"Duduklah!" Dengan patuh, Ivana duduk dan menundukkan kepalanya.
Carlos memindai tubu Ivana dengan teliti, dan menghela napas berkali-kali. Sebagai lelaki, tidak munafik baginya, jika dirinya terpukau oleh kemolekan tubuh Ivana, yang cukup memancing gairahnya.
Ivana mengangkat kepalanya, karena sejak masuk ke dalam ruangan ini, tidak aa suara yang keluar dari lelaki yang akan menikahinya. Entah itu hanya untuk mendapatkan anak saja, atau pun untuk bersama hingga menua. Ivana tidak mau berharap lebih.
"Kenapa melihat saya seperti itu?!" tanya Carlos dengan suara tinggi.
Dengan cepat, Ivana menundukkan pandangannya dan memilin ujung kemeja yang dia kenakan. Berkali-kali, menggigit bibirnya untuk menahan rasa kesal dan tidak berdaya. Dalam pikirannya saat ini, keadaan sang ayah yang lebih penting dari pada dirinya sendiri.
"Maaf," ucap Ivana lirih.
Mendengar permintaan maaf Ivana, Carlos menjadi tidak senang. Lelaki itu dapat melihat, betapa penurutnya wanita yang ada di depannya ini. Bukan wanita yang dia idamkan untuk menjadi istri yang selanjutnya, apalagi untuk melahirkan keturunan bagi keluarganya.
"Apa kamu sudah membaca semua aturan yang kubuat?" tanya Carlos, dengan suara serak.
Mata lelaki itu terus menatap ke suatu tempat,yang membuatnya menhayal. Walaupun sudah berusaha untuk mengalihkan pandangannya, Carlos tetap melihat ke arah dada Ivana yang terlihat menantang baginya.
"Shit! Dia bukan tipeku, kenapa malah membuatku bergairah!" umpat Carlos yang tidak dapat di dengar oleh Ivana.
"Su-sudah, Tuan! Bukannya suda jelas saat saya berada di rumah sakit?" Suara Ivana terdengar gemetar.
"Aku merubah semua isinya, kamu harus menanda tanganinya ulang. Tidak ada bantahan atau pun penolakkan!" Carlos berkata dengan dingin.
Ivana tidak melihat, betapa Carlos memujanya dalam diam dan hanya Carlos seorang yang tahu akan hal itu. Dia terlalu pandai menyembunyikan perasaannya,bagi Carlos, Ivana adalah gairah yang sangat memabukkan untuk dilewati begitu saja. Keempat mantan istrinya tidak dapat memancing gairahnya, sebesar hasratnya saat melihat dan berdekatan dengan Ivana.
"Permintaanku pun akan disesuaikan dengan apa yang nantinya anda tulis," balas Ivana.
Gadis itu merasa aneh dengan keputusan Carlos, yang terkesan berubah dengan sangat cepat. Akan tetapi, Ivana tidak mau ambil pusing. Dirinya hanya perlu bersama dengan Carlos sampai benih yang akan ditanam oleh Carlos melalui bayi tabung berhasil.
"Tunggu di sini!" pinta Carlos, dan lelaki langsung menuju meja kerjanya dan fokus pada laptop yang ada.
Hampir setengah jam Ivana menunggu Carlos, yang sedang mengerjakan sesuatu. Terkadang lelaki itu menghela napas kasar, lalu memijit pelipisnya. Terkadang dia memukul meja, lalu mengumpat kasar. Kemudian, matanya kembali fokus pada layar yang sedang menyala di depannya. Sungguh, Ivana terpana melihat Carlos yang sedang serius seperti itu.
"Akhirnya!" Suara lega terdengar dari bibir Carlos dan Ivana melirik ke arah lelaki yang sudah sangat membantunya untuk masalah biaya rumah sakit ayanya.
Carlos melangkah mendekati Ivana dan meletakkan selembar kertas di atas meja. Meminta Ivana untuk membacanya dan langsung menandatanganinya denan segera. Dengan pongah, lelaki itu mengatakan waktu adala uang, dan Carlos tidak ingin menyia-nyiakan semuanya.
