Saat tangan Carlos hampir menyentuh wajah Ivana, suara gemuruh dalam perut Ivana membuat lelaki di hadapannya tertawa secara tiba-tiba. Menghina keadaan Ivana yang tidak berdaya saat ini, yang tidak berdaya dan bergantung padanya.
Carlos melepas Ivana dengan kasar, dan melangkah menjauh. Meminta pada Eiwa untuk mencarikan makanan untuk gadis itu dan Eiwa segera pergi menjalankan tugasnya,
"Apa maksudnya ini?" tanya Carlos dengan nada tinggi.
Saat Carlos menggeser tab milik Eiwa, lelaki itu menemukan secarik kertas dan menatap tajam ke arah Ivana, karena di awal kertas tertulis "TAMBAHAN ISI KONTRAK PERJANJIAN SEWA RAHIM!"
"Aku hanya tidak ingin terlalu rugi dengan perjanjian yang anda ajukan!" ujar Ivana.
Gadis itu berharap, setelah lepas dari Carlos dan ibu tirinya, dia bisa membangun impiannya dan hidup bahagia bersama ayahnya. Impian sederhana yang selalu diinginkan oleh gadis itu.
Carlos kembali membaca tulisan tangan Ivana dengan lirih. "Membiarkan aku tetap bekerja, harus memberi nafkah meski tidak menunaikan kewajiban dan sudah memberikan uang untuk pengobatan ayah hingga sembuh, memperbolehkanku mengurus ayah setiap waktu dan tidak mencampuri urusan masing-masing hingga anak yang diingikan lahir!" Sejenak Eiwa menarik napas dalam-dalam dan menatap Ivana dengan ragu.
"Baiklah, setelah proses bayi tabung selesai dan keberhasilannnya delapan puluh persen, maka saya akan memenuhi semua permintaan kamu, apapun itu!" tegas Carlos dan Ivana mengulas senyum perih di bibirnya.
-
"Apakah anda bisa ikut dengan kami sekarang?" tanya Eiwa, setelah Ivana dirawat selama dua hari.
Ivana menganguk, dan pasrah dengan permintaan lelaki di depannya. Beranjak dengan cepat dari ranjang dan mempersiapkan diri. Ada rasa kagum dalam hati Eiwa, untuk wanita bosnya ini. Namun, sekuat tenaga dia tepis. Agar hatinya tidak semakin tertabat pada gadis yang sudah dimiliki oleh orang lain,
"Bagai mana dengan ayahku? Apakah sudah mendapatkan perawatan terbaik dan mendapatkan jadwal operasi?" tanya Ivana tidak sabaran.
"Saya selesaikan sekarang," jawab Eiwa santai.
Eiwa berdiri, membenarkan Jas berwarna biru dongker yang dia kenakan, kemudian berlalu dari samping Ivana menuju kebagian administrasi. Menyelesaikan satu masalah Ivana yang tidak mungkin gadis itu bisa lakukan. Entah mengapa, Eiwa merasa hatinya tidak nyaman melakukan hal ini. Tidak, dia tidak pernah menggunakan hati dalam bekerja. Mungkin saja, Eiwa sedang tidak sehat, itu yang dia pikirkan.
"Ayah anda akan dioperasi malam ini, karena menunggu jadwal dokternya. Apakah anda sudah selesai, saya tidak ingin Tuan Carlos menunggu terlalu lama!" ujar Eiwa setelah kembali dari ruang administrasi untuk menyelesaikan pembayaran yang masih tertunda.
"Satu lagi permintaanku," ujar Ivana memohon.
Raut wajah tegas, tapi memelas. Membuat Eiwa hanya bisa berdeham untuk menetralkan jantungnya yang berdebar dengan sangat kencang. Lelaki kekar itu tidak berani menatap lawan bicaranya, yang sedang melihat ke arahnya.
"Apa?" tanya Eiwa dengan nada tinggi.
