Share

Rahim untuk Anakku
Rahim untuk Anakku
Penulis: Freddy San

My Lady

Penulis: Freddy San
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-30 16:43:27

Tak bicara bukan berarti tak ada

Tidak berkata bukan berarti hampa

Seperti jiwa sembunyi dalam raga

Begitulah angan beringsut di pelukan rasa

***

“Tapi aku ingin segera punya anak, Lady!” Lelaki itu setengah berteriak pada wanita di hadapannya. “Mau sampai kapan seperti ini?”

“Santai aja, dong. Nggak usah ngegas gitu. Ya, udah. Kalo emang lo pengen segera punya anak, buruan cari wanita untuk kita sewa rahimnya,” jawab Lady dengan tenang, sementara mata tetap terpaku pada majalah yang sedang dia baca.

“Aku serius! Bisa nggak sih perhatian sedikit?” Kala menarik majalah dari tangan Lady, lalu melempar sembarangan ke sudut ruangan. Napasnya menderu, tanda dia benar-benar marah.

“Oke, jadi mau lo apa?” Lady sudah terbiasa dengan sikap meledak-ledak suaminya ini. Dia mendongak, menatap santai ke arah Kala yang berdiri dengan gesture tidak tenang.

“Aku mau punya A-NAK! Kenapa harus sewa rahim segala? Kita ini suami istri yang sah. Sudah tiga tahun kita menikah!” Pria itu tampak sangat frustasi. Dia duduk di sofa dan mulai menjambak rambut sendiri.

“Gue nggak mau badan gue rusak. Lo suruh gue jadi gendut? Terus kaki bengkak, stretch mark, susah gerak, pipi kayak balon, dan muntah-muntah? Big no!” jawab Lady sambil mengangkat kedua tangannya.

“Aneh kamu ini. Orang lain begitu bangga bisa jadi seorang ibu. Kamu malah nggak mau,” dengkus Kala.

“Loh, gue mau kok jadi ibu. Siapa bilang gue nggak mau punya anak? Gue mau, tapi gue nggak mau hamil dan melahirkan. Di situ doang bedanya.” Lady tidak mau kalah.

“Wanita lain bangga bisa hamil, merasakan bayi dalam perut, merawat mereka sejak awal. Bahkan jadi momen tak terlupakan ketika mereka melahirkan anak. Kok kamu malah nggak mau. Isssh ....” Kala mendesis melampiaskan kesal.

“Itu kan orang lain. Lo nikahin gue, ya lo terima dong pemikiran gue. Kalo lo keberatan, nikahin aja orang lain. Life is simple, Bee,” ujar Lady tenang. Dia tahu, laki-laki ini tidak akan ada keberanian untuk berpisah dengannya.

“Jadi, keputusanmu sudah bulat bahwa kamu nggak mau hamil dan melahirkan anak kita?” Kala bertanya sekali lagi.

“Sampai kapan pun, never,” jawab Lady penuh keyakinan. “Jaman sudah modern, and we have a lot of money. Uang kita melimpah ruah. Kenapa harus menyulitkan diri dengan hamil dan melahirkan, sih? Belum lagi kalo harus operasi caesar yang pemulihannya butuh waktu lama. Resiko kematian ketika melahirkan juga ada. Kita tinggal bayar orang untuk tugas itu. Easy, kan?”

Lady menjabarkan pemikirannya. Hamil sangat membuang waktu dan energi. Bayangkan saja, selama sembilan bulan lebih harus membawa beban yang tidak ringan dalam perut. Belum lagi gangguan hormonal, psikis, emosi, bahkan kadang tidak terkontrol. Rasa mual, tidak nyaman, lelah yang sangat, kerusakan tubuh, semua itu merugikan terutama bagi kaum wanita. Selagi bisa mewakilkan tugas itu pada orang lain, kenapa tidak?

