Jika memang kau datang untukku,
jangan hanya sekedar singgah,
jadilah bagian dari diriku,
yang takkan pernah terpisah.
*****
Lady menuju ruang praktek Broto yang terletak di salah satu sudut rumah sakit elit di kawasan Jakarta Selatan. Semalam ia sudah membuat jadwal konsultasi dengannya.
“Permisi, saya sudah ada janji dengan Dokter Broto, atas nama Ladyane Wilson,” kata Lady pada asisten Broto.
“Ditunggu sebentar ya, Bu,” jawab gadis berseragam perawat ini mempersilahkan Lady duduk. Terlihat gadis itu mengetuk pintu ruangan Broto tiga kali sebelum membukanya.
“Atas nama ibu Ladyane sudah datang, Dok,” katanya.
“Thanks ya.” Broto bergegas mendekati pintu. Gadis itu duduk kembali ke mejanya.
“Hai, Lad. Masuk.” Broto menyapa sembari tersenyum.
Lady membalas dengan senyum dan melangkah memasuki ruangan Broto.
“Wah, sudah lama kita tidak bertemu, ya. Lima tahun?” Broto memulai percakapan sambil mempersilahkan Lady duduk.
“Sekitar itu lah. Gue lihat di i*******m, anak lo udah mulai bisa jalan,” kata Lady.
“Yap. Eh, ngomong-ngomong, lo ke sini untuk konsul, atau berkunjung?” Broto penasaran dengan kedatangan mantan gebetannya.
“Kalau kunjungan pertemanan gue rasa kita lebih nyaman ketemu di luar,” jawab wanita di depannya.
Jawaban Lady sudah mampu mengisyaratkan bahwa kunjungannya tentu sebagai seorang pasien.
“Oke, so what can I do to help you?” Broto menyadari bahwa sampai detik ini Lady tetap tidak memiliki rasa yang istimewa padanya, seperti yang ia rasakan. Sikap wanita ini masih seperti dulu.
Lady kemudian menceritakan rencana mereka untuk memiliki anak dengan menyewa rahim wanita lain. Broto sangat terkejut mendengar penjelasan Lady dan tidak menyangka bahwa pasangan itu harus menempuh jalan seperti ini untuk memiliki keturunan. Ia berusaha membujuk untuk membatalkan niat aneh tersebut.
“Surrogate mother bisa dilakukan jika memang rahim sang ibu lemah. Bukan karena alasan estetika, Lad. Coba lo pikir ulang deh. Menjadi seorang ibu itu sesuatu yang menggembirakan dan membanggakan bagi seorang wanita. Dan lagi tidak sesederhana itu menemukan wanita yang mau menyewakan rahim. Ditambah lagi resiko bahwa dia akan jatuh cinta pada bayi yang dititipkan di rahimnya. Banyak hal perlu kalian pikirkan matang-matang.” Broto mencoba memberikan penjelasan.
“Bagaimana kalau gue mandul? Jadi mustahil buat gue untuk punya anak.” Lady mengucapkan dengan bibir bergetar. Terlihat sekali ia berusaha menahan bulir-bulir air yang menggenang di matanya untuk tidak meluncur turun.
“Maksud lo? Jangan klaim seperti itu kalau belum lakukan tes, dan menurut gue--”
“Gue udah tes. Dari empat bulan pernikahan kami, gue udah coba tes, karena penasaran dengan diri gue yang nggak kunjung hamil dengan intensitas seksual kami yang terbilang sering, bahkan hampir setiap hari.” Lady memotong kalimat Broto.
Broto memandang wanita di hadapannya yang mulai menangis. Dia mengambil beberapa helai tisu dan mengulurkan pada Lady.
Untuk beberapa saat mereka saling terdiam. Lady mencoba menenangkan diri sebelum lanjut bercerita.
Empat bulan usia pernikahan mereka, Lady menemui seorang dokter. Awalnya ia hanya ingin berkonsultasi saja tentang program hamil yang mungkin untuk mereka jalankan. Saat itulah, dokter menyarankan untuk memeriksakan diri terlebih dahulu, sebelum mulai memilih dan menentukan program yang akan dijalankan.
Lady kemudian menjalani serangkaian tes. Ia belum menceritakan semua itu pada Kala, dan berencana akan berdiskusi setelah hasil tesnya keluar.