"Tolong singkirkan wanita itu dari hidupku dan ayah," pinta Ivana dengan mata sendunya, terlintas semua kelakuan buruk ibu tirinya yang menghancurkan kepercayaan dirinya.
"Ibu tirimu?" tanya Eiwa untuk memastikan, dan Ivana mengangguk. "Baiklah! Hal yan terlalu mudah, ada lagi?" Kembali Eiwa bertanya, agar dia bisa selesaikan dalam satu waktu dan Ivana mengatakan hanya itu saja.
Eiwa memanggil bawahannya--Agust. Memberi instruksi dengan berbisik, dan lelaki bertubuh tegap itu langsung pergi menjauh.
"Apakah saya bisa menunggu sehari lagi di sini?" tanya Ivana dengan nada bergetar.
Ivana hanya ingin menemani ayahnya yang akan dioperasi, tapi melihat reaksi Eiwa yang diam dan menatapnya tajam, Ivana hanya tertunduk lesu dan berjalan keluar ruangan dengan membawa tas miliknya. Lalu menoleh ke arah ruangan di mana ayahnya sedang di rawat. Rasanya dia tidak ingin meninggalkan ayahnya sendirian disaat seperti ini, akan tetapi demi kesembuhan sang ayah Ivana harus menguatkan hati.
-
Sesekali Eiwa melirik gadis yang duduk di sampingnya, kini mereka menuju kediaman orang yang menginginkan rahim Ivana untuk disewa. Wajah tenang, mata fokus, tapi tangannya terlihat gemetaran memegang berkas perjanjian. Cukup menarik perhatian Eiwa, dan membuat lelaki itu terus memandangi Ivana yang nampak sangat luar biasa di matanya.
"Apa anda belum makan?" tanya Eiwa dengan menggeser duduknya, karena melihat kegugupan Ivana yang memasang wajah sedikit pongah.
Ivana menatap mata Eiwa dengan tatapan tajam, membuat Eiwa sedikit tercubit hatinya. Entah kenapa, netra Ivana begitu menggoda hatinya sejak pertama kali mereka beradu pandang, meski itu tidak secara sengaja.
"Apa ada yang salah dengan pertanyaan saya?" tanya Eiwa dengan merapihkan dasinya.
"Tidak!" ketus Ivana. "Sudah!" Ivana menyodorkan kembali berkas yang sudah dia tanda tangani. "Berapa banyak lagi yang harus saya tanda tangani?"
Eiwa sedikit memundurkan tubuhnya karena terkejut, tidak menyangka Ivana berani bicara seperti itu. Kemudian seulas senyum terbit di bibirnya yang nampak sangat sexy.
"Tidak ada," balas Eiwa cepat dan mengecek berkas yang diberikan Ivana.
'Akhirnya, ada wanita yang akan membuat kita tidak berdaya bos! Lawan seimbang untukmu,' batin Eiwa.
"Kamu sakit, ya?" tanya Ivana dengan nada mengejek, karena melihat Eiwa tertawa bukannya marah.
Ivana tidak tahu, jika Eiwa sedang membayangkan Carlos ditindas oleh Ivana dan itu sungguh membuat dirinya sangat bahagia. Namun, tiba-tiba hati Eiwa terasa sakit.