Resiko kematian juga mengintip, baik itu selama kehamilan maupun proses kelahiran. Resiko pendarahan, keguguran, dan berbagai ancaman lain di depan mata. Kalau menyewa rahim, misal dihadapkan pada situasi yang harus memilih antara keselamatan si ibu atau sang bayi, jelas akan jauh lebih mudah untuk mengambil keputusan. Tentu saja, hidup bayi harus diutamakan. Persetan dengan ibunya. Dia sudah menerima uang sewa, lengkap dengan segala resiko yang mengiringi.

Kala adalah pria dengan intensitas bercinta yang sangat tinggi. Sudah tiga tahun mereka bersama, hampir setiap hari mereka melakukan hubungan suami istri. Apalagi setelah masa datang bulan selesai, mereka bisa melakukan beberapa kali dalam semalam. Gairah yang terpaksa ditahan karena kedatangan tamu tak diundang.

“Yakin, kuat menahan gairah selama sembilan bulan?” Lady memancing.

Kala tercenung sesaat. Benar juga yang dikatakan Lady, pikirnya. Menunggu beberapa hari sampai perginya tamu bulanan saja sudah terasa sangat menyiksa. Lantas, kuatkah dia menahan hingga berbulan-bulan? Selama ini, susah payah dia menahan untuk tidak berselingkuh atau sekadar pelampiasan dengan wanita sewaan. Jelas dia mampu untuk membayar. Namun, dia masih mencoba untuk setia, hanya pada satu wanita. Walaupun atas nama nafsu atau one night stand only, dia tetap tidak mau.

“Aku nggak bisa lagi maksa. Biar Pandu kusuruh cari orang yang mau disewa rahimnya. Kamu ada syarat khusus atau kriteria tertentu?” Kala akhirnya mengalah dan sikapnya kembali lembut. Dia hanya ingin segera punya anak. Tak mau terus terlarut dalam pertengkaran tanpa ujung seperti ini. Lebih baik dia turuti keinginan Lady.

Lady beranjak dari sofa, mendekati Kala, lalu duduk di pangkuannya. Lady mengalungkan kedua lengan di leher pria itu, beradu pandang tepat di manik mata. Dia lega, akhirnya sang suami mau juga menuruti keinginannya.

“Yang penting sehat, bersih, cantik, dan kalo bisa hidup sendiri, sebatang kara, supaya rahasia kita tetap aman. Coba lo bikin draft perjanjian dengan tim legal. Kita discuss lagi nanti,” ucapnya sembari mendekatkan bibir dan mencium pipi kiri Kala.

“Kenapa harus cantik? Bukankah cuma numpang rahim? Sel telur dan sperma kan dari kita, Honey.” Kala memeluk pinggang ramping Lady. Tangan kanannya merayap ke atas, mengusap pelan punggung istri tercinta.

“Lo mau, anak kita sembilan bulan di perut orang jelek?” Lady mengecup bibir Kala perlahan. “Gue sih nggak mau. Kasihan anak kita.”

Kala tersenyum dan membalas ciuman sang istri. Selama beberapa menit, mereka malah asyik sendiri, saling memagut bibir. Keduanya terus berciuman. Kala tak berhenti sedetik pun menikmati bibir ranum menggairahkan itu, terus mencumbu.

“Ke kamar, yuk. Bee sudah ingin menyantap Honey.”

Mereka memang memiliki panggilan sayang. Bee untuk Kala, yang sebetulnya diambil dari suku kata terakhir ‘baby’ dan memiliki arti lain yaitu lebah. Sangat sesuai untuk dipasangkan dengan honey atau sayang, yang juga berarti madu.

“Kenapa harus di kamar? Sekali-sekali ganti suasana.” Lady merebahkan tubuh Kala.

“Honey, nggak bisa lama-lama. Nanti Bik Maneh lihat.” Kala khawatir pembantunya itu tiba-tiba muncul. Bisa-bisa hasrat tidak tersalur, malu yang mereka dapat.