Tangan Ivana bergetar saat mengambil kertas yang tergeletak di atas meja, matanya membulat sempurna. Perjanjian ulang yang dibuat oleh lelaki di depannya sunguh membuatnya tidak percaya. Bahkan, Ivana sampai membaca berulang kali, untuk memastikan jika dirinya tidak salah membaca.
"Maksud anda apa, Tuan?" tanya Ivana dengan tatapan sendu ke arah Carlos.
"Apa kamu tidak bisa membacanya?" ketus Carlos, yang membuat Ivana menelan ludahnya kasar.
"Saya setuju dengan perjanjian yang pertama, Tuan! Lebih baik kita tetap melakukan proses bayi tabung, tanpa adanya sentuhan pisik. Ini bagus untk kita," tegas Ivana, dan mengembalikan kertas yang dia pegang di tempatnya semula.
Bagaimana mungkin gadis itu harus melayani lelaki yang ada di hadapannya ini di atas ranjang, tanpa adanya rasa cinta dalam hubungan mereka dan Ivana tidak ingin melakukannya. Dia rela untuk menyewakan rahimnya, tapi tidak dengan tubuhnya yang akan dijamah oleh lelaki yang hanya akan mengharapkan seorang anak, tanpa istri sesungguhnya. Ivana takut, sentuhan yang akan dia terima bisa membuat hatinya terluka sangat dalam dan mengharapkan sesuatu yang lebih, hal yang tidak akan mungkin dia dapat dari seorang Carlos.
"Bayi tabung memiliki resiko, sedangkan hamil secara alami lebih baik!" Carlos tidak ingin dibanta, dan dia ingi semuanya sesuai denan kemauannya.
"Tidak, Tuan! Saya menyetujuinya, karena anda mengatakan tidak akan menyentuh saya dan masalah anak yang anda inginkan dengan rela akan saya kandung. Dua tahun waktu yang cukup panjang, agar anda bisa mendapatkan keturunan yang terbaik dari benih yang akan anda taruh di rahim saya!" Ivana tetap keberatan dengan satu poin perjanjian yang diubah seenaknya oelh Carlos.
Ivana tidak ingin terikat apapun dengan Carlos dan jika dia hamil nantinya, dia tidak akan mengunakan perasaan saat ada janin di dalam perutnya. Gadis itu ingin segera menyelesaikan semuanya dan hidup bahagia dengan merawat ayahnya dan menikah dengan lelaki yang mencintainya dan juga dia cintai. Impian yang sederhana, dan membuat senyum Ivana melengkung indah.
Melihat Ivana tersenyum sangat manis, membuat Carlos menyipitkan matanya. Lelaki itu curiga dengan apa yang ada dipikiran gadis di depannya. Apa wanita itu ingin hartanya lebih dari kesepatan yang sudah ada.
"Aku tidak akan memberikan uang lebih dari apa yang sudah kujanjikan!" ketus Carlos, membuat Ivana menatapnya dengan mengernyitkan dahinya.
"Uang bukan segalanya, Tuan! Akan tetapi, memang saat ini aku membutuhkan uang lebih dari yang anda berikan, aku tidak akan melebihi batasku dan aku harap Tuanpun tidak akan melebihi batas yang sudah kita sepakati.
Mulut Carlos menganga, dan matanya membulat sempurna. Apakah mungkin wanita di depannya ini berani membantahnya? Atau hanya berpura-pura saja! Ingin rasanya kedua tantan Carlos terulur ke leher Ivana dan mencengkramnya dengan sangat kuat, hinggga gadis itu sulit untuk bernapas.
"Jangan menatapku seperti itu, Tuan. Aku tidak akan mengubah keputusanku dan tidak akan menandatangi surat perjanjian lain selain surat perjanjian yang sudah aku tanda tangani!" seru Ivana santai.
Gadis itu seolah-olah tidak menyimpan rasa takut, padahal wajah Carlos suda memerah menahan amarah.