Eiwa mengabaikan Ivana, memilih melakukan panggilan telepon dengan bosnya, yang sudah tidak sabaran untuk menikah untuk kesekian kalinya. [Saya membawanya ke sana!] Sejenak Eiwa terdiam, mendengarkan lawan bicaranya di seberang telepon. [Oke, saya ke sana!] Ivana terkejut dengan ucapan orang yang ada di sampingnya, pikiran buruk pun mulai bergelayut. Karena lelaki itu menggunakan bahasa asing yang baru pertama kali didengarnya. Gadis itu berpikiran, jika Eiwa dan carlos adalah pedagang oran manusia "Berhenti!" teriak Ivana yang mengejutkan sang sopir, terlebih Eiwa. Mobil pun berhenti secara mendadak, dan membuat siapa saja yang di dalamnya mengaduh. "Ada apa?" tanya Eiwa kesal, karena ponselnya terjatuh saat mobil ngerem mendadak. "Kamu mau menjualku?" tanya Ivana, membuat Eiwa mengernyitkan dahinya. "Atau kalian mau menjual organ yang ada di dalam tubuhku?" imbuh Ivana dengan mata berkaca-kaca, dan kedua tangannya menyilang di depan dada. Eiwa tertawa melihat dan mendeng
"Kenapa diam?" tanya wanita cantik yang sudah berumur, di depan Eiwa."I--itu, Ma. Eiwa hanya menjalankan tugas dari bos," ucap Eiwa lirih, dengan menundukkan kepalanya.Suara bariton di depan Eiwa meminta lelaki bertubuh tinggi itu untuk duduk dan menjelaskan apa yang diperintahakan oleh anak mereka.Keempat orang itu diam, dan saling pandang. Eiwa saat ini seperti tertuduh, dia merasa terintimidasi hanya dengan tatapan tajam dari ketiga orang yang ada di hadapannya."Ulah apa lagi yang dibuat oleh dia?" tanya wanita yang sudah emosi."Ini hanya masalah pekerjaan Mama Ranti," ujar Eiwa dengan pasrah, meski harus tetap berbohong."Kamu pikir, mama akan percaya denganmu?" balas Ranti emosi. "Dia pasti lagi merencanakan sesuatu yang akan membuat perjodohannya gagal, kan?" sambung wanita yang saat ini sudah berdiri dengan berkacak pinggang, lalu menunjuk ke arah anaknya.Eiwa makin tertunduk, apalagi bosnya memberi kode untuk tidak mengatakan apapun pada orang tuanya. Dilema menjadi bawa
"Iya," jawab Eiwa asal, menahan kesal pada sahabat, yang juga saudara angkatnya itu. "Eh, tapi untuk apa? Dia sudah menanda tangani surat perjanjian!" sambung Eiwa, mengingat kertas yang tadi sempat ditanda tangani oleh Ivana. Eiwa memberikan kertas itu dan disambut oleh Carlos dengan wajah datarnya, dan langsung membacanya dengan detail, padahal dirinya sendiri yang menyusun draft itu. Akan tetapi, Carlos merasa tidak puas dengan isinya. Apa lagi melihat ibu dan bibiknya terlalu memuji Ivana. "Banyak yang perlu diperbaiki!" ketus Carlos dan hanya di tanggapi oleh Eiwa dengan decihan. "Ribet amat, sih! Setahu aku, itu sudah sangat lengkap dan tidak butuh lagi perubahan!" ceplos Eiwa. Wajah Carlos seketika kesal, mendengar ucapan dari Eiwa. Padahal dia hanya ingin melihat Ivana lebih dekat. Sepertinya wanita itu penurut dan tidak banyak membantah, dan dirinya akan dengan mudah mengendalikan situasi. "Aku hanya ingin mempertegas isi kontrak saja!" balas Carlos. "Baiklah," Eiwa men