“Kita main kilat, Bee.”

Mereka berdua menahan diri untuk tidak mendesah dengan keras. Wajah Kala sudah terlihat merah padam. Ketika pria itu sedang di puncak gairah, wajahnya memang selalu memerah.

Keduanya mencapai puncak dalam keadaan penuh peluh dan napas yang menderu. Lady mengusap keringat yang membanjiri wajah suaminya dengan penuh kasih sayang.

Thank you, Honey,” ucap Kala sambil mencium bibir Lady sekilas.

“Buruan pake baju. Bik Maneh masih di dapur.” Lady mengingatkan tentang situasi. Mereka segera mengenakan pakaian sembari tersenyum mengingat kekonyolan yang baru saja dilakukan. Sesekali berganti suasana seperti ini ternyata mengasyikkan, pikir Lady.

Setidaknya, masalah punya anak sudah ada titik terang. Tidak merugikan Lady, juga mampu mewujudkan keinginan Kala. Win-win solution.

Bab terkait

  • Rahim untuk Anakku   Embun

    Perbedaan membuat kita saling jatuh cintaPersamaan membawa kita mengikat cintaJadi tak perlu lagi berdebat tentang sama dan bedaKeduanya ... menyatukan kita*****“Bik!” Lady berteriak.Wanita yang dipanggil Bik Maneh, datang dengan tergesa-gesa.“Aya naon, Non?” tanyanya.“Bikinin teh sama kopi,” jawab Lady singkat.“Iya, Non.” Bik Maneh segera kembali ke dapur. Dalam hati, dia bertanya-tanya melihat kedua majikannya mandi keringat, seperti habis berolahraga.Ah, itu mah urusan mereka, tegur Bik Maneh pada diri sendiri sembari cekikikan.“Honey, kamu ada referensi dokter yang bisa kita andalkan untuk rencana kita?” tanya Kala.“Ada. Urusan dokter, semua gue yang urus. Tugas lo, cari wanitanya. Gue juga bantu cari, kok. Mana yang duluan dapet aja, ya,&rdquo

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • Rahim untuk Anakku   Celoteh Pagi

    Aku pernah sederas hujan,terguyur harapan pahit yang kurangkai sendiri.Aku pernah sekeras guntur,berteriak meminta akhir pada angan yang kubangun sendiri.Aku pernah sekering embun,yang sekejap menguap dalam kenangan yang kuukir sendiri.*****Ketika Kala masuk ke kamar, Lady sudah mengenakan baju tidurnya.“Gue ngantuk banget, Bee. Tidur duluan ya,” kata Lady sembari mengecup pipi kiri Kala.“Nite, Honey.” Kala menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi, lalu membuka semua pakaian yang dikenakan, menyisakan boxer hitamnya. Segera ia menyusul Lady. Kala memang terbiasa tidur bertelanjang dada, hanya mengenakan boxer atau terkadang celana kolor.Dilihatnya Lady sudah terlelap. Ia merebahkan tubuh di samping istri tercinta ini. Pikirannya menerawang, mengingat kejadian tiga

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • Rahim untuk Anakku   Dokter Broto

    Caraku tertawa seolah tak pernah rapuh,caraku tersenyum seolah tak pernah takut,caraku berjalan seolah tak pernah jatuh,caraku memandang dunia yang seolah sempurna.*****“Astaga, Bik.” Kala tertawa terbahak-bahak sekaligus malu karena ternyata pembantunya mendengar adegan layak sensor yang dia lakukan dengan Lady.“Emang uang sewanya berapa, Den?” Bik Maneh memasang tampang serius.“Sewa kos?” Kala sengaja menggoda pembantunya yang rada usil ini.“Ih, Den Kala, mah. Seriusan ini.” Bik Maneh mencoba mencubit lengan majikannya karena gemas. Bukan hanya karena kalimat yang dilontarkan Kala, tapi memang bulu-bulu halus di lengan pria itu memang menggoda.“Eits, nggak kena. Kenapa? Bik Maneh punya kandidat yang mau disewa rahimnya?” Kala balik bertanya sambil menghindari cubitan.“Ya

