kecurigaan. Pria itu berjalan mendekati Yuan dan bertanya, “Kenapa? Kenapa Pangeran tidak melakukan pemurnian waktu itu?” Mata pemimpin pasukan kerajaan menatap tajam seakan tidak akan melepaskan Yuan begitu saja tanpa penjelasan. Sementara itu, Yuan hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu. “Anda pasti tahu perbedaan di istana dengan Kota Pertanian Besar, itu pula alasan saya tidak bisa melakukan pemurnian.” Yuan menunjukkan tanah yang gersang dan menghitam di luar. Mereka mengamati tanah tersebut dari jendela kamar. “Di sini kontaminasi sangat tebal, sulit sekali bagiku untuk memurnikannya,” lanjut Yuan memberikan alasan atas pertanyaan pemimpin pasukan. Dia tidak akan bisa melakukan pemurnian di istana, kekuatannya belum cukup. “Begitu rupanya,” gumam pemimpin pasukan kerajaan. Dia mendekati Yuan lalu mengikat kedua tangan Yuan di belakang. “Maaf, Pangeran, tetapi saya harus membawa Pangeran kep
“Eirlys,” gumam Lixue mengulang nama yang sama berkali-kali. Tanpa sadar air mata mengalir jatuh di pipinya. Nama yang dia dengar terasa menyentuh relung jiwanya, begitu dekat dan terasa kerinduan mendalam, tetapi ingatannya tak kunjung menunjukkan siapa sebenarnya Eirlys.“Apa ini? Kenapa aku menangis? Siapa Eirlys?” Lixue bertanya dalam hatinya, mencari nama Eirlys dalam ingatan yang masih tertutup kabut tebal. Dia tidak ingat siapa Eirlys.“Bekukan dia, Lixue!” gema perintah dari Leiz terdengar. Suara Leiz merupakan perintah yang menekan ingatan tentang masa lalunya, penolakan menjalankan perintah berbuah rasa sakit. Kepala Lixue seperti mendapatkan tekanan kuat setiap kali dia menolak perintah Leiz.“Bekukan dia!” perintah Leiz terus saja berulang hingga Lixue kembali mengangkat tangannya lalu mengarahkannya ke arah Yuan, rasa sakit berkurang sedikit saat perintah mulai dilakukan.“Bekukan, bekukan, turuti perintah,” ucap Lixue yang berkata tidak seperti dirinya, dia seperti robo
Xavier berlari secepat yang dia bisa menuju ke Kota Pertanian Besar. Semua zombie sudah keluar dari kota itu hanya menyisakan kerusakan dan korban yang tidak sedikit. Xavier mencari keberadaan Yui di antara kericuhan suasana yang sedang terjadi.“Putri Yui!” teriaknya. Dia sudah mulai frustasi dan juga merasa takut jika kedua anak kembar tersebut berhasil ditangkap.“Di sini!” jawab Yui melambaikan tangan. Memperlihatkan senyuman yang membuat Xavier lega. Mata Xavier membulat sempurna melihat pria yang berdiri di sebelah Yui. Wajah yang sama yang selalu dia lihat di dalam tabung kaca laboratoriumnya kala itu.“Nacht Fansford, bagaimana bisa dia bangkit lagi,” pikir Xavier menatap pria di sebelah Yui. Jantungnya berdetak lebih kencang, seketika dia mendapatkan serangan kepanikan yang luar biasa, bayangan kehancuran seakan ada di depan mata. Ingatan tentang hari-harinya di laboratorium kembali terulang, juga kebodohannya memercayai Leiz yang menjanjikan dunia indah dengan raja baru. Waj
Yui dan Yuan berdiri di luar dinding istana, hembusan angin lembut membelai rambut mereka. Jemari mereka dengan hati-hati menaburkan benih-benih ajaib dari dunia atas ke tanah yang dahulu gersang. Di bawah sentuhan mereka, dunia bawah yang dulunya kelam kini dipenuhi berbagai warna—hijau rumput yang merayap, kuning keemasan bunga-bunga liar, segala macam tanaman mulai mengular dari dalam tanah. Yui menoleh, alisnya berkerut melihat saudaranya. "Yuan, kau tidak apa-apa?" tanyanya, memperhatikan kembarannya yang tengah memainkan harpa keemasan—benda legendaris yang diperebutkan banyak makhluk.Yuan menggeleng pelan, jemarinya masih menari di atas senar harpa. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat, matanya tetap terfokus pada alat musik di tangannya.Kebangkitan Yuan beberapa waktu lalu sungguh menggemparkan seluruh kerajaan. Bukan hanya wujudnya yang telah berubah sempurna sebagai raja kegelapan, tetapi juga reaksi tidak biasa dari harpa ajaib tersebut. Harpa keemasan itu bersinar terang,
