Langit sore mulai berubah warna saat sinar matahari menembus sela-sela awan tipis di atas pegunungan sekte Linjian. Burung-burung pelikan beterbangan di kejauhan, dan angin membawa aroma samar dari dedaunan lembab yang bergesekan. Di atas jalan setapak berbatu yang membentang melewati hutan bambu, langkah kaki Zhu Long terdengar mantap, meski tubuhnya sedikit digerus lelah oleh perjalanan setengah hari penuh dari kota Hongli. Begitu gerbang batu berukir pedang bersilangan milik Sekte Linjian terlihat di kejauhan, Zhu Long menarik napas panjang. Ia mengenali setiap sudut tempat itu seolah telah tinggal di sana cukup lama. Tapi begitu menapakkan kaki di halaman utama sekte, bukannya mendapatkan sambutan hangat, namun sebaliknya. Tatapan-tatapan dingin menyambar dari berbagai arah, seperti duri yang menusuk kulit. Bisikan sinis menyelinap di antara para murid-murod yang tengah berlalu-lalang di jalan utama sekte. "Huh? Dia kembali lagi?" bisik seorang murid muda dengan senyum menge
"Tak tahu diri!" teriak Xiao Heng, suaranya menggema di halaman kediaman Zhu Long seperti dentuman guntur yang membelah langit. "Setelah mencemari nama baik Sekte Linjian, kau masih berani bersikap sombong di hadapan kami?"Matanya melotot penuh amarah, wajahnya memerah seperti bara api yang tertiup angin. Dengan geram, ia melangkah maju, setiap langkah menghentak tanah seperti palu godam. Kepalan tangannya mengeras, dan suara gemeretak tulang terdengar nyaring saat jari-jarinya terkepal rapat."Aku, Xiao Heng," ujarnya lantang, dadanya membusung bangga, "akan mewakili sekte Linjian untuk menghukummu atas perbuatan bejatmu, Zhu Long!"Kata-kata itu membelah udara, menebar aura permusuhan yang membuat orang-orang di belakangnya berseru mendukungnya.Xiao Heng bukanlah murid biasa. Dengan tubuh tegap dan tinggi menjulang, ia menonjol di antara kelompoknya. Dahulu ia merupakan pengikut Niu Feng. Tapi saat Zhu Long muncul sebagai jenius yang naik daun, ia tiba-tiba berpindah haluan secar
Setelah rombongan pengganggu pergi, Zhu Long berdiri di ambang pintu kediamannya dengan sorot mata yang dalam. Matanya menyapu ke sekeliling, memastikan tidak ada yang mengintai. Udara sore mulai terasa lebih dingin, angin membawa aroma tanah lembap dan dedaunan yang berguguran dari pepohonan tua di pekarangan kediaman itu.Rumah kediamannya tampak sederhana—hanya sebuah bangunan kayu satu lantai dengan atap genteng merah yang mulai berlumut. Tidak ada kemewahan di sana, hanya ketenangan yang kelam. Pintu kayunya berderit pelan saat Zhu Long mendorongnya masuk.Di dalam, cahaya senja menyelinap masuk lewat celah-celah dinding kayu mahuni yang sudah mulai kusam. Lantai kayu memantulkan warna keemasan dari cahaya matahari yang menurun. Ia berjalan ke tengah ruangan dan duduk bersila langsung di atas lantai, tanpa alas apapun. Ketenangan menyelimuti tempat itu, namun di dalam pikirannya, badai strategi dan rencana sudah mulai berputar.Zhu Long mengeluarkan sebutir batu kristal berwarn