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • Rahim untuk Anakku   Kenyataan Pahit

    Jika memang kau datang untukku,jangan hanya sekedar singgah,jadilah bagian dari diriku,yang takkan pernah terpisah.*****Lady menuju ruang praktek Broto yang terletak di salah satu sudut rumah sakit elit di kawasan Jakarta Selatan. Semalam ia sudah membuat jadwal konsultasi dengannya.“Permisi, saya sudah ada janji dengan Dokter Broto, atas nama Ladyane Wilson,” kata Lady pada asisten Broto.“Ditunggu sebentar ya, Bu,” jawab gadis berseragam perawat ini mempersilahkan Lady duduk. Terlihat gadis itu mengetuk pintu ruangan Broto tiga kali sebelum membukanya.“Atas nama ibu Ladyane sudah datang, Dok,” katanya.“Thanks ya.” Broto bergegas mendekati pintu. Gadis itu duduk kembali ke mejanya.“Hai, Lad. Masuk.” Broto menyapa sembari tersenyum.Lady membalas dengan senyum dan melangka

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-30
  • Rahim untuk Anakku   Pertemuan

    Berjumpa itu mudah, tak seperti berpisah. Mengenal itu indah, tak seperti melupakan. **** “Gue rasa ini bukan saat yang tepat untuk bicara itu, Broto. Gue butuh Kala bukan hanya sebagai suami, tapi juga partner. Dia partner bisnis, juga partner of life gue. Dari dulu gue nggak peduli sama yang namanya cinta-cintaan. Non sense dengan itu semua.” Lady memandang tajam pada pria di hadapannya. “Jadi itu alasan lo nolak cinta gue?” Dokter muda itu menundukkan kepala menghindari tatapan Lady yang seperti elang sedang mengincar buruan. Tak sanggup ia melawan mata seorang wanita yang sudah menyerap habis semua cinta di hatinya hingga tak tersisa sedikitpun untuk yang lain, termasuk Ningrum istrinya. “Gue pilih Kala as a husband karena kami bisa kelola dan kembangkan bisnis bersama. Dia sangat capable untuk itu, dan the most important thing is kami punya visi misi, pandangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-01
  • Rahim untuk Anakku   Ia Hadir

    Aku tidak sedang menggenggam dan digenggam oleh siapapun Aku tidak sedang menjaga juga dijaga hati manapun ***** “Dasar gila kamu, Al. Cewek itu bukan jam tangan, yang puas kamu pelototin terus dibuang gitu aja.” Embun memukul kepala Alaska, teman kerjanya. Sudah ke sekian kalinya ia harus mendengar cerita putus nyambung Al dengan para gadis. “Idih, gue mah bukan melototin doang. Rugi amat.” Al tersenyum nakal. “Dasar mesum, buaya cabul.” Embun tertawa ngakak melihat kelakuan jejaka tampan yang usianya hanya selisih setahun dengan dia. “Rugi dong perut gue kotak-kotak kalo masih mainan sabun sendiri,” jawabnya sambil mengusap-usap perutnya. Pria ini memang tampan. Tubuh padat atletis, walau tidak kekar. Sudah hampir dua tahun mereka bersahabat sejak Embun bekerja di hotel ini. Embun mungkin satu-satunya wanita di tempatnya bekerj

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-12
  • Rahim untuk Anakku   Sesaat