"Duduklah!" Dengan patuh, Ivana duduk dan menundukkan kepalanya. Carlos memindai tubu Ivana dengan teliti, dan menghela napas berkali-kali. Sebagai lelaki, tidak munafik baginya, jika dirinya terpukau oleh kemolekan tubuh Ivana, yang cukup memancing gairahnya. Ivana mengangkat kepalanya, karena sejak masuk ke dalam ruangan ini, tidak aa suara yang keluar dari lelaki yang akan menikahinya. Entah itu hanya untuk mendapatkan anak saja, atau pun untuk bersama hingga menua. Ivana tidak mau berharap lebih. "Kenapa melihat saya seperti itu?!" tanya Carlos dengan suara tinggi. Dengan cepat, Ivana menundukkan pandangannya dan memilin ujung kemeja yang dia kenakan. Berkali-kali, menggigit bibirnya untuk menahan rasa kesal dan tidak berdaya. Dalam pikirannya saat ini, keadaan sang ayah yang lebih penting dari pada dirinya sendiri. "Maaf," ucap Ivana lirih. Mendengar permintaan maaf Ivana, Carlos menjadi tidak senang. Lelaki itu dapat melihat, betapa penurutnya wanita yang ada di depannya i
Mata Ivana melotot dan tanganya langsung memukul dada Carlos, membuat lelaki yang masih mengecup mesra bibir manis di depannya langsung terlepas. "Meski anda menyewa rahimku, bukan berarti anda bisa seenaknya saja memperlakukanku seperti ini!" ketus Ivana dan mengusap bibirnya yang sempat digigit oleh Carlos. Mendengar ucapan Ivana, Carlos makin merapatkan jarak antara mereka. Gadis yang tidak pernah dekat dengan laki-laki, tentu saja dibuat merinding. Berbeda dengan Carlos, yang sudah sering dekat dengan banyak wanita, termasuk mantan istri-istrinya. "Memperlakukan seperti apa maksudmu?' tanya Carlos dengan menyunggingkan senyuman smirk. Ivana memundurkan tubuhnya, agar hembusan napas Carlos tidak membuat bulu kuduknya meremang. Ini yang dia takutkan, jika ada sentuhan pisik dan juga kedekatan terjadi. Semua tidak bisa dia kontrol, maka dia memilih menyetujui syarat diperjanjian yang pertama. "Tuan! Apa perlu anda saya ingatkan tentang perjanjian yang sudah kita sepakati sebelum
Eiwa hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, kemudian berlalu karena suara Ranti yang memanggil namanya. Akan tetapi, lelaki muda itu masih mendengar gerutuan sang bos, yang teramat kesal dengan kejadian yang tidak disengaja ini. Semua rencana seakan-akan tidak lagi direstui oleh Tuhan, sehingga semua keluarga melihat Ivana terlebih dulu. Paling mengesankan, mereka menyukai Ivana dalam sekali pertemuan. Mungkin hal ini yang tidak disukai oleh Carlos.Hanya butuh beberapa jam untuk membuat pesta sederhana, dan juga mengundang sanak saudara yang terdekat, juga orang-orang penting yang sangat mereka segani. Semuanya berhubungan dengan Carlos, tidak ada yang datang dari keluarga Ivana, karena satu-satunya keluarga yang dia miliki sedang terbaring tidak berdaya.Pagi ini, kesibukan di masion milik Carlos terlihat sangat kentara, semua persiapan dicek langsung oleh Robert dan Ranti, mereka tidak ingin kecolongan. Apalagi mereka juga belum tahu alasan Carlos menikahi Ivana, dari kacamat
Setelah hari pernikahan yang berlangsung cukup melelahkan, Ivana dan Carlos masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disiapkan oleh Ranti. Namun, jangan harap ada binar bahagia dari keduanya. Baik Carlos atau pun Ivana, mereka sudah memasang dinding yang menjulang tinggi diantara mereka."Jangan pernah bermimpi aku mau menyentuhmu!" cibir Carlos yang melihat ivana kesulitan melepaskan gaun yang dia kenakan. "Kamu hanya wanita biasa yang aku sewa!" Carlos kembali menambahkan kata yang membuat Ivana makin memendam rasa sakit hati yang dalam."Saya tahu itu, Tuan!" jawab Ivana santai.Tidak ada yang tahu isi hati masing-masing, di dalam ruangan yang cukup besar ini tidak ada lagi suara yang mereka keluarkan. Diam dan menyelami pikiran masing-masing, sekilas mereka berdua saling melirik. Beruntung tidak saling adu pandang, jika tidak akan menciptkan suasana yang awkward.Carlos lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, cukup lama lelaki itu berada di dalam sana. Tent
