Yui baru saja menyelesaikan pencarian para penyusup. Dua puluh lima penyusup terjerat di bawah kekuatan guardian compass. Mereka semua ditangkap dan dimasukkan ke penjara peri. “Yui!” panggil Rafael saat dia melihat warna rambut Yui perlahan kembali menjadi hitam. Gadis itu menggunakan keempat guardian compass secara bersamaan. “Paman, sudah selesai?” tanya Yui berlari ke arah Rafael dan langsung bergelantung manja di lengan pria itu. Rafael tidak keberatan dan justru senang dengan tingkah manja Yui, dia membiarkan gadis itu begitu dekat dengannya. “Ratu ingin kau dan aku melihat sesuatu, aku juga tidak tahu benda apa itu.” Yui semakin riang dan berjalan berjingkat-jingkat. “Sepertinya menarik, ayo!” “Kau itu semua dibilang menarik.” Rafael membawa Yui menemui Ratu Esmeralda.Sang ratu sudah berdiri dengan elegan menunggu keduanya. Yui langsung melepaskan tangannya kemudian membungkuk memberi salam. “Yang Mulia Ratu Esmeralda,” salam Yui dengan suara nyaring dan lembut. “Terima
Mata Yui terbelalak, dia merasakan ada yang tidak beres dengan celah dimensi ini. Tanpa menurunkan kewaspadaan dia langsung menggunakan keempat Guardian Compass sekaligus. Tekanan kekuatan Yui langsung terasa. “Yui?” Rafael merasakan ketakutan pada diri Yui. “Paman, cepat segel!” seru Yui memisahkan diri dari Fury. Dia terbang dengan kecepatan penuh. Seperti yang diperkirakan olehnya. Tekanan udara berubah dengan cepat dan seakan mengenali Yui, celah dimensi mengejar gadis itu dan berusaha menangkapnya dengan daya hisap yang kuat dan sulur-sulur hitam yang tiba-tiba muncul dari dalam. “Evakuasi! Jangan ada orang di sekitar celah dimensi!” teriak Rafael.Pasukan yang menjaga tempat itu langsung mundur teratur, mereka mengenali suara Rafael. Pria itu cukup terkenal dan memberikan pengaruh yang kuat. “Cepat mundur!” suara Recca memecah kesunyian. Pria itu melihat ke arah sulur-sulur yang mengejar Yui dan dari tangannya terlihat mengeluarkan sebuah api berwarna merah jingga. Semua ta
“Yui … Yui!” suara samar-samar yang memanggil Yui terdengar semakin jelas. Perlahan mata Yui terbuka, dia merasa hamparan putih berada di depannya. Salju turun dengan semilir angin lembut, tubuhnya sudah tertimbun salju sebagian. “Bangunlah!” Yui menatap sosok yang ada di depannya. Seorang wanita dengan tongkat sihir besar setinggi dirinya, jubah bulu binatang lembut membalut tubuh anggun nan cantik. Wajahnya terlihat sendu, ekspresi yang minim dan sulit ditebak. “Yui.” Suara wanita itu terdengar begitu lembut, tetapi ada perasaan sedih yang mengalir. “Anda Lenora Isolde?” Yui mengenali wanita ini, sangat banyak petunjuk yang mengarah padanya. “Ya, itu aku.” Wanita itu mengangguk lalu mengulurkan tangan ke arah Yui. “Kau sedang tertidur di dunia nyata, ini dunia mimpi.”“Apa yang ingin Anda sampaikan?” Yui menebak dengan kemunculan Lenora dalam mimpi. “Ratu Esmeralda memberimu sebuah penjara yang terbuat dari daun kehidupan.” Wanita cantik itu menghela napas panjang. “Ramalanku