Hasil tes Lady mengatakan bahwa ia mengalami sindrom ovarium polisistik, yang membuatnya mengalami kesulitan dalam memproduksi sel telur. Dengan kata lain, tidak akan pernah bisa menghasilkan sel telur. Jadi mustahil bagi dia untuk mengandung dan melahirkan seorang anak.
Kenyataan pahit ini membuat Lady sangat terpukul. Ia segera terbang berlibur ke Eropa saat itu selama 2 minggu untuk menenangkan diri. Tentu saja, sampai sekarang Kala belum tahu mengenai hal ini.
Sejak itu, Lady selalu mengatakan bahwa dirinya belum siap menjadi ibu. Berbagai alasan dia kemukakan, hingga menemukan alasan paling tepat yaitu ingin tetap langsing dan cantik.
Kala sering membujuknya untuk mau hamil, tapi selalu ia tolak. Sewa rahim selalu diajukan sebagai solusi.
Akhirnya di tahun ketiga pernikahan mereka, Kala menyetujui keinginannya untuk menyewa rahim. Kenapa harus menyewa wanita yang cantik? Karena sel telur tentu berasal dari dia, bukan Lady.
“Jadi, kalian berencana memiliki anak dari sel telur wanita lain, sekaligus menyewa rahimnya?” Broto tercengang mendengar cerita Lady.
“Rencana gue. Kala tidak perlu tahu,” tukas Lady tegas.
“Wait, itu akan makin sulit buat kalian. Wanita itu harus merelakan anaknya untuk menjadi anak kalian. Banyak kejadian si ibu surrogate setuju dengan hal itu, tapi setelah melahirkan dan melihat sang bayi, apalagi menyusui, naluri keibuan tak mampu lagi dibendung. Sulit memisahkan keterkaitan antara ibu dan anak kandungnya, Lad,” kata Broto.
“That’s why I need your help, Broto. Wanita itu tidak perlu tahu bahwa sel telur yang digunakan adalah miliknya. Semua akan jadi rahasia kita. Lo dan gue.” Lady menatap tajam mata dokter di hadapannya.
Terlihat Broto sangat terkejut. Tidak disangka bahwa serentetan kalimat itu dapat keluar dari bibir cantik seorang wanita yang telah membuatnya jatuh hati hingga sekarang.
“Itu mustahil, Lad.” Dia menggelengkan kepala.
“Nggak ada yang mustahil, Broto. Kamu bisa atur dan lakukan semua itu, untukku, please.” Lady mencoba membujuk.
Broto menjelaskan bahwa semua yang dipikirkan Lady adalah melanggar hukum, juga melanggar kode etik seorang dokter. Tidak hanya itu, melawan hati nurani, kemanusiaan, agama, dan norma-norma yang ada.
Bagaimana bisa mengambil sel telur tanpa ijin, merawat janin dengan menyewa rahim wanita itu sendiri, lahirlah seorang bayi mungil, lalu memisahkan dengan ibu kandungnya?
“Sangat tidak manusiawi dan berat untuk gue lakukan, Lad. Sorry.” Broto menghela nafas yang tiba-tiba berasa sangat sesak.
“Jadi, percuma dong gue punya teman seorang dokter spesialis kandungan yang terkenal tapi nggak bisa bantu gue,” cerca Lady.
“Bukan begitu, Lad. Gue pasti bantu apapun selagi bisa. Tapi permintaan lo ini mustahil.” Broto berkata pelan. Hati dia merasa tidak enak menolak wanita pujaannya.
“Apa yang bisa gue kasih supaya lo bantu gue? Please Broto, hidup gue dipertaruhkan di sini. Gue nggak mau bercerai, apalagi dimadu hanya karena gue mandul!” Lady sedikit emosi mengatakan itu.
“Lo pengen liat kami cerai, atau mungkin Kala punya istri lagi, atau selingkuhan? Lo seneng liat gue susah dan menderita?” lanjutnya.
“Gue sanggup nikahin lo kalo kalian bercerai.” Jawaban Broto sama sekali tidak disangka Lady.
“Gila. Terus gue jadi istri kedua, atau simpanan lo gitu?” ejek Lady.
“Gue sanggup ceraikan istri gue, demi lo,” jawab Broto penuh keyakinan.