"Kamu hanya wanita yang sedang kusewa! Tidak memiliki hak untk membantah ataupun menolak keinginanku!" Carlos tidak menyadari, ucapannya tertanam dalam hati Ivana. Gadis itu menahat rasa nyeri dalam hatinya yang teramat sangat.
"Perjanjian tetap perjanjian, Tuan!" ucapan Ivana memnacing amarah Carlos, membuat lelaki itu mendekat dan meraih dagu Ivana dan tanpa kata langsung melumat bibir gadis itu.
Mata Ivana melotot dan tanganya langsung memukul dada Carlos, membuat lelaki yang masih mengecup mesra bibir manis di depannya langsung terlepas. "Meski anda menyewa rahimku, bukan berarti anda bisa seenaknya saja memperlakukanku seperti ini!" ketus Ivana dan mengusap bibirnya yang sempat digigit oleh Carlos. Mendengar ucapan Ivana, Carlos makin merapatkan jarak antara mereka. Gadis yang tidak pernah dekat dengan laki-laki, tentu saja dibuat merinding. Berbeda dengan Carlos, yang sudah sering dekat dengan banyak wanita, termasuk mantan istri-istrinya. "Memperlakukan seperti apa maksudmu?' tanya Carlos dengan menyunggingkan senyuman smirk. Ivana memundurkan tubuhnya, agar hembusan napas Carlos tidak membuat bulu kuduknya meremang. Ini yang dia takutkan, jika ada sentuhan pisik dan juga kedekatan terjadi. Semua tidak bisa dia kontrol, maka dia memilih menyetujui syarat diperjanjian yang pertama. "Tuan! Apa perlu anda saya ingatkan tentang perjanjian yang sudah kita sepakati sebelum
Eiwa hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian berlalu karena suara Ranti yang memanggil namanya. Akan tetapi, lelaki muda itu masih mendengar gerutuan sang bos, yang teramat kesal dengan kejadian yang tidak disengaja ini. Semua rencana seakan-akan tidak lagi direstui oleh Tuhan, sehingga semua keluarga melihat Ivana terlebih dulu. Paling mengesankan, mereka menyukai Ivana dalam sekali pertemuan. Mungkin hal ini yang tidak disukai oleh Carlos.Hanya butuh beberapa jam untuk membuat pesta sederhana, dan juga mengundang sanak saudara yang terdekat, juga orang-orang penting yang sangat mereka segani. Semuanya berhubungan dengan Carlos, tidak ada yang datang dari keluarga Ivana, karena satu-satunya keluarga yang dia miliki sedang terbaring tidak berdaya.Pagi ini, kesibukan di masion milik Carlos terlihat sangat kentara, semua persiapan dicek langsung oleh Robert dan Ranti, mereka tidak ingin kecolongan. Apalagi mereka juga belum tahu alasan Carlos menikahi Ivana, dari kacamat
Setelah hari pernikahan yang berlangsung cukup melelahkan, Ivana dan Carlos masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disiapkan oleh Ranti. Namun, jangan harap ada binar bahagia dari keduanya. Baik Carlos atau pun Ivana, mereka sudah memasang dinding yang menjulang tinggi diantara mereka."Jangan pernah bermimpi aku mau menyentuhmu!" cibir Carlos yang melihat ivana kesulitan melepaskan gaun yang dia kenakan. "Kamu hanya wanita biasa yang aku sewa!" Carlos kembali menambahkan kata yang membuat Ivana makin memendam rasa sakit hati yang dalam."Saya tahu itu, Tuan!" jawab Ivana santai.Tidak ada yang tahu isi hati masing-masing, di dalam ruangan yang cukup besar ini tidak ada lagi suara yang mereka keluarkan. Diam dan menyelami pikiran masing-masing, sekilas mereka berdua saling melirik. Beruntung tidak saling adu pandang, jika tidak akan menciptkan suasana yang awkward.Carlos lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, cukup lama lelaki itu berada di dalam sana. Tent