"Wanita itu sangat hebat, bisa mencuri perhatianmu. Pasti kamu sangat bahagia," ujar Robert."Cinta tidak arus memiliki, Tuan," ujar Eiwa lirih.Robert mengira, Eiwa sedang pata hati karena ditinggal wanita yang dia cintai hanya bisa berdecak. Memikirkan solusi, agar lelaki muda yang sudah dia anggap anaknya itu, bisa menikah dan bahagia seperti Carlos."Kamu tenang saja! Satu wanita hilang, akan ada wanita lain yang menggantikannya dan pastinya wanita yang lebih baik dari dia." Robert memberikan semangat untuk Eiwa. "Aku akan membantumu mencari wanita yang lebih baik," Robert menggerakan tangannya, dan memposisikan jarinya seperti sebuah senjata."Terima kasih, Tuan. Dengan senang hati saya akan menerimanya," ujar Eiwa dengan senyumnya yang merekah, kemudian dia kembali melangkan menuju ke dapur.Di dapur, Eiwa menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Kemudian menyugar rambutnya, memilih duduk di tepi kolam yang ada di dekatnya. Memikirkan langkah apa yang harus d
Eiwa meminta si kembar untuk membuka ikatan di tangan dan kakainya dan meyakinkan dua gadis itu, jika dirinya tidak akan pergi dan menepati janjinya.Setelah saling melirik, untuk meyakinkan diri. Davina membuka ikatan yang ada pada tubuh Eiwa. Namun, untuk berjaga-jaga, gadis manis itu, tetap mengikat tangan Eiwa dan membuat lelaki itu berdecak kesal."Sudah kubilang! Aku tidak akan pergi atau pun kabur, sebelum memberitau kalian!" Nada bicara Eiwa nampak sekali kekesalan, tapi tidak membuat dua gadis itu mengubah keputusannya."Lebih aman dan nyaman!" seru Davida.Kembali, Eiwa berdecak dan akhirnya menhela napas beratnya. Mungkin saja tindakkan dua gadis ini demi menyelamatkan harga diri seorang wanita yang mereka sukai sejak pertama melihatnya. Sama halnya dengan dirinya, yang sempat terpana pada keluguan dan juga kejutekan Ivana."Ya, sudah!" Eiwa mengalah dan memenarkan posisi duduknya agar lebi nyaman. "Carlos hanya akan bersama Ivana selama dua tahun saja, dan setelah proram b
Cukup lama Eiwa tertidur akibat obat yang diberikan oleh si kembar dalam minuman yang diberikan padanya, membuat si kembar merasa bosan. Beberapa kali mereka memainkan game, dan juga menonton banyak judul drama drakor, tapi tetap saja Eiwa masih pulas. "Apa harus kita siram saja?!" tanya Davida yang sudah sangat kesal dan juga bosan. "Jangan, kasurnya jadi basah dong!" larang Davina. "Dosis yang aku berikan sangat sedikit, loh! Kenapa bisa sampai berjam-jam efeknya?" keluh Davida, dengan menopang dagunya. Matanya menatap sayu ke arah Eiwa yang terbaring. "Lebih baik kita tinggal saja dulu, nanti kita kena omel kanjeng mami!" saran Davina. Davida menganggukkan kepalanya, mengiyakan ucapan kembarannya. Jika suda marah, mamanya itu sangat menakutkan. Seperti reog ponorogo, itulah yang didefinisikan oleh keduanya untuk sang mama. Namun, baru saja mereka akan meninggalkan kamar, suara bas Eiwa menahan langkah kaki mereka. Tentu saja, senyum manis tersunging lebar di wajah keduanya. Me