Berjumpa itu mudah, tak seperti berpisah. Mengenal itu indah, tak seperti melupakan. **** “Gue rasa ini bukan saat yang tepat untuk bicara itu, Broto. Gue butuh Kala bukan hanya sebagai suami, tapi juga partner. Dia partner bisnis, juga partner of life gue. Dari dulu gue nggak peduli sama yang namanya cinta-cintaan. Non sense dengan itu semua.” Lady memandang tajam pada pria di hadapannya. “Jadi itu alasan lo nolak cinta gue?” Dokter muda itu menundukkan kepala menghindari tatapan Lady yang seperti elang sedang mengincar buruan. Tak sanggup ia melawan mata seorang wanita yang sudah menyerap habis semua cinta di hatinya hingga tak tersisa sedikitpun untuk yang lain, termasuk Ningrum istrinya. “Gue pilih Kala as a husband karena kami bisa kelola dan kembangkan bisnis bersama. Dia sangat capable untuk itu, dan the most important thing is kami punya visi misi, pandangan
Aku tidak sedang menggenggam dan digenggam oleh siapapun Aku tidak sedang menjaga juga dijaga hati manapun ***** “Dasar gila kamu, Al. Cewek itu bukan jam tangan, yang puas kamu pelototin terus dibuang gitu aja.” Embun memukul kepala Alaska, teman kerjanya. Sudah ke sekian kalinya ia harus mendengar cerita putus nyambung Al dengan para gadis. “Idih, gue mah bukan melototin doang. Rugi amat.” Al tersenyum nakal. “Dasar mesum, buaya cabul.” Embun tertawa ngakak melihat kelakuan jejaka tampan yang usianya hanya selisih setahun dengan dia. “Rugi dong perut gue kotak-kotak kalo masih mainan sabun sendiri,” jawabnya sambil mengusap-usap perutnya. Pria ini memang tampan. Tubuh padat atletis, walau tidak kekar. Sudah hampir dua tahun mereka bersahabat sejak Embun bekerja di hotel ini. Embun mungkin satu-satunya wanita di tempatnya bekerj
Bertahan pada situasi yang sulit, atau pergi mencari kenyamanan? Berdiri tegar dengan rasa sakit, atau melangkah menuju bahagia? ***** “Lo serius mo PHK Claudia malam ini?” Embun memandang wajah pria itu dari samping ketika mereka berboncengan motor. Mereka menuju taman kota untuk bertemu Claudia yang sebentar lagi akan mengisi daftar barisan para mantan seorang Alaska. “Ciyus lah!” Alaska yang mengenakan jaket bomber army sedikit berteriak. Entah kenapa, dari semua gadis yang hinggap di pelukannya, tak satupun mampu membuat dia terikat dalam jangka waktu yang lama. Rekor pacaran terlama Alaska hanya tujuh bulan. Dan tentu saja ia sudah mencicipi tubuh mereka. “Pernah nggak sih mikir kasihan gitu sama mereka, Al?” Embun memeluk Alaska karena laju motor terasa lebih kencang dari sebelumnya. “Gue ngajarin mereka untuk jadi cewek setrong, l
Alam mengambil seseorang darimu, yang tak kau sangka akan kehilangannya. Semesta hadirkan dia untukmu, yang tak kau sangka akan memilikinya. ***** Alaska mencoba meyakinkan Embun untuk mau menerima bantuannya, walau mungkin tidak banyak. Tapi seperti biasa, gadis keras kepala ini selalu menolak. “Kepala batu,” rutuk Alaska. “Bukan gitu, aku cuma nggak mau ngerepotin siapapun.” “Gengsi tinggi,” kata pria itu lagi. “Nggak ada gengsi, hanya mau mandiri.” “Sok kuat.” Tak mau kalah lelaki itu berucap lagi. “Mau nggak mau harus kuat.” “Terserah lo deh.” Alaska menyerah untuk terus berdebat. “Sayur asem aja, jangan lodeh.” Embun mengulum senyum. “Gue ada tabungan dikit kok, Mbun. Udah lo pake aja kagak apa-apa. Suer. Gue juga belum butuh. Jadi sama aja, buat apa tu duit ngendon di tabungan kan. Lo pake kan jadi l
Entah berapa hati telah kutolak untuk satu hati yang tak pernah pasti ***** “Sudah order?” Pria itu menarik kursi di hadapan Lady. Broto memandang sekilas ke sekeliling. Sebuah kafe dengan nuansa rustic yang sebagian dinding dibiarkan setengah jadi berbalur semen kasar, dipadu interior baru tapi bergaya kuno di beberapa sudut. Tata cahaya bergaya modern plus tambahan beberapa lukisan pop art menambah nyaman suasana. “Sungguh perpaduan yang apik,” batin Broto. “Belum. Sekalian nunggu lo.” Lady berusaha bersikap setenang mungkin. Broto masih asyik menyapu pandangan ke sekeliling kafe. Terlihat beberapa anak muda tak henti berfoto. Memang, tempat ini instagramable banget. Beberapa tanaman hias buatan ditambahkan di sudut ruangan. “Tempatnya keren,” puji Broto. “Iya. Nyaman aja di sini. Walau sebetulnya lebih banyak anak muda yang nongkrong di kafe ini,” jawab Lady sambil t