"Wanita itu sangat hebat, bisa mencuri perhatianmu. Pasti kamu sangat bahagia," ujar Robert."Cinta tidak arus memiliki, Tuan," ujar Eiwa lirih.Robert mengira, Eiwa sedang pata hati karena ditinggal wanita yang dia cintai hanya bisa berdecak. Memikirkan solusi, agar lelaki muda yang sudah dia anggap anaknya itu, bisa menikah dan bahagia seperti Carlos."Kamu tenang saja! Satu wanita hilang, akan ada wanita lain yang menggantikannya dan pastinya wanita yang lebih baik dari dia." Robert memberikan semangat untuk Eiwa. "Aku akan membantumu mencari wanita yang lebih baik," Robert menggerakan tangannya, dan memposisikan jarinya seperti sebuah senjata."Terima kasih, Tuan. Dengan senang hati saya akan menerimanya," ujar Eiwa dengan senyumnya yang merekah, kemudian dia kembali melangkan menuju ke dapur.Di dapur, Eiwa menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Kemudian menyugar rambutnya, memilih duduk di tepi kolam yang ada di dekatnya. Memikirkan langkah apa yang harus d
Sarapan kali ini, cukup ramai. Semua anggota berkumpul dengan lengkap, termasuk tante Arleta. Hati Ivana menghangat dengan sambutan yang diberikan oleh keluarga Carlos, tapi dengan melihat suaminya ingin sekali dia meremat mulut lelaki itu. Setiap ucapan yang keluar dari mulut lelaki itu, terasa sangat menusuk ke dalam hati."Sudah ada planning apa kamu dan istri, Carlos?" tanya tante Arleta.Carlos yang hendak menyendokkan makanan ke mulut di urungkan, dari pada dia semburkan saat mendengar pertanyaan-pertanyaan konyol dari keluarganya. Hanya melirik sang tante dengan ekor matanya yang tajam, lalu berdeham. Tanpa ada niat menjawab pertanyaan dari tantenya.Ranti berdecak kesal, wanita itu mengepalkan tangan dan menggigit bibirnya. Menaan rasa kesal yang membuncah, anaknya yang satu ini sungguh menguras emosinya. Ingin sekali dia menjewer telinga Carlos. yang begitu dingin dan tidak berperasaan. Bahkan sikapnya ini ditujukan kesemua orang, tidak asal pilih."Kamu itu, kalau diajak bi
"Apa yang kamu katakan?!" hardik Ranti kesal, dan tangannya makin kuat menarik telinga anaknya yang sudah sangat keterlaluan, menurutnya.Carlos hanya bisa mengaduh, dan memijat telinga yang tadi di tarik oleh Ranti--ibunya dan rasa kesal itu kembali hadir. Carlos berpikir, karena Ivana-lah dirinya ditindas oleh keluarga yang selama ini tidak ada yang berani masuk ke ranah pribadinya. Ingin rasanya dia menguliti Ivana dan menelannya hidup-hidup, tidak pernah menyangka akan menjadi seperti ini. Keputusannya bertolak belakang dengan semua rencana yang dia susun dengan baik."Rasakan! Semua ini karma untukmu, Kak!" bisik Davina.Carlos langsung mendelik, kesal dengan ucapan adiknya. Namun, dalam sudut hatinya terdalam memikirkan apa yang tadi dibisikkan ke telinganya. Apa benar ini karma, bukankah dia mengganti rugi sesuai dengan nominal yang diminta oleh mereka yang pernah dekat dengannya. Lalu, salahnya dimana?Selesai sarapan, Ivana kembali ke kamar dan membereskannya dengan perlahan
Carlos dan Eiwa masih asik membahas tentang proses bayi tabung, tanpa disadari oleh keduanya ada dua pasang telinga sedang mendengarkan rencana kepergian Carlos, berkedok bulan madu. "Brengsek," gumam salah satu orang yang sedang menguping. "Huust! Jangan bicara, atau mereka akan mendengar dan kita tidak bisa mengagalkan ide gila lelaki tidak punya otak itu!" geram yang lainnya. "Kakakmu itu!" sindir Davina. "Kamu!" sahut Davida sengit. Keduanya kemudian terkekeh geli, karena mereka berdua kembar dan Carlos adalah kakak mereka berdua. Meski geram, kembar D tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. Agar bisa melawan kakaknya, mereka harus mempunyai strategi yang mumpuni. Memberitahu orang tua mereka memang cara terbaik, tapi lebih baik mereka maju terlebih dulu, jika mereka tidak sanggup, maka mereka akan melambaikan tangan dan meminta pertolongan pada orang tuanya. "Padahal meminta pertolongan mama dan papa, semua akan beres," ujar Davina lirih. "tapi enggak ada seninya!" seruny