Ivana melihat ke arah kembar dan memberikan senyuman manisnya pada dua gadis yang mulai mengisi hari-harinya, mungkin tanpa mereka berdua, Ivana akan benar-benar terpuruk. Meskipun dia berusaha untuk tegar, kenyataannya, dia tidak sekuat yang terliat oleh orang sekitar. "Aku pergi dulu," ujar Ivana dengan lirih. Kembar D membalas senyum Ivana, dan pandangan mereka terus tertuju pada wanita yang sudah resmi menjadi kakak ipar mereka. Raut wajah mereka berubah sendu, saat pintu kamar tertutup. Memikirkan cara, agar kakak mereka --Carlos bisa merubah sikapnya yang angkuh menjadi bucin pada Ivana dan mereka butuh tenaga dan kerjasama yang ekstra. "Aku tetap pada pendirianku, untuk menculik Kak Eiwa yang sama menyebalkannya dengan Kak Carlos!!" ujar Davina dengan nada kesal yang sangat kentara. "Biar Kak Eiwa tidak sembarangan mengikuti perintah Kak Carlos!" tambah Davida, yang juga merasakan kekesalan saudari kembarnya. Davina memberikan dua jempol di depan wajah Davida, kemudian mere
"Ayo!" ajak Davina, menarik tangan kembarannya. Mereka menuju ke kamar, untuk melanjutkan pembicaraan mereka yang tertunda, karena sedang menguping pembicaraan kakaknya dan sang asisten. Takut rencana mereka bocor, membuat mereka berhati-hati dalam bersikap dan berkata untuk menentukan rencana apa yang akan di jalankan selanjutnya. "Kita susun rencananya sekarang saja, ya. Kita buat beberapa option, agar ada rencana cadangan ke depannya, jika rencana sebelumnya gagal!" ujar Davida, dengan mengambil alat tulis. Dengan teliti, dua kembar itu beradu pikiran, membuat rencana yang terbaik menurut mereka. Tentu tidak ada yang membantu mereka, hanya cukup mendapatkan dukungan orang tuanya dan juga Tante Arleta yang akan dengan senang hati membantu apapun yang mereka butuhkan. Di ruangan lain, Carlos sedang memandangi wajah istri pertamanya yang terbingkai indah di dinding berwarna cream, wanita itu pergi meninggalkan Carlos di saat cinta dalam hatinya sedang bersemi sangat indah, bahkan
Carlos dan Eiwa masih asik membahas tentang proses bayi tabung, tanpa disadari oleh keduanya ada dua pasang telinga sedang mendengarkan rencana kepergian Carlos, berkedok bulan madu. "Brengsek," gumam salah satu orang yang sedang menguping. "Huust! Jangan bicara, atau mereka akan mendengar dan kita tidak bisa mengagalkan ide gila lelaki tidak punya otak itu!" geram yang lainnya. "Kakakmu itu!" sindir Davina. "Kamu!" sahut Davida sengit. Keduanya kemudian terkekeh geli, karena mereka berdua kembar dan Carlos adalah kakak mereka berdua. Meski geram, kembar D tidak bisa berbuat apa-apa untuk saat ini. Agar bisa melawan kakaknya, mereka harus mempunyai strategi yang mumpuni. Memberitahu orang tua mereka memang cara terbaik, tapi lebih baik mereka maju terlebih dulu, jika mereka tidak sanggup, maka mereka akan melambaikan tangan dan meminta pertolongan pada orang tuanya. "Padahal meminta pertolongan mama dan papa, semua akan beres," ujar Davina lirih. "tapi enggak ada seninya!" seruny
"Apa yang kamu katakan?!" hardik Ranti kesal, dan tangannya makin kuat menarik telinga anaknya yang sudah sangat keterlaluan, menurutnya.Carlos hanya bisa mengaduh, dan memijat telinga yang tadi di tarik oleh Ranti--ibunya dan rasa kesal itu kembali hadir. Carlos berpikir, karena Ivana-lah dirinya ditindas oleh keluarga yang selama ini tidak ada yang berani masuk ke ranah pribadinya. Ingin rasanya dia menguliti Ivana dan menelannya hidup-hidup, tidak pernah menyangka akan menjadi seperti ini. Keputusannya bertolak belakang dengan semua rencana yang dia susun dengan baik."Rasakan! Semua ini karma untukmu, Kak!" bisik Davina.Carlos langsung mendelik, kesal dengan ucapan adiknya. Namun, dalam sudut hatinya terdalam memikirkan apa yang tadi dibisikkan ke telinganya. Apa benar ini karma, bukankah dia mengganti rugi sesuai dengan nominal yang diminta oleh mereka yang pernah dekat dengannya. Lalu, salahnya dimana?Selesai sarapan, Ivana kembali ke kamar dan membereskannya dengan perlahan