Kita adalah juri untuk diri kita sendiri, tanpa perlu orang lain menjabarkan, tentang apa dan siapa kita. ***** “Lo yakin dengan semua ini, Lad?” Broto masih tercengang. Wanita itu terlihat tenang. Sangat tenang bahkan. Broto sama sekali tidak mengira bahwa Lady akan setenang itu membicarakan semua ini. “A thousands percent. Gue nggak pernah setengah-setengah jalanin apapun. Semua selalu gue pertimbangkan dengan matang. Termasuk keputusan gue menikah dengan Kala, dan sekarang, to have an affair with you. Tapi mungkin dari sekarang kita jangan sebut affair. Kita bisa ganti dengan kesepakatan, gimana?” Lady yakin pria itu pasti akan menerima tawaran dari dia. Karena itu ia tampak lebih tenang dari sebelumnya. “Second Love. Walau bagi gue, lo itu tetap number one.” Broto menyecap americano coffee di cangkirnya. “Numero Uno. Kaya chocolatos aja. Hahaha.” L
Semesta telah menuliskanyang datang pasti akan pergilalu muncul sebuah pertanyaanapakah yang pergi pasti kembali?*****“Kasih gue waktu ya, Lad. Gue kudu pertimbangkan baik-baik,” jawab Broto.Akhirnya mereka lanjut berbincang santai. Tentu saja, sesekali Lady memasukkan bahasan tentang anak dan hubungan yang akan mereka jalani. Seiring waktu, sikap mereka sudah layaknya pasangan kekasih. Kemesraan itu tumbuh perlahan dan natural.Lady memang berusaha mengarahkan perasaannya sebagai pasangan Broto. Dia tidak ingin pria itu ragu untuk membantu. Tidak mungkin juga bagi wanita itu untuk terus berpura-pura suka.“Gue harus mencoba untuk benar-benar suka dan menerima Broto sebagai pria milik gue. Dengan demikian, semua tidak akan terasa berat untuk dijalani. Nggak mungkin juga selamanya gue bersandiwara, pasti sangat menderita. Kepalang basah,
Relativitas masamemang jauh berbedaberlari cepat bagi yang sedang terpikatmerangkak lambat untuk yang tercekat*****“Morning, Bee. Bangun gih. Mandi, terus sarapan,” ucap Lady membangunkan Kala seraya membelai rambutnya. Semalam saat ia pulang, memang Kala sudah terlelap.“Morning too, Honey. Gimana si Broto. Mau bantukah?” Kala menggeliat dengan malas.“Mau lah. Udah tugas dia juga kan untuk itu. Dia juga akan rahasiakan semua data dan prosesnya,” jawab Lady penuh keyakinan.“Syukurlah. Oya, pagi ini ikut aku ke kantor ya. Kita dengarkan hasil penyelidikan Pandu soal si Embun. Kalau kita nilai layak, Pandu akan segera bernegosiasi dengan dia,” ajak Kala.“Oke. Gue juga pengen dengar. Gue tunggu di bawah ya, Bee,” ucap Lady.Kala segera bangkit menuju kamar mandi dan bersiap-siap. Sem
Ada rindu yang aku hirupdalam petang teramat redupbercampur rasa takutberaduk sejuta kalut*****“Ya udah, ngapain lo di sini? Pulang aja. Kan gue yang pengen makan mie. Udah deh, jangan ribet. Besok kita kontakan lagi ya. Bye. My second love.” Lady membisikkan kalimat terakhir dengan lembut di telinga Broto. Ia berlalu sembari melambaikan tangan.Broto melihat kepergian wanita itu dengan sedikit heran. Lady seolah tak memiliki beban sedikitpun tentang semua ini. Dia menjalani seolah normal-normal saja dan memang tidak ada apa-apa.Pria itu tidak tahu bahwa banyak hal berkecamuk dalam diri Lady. Hanya saja dia sangat pandai menutupi dan mengendalikan.Kalau dia bisa, gue juga pasti bisa, batin Broto.Broto berbalik arah menuju mobilnya, dan melaju dengan kecepatan tinggi, agar Ningrum tidak terlalu lama menunggu. Hampir s