"Ayo!" ajak Davina, menarik tangan kembarannya. Mereka menuju ke kamar, untuk melanjutkan pembicaraan mereka yang tertunda, karena sedang menguping pembicaraan kakaknya dan sang asisten. Takut rencana mereka bocor, membuat mereka berhati-hati dalam bersikap dan berkata untuk menentukan rencana apa yang akan di jalankan selanjutnya. "Kita susun rencananya sekarang saja, ya. Kita buat beberapa option, agar ada rencana cadangan ke depannya, jika rencana sebelumnya gagal!" ujar Davida, dengan mengambil alat tulis. Dengan teliti, dua kembar itu beradu pikiran, membuat rencana yang terbaik menurut mereka. Tentu tidak ada yang membantu mereka, hanya cukup mendapatkan dukungan orang tuanya dan juga Tante Arleta yang akan dengan senang hati membantu apapun yang mereka butuhkan. Di ruangan lain, Carlos sedang memandangi wajah istri pertamanya yang terbingkai indah di dinding berwarna cream, wanita itu pergi meninggalkan Carlos di saat cinta dalam hatinya sedang bersemi sangat indah, bahkan
Eiwa meminta si kembar untuk membuka ikatan di tangan dan kakainya dan meyakinkan dua gadis itu, jika dirinya tidak akan pergi dan menepati janjinya.Setelah saling melirik, untuk meyakinkan diri. Davina membuka ikatan yang ada pada tubuh Eiwa. Namun, untuk berjaga-jaga, gadis manis itu, tetap mengikat tangan Eiwa dan membuat lelaki itu berdecak kesal."Sudah kubilang! Aku tidak akan pergi atau pun kabur, sebelum memberitau kalian!" Nada bicara Eiwa nampak sekali kekesalan, tapi tidak membuat dua gadis itu mengubah keputusannya."Lebih aman dan nyaman!" seru Davida.Kembali, Eiwa berdecak dan akhirnya menhela napas beratnya. Mungkin saja tindakkan dua gadis ini demi menyelamatkan harga diri seorang wanita yang mereka sukai sejak pertama melihatnya. Sama halnya dengan dirinya, yang sempat terpana pada keluguan dan juga kejutekan Ivana."Ya, sudah!" Eiwa mengalah dan memenarkan posisi duduknya agar lebi nyaman. "Carlos hanya akan bersama Ivana selama dua tahun saja, dan setelah proram b
Cukup lama Eiwa tertidur akibat obat yang diberikan oleh si kembar dalam minuman yang diberikan padanya, membuat si kembar merasa bosan. Beberapa kali mereka memainkan game, dan juga menonton banyak judul drama drakor, tapi tetap saja Eiwa masih pulas. "Apa harus kita siram saja?!" tanya Davida yang sudah sangat kesal dan juga bosan. "Jangan, kasurnya jadi basah dong!" larang Davina. "Dosis yang aku berikan sangat sedikit, loh! Kenapa bisa sampai berjam-jam efeknya?" keluh Davida, dengan menopang dagunya. Matanya menatap sayu ke arah Eiwa yang terbaring. "Lebih baik kita tinggal saja dulu, nanti kita kena omel kanjeng mami!" saran Davina. Davida menganggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan kembarannya. Jika suda marah, mamanya itu sangat menakutkan. Seperti reog ponorogo, itulah yang didefinisikan oleh keduanya untuk sang mama. Namun, baru saja mereka akan meninggalkan kamar, suara bas Eiwa menahan langkah kaki mereka. Tentu saja, senyum manis tersunging lebar di wajah keduanya. Me