Sebuah gedung besar menjulang tinggi, Yui dan Rafael memperhatikan gedung tersebut. Melihat Recca berjalan lurus mereka pun mengikuti pria tersebut. Recca membuka pintu setelah mengetuk dan mendapatkan jawaban. Dia mempersilakan Yui dan Rafael untuk masuk. “Recca, tunggulah di luar,” ujar Agni tanpa melihat ke arah putranya. Ia memintanya Recca keluar, sementara Yui dan Rafael dipersilakan duduk di kursi yang tersedia. “Kurasa Anda sudah tahu siapa kami,” kata Rafael melipat kedua tangan di dada dan bersandar pada kursi. Dia duduk dengan santai. Sementara Yui terlihat gugup di depan Agni. “Ya, Tuan Rafael Blackdragon dan Putri Ryuichi Yui, tentu saja saya mengenali kalian. Ada keperluan apa ingin menemuiku?” Agni ttampak ingin langsung membahas inti permasalahan.“Ergions, bukakan gerbang dimensi ke sana,” pinta Rafael. “Tidak bisa, Ergions tidak memiliki penjaga, saya hanya bisa mengirim kalian ke Woodclift, ada penjaga tanah di sana,” jawab Agni. Ia berdiri dan memperhatikan Yu
Kaki-kaki ringan melangkah dengan gesit seakan menari bersama angin. Yui berada di punggung seekor harimau putih yang membawanya membelah hutan belantara. Mereka berhenti saat suara tak kasat mata tiba-tiba terdengar. “Berhenti para penyusup!” Mereka mengedarkan pandangan ke segala penjuru, mencari sumber suara yang tidak diketahui asalnya. Daun-daun gemerisik bergesekan seakan sedang berbisik dalam suara-suara alam. “Kita terkepung,” bisik Rafael. Yui masih tenang berada di atas Byakko. Dia menggunakan kekuatan angin untuk menyentuh semua makhluk bertelinga runcing yang mengepung mereka. Di bawah kekuatan sang angin, Byakko tidak ada yang luput dari serangannya. Sepuluh elf melayang tertangkap kekuatan angin. “Apa kalian tidak mengenalku?” Yui menaikkan satu alisnya dengan kedua tangan di pinggang. Melihat tak satupun elf yang membuka mulut, Yui menunjukkan sebuah token yang hanya diberikan kepada tamu khusus Raja Arlen. “Maafkan kami, Nona!” Mereka semua langsung membungkuk me
“Yuan!” Baru selangkah Yui menyentuh Ergions, dia langsung berlari meninggalkan Rafael dan yang lain. Kakinya melangkah begitu cepat, tak hanya itu sepasang sayap jingga muncul di punggungnya dan dia terbang. “Yui!” teriak Rafael memanggil gadis itu. Yui tidak merespon. Sementara mereka tidak bisa mengejar gadis itu, kecepatan terbang tidak sebanding dengan kecepatan berlari.“Ternyata ditinggalkan begitu saja, lalu siapa yang menjamin keselamatan kalian?” elf muda yang membiarkan mereka masuk menatap sinis bahkan meremehkan. “Bukankah Moura yang menjadikanku tamunya,” balas Rafael. Dia tidak takut meskipun berada di Ergions. Kemampuannya cukup untuk bertarung juga kabur, sayangnya hal itu akan sulit jika harus menanggung kedua orang yang saat ini ikut bersamanya.. “Recca, kau pergilah. Ikuti apa yang diminta Agni. Aku akan mencari Yui.” Rafael meninggalkan Recca tanpa menunggu pemuda itu menjawab. Dia berjalan santai meskipun melihat Yui tergesa-gesa, tetapi dia tidak merasakan
Yui terdiam, dia memang ingin bertanya tentang keputusan Moura. Akan tetapi, setelah mendengar cerita Raja Arlen. Dia tidak ingin menanyakan lagi hal itu. Apapun keputusannya nanti, semua resiko harus siap ditanggung. Bisa saja dia akan seperti Moura, cinta yang tak berbalas. “Raja Arlen, boleh saya membantu Yuan?” tanya Yui. Dia tidak ingin lagi mengungkit tentang daun kehidupan maupun benih kebangkitan. Keduanya memerlukan pengorbanan yang besar. Anggukan Raja Arlen menjawab pertanyaan Yui. Pria itu berjalan dan menyingkirkan barrier dengan lambaian tangannya. “Kuantarkan ke tempat Pangeran Yuan.” Pintu ruangan dibuka dan mereka berdua terkejut dengan sosok yang berdiri di luar pintu. “Paman!” teriak Yui yang langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Sementara itu Raja Arlen hanya tersenyum lembut kemudian menyapa Rafael dengan sopan, “Selamat datang di Ergions, Penjaga Dunia Bawah, Rafael Blackdragon.”“Kupikir kau akan memanggil prajurit dan mengusirku,” balas Rafael. Ta