Keduanya berbeda rasaSaling melengkapi dan memberi sensasiPerpaduan menjadikannya sempurnaMustahil memilih satu sisi******“Kita pulang sekarang? Atau mau makan malam dulu?” Broto membelai rambut Lady yang sedang rebahan di dadanya. Tiga kali mereguk cinta, cukup membuat perut berteriak meminta asupan.“Makan dulu, yuk. Baru kita pulang. Kala juga sepertinya makan di luar kok. Tadi siang dia sibuk banget,” jawab Lady bangkit dari tempat tidur menuju ruang santai sambil memutar-mutar leher menghilangkan penat. Dia memungut pakaian yang tadi dilempar begitu saja. Broto menyusul di belakangnya.Lady membantu Broto berpakaian, baru dirinya sendiri.“Gue pengen makan mie.” Tangan Lady bergayut manja di leher Broto.“Ya sudah. Ke Depot Gajah Mada aja. Searah lo pulang.” Broto mendaratkan ciuman di dahi, kedua
Aku hanyalah sesosok manusia yang menjadikan nafas sebagai sebuah keharusanbergerak tanpa keinginanbertindak tanpa perasaan******Setelah kenyang bersantap siang, Lady memutuskan untuk tidur sembari menunggu kedatangan Broto.[Pandu, pastikan Embun tertarik dengan tawaran kita.]Sebelum rehat, dikirimkannya pesan singkat pada Pandu. Ia sudah masuk sedalam ini, jangan sampai semua sia-sia.[Baik, Bu.]Pandu membalas singkat, karena memang ia segan berurusan dengan bos wanitanya ini. Kala lebih mampu memberikan ketenangan pada bawahan, dan masih bisa berbasa-basi.Lady merebahkan diri di kasur yang ternyata cukup nyaman. Apartemen kelas menengah dengan harga tidak terlalu mahal, masih mampu memanjakan penghuninya.Tadinya dia sedikit tidak yakin dengan pilihannya pada komplek apartemen seperti ini. Terbia
Tak bisakah aku layaknya senja?Memeluk siang dan malam bersamaTanpa harus kehilangan keduanyaTidak memilih satu di antaranya******“Nggak usah. Saya sendiri saja. Terima kasih.” Lady menerima kunci dan segera masuk ke apartemen. Sebelum menutup, dipandangnya sekilas wanita di balik pintu. “Silahkan pergi. Saya hubungi kalau ada perlu.”Erlin mematung memandang pintu di depan wajahnya yang ditutup dengan tegas. Tidak dibanting, tapi cukup keras.Wanita menyeramkan, batinnya.Erlin meninggalkan lokasi apartemen dan memilih kembali ke kantornya daripada harus panjang kali lebar berurusan dengan Lady, yang ia kenal dengan nama Amara.Sementara di dalam apartemen, Lady melihat sekeliling. Lumayan nyaman, untuk sekedar memadu kasih dan waktu yang singkat.Dia merebahkan tubuh di sofa ruang santai. Tangan
Apakah diriku kau anggap senja?Yang datang hanya sekejap tanpa boleh menetapMenjadi pemisah antara siang dan malamKau nikmati tanpa perlu kau miliki*****Setidaknya, masalah dokter sudah beres, batin Lady.Dia segera mengarahkan laju mobil ke arah bandara. Ada sebuah apartemen di daerah itu yang terbilang baru dan kelas menengah. Lady sengaja memilih tempat itu, karena akan aman dari relasi, juga kenalan mereka. Kebanyakan penghuninya adalah penyewa yang akan melanjutkan perjalanan dari pangkalan udara tersebut, bukan penghuni tetap.Bangunan tinggi menjulang nampak baru selesai dibangun. Tak ingin menarik perhatian, Lady sengaja memarkir mobil di area samping gedung.Wanita itu sudah lebih tenang. Ia telah mampu menguasai hatinya. Perselingkuhan yang baru saja terjadi, tak lebih dari sebuah hubungan kerja sama saling menguntungkan.“S
Tak ingin melukaimu dengan hadirkuTak ingin menyayatmu dengan dekatkuAku yang memilih tiadaAku yang memilih terlupa******Mereka berbincang banyak hal sepanjang perjalanan. Tak ada pembicaraan serius. Hanya obrolan ringan untuk saling mengenal.“Makasih ya, Mas Pandu. Tuh kosan saya.” Embun menggerakkan telunjuknya pada deretan bangunan yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat mereka.Sengaja Embun minta berhenti di situ, agar tidak ada omongan tetangga melihatnya pulang bersama pria tak dikenal, bermobil pula.“Ini masih hujan. Apa nggak sebaiknya saya antar sampai depan kos, Mbun?” Pandu menoleh pada gadis itu.Nanti cantikmu luntur, kan sayang, batin Pandu.“Santai aja, Mas. Saya bukan mermaid, yang kalau kena air terus kaki saya berubah jadi sirip. Kehujanan sebentar, langsung dibilas. Aman.”