Ivana melihat ke arah kembar dan memberikan senyuman manisnya pada dua gadis yang mulai mengisi hari-harinya, mungkin tanpa mereka berdua, Ivana akan benar-benar terpuruk. Meskipun dia berusaha untuk tegar, kenyataannya, dia tidak sekuat yang terliat oleh orang sekitar. "Aku pergi dulu," ujar Ivana dengan lirih. Kembar D membalas senyum Ivana, dan pandangan mereka terus tertuju pada wanita yang sudah resmi menjadi kakak ipar mereka. Raut wajah mereka berubah sendu, saat pintu kamar tertutup. Memikirkan cara, agar kakak mereka --Carlos bisa merubah sikapnya yang angkuh menjadi bucin pada Ivana dan mereka butuh tenaga dan kerjasama yang ekstra. "Aku tetap pada pendirianku, untuk menculik Kak Eiwa yang sama menyebalkannya dengan Kak Carlos!!" ujar Davina dengan nada kesal yang sangat kentara. "Biar Kak Eiwa tidak sembarangan mengikuti perintah Kak Carlos!" tambah Davida, yang juga merasakan kekesalan saudari kembarnya. Davina memberikan dua jempol di depan wajah Davida, kemudian mere
"Ayo!" ajak Davina, menarik tangan kembarannya. Mereka menuju ke kamar, untuk melanjutkan pembicaraan mereka yang tertunda, karena sedang menguping pembicaraan kakaknya dan sang asisten. Takut rencana mereka bocor, membuat mereka berhati-hati dalam bersikap dan berkata untuk menentukan rencana apa yang akan di jalankan selanjutnya. "Kita susun rencananya sekarang saja, ya. Kita buat beberapa option, agar ada rencana cadangan ke depannya, jika rencana sebelumnya gagal!" ujar Davida, dengan mengambil alat tulis. Dengan teliti, dua kembar itu beradu pikiran, membuat rencana yang terbaik menurut mereka. Tentu tidak ada yang membantu mereka, hanya cukup mendapatkan dukungan orang tuanya dan juga Tante Arleta yang akan dengan senang hati membantu apapun yang mereka butuhkan. Di ruangan lain, Carlos sedang memandangi wajah istri pertamanya yang terbingkai indah di dinding berwarna cream, wanita itu pergi meninggalkan Carlos di saat cinta dalam hatinya sedang bersemi sangat indah, bahkan
Carlos dan Eiwa masih asik membahas tentang proses bayi tabung, tanpa disadari oleh keduanya ada dua pasang telinga sedang mendengarkan rencana kepergian Carlos, berkedok bulan madu. "Brengsek," gumam salah satu orang yang sedang menguping. "Huust! Jangan bicara, atau mereka akan mendengar dan kita tidak bisa mengagalkan ide gila lelaki tidak punya otak itu!" geram yang lainnya. "Kakakmu itu!" sindir Davina. "Kamu!" sahut Davida sengit. Keduanya kemudian terkekeh geli, karena mereka berdua kembar dan Carlos adalah kakak mereka berdua. Meski geram, kembar D tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. Agar bisa melawan kakaknya, mereka harus mempunyai strategi yang mumpuni. Memberitahu orang tua mereka memang cara terbaik, tapi lebih baik mereka maju terlebih dulu, jika mereka tidak sanggup, maka mereka akan melambaikan tangan dan meminta pertolongan pada orang tuanya. "Padahal meminta pertolongan mama dan papa, semua akan beres," ujar Davina lirih. "tapi enggak ada seninya!" seruny
"Apa yang kamu katakan?!" hardik Ranti kesal, dan tangannya makin kuat menarik telinga anaknya yang sudah sangat keterlaluan, menurutnya.Carlos hanya bisa mengaduh, dan memijat telinga yang tadi di tarik oleh Ranti--ibunya dan rasa kesal itu kembali hadir. Carlos berpikir, karena Ivana-lah dirinya ditindas oleh keluarga yang selama ini tidak ada yang berani masuk ke ranah pribadinya. Ingin rasanya dia menguliti Ivana dan menelannya hidup-hidup, tidak pernah menyangka akan menjadi seperti ini. Keputusannya bertolak belakang dengan semua rencana yang dia susun dengan baik."Rasakan! Semua ini karma untukmu, Kak!" bisik Davina.Carlos langsung mendelik, kesal dengan ucapan adiknya. Namun, dalam sudut hatinya terdalam memikirkan apa yang tadi dibisikkan ke telinganya. Apa benar ini karma, bukankah dia mengganti rugi sesuai dengan nominal yang diminta oleh mereka yang pernah dekat dengannya. Lalu, salahnya dimana?Selesai sarapan, Ivana kembali ke kamar dan membereskannya dengan perlahan