“Tidak boleh, mereka harus dihentikan!” batin Yuan. Leiz berjalan dengan tongkatnya diikuti oleh Darren dan juga Roya. Mereka berdua berada di tempat yang tinggi dan memandang ke arah bawah. Ribuan prajurit berbagai ras yang sudah berubah menjadi zombi berbaris dengan rapi.“Yang Mulia, semua pasukan sudah siap dengan persenjataan. Mereka juga tidak memiliki rasa sakit yang merupakan baju zirah terhebat,” lapor Darren dengan seringai puas. Dia telah melaksanakan tugas dengan baik, tugas mengumpulkan pasukan sebanyak-banyaknya. Roya tidak mau kalah dengan Darren. Dia membungkuk dan memainkan harpanya. Dunia bawah yang tandus berubah menjadi dunia yang lain; tanah dengan rumput dan pepohonan, langit biru jernih. Semua kontaminasi hilang bahkan pasukan yang seharusnya berwarna keunguan menjadi pasukan biasa dengan kulit normal. Semua yang terlihat adalah ilusi, ilusi terkuat dari harpa ajaib.“Penduduk dunia bawah percaya dunia sudah berubah karena Yang Mulia, mereka tidak akan mau men
Yui dan Yuan berdiri di luar dinding istana, hembusan angin lembut membelai rambut mereka. Jemari mereka dengan hati-hati menaburkan benih-benih ajaib dari dunia atas ke tanah yang dahulu gersang. Di bawah sentuhan mereka, dunia bawah yang dulunya kelam kini dipenuhi berbagai warna—hijau rumput yang merayap, kuning keemasan bunga-bunga liar, segala macam tanaman mulai mengular dari dalam tanah. Yui menoleh, alisnya berkerut melihat saudaranya. "Yuan, kau tidak apa-apa?" tanyanya, memperhatikan kembarannya yang tengah memainkan harpa keemasan—benda legendaris yang diperebutkan banyak makhluk.Yuan menggeleng pelan, jemarinya masih menari di atas senar harpa. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat, matanya tetap terfokus pada alat musik di tangannya.Kebangkitan Yuan beberapa waktu lalu sungguh menggemparkan seluruh kerajaan. Bukan hanya wujudnya yang telah berubah sempurna sebagai raja kegelapan, tetapi juga reaksi tidak biasa dari harpa ajaib tersebut. Harpa keemasan itu bersinar terang,
Cahaya keemasan menyusup di antara dedaunan saat Raja Arlen membimbing Yui menyusuri jalan setapak menuju area tidak jauh dari Pohon Kehidupan. Angin lembut menerbangkan helaian rambut Yui, sementara matanya menangkap sosok Rafael yang tengah berbincang serius dengan Moura di kejauhan, wajah keduanya tampak khidmat di bawah naungan cabang-cabang raksasa."Sebelah sini," ujar Raja Arlen sambil menunjuk dengan jemarinya yang panjang dan ramping. Jubah kerajaannya berdesir lembut menyapu rumput saat ia memimpin Yui menuju sebuah pondok mungil yang hampir tersembunyi di balik rimbunnya aneka bunga warna-warni. Aroma manis nektar merebak di udara, menggelitik indra penciuman.Pintu pondok terbuka dengan derit pelan. Seorang pria melangkah keluar, mengenakan tunik berwarna lumut khas kaum elf yang melekat sempurna di tubuhnya. Namun, tidak seperti para elf lainnya, telinga pria itu tidak meruncing dan wajahnya tidak memancarkan keanggunan abadi yang biasa dimiliki kaum elf."Yoru!" pekik Y