"Sebetulnya, rumor itu tidak lebih dari fitnah yang sengaja dibuat-buat untuk menjatuhkan saya, guru." ujarnya mantap, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Aku berani bertaruh dengan hidupku, jika apa yang anda dengar itu semua hanyalah kebohongan." Hong Yi menyipitkan matanya, sorotnya tajam menelisik, seolah hendak menembus langsung ke dalam jiwa Zhu Long dan mampu membaca isi hatinya yang terdalam. "Benarkah begitu?" tanyanya, suaranya rendah namun mengandung kecurigaan. Namun Zhu Long yang telah hidup selama ribuan tahun sebagai jiwa pengembara, telah menyaksikan kebangkitan dan kejatuhan banyak kehidupan. Dia nyatanya bukanlah anak kemarin sore yang bisa di ancam dnegan rumor-rumor remeh seperti itu. Ia tahu kapan harus tunduk, kapan harus melawan, dan kapan harus memainkan peran sebagai korban yang 'tersalahkan'. Rumor yang menyebar di sekte Linjian tentang dirinya, yang dituduh bertindak cabul dan melanggar aturan sekte, sejatinya adalah skenario licik untuk menjatuh
"Hanya rumor tanpa dasar seperti ini membutuhkan pembuktian? Konyol sekali." Suara Zhu Long terdengar tenang, namun nadanya menyiratkan kejengkelan yang terpendam. Ia melipat kedua tangan di dada, menatap lurus ke arah Yin Hui yang berdiri dengan ekspresi lembut. Namun Yin Hui, hanya mengangkat alis. "Jangan salah, adik junior," katanya dengan nada lembut yang terdengar halus. "Rumor itu bukan sekadar omong kosong belaka. Beberapa pelayan sekte bersaksi bahwa mereka pernah tidur satu ranjang denganmu. Lebih buruk lagi mereka berani bersumpah atas nama kehormatan sekte." Zhu Long mendengus. Matanya yang biasanya teduh kini menggelap. "Niu Feng sialan! sampai melakukan sejauh ini untuk menjatuhkanku," gumamnya, kali ini dengan senyum kaku yang terlihat tak berdaya. Ia mengalihkan pandangan ke langit senja yang perlahan berubah hitam. Awan menggantung berat, seolah turut memikul beban pikirannya. "Aku sebenarnya tak masalah, tapi rumor ini mencakup reputasi sekte, jadi aku tak punya
Zhu Long melirik sekilas ke arah Yin Hui. Tatapannya lembut, penuh rasa syukur. Dalam hati, ia menghela napas panjang. 'Wanita ini... jauh lebih baik dan peduli dibanding Qin Lan. Kenapa Zhu Long dulu begitu buta? Kenapa tak pernah meliriknya walau hanya sekali? Sialan.' batinnya seolah mengutuk Zhu Long yang asli. Ada penyesalan yang menyelinap diam-diam di balik senyumnya, penyesalan yang datang terlambat ketika luka telah kadung terbuka. Dengan gerakan penuh hormat, Zhu Long menangkupkan kedua tangan di depan dada, membungkuk sedikit. "Kakak senior, aku harus mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Jika bukan karena campur tanganmu, aku mungkin sudah dihukum oleh Dewan Tetua. Entah seperti apa nasibku sekarang jika kau tak bertindak." ucapnya sambil menunjukkan simpul senyumnya. Yin Hui menanggapi dengan senyum lembut yang seolah bisa mencairkan dinginnya es di kutub utara. "Tak perlu berterima kasih, adik junior. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan," uc
Tiga botol ramuan tergeletak rapi di hadapan Zhu Long, masing-masing mengeluarkan cahaya samar yang memantulkan energi spiritual ke sekeliling ruangan seperti cahaya lentera di tengah kabut. Ramuan Sheng Jing, Ling Si, dan Xing Lu—tiga nama ramuan obat yang dikenal di antara para alkemis sebagai ramuan berkualitas yang berguna untuk perkembangan kultivasi seseorang. Ketiga ramuan ini bukan ramuan obat biasa yang bisa diminum begitu saja. Ketiganya diramu dengan teknik khusus dan harus dikonsumsi secara terpisah agar tidak saling mengganggu efek satu sama lain. Namun kali ini, Zhu Long justru memilih langkah yang benar-benar berani—atau bisa dibilang nekat. Ia meneguk ketiganya sekaligus, tanpa ragu sedikit pun. Ramuan Sheng Jing (Esensi Ilahi) adalah ramuan yang mengandung energi spiritual langit dan bumi dalam jumlah melimpah. Namun kadar energi spiritual langit dan bumi yang tersimpan di dalamnya sangat kasar, tak semurni kandungan energi spiritual dalam batu roh. Jik