    Bertahan pada situasi yang sulit, atau pergi mencari kenyamanan? Berdiri tegar dengan rasa sakit, atau melangkah menuju bahagia? ***** “Lo serius mo PHK Claudia malam ini?” Embun memandang wajah pria itu dari samping ketika mereka berboncengan motor. Mereka menuju taman kota untuk bertemu Claudia yang sebentar lagi akan mengisi daftar barisan para mantan seorang Alaska. “Ciyus lah!” Alaska yang mengenakan jaket bomber army sedikit berteriak. Entah kenapa, dari semua gadis yang hinggap di pelukannya, tak satupun mampu membuat dia terikat dalam jangka waktu yang lama. Rekor pacaran terlama Alaska hanya tujuh bulan. Dan tentu saja ia sudah mencicipi tubuh mereka. “Pernah nggak sih mikir kasihan gitu sama mereka, Al?” Embun memeluk Alaska karena laju motor terasa lebih kencang dari sebelumnya. “Gue ngajarin mereka untuk jadi cewek setrong, l

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-12
  • Rahim untuk Anakku   Pergi

    Alam mengambil seseorang darimu, yang tak kau sangka akan kehilangannya. Semesta hadirkan dia untukmu, yang tak kau sangka akan memilikinya. ***** Alaska mencoba meyakinkan Embun untuk mau menerima bantuannya, walau mungkin tidak banyak. Tapi seperti biasa, gadis keras kepala ini selalu menolak. “Kepala batu,” rutuk Alaska. “Bukan gitu, aku cuma nggak mau ngerepotin siapapun.” “Gengsi tinggi,” kata pria itu lagi. “Nggak ada gengsi, hanya mau mandiri.” “Sok kuat.” Tak mau kalah lelaki itu berucap lagi. “Mau nggak mau harus kuat.” “Terserah lo deh.” Alaska menyerah untuk terus berdebat. “Sayur asem aja, jangan lodeh.” Embun mengulum senyum. “Gue ada tabungan dikit kok, Mbun. Udah lo pake aja kagak apa-apa. Suer. Gue juga belum butuh. Jadi sama aja, buat apa tu duit ngendon di tabungan kan. Lo pake kan jadi l

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-12

Bab terbaru

  • Rahim untuk Anakku   Sesat Penuh Nikmat

    Ada rindu yang aku hirupdalam petang teramat redupbercampur rasa takutberaduk sejuta kalut*****“Ya udah, ngapain lo di sini? Pulang aja. Kan gue yang pengen makan mie. Udah deh, jangan ribet. Besok kita kontakan lagi ya. Bye. My second love.” Lady membisikkan kalimat terakhir dengan lembut di telinga Broto. Ia berlalu sembari melambaikan tangan.Broto melihat kepergian wanita itu dengan sedikit heran. Lady seolah tak memiliki beban sedikitpun tentang semua ini. Dia menjalani seolah normal-normal saja dan memang tidak ada apa-apa.Pria itu tidak tahu bahwa banyak hal berkecamuk dalam diri Lady. Hanya saja dia sangat pandai menutupi dan mengendalikan.Kalau dia bisa, gue juga pasti bisa, batin Broto.Broto berbalik arah menuju mobilnya, dan melaju dengan kecepatan tinggi, agar Ningrum tidak terlalu lama menunggu. Hampir s

  • Rahim untuk Anakku   Tak Bisa Memilih

    Keduanya berbeda rasaSaling melengkapi dan memberi sensasiPerpaduan menjadikannya sempurnaMustahil memilih satu sisi******“Kita pulang sekarang? Atau mau makan malam dulu?” Broto membelai rambut Lady yang sedang rebahan di dadanya. Tiga kali mereguk cinta, cukup membuat perut berteriak meminta asupan.“Makan dulu, yuk. Baru kita pulang. Kala juga sepertinya makan di luar kok. Tadi siang dia sibuk banget,” jawab Lady bangkit dari tempat tidur menuju ruang santai sambil memutar-mutar leher menghilangkan penat. Dia memungut pakaian yang tadi dilempar begitu saja. Broto menyusul di belakangnya.Lady membantu Broto berpakaian, baru dirinya sendiri.“Gue pengen makan mie.” Tangan Lady bergayut manja di leher Broto.“Ya sudah. Ke Depot Gajah Mada aja. Searah lo pulang.” Broto mendaratkan ciuman di dahi, kedua