Cahaya keemasan menyusup di antara dedaunan saat Raja Arlen membimbing Yui menyusuri jalan setapak menuju area tidak jauh dari Pohon Kehidupan. Angin lembut menerbangkan helaian rambut Yui, sementara matanya menangkap sosok Rafael yang tengah berbincang serius dengan Moura di kejauhan, wajah keduanya tampak khidmat di bawah naungan cabang-cabang raksasa."Sebelah sini," ujar Raja Arlen sambil menunjuk dengan jemarinya yang panjang dan ramping. Jubah kerajaannya berdesir lembut menyapu rumput saat ia memimpin Yui menuju sebuah pondok mungil yang hampir tersembunyi di balik rimbunnya aneka bunga warna-warni. Aroma manis nektar merebak di udara, menggelitik indra penciuman.Pintu pondok terbuka dengan derit pelan. Seorang pria melangkah keluar, mengenakan tunik berwarna lumut khas kaum elf yang melekat sempurna di tubuhnya. Namun, tidak seperti para elf lainnya, telinga pria itu tidak meruncing dan wajahnya tidak memancarkan keanggunan abadi yang biasa dimiliki kaum elf."Yoru!" pekik Y
Yui mendarat dengan lincah setelah melompat dari punggung Fury, naga hitam milik Rafael. Rambut panjangnya melambai tertiup angin saat kakinya menyentuh tanah. Matanya berbinar melihat sosok yang telah menunggunya."Kakak!"Yui menghambur ke pelukan Yuasa, jemarinya mencengkeram erat jubah sang kakak sementara aroma khas dedaunan segar menguar dari tubuh Yuasa. Mata keduanya berkaca-kaca, pertemuan yang menggetarkan jiwa setelah sekian lama terpisah."Kau baik-baik saja, Yui? Bagaimana tubuhmu setelah bangkit kembali?" tanya Yuasa sambil meneliti setiap inci wajah adiknya. Jemarinya yang ramping menyentuh pipi Yui, memancarkan energi keemasan yang menelusuri setiap sel dalam tubuh sang adik. "Setelah semua ini selesai, biarkan kakak menyembuhkanmu."Dahi Yuasa berkerut dalam. Sensasi dingin menjalar dari tubuh Yui—sesuatu yang sangat janggal. Api Suzaku yang seharusnya berkobar hangat kini terasa beku seperti es abadi."Tentu, untuk saat ini kakak fokus saja dengan pernikahan. Urusan
Malam di Kota Naga. Bintang-bintang bertaburan seperti permata di langit malam Kota Naga. Rafael berdiri sendirian di balkon gedung tertinggi, kedua tangannya mencengkeram pagar besi yang dingin sementara matanya menelusuri konstelasi-konstelasi yang berkilauan. Hembusan angin malam meniup rambut gelapnya, mengirimkan sensasi dingin yang menusuk tulang, namun Rafael tak bergeming.Suara langkah kaki lembut terdengar di belakangnya. Rafael menoleh, alisnya terangkat saat mengenali sosok yang mendekat."Yuichi?"Sosok itu tersenyum. Wajahnya merupakan versi maskulin dari Yui, garis rahang yang sama, mata yang sama, tetapi dengan ketegasan yang hanya dimiliki seorang ayah."Sendirian?" tanya Yuichi, suaranya merdu membelah keheningan malam.Rafael mengangguk pelan, lalu menggerakkan tangannya ke arah kursi kosong di sampingnya. Yuichi melangkah maju dan duduk, jubah hitamnya melambai pelan tertiup angin."Malam ini indah meskipun tanpa bulan," ucap Rafael, matanya kembali menatap cakraw
Bunga putih mungil bertebaran di aula, mirip kepingan dandelion yang rapuh. Setiap tamu berjalan perlahan, meletakkan bunga kecil tanda penghormatan terakhir. Bunga-bunga itu mencerminkan ketangguhan luar biasa, seperti kehidupan yang bertahan di balik kerasnya dunia bawah, membisu namun tak terkalahkan. Mereka menyebutnya bunga bintang roh. Eirlys menatap Yuan yang terpejam, sosoknya tenang seakan tertidur lelap. Alunan harpa mengalir lembut memenuhi aula, melukiskan kesedihan yang mencekam setiap sudut ruang. Matanya menyipit saat menyadari bunga putih di dekat Yuan mulai membeku, embun es merangkak perlahan mengubah kelopak menjadi kristal dingin. Hawa sejuk mulai merambat, menusuk tulang."Mungkinkah?!"Dalam sekejap, Eirlys bangkit dari tempatnya. Langkahnya cepat mendekati peti kaca tempat Yuan dibaringkan. Jemarinya mendorong penutup tebal dengan tekad membara. Jantungnya berdebar dengan kencang, sebuah api harapan muncul. "Putri Eirlys, relakan Yang Mulia!" Xavier bergerak c