Sarapan kali ini, cukup ramai. Semua anggota berkumpul dengan lengkap, termasuk tante Arleta. Hati Ivana menghangat dengan sambutan yang diberikan oleh keluarga Carlos, tapi dengan melihat suaminya ingin sekali dia meremat mulut lelaki itu. Setiap ucapan yang keluar dari mulut lelaki itu, terasa sangat menusuk ke dalam hati."Sudah ada planning apa kamu dan istri, Carlos?" tanya tante Arleta.Carlos yang hendak menyendokkan makanan ke mulut di urungkan, dari pada dia semburkan saat mendengar pertanyaan-pertanyaan konyol dari keluarganya. Hanya melirik sang tante dengan ekor matanya yang tajam, lalu berdeham. Tanpa ada niat menjawab pertanyaan dari tantenya.Ranti berdecak kesal, wanita itu mengepalkan tangan dan menggigit bibirnya. Menaan rasa kesal yang membuncah, anaknya yang satu ini sungguh menguras emosinya. Ingin sekali dia menjewer telinga Carlos. yang begitu dingin dan tidak berperasaan. Bahkan sikapnya ini ditujukan kesemua orang, tidak asal pilih."Kamu itu, kalau diajak bi
"Wanita itu sangat hebat, bisa mencuri perhatianmu. Pasti kamu sangat bahagia," ujar Robert."Cinta tidak arus memiliki, Tuan," ujar Eiwa lirih.Robert mengira, Eiwa sedang pata hati karena ditinggal wanita yang dia cintai hanya bisa berdecak. Memikirkan solusi, agar lelaki muda yang sudah dia anggap anaknya itu, bisa menikah dan bahagia seperti Carlos."Kamu tenang saja! Satu wanita hilang, akan ada wanita lain yang menggantikannya dan pastinya wanita yang lebih baik dari dia." Robert memberikan semangat untuk Eiwa. "Aku akan membantumu mencari wanita yang lebih baik," Robert menggerakan tangannya, dan memposisikan jarinya seperti sebuah senjata."Terima kasih, Tuan. Dengan senang hati saya akan menerimanya," ujar Eiwa dengan senyumnya yang merekah, kemudian dia kembali melangkan menuju ke dapur.Di dapur, Eiwa menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Kemudian menyugar rambutnya, memilih duduk di tepi kolam yang ada di dekatnya. Memikirkan langkah apa yang harus d
Setelah hari pernikahan yang berlangsung cukup melelahkan, Ivana dan Carlos masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disiapkan oleh Ranti. Namun, jangan harap ada binar bahagia dari keduanya. Baik Carlos atau pun Ivana, mereka sudah memasang dinding yang menjulang tinggi diantara mereka."Jangan pernah bermimpi aku mau menyentuhmu!" cibir Carlos yang melihat ivana kesulitan melepaskan gaun yang dia kenakan. "Kamu hanya wanita biasa yang aku sewa!" Carlos kembali menambahkan kata yang membuat Ivana makin memendam rasa sakit hati yang dalam."Saya tahu itu, Tuan!" jawab Ivana santai.Tidak ada yang tahu isi hati masing-masing, di dalam ruangan yang cukup besar ini tidak ada lagi suara yang mereka keluarkan. Diam dan menyelami pikiran masing-masing, sekilas mereka berdua saling melirik. Beruntung tidak saling adu pandang, jika tidak akan menciptkan suasana yang awkward.Carlos lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, cukup lama lelaki itu berada di dalam sana. Tent