  • Rahim untuk Anakku   Sang Penyelamat

    Aku hanyalah sesosok manusia yang menjadikan nafas sebagai sebuah keharusanbergerak tanpa keinginanbertindak tanpa perasaan******Setelah kenyang bersantap siang, Lady memutuskan untuk tidur sembari menunggu kedatangan Broto.[Pandu, pastikan Embun tertarik dengan tawaran kita.]Sebelum rehat, dikirimkannya pesan singkat pada Pandu. Ia sudah masuk sedalam ini, jangan sampai semua sia-sia.[Baik, Bu.]Pandu membalas singkat, karena memang ia segan berurusan dengan bos wanitanya ini. Kala lebih mampu memberikan ketenangan pada bawahan, dan masih bisa berbasa-basi.Lady merebahkan diri di kasur yang ternyata cukup nyaman. Apartemen kelas menengah dengan harga tidak terlalu mahal, masih mampu memanjakan penghuninya.Tadinya dia sedikit tidak yakin dengan pilihannya pada komplek apartemen seperti ini. Terbia

  • Rahim untuk Anakku   Sang Penggoda

    Tak bisakah aku layaknya senja?Memeluk siang dan malam bersamaTanpa harus kehilangan keduanyaTidak memilih satu di antaranya******“Nggak usah. Saya sendiri saja. Terima kasih.” Lady menerima kunci dan segera masuk ke apartemen. Sebelum menutup, dipandangnya sekilas wanita di balik pintu. “Silahkan pergi. Saya hubungi kalau ada perlu.”Erlin mematung memandang pintu di depan wajahnya yang ditutup dengan tegas. Tidak dibanting, tapi cukup keras.Wanita menyeramkan, batinnya.Erlin meninggalkan lokasi apartemen dan memilih kembali ke kantornya daripada harus panjang kali lebar berurusan dengan Lady, yang ia kenal dengan nama Amara.Sementara di dalam apartemen, Lady melihat sekeliling. Lumayan nyaman, untuk sekedar memadu kasih dan waktu yang singkat.Dia merebahkan tubuh di sofa ruang santai. Tangan

  • Rahim untuk Anakku   Istana Dosa

    Apakah diriku kau anggap senja?Yang datang hanya sekejap tanpa boleh menetapMenjadi pemisah antara siang dan malamKau nikmati tanpa perlu kau miliki*****Setidaknya, masalah dokter sudah beres, batin Lady.Dia segera mengarahkan laju mobil ke arah bandara. Ada sebuah apartemen di daerah itu yang terbilang baru dan kelas menengah. Lady sengaja memilih tempat itu, karena akan aman dari relasi, juga kenalan mereka. Kebanyakan penghuninya adalah penyewa yang akan melanjutkan perjalanan dari pangkalan udara tersebut, bukan penghuni tetap.Bangunan tinggi menjulang nampak baru selesai dibangun. Tak ingin menarik perhatian, Lady sengaja memarkir mobil di area samping gedung.Wanita itu sudah lebih tenang. Ia telah mampu menguasai hatinya. Perselingkuhan yang baru saja terjadi, tak lebih dari sebuah hubungan kerja sama saling menguntungkan.“S