Di dunia kuktivasi ini, bakat memang di tentukan oleh warna akar roh, sementara akar roh itu sendiri mewakili jalur meridian yang dapat dibuka setiap orang. Jika mampu membangkitkan akar roh ungu, maka sudah dipastikan orang itu memiliki delapan jalur meridian yang terbuka sejak lahir, tanpa harus repot-repot melewati proses pembukaan yang cukup memakan waktu. Tapi selain itu akar roh hitam jauh lebih luar biasa dangan potensi tak terbatas. Dimana jalur meridian mereka sepenuhnya terbuka hingga meridian ke sepuluh, yang berarti ini adalah bakat langka yang mewarisi berkat Dewa sejak lahir. Dan akar roh emas, itu hanya ada dalam legenda, yang konon katanya jika memiliki bakat seperti itu, tak hanya dapat membangkitkan seluruh jalur meridian utama, tetapi juga mampu menerobos hingga beberapa ranah dalam sekali kultivasi. Namun di luar semua itu terdapat beberapa cara agar seseorang dengan bakat di bawah akar roh hitam mampu mencapai atau membuka meridian ke sembilan hingga ke beber
Kabut tipis menyelimuti tanah lapang di tengah hutan itu. Udara begitu sunyi, seolah alam sendiri menahan napas, menanti sesuatu yang lebih gelap daripada kematian. Di tengah tanah yang penuh darah kering, tempat ratusan sampai ribuan mayat tergeletak membentuk formasi aneh, berdiri lima pria kekar yang melangkah di belakang seorang sosok berjubah dan tudung hitam yang menutupi sebagian besar wajahnya. "Tuan Mu, apakah ritualnya berjalan lancar di dalam sana?" tanya salah satu dari mereka, suaranya pelan namun mengandung ketegangan yang jelas. Langkah sosok bertudung itu terhenti. Ia berdiri membelakangi mereka, hanya beberapa meter di depan, menatap lurus ke arah salah satu patung batu yang menjulang suram. Ia tidak segera menjawab, seolah sedang menimbang sesuatu di dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara datar namun mengandung kekuatan yang membuat bulu kuduk merinding, ia menjawab, "Benar. Semuanya berjalan sesuai dengan rencana." Para pria itu—sekelompok bandit gunung yang
Waktu terus melaju tanpa henti. Hari perlahan berubah menjadi malam, dan langit yang tadinya cerah kini diselimuti kabut tipis yang samar. Suasana di reruntuhan kota itu semakin mencekam ketika matahari akhirnya tenggelam di balik pegunungan jauh di barat. Zhu Long masih berada di sana, berkeliaran di antara sisa-sisa puing bangunan yang meninggalkan abu gosong. Debu dan reruntuhan seolah menyimpan bisikan sebuah tragedi yang kelam, dan setiap langkahnya menimbulkan gema ringan yang menyatu dengan kesunyian malam. Ia menelusuri jejak demi jejak, berharap menemukan sesuatu yang dapat membawanya pada inti dari misi penuh teka-teki ini. Namun, saat malam benar-benar merengkuh langit, suatu fenomena yang aneh mulai terjadi. Dari beberapa sudut kota yang hancur, mulai muncul aura merah darah yang perlahan membumbung ke udara, seperti asap tipis yang merayap diam-diam. Aura itu tidak muncul dengan desingan keras, melainkan seperti jelaga yang memancar dari api yang telah lama pada