Hidup adalah mimpi untuk orang bijakPermainan bagi orang yang tololKomedi bagi yang kayaDan tragedi untuk si miskin******“Kenapa saya yang dipilih sama penyewa, dan mereka tahu soal saya dari mana?” Embun tentu saja penasaran.“Mbak pasti menebak, bahwa penyewa pasti bukan orang sembarangan. Jadi apa yang tidak bisa dilakukan dengan uang? Mengumpulkan informasi, sampai di titik terdalam sekalipun, hingga akhirnya memang Mbak Embun yang dirasa cocok sebagai kandidat. Kami sudah melakukan penyelidikan cukup mendalam tentang kehidupan Mbak Embun selama beberapa hari,” jawab Pandu yang segera menyeruput minuman untuk sedikit mengurangi debar di jantungnya.“Sejauh apa yang kalian tahu?” Embun sedikit berdebar mendengar area pribadinya dimasuki tanpa permisi oleh orang lain.“Cerita almarhum ayah, pekerjaan, kuliah. Seb
Kamu...Tak terlupakan bagikuKarna kamu...Punya hutang padakuKAPAN BAYAR?*****“Tentu tidak saya jawab.” Embun menatap Pandu tepat di lingkaran hitam bola matanya.Tatapan teduh yang bisa seketika berubah tajam dan menusuk. Rupanya seperti inilah cara gadis ini melindungi diri. Dia bisa sekejap berubah. Dari seekor angsa putih yang rupawan, menjadi seekor harimau yang siap untuk melawan.Suasana menjadi sedikit kikuk karena pertanyaan Pandu tadi. Untunglah pelayan segera datang membawa pesanan mereka.“Silahkan, Mbak. Kita sambil makan, sambil berdiskusi.” Pandu mencoba mencairkan suasana.Embun hanya membalas dengan anggukan dan mulai menyantap makanan, sembari menunggu Pandu melanjutkan pembicaraan. Ia memutuskan untuk berhenti berbicara.Biar pria ini yang menjelaskan semuanya, batin
Hanya ingin berjumpalalu duduk berduabertukar ceritadan pulang bersama*****“Hei, kok malah ngelamun?” Al membuyarkan lamunan Embun.Ini yang selalu terjadi setiap kali Embun dekat dengan seorang lelaki. Bayangan masa lalu, dua lelaki penting dalam hidup, yang sudah memberikan tato permanen di hatinya berbentuk luka.“Nggak papa. Al, sebetulnya ada hal yang kamu belum tahu juga tentang masa laluku. Someday pasti aku cerita, tapi tidak sekarang. Nggak masalah kan?” Embun menatap pria di sampingnya yang sedari tadi tidak melepaskan genggaman. Sesekali pria itu mengusapkan ibu jari di tangan Embun yang sedang digenggamnya.“Kapanpun kamu siap, Mbun. Lagian masa lalu ya masa lalu. Kalau kamu lebih nyaman untuk nggak dibahas, ya udah. Lupakan aja. Nikmati hidup, bahagia, dan lebih mikirin masa depan aja. Masa lalu kan udah terjadi.