  • Rahim untuk Anakku   Dekat Bersama

    Tak ingin melukaimu dengan hadirkuTak ingin menyayatmu dengan dekatkuAku yang memilih tiadaAku yang memilih terlupa******Mereka berbincang banyak hal sepanjang perjalanan. Tak ada pembicaraan serius. Hanya obrolan ringan untuk saling mengenal.“Makasih ya, Mas Pandu. Tuh kosan saya.” Embun menggerakkan telunjuknya pada deretan bangunan yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat mereka.Sengaja Embun minta berhenti di situ, agar tidak ada omongan tetangga melihatnya pulang bersama pria tak dikenal, bermobil pula.“Ini masih hujan. Apa nggak sebaiknya saya antar sampai depan kos, Mbun?” Pandu menoleh pada gadis itu.Nanti cantikmu luntur, kan sayang, batin Pandu.“Santai aja, Mas. Saya bukan mermaid, yang kalau kena air terus kaki saya berubah jadi sirip. Kehujanan sebentar, langsung dibilas. Aman.”

  • Rahim untuk Anakku   Pintu Hati

    Hidup adalah mimpi untuk orang bijakPermainan bagi orang yang tololKomedi bagi yang kayaDan tragedi untuk si miskin******“Kenapa saya yang dipilih sama penyewa, dan mereka tahu soal saya dari mana?” Embun tentu saja penasaran.“Mbak pasti menebak, bahwa penyewa pasti bukan orang sembarangan. Jadi apa yang tidak bisa dilakukan dengan uang? Mengumpulkan informasi, sampai di titik terdalam sekalipun, hingga akhirnya memang Mbak Embun yang dirasa cocok sebagai kandidat. Kami sudah melakukan penyelidikan cukup mendalam tentang kehidupan Mbak Embun selama beberapa hari,” jawab Pandu yang segera menyeruput minuman untuk sedikit mengurangi debar di jantungnya.“Sejauh apa yang kalian tahu?” Embun sedikit berdebar mendengar area pribadinya dimasuki tanpa permisi oleh orang lain.“Cerita almarhum ayah, pekerjaan, kuliah. Seb

  • Rahim untuk Anakku   Pena

    Kamu...Tak terlupakan bagikuKarna kamu...Punya hutang padakuKAPAN BAYAR?*****“Tentu tidak saya jawab.” Embun menatap Pandu tepat di lingkaran hitam bola matanya.Tatapan teduh yang bisa seketika berubah tajam dan menusuk. Rupanya seperti inilah cara gadis ini melindungi diri. Dia bisa sekejap berubah. Dari seekor angsa putih yang rupawan, menjadi seekor harimau yang siap untuk melawan.Suasana menjadi sedikit kikuk karena pertanyaan Pandu tadi. Untunglah pelayan segera datang membawa pesanan mereka.“Silahkan, Mbak. Kita sambil makan, sambil berdiskusi.” Pandu mencoba mencairkan suasana.Embun hanya membalas dengan anggukan dan mulai menyantap makanan, sembari menunggu Pandu melanjutkan pembicaraan. Ia memutuskan untuk berhenti berbicara.Biar pria ini yang menjelaskan semuanya, batin

  • Rahim untuk Anakku   Singkat

    Hanya ingin berjumpalalu duduk berduabertukar ceritadan pulang bersama*****“Hei, kok malah ngelamun?” Al membuyarkan lamunan Embun.Ini yang selalu terjadi setiap kali Embun dekat dengan seorang lelaki. Bayangan masa lalu, dua lelaki penting dalam hidup, yang sudah memberikan tato permanen di hatinya berbentuk luka.“Nggak papa. Al, sebetulnya ada hal yang kamu belum tahu juga tentang masa laluku. Someday pasti aku cerita, tapi tidak sekarang. Nggak masalah kan?” Embun menatap pria di sampingnya yang sedari tadi tidak melepaskan genggaman. Sesekali pria itu mengusapkan ibu jari di tangan Embun yang sedang digenggamnya.“Kapanpun kamu siap, Mbun. Lagian masa lalu ya masa lalu. Kalau kamu lebih nyaman untuk nggak dibahas, ya udah. Lupakan aja. Nikmati hidup, bahagia, dan lebih mikirin masa depan aja. Masa lalu kan udah terjadi.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status