Zhu Long mengerutkan alis. "Lin Yuning?" ucapnya pelan dengan nada heran, matanya menatap gadis itu yang kini berdiri dengan tangan menekuk pinggang, wajahnya menunjukkan sikap tak ramah."Huh? Sedang apa kau di sini?" tanya Zhu Long. Melihat kedatangan gadis itu seolah memberinya firasat yang buruk."Hah? Tentu saja untuk menjalankan misi!" seru Lin Yuning dengan nada menyengat, matanya berkilat menantang. "Jangan kira cuma karena kau yang pertama mengambil selebaran itu, kau berhak menyelesaikan misi seenaknya!"Nada bicaranya tajam, menusuk seperti belati. Gadis itu tak hanya membawa aura arogansi, tapi juga menyimpan bara dendam yang belum padam sejak pertemuan mereka sebelumnya.Lin Yuning, murid sekte bagian luar seperti Zhu Long, dikenal karena kecantikannya yang lumayan memikat dan bakat kultivasinya tak jauh berbeda dengan Qin Lan.Gadis memesona dengan lekuk tubuhnya yang menggoda, dan pesona rambut merah marunnya membuat para murid pria tak jarang mencuri pandang.Tapi di
"Hah? Kau bilang Zhu Long pergi ke Paviliun Ling Chu untuk mengambil misi?" Niu Feng mendengus sambil menyipitkan mata. Nada bicaranya memancarkan ketidakpercayaan yang begitu jelas, namun senyuman remeh di wajahnya menunjukkan bahwa ia lebih geli daripada merasa kesal. Ia menyilangkan tangan di depan dada, berdiri di sebuah balkon tinggi yang menghadap ke taman kediamannya di wilayah eksklusive sekte Linjian. Angin lembut bertiup, menggoyang jubahnya yang dihiasi lambang sekte. "Bocah itu… kultivasinya sudah seperti sisa arang setelah terbakar. Bahkan jika keajaiban terjadi dan dia berhasil memperbaiki dantiannya, jalannya menuju puncak tak akan semulus dulu," lanjutnya, nada suaranya semakin terdengar meremehkan. Ia tertawa kecil, suara tawa yang terdengar lebih mirip ejekan yang menghibur hatinya. "Dan sekarang, dengan dasar kultivasi yang jatuh ke tahap paling rendah, dia ingin mengambil misi resmi di paviliun Ling Chu? Benar-benar mimpi di siang bolong, atau mungkin hanya upa
Mendengar bantahan tenang itu, ekspresi Yun Ling mengeras. Tatapannya berubah dingin, mengandung tekanan samar, seolah mengisyaratkan bahwa ia tidak akan tinggal diam jika Zhu Long tetap bersikeras dengan ucapannya. Tetua Yong Lu, yang berdiri tak jauh dari mereka, mengangkat alis sedikit. Pandangannya tajam dan dalam, seperti hendak menembus ke dalam tatapan mata tenang Zhu Long, mencari jejak kebohongan di dalam matanya. "Hmm..." gumamnya pelan, lalu berkata dengan nada yang tenang tapi mengandung kewibawaan, "Sebagai murid dari Sekte Linjian, kalian seharusnya saling menopang dan menjaga keharmonisan, bukan saling bertikai seperti ini. Jikapun ada masalah pribadi, kalian bisa menyelesaikannya di atas arena yang adil." Ia melangkah maju, jubahnya bergoyang ringan mengikuti gerakan tubuhnya. Suara langkah kakinya menggema di aula kecil paviliun Tian Dao yang kini sunyi. "Katakan dengan jujur, apa yang sebenarnya terjadi. Jika tidak, kalian berdua akan menerima sanksi disiplin
Di tengah ruangan aula paviliun Tian Dao yang dipenuhi dengan tekanan energi spiritual yang menggetarkan, Yun Ling berdiri tegak seperti jendral perang yang tak tersentuh. Tangannya menyapu dari samping tubuhnya dan bersatu kembali di depan dada, membentuk sebuah mudra. Cahaya biru muda yang terang menyelimuti telapak taanga itu, berkilauan seperti petir dalam badai yang terkonsentrasi. Rambut panjangnya dan jubahnya berkibar, menari liar di udara, digerakkan oleh aliran energi spiritual yang deras mengelilinginya. Matanya bersinar, bukan dengan kelembutan, melainkan dengan kilatan dingin, tajam, dan ganas—seolah ia sudah memutuskan untuk mengakhiri lawannya dalam satu gebrakan. "Junior Zhu," desisnya, suaranya pelan namun menohok. "Kau terlalu sombong dan menilai dirimu sendiri terlalu tinggi. Hari ini, jika aku tidak menghajarmu, kau tak akan pernah tahu di mana tempatmu berada." Nada suaranya kencang, tapi rahangnya yang mengeras dan otot-otot wajahnya yang menegang m