Senar harpa emas kaum elf bergetar lembut, berbeda dari instrumen biasa. Energi yang digunakan untuk menggerakkan senar ini sangat banyak. Eirlys membiarkan jemarinya terkulai di atas senar, tenaga terampas habis. Napasnya terengah-engah, seakan udara di sekitarnya menghisap oksigen dari paru-parunya."Eirlys!" Lixue melompat mendekati, gemetar mengambil harpa keemasan dari tangan sang adik. Dengan lembut, dia meletakkan instrumen berkilau itu di meja terdekat. "Istirahatlah sekarang." Lengannya melingkari pinggang Eirlys, memapah tubuh lemah itu menuju kursi panjang. Dengan hati-hati, dia mengangkat kaki adiknya dan membiarkan Eirlys setengah berbaring."Kak, bagaimana Yuan?" bisik Eirlys, kekhawatiran menembus kelelahan yang menyelimutinya.Lixue menggenggam tangan adiknya, mencoba menenangkan. "Dia akan baik-baik saja. Ingat, Tuan Xavier dan Tuan Ernest sedang menyiapkan ramuan untuknya." Dalam hati, dia berdoa agar takdir berkata lain. “Semoga Yuan bertahan, setidaknya biarkan Eir
Jalanan di depan Yuan terlihat asing. Jalan dengan bebatuan hitam, meskipun itu batu, tetapi tidak terasa seperti batu biasa. Dia mengamati orang-orang yang berjalan menuju ke satu arah yang sama, sebuah gerbang besar di ujung jalan, gerbang yang tidak terlihat jelas tulisan namanya. Yuan masih sangat jauh dari gerbang itu. “Akhirnya perjalanan terakhir,” gumam Yuan yang tahu di mana dia sekarang. Dunia orang mati. Kaki Yuan berhenti melangkah saat seorang wanita dengan jubah putih berdiri di hadapannya, muncul begitu saja hingga dia hampir jatuh tersungkur karena kaget. “Lenora!”“Pangeran Yuan, apa yang Anda lakukan di sini!” Suara Lenora terdengar penuh kekesalan dan amarah seakan dia sedang memarahi seorang anak nakal. “Hah?” Reaksi Yuan mendengar ucapan Lenora. Dia tidak tahu harus menjawab apa, tentu saja dia di sini karena nyawanya sudah terpisah dari tubuhnya. “Kuulangi, Pangeran, ah tidak, Yang Mulia Raja Yuan, kembalilah sekarang juga!” Lenora berkata dengan nada lebih
“Apa aliran air ini sudah dimantrai?” tanya pria yang menampilkan lengan hitamnya. Dia mengambil air dan menyiramkannya ke tangan hitamnya. “Mantra Genbu dari Putri Yui. Dengan adanya mantra ini tidak akan ada pencurian air untuk kepentingan pribadi yang ingin menjual air ini.” Penjaga itu kemudian terlihat menghela napas panjang sebelum kembali berbicara. “Sayangnya, kabar buruk terdengar di istana. Kabarnya Yang mulia saat ini dalam kondisi kritis.” Mendengar penuturan penjaga tersebut, pria yang sepanjang jalan selalu memberikan argumen tidak menyukai raja yang sekarang terlihat marah. “Apa katamu! Lalu kenapa mengundang kami jika dia sendiri dalam keadaan kritis, bukankah dia tidak akan bisa menyembuhkan kami!” suara pria itu terdengar begitu keras hingga mengundang perhatian orang-orang di sekitar. “Tuan tenang saja, di istana semua sudah dipersiapkan.” Penjaga gerbang berusaha menekan amarah pria itu, tetapi tidak berhasil. “Lebih baik kita pulang saja!” Pria dengan lengan
Dunia bawah lebih berwarna. Langit yang biru membawa semangat baru. Kepala desa dan para pemimpin wilayah lainnya menjalankan perintah yang diberikan Yuan, raja mereka untuk mendata dan membawa penduduk dengan tingkat kontaminasi 80 %. Mereka yang telah mengalami kontaminasi bertahun-tahun dipilah dan dibawa ke ibukota untuk bertemu langsung dengan sang raja. “Apa benar kontaminasi ini bisa hilang? Rasanya aku sudah pasrah dengan kondisi ini seumur hidupku.” Pria dengan tangan dan kaki yang sudah menghitam karena kontaminasi terlihat pesimis. Meskipun begitu, setelah menatap langit biru ada secercah harapan di hatinya. “Kalau sang raja bisa menghilangkan kontaminasi di dunia bawah, kurasa bisa juga menghilangkan kontaminasi di tubuhku.” Semua penduduk dengan tingkat kontaminasi parah sudah mulai berangkat menuju ibukota. Mereka menaruh harapan yang sangat besar kepada sang raja, harapan kesembuhan dari kontaminasi yang selama ini menyiksa diri mereka.“Kudengar sang raja masih belia