Yui mendarat dengan lincah setelah melompat dari punggung Fury, naga hitam milik Rafael. Rambut panjangnya melambai tertiup angin saat kakinya menyentuh tanah. Matanya berbinar melihat sosok yang telah menunggunya."Kakak!"Yui menghambur ke pelukan Yuasa, jemarinya mencengkeram erat jubah sang kakak sementara aroma khas dedaunan segar menguar dari tubuh Yuasa. Mata keduanya berkaca-kaca, pertemuan yang menggetarkan jiwa setelah sekian lama terpisah."Kau baik-baik saja, Yui? Bagaimana tubuhmu setelah bangkit kembali?" tanya Yuasa sambil meneliti setiap inci wajah adiknya. Jemarinya yang ramping menyentuh pipi Yui, memancarkan energi keemasan yang menelusuri setiap sel dalam tubuh sang adik. "Setelah semua ini selesai, biarkan kakak menyembuhkanmu."Dahi Yuasa berkerut dalam. Sensasi dingin menjalar dari tubuh Yui—sesuatu yang sangat janggal. Api Suzaku yang seharusnya berkobar hangat kini terasa beku seperti es abadi."Tentu, untuk saat ini kakak fokus saja dengan pernikahan. Urusan
Malam di Kota Naga. Bintang-bintang bertaburan seperti permata di langit malam Kota Naga. Rafael berdiri sendirian di balkon gedung tertinggi, kedua tangannya mencengkeram pagar besi yang dingin sementara matanya menelusuri konstelasi-konstelasi yang berkilauan. Hembusan angin malam meniup rambut gelapnya, mengirimkan sensasi dingin yang menusuk tulang, namun Rafael tak bergeming.Suara langkah kaki lembut terdengar di belakangnya. Rafael menoleh, alisnya terangkat saat mengenali sosok yang mendekat."Yuichi?"Sosok itu tersenyum. Wajahnya merupakan versi maskulin dari Yui, garis rahang yang sama, mata yang sama, tetapi dengan ketegasan yang hanya dimiliki seorang ayah."Sendirian?" tanya Yuichi, suaranya merdu membelah keheningan malam.Rafael mengangguk pelan, lalu menggerakkan tangannya ke arah kursi kosong di sampingnya. Yuichi melangkah maju dan duduk, jubah hitamnya melambai pelan tertiup angin."Malam ini indah meskipun tanpa bulan," ucap Rafael, matanya kembali menatap cakraw
Bunga putih mungil bertebaran di aula, mirip kepingan dandelion yang rapuh. Setiap tamu berjalan perlahan, meletakkan bunga kecil tanda penghormatan terakhir. Bunga-bunga itu mencerminkan ketangguhan luar biasa, seperti kehidupan yang bertahan di balik kerasnya dunia bawah, membisu namun tak terkalahkan. Mereka menyebutnya bunga bintang roh. Eirlys menatap Yuan yang terpejam, sosoknya tenang seakan tertidur lelap. Alunan harpa mengalir lembut memenuhi aula, melukiskan kesedihan yang mencekam setiap sudut ruang. Matanya menyipit saat menyadari bunga putih di dekat Yuan mulai membeku, embun es merangkak perlahan mengubah kelopak menjadi kristal dingin. Hawa sejuk mulai merambat, menusuk tulang."Mungkinkah?!"Dalam sekejap, Eirlys bangkit dari tempatnya. Langkahnya cepat mendekati peti kaca tempat Yuan dibaringkan. Jemarinya mendorong penutup tebal dengan tekad membara. Jantungnya berdebar dengan kencang, sebuah api harapan muncul. "Putri Eirlys, relakan Yang Mulia!" Xavier bergerak c
Senar harpa emas kaum elf bergetar lembut, berbeda dari instrumen biasa. Energi yang digunakan untuk menggerakkan senar ini sangat banyak. Eirlys membiarkan jemarinya terkulai di atas senar, tenaga terampas habis. Napasnya terengah-engah, seakan udara di sekitarnya menghisap oksigen dari paru-parunya."Eirlys!" Lixue melompat mendekati, gemetar mengambil harpa keemasan dari tangan sang adik. Dengan lembut, dia meletakkan instrumen berkilau itu di meja terdekat. "Istirahatlah sekarang." Lengannya melingkari pinggang Eirlys, memapah tubuh lemah itu menuju kursi panjang. Dengan hati-hati, dia mengangkat kaki adiknya dan membiarkan Eirlys setengah berbaring."Kak, bagaimana Yuan?" bisik Eirlys, kekhawatiran menembus kelelahan yang menyelimutinya.Lixue menggenggam tangan adiknya, mencoba menenangkan. "Dia akan baik-baik saja. Ingat, Tuan Xavier dan Tuan Ernest sedang menyiapkan ramuan untuknya." Dalam hati, dia berdoa agar takdir berkata lain. “Semoga Yuan bertahan, setidaknya biarkan Eir