Sarapan kali ini, cukup ramai. Semua anggota berkumpul dengan lengkap, termasuk tante Arleta. Hati Ivana menghangat dengan sambutan yang diberikan oleh keluarga Carlos, tapi dengan melihat suaminya ingin sekali dia meremat mulut lelaki itu. Setiap ucapan yang keluar dari mulut lelaki itu, terasa sangat menusuk ke dalam hati."Sudah ada planning apa kamu dan istri, Carlos?" tanya tante Arleta.Carlos yang hendak menyendokkan makanan ke mulut di urungkan, dari pada dia semburkan saat mendengar pertanyaan-pertanyaan konyol dari keluarganya. Hanya melirik sang tante dengan ekor matanya yang tajam, lalu berdeham. Tanpa ada niat menjawab pertanyaan dari tantenya.Ranti berdecak kesal, wanita itu mengepalkan tangan dan menggigit bibirnya. Menaan rasa kesal yang membuncah, anaknya yang satu ini sungguh menguras emosinya. Ingin sekali dia menjewer telinga Carlos. yang begitu dingin dan tidak berperasaan. Bahkan sikapnya ini ditujukan kesemua orang, tidak asal pilih."Kamu itu, kalau diajak bi
"Wanita itu sangat hebat, bisa mencuri perhatianmu. Pasti kamu sangat bahagia," ujar Robert."Cinta tidak arus memiliki, Tuan," ujar Eiwa lirih.Robert mengira, Eiwa sedang pata hati karena ditinggal wanita yang dia cintai hanya bisa berdecak. Memikirkan solusi, agar lelaki muda yang sudah dia anggap anaknya itu, bisa menikah dan bahagia seperti Carlos."Kamu tenang saja! Satu wanita hilang, akan ada wanita lain yang menggantikannya dan pastinya wanita yang lebih baik dari dia." Robert memberikan semangat untuk Eiwa. "Aku akan membantumu mencari wanita yang lebih baik," Robert menggerakan tangannya, dan memposisikan jarinya seperti sebuah senjata."Terima kasih, Tuan. Dengan senang hati saya akan menerimanya," ujar Eiwa dengan senyumnya yang merekah, kemudian dia kembali melangkan menuju ke dapur.Di dapur, Eiwa menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar. Kemudian menyugar rambutnya, memilih duduk di tepi kolam yang ada di dekatnya. Memikirkan langkah apa yang harus d
Setelah hari pernikahan yang berlangsung cukup melelahkan, Ivana dan Carlos masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disiapkan oleh Ranti. Namun, jangan harap ada binar bahagia dari keduanya. Baik Carlos atau pun Ivana, mereka sudah memasang dinding yang menjulang tinggi diantara mereka."Jangan pernah bermimpi aku mau menyentuhmu!" cibir Carlos yang melihat ivana kesulitan melepaskan gaun yang dia kenakan. "Kamu hanya wanita biasa yang aku sewa!" Carlos kembali menambahkan kata yang membuat Ivana makin memendam rasa sakit hati yang dalam."Saya tahu itu, Tuan!" jawab Ivana santai.Tidak ada yang tahu isi hati masing-masing, di dalam ruangan yang cukup besar ini tidak ada lagi suara yang mereka keluarkan. Diam dan menyelami pikiran masing-masing, sekilas mereka berdua saling melirik. Beruntung tidak saling adu pandang, jika tidak akan menciptkan suasana yang awkward.Carlos lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, cukup lama lelaki itu berada di dalam sana. Tent