Di mata banyak orang, Yun Ling adalah murid senior yang tenang, angkuh, dan berwibawa—sosok panutan yang selalu terlihat menguasai keadaan. Tapi sesungguhnya, di balik wajah datar dan angkuhnya itu, nyatanya emosinya sangat mudah tersulut, bahkan oleh hinaan sekecil apapun. Dan sekarang, di hadapannya, berdiri Zhu Long—pemuda yang dia anggap telah jatuh, tapi tetap tersenyum seolah tak peduli dengan apapun. Senyum yang mengembang di wajah Zhu Long seolah menusuk harga diri Yun Ling seperti jarum-jarum kecil yang menyakitkan. "Dari tadi kau hanya tersenyum... dan tatapan matamu itu benar-benar membuatku muak!" geram Yun Ling. Suaranya tak lagi bisa disembunyikan dari kemarahan yang membara. Aura energi spiritual mulai merembes dari tubuhnya, bagai uap panas yang membubung dari tanah kering. Udara di sekelilingnya terasa menegang, membuat beberapa murid sekte yang menonton dari kejauhan menelan ludah dan mundur perlahan. Dengan satu hentakan kuat dari kaki kirinya, lantai kayu d
Zhu Long menatap pemuda di hadapannya dengan senyum tipis yang nyaris tak terlihat. Ia hanya menatap dengan tenang yang nampak dingin, menambah rasa tak nyaman di dada siapa pun yang melihatnya. "Tapi seingatku," ujarnya perlahan, suaranya seperti desir angin musim dingin yang menusuk tulang, "bahkan orang biasa pun tetap memiliki hak yang sama... selama status mereka sebagai murid sekte belum dicabut." Setelah ucapan itu suasana terasa hening sejenakk. Angin seolah berhenti bertiup. Kalimat itu sederhana, tapi bobotnya menghantam pikiran seperti palu. Zhu Long berdiri tegak di tempatnya, tak menunjukkan tanda-tanda kelemahan. Tatapannya berubah. Kini mata itu seperti dua bilah pedang es yang menancap langsung ke hati lawan bicaranya. "Kultivasiku memang menurun... hanya karena dantianku rusak dalam sebuah kecelakaan. Tapi itu tidak berarti dapat mengubah statusku sebagai murid luar Sekte Linjian. Maka dari itu," ujarnya sambil menatap lurus ke arah Cao Cao, "aku tetap berhak m
"Apa!? Lima batu roh katamu!?" raung Cao Cao, suaranya meledak di tengah paviliun kecil yang seharusnya tenang itu. Wajahnya memerah, urat di lehernya menonjol saat ia melangkah maju, mendekat ke arah Zhu Long dengan gerakan mengancam. "Sudah kubilang, kau bukan siapa-siapa sekarang! Hanya sampah tak berguna! Berani-beraninya meminta lebih!"Nada suara Cao Cao seperti cambuk yang menghantam udara. Beberapa murid yang tengah melintas di dekat paviliun Paviliun Tian Dao segera menghentikan langkah, menoleh penuh rasa ingin tahu. Mereka tahu, biasanya tempat itu sunyi, hanya ramai ketika para murid datang mengambil jatah bulanan untuk menambah sumber daya kultivasi. Tapi kali ini, suara teriakan membuat suasana berubah tegang.Zhu Long berdiri tenang di hadapan pria paruh baya itu. Jubahnya sederhana, berbeda jauh dari jubah megah yang pernah ia kenakan saat masih menjadi murid kebanggaan sekte. Tapi sorot matanya… tetap sama. Penuh keteguhan dan harga diri yang tak bisa diinjak begitu