Jalanan di depan Yuan terlihat asing. Jalan dengan bebatuan hitam, meskipun itu batu, tetapi tidak terasa seperti batu biasa. Dia mengamati orang-orang yang berjalan menuju ke satu arah yang sama, sebuah gerbang besar di ujung jalan, gerbang yang tidak terlihat jelas tulisan namanya. Yuan masih sangat jauh dari gerbang itu. “Akhirnya perjalanan terakhir,” gumam Yuan yang tahu di mana dia sekarang. Dunia orang mati. Kaki Yuan berhenti melangkah saat seorang wanita dengan jubah putih berdiri di hadapannya, muncul begitu saja hingga dia hampir jatuh tersungkur karena kaget. “Lenora!”“Pangeran Yuan, apa yang Anda lakukan di sini!” Suara Lenora terdengar penuh kekesalan dan amarah seakan dia sedang memarahi seorang anak nakal. “Hah?” Reaksi Yuan mendengar ucapan Lenora. Dia tidak tahu harus menjawab apa, tentu saja dia di sini karena nyawanya sudah terpisah dari tubuhnya. “Kuulangi, Pangeran, ah tidak, Yang Mulia Raja Yuan, kembalilah sekarang juga!” Lenora berkata dengan nada lebih
“Apa aliran air ini sudah dimantrai?” tanya pria yang menampilkan lengan hitamnya. Dia mengambil air dan menyiramkannya ke tangan hitamnya. “Mantra Genbu dari Putri Yui. Dengan adanya mantra ini tidak akan ada pencurian air untuk kepentingan pribadi yang ingin menjual air ini.” Penjaga itu kemudian terlihat menghela napas panjang sebelum kembali berbicara. “Sayangnya, kabar buruk terdengar di istana. Kabarnya Yang mulia saat ini dalam kondisi kritis.” Mendengar penuturan penjaga tersebut, pria yang sepanjang jalan selalu memberikan argumen tidak menyukai raja yang sekarang terlihat marah. “Apa katamu! Lalu kenapa mengundang kami jika dia sendiri dalam keadaan kritis, bukankah dia tidak akan bisa menyembuhkan kami!” suara pria itu terdengar begitu keras hingga mengundang perhatian orang-orang di sekitar. “Tuan tenang saja, di istana semua sudah dipersiapkan.” Penjaga gerbang berusaha menekan amarah pria itu, tetapi tidak berhasil. “Lebih baik kita pulang saja!” Pria dengan lengan
Dunia bawah lebih berwarna. Langit yang biru membawa semangat baru. Kepala desa dan para pemimpin wilayah lainnya menjalankan perintah yang diberikan Yuan, raja mereka untuk mendata dan membawa penduduk dengan tingkat kontaminasi 80 %. Mereka yang telah mengalami kontaminasi bertahun-tahun dipilah dan dibawa ke ibukota untuk bertemu langsung dengan sang raja. “Apa benar kontaminasi ini bisa hilang? Rasanya aku sudah pasrah dengan kondisi ini seumur hidupku.” Pria dengan tangan dan kaki yang sudah menghitam karena kontaminasi terlihat pesimis. Meskipun begitu, setelah menatap langit biru ada secercah harapan di hatinya. “Kalau sang raja bisa menghilangkan kontaminasi di dunia bawah, kurasa bisa juga menghilangkan kontaminasi di tubuhku.” Semua penduduk dengan tingkat kontaminasi parah sudah mulai berangkat menuju ibukota. Mereka menaruh harapan yang sangat besar kepada sang raja, harapan kesembuhan dari kontaminasi yang selama ini menyiksa diri mereka.“Kudengar sang raja masih belia