Axel berpikir, kalau Bree harus disadap, dan hanya Apollo Satu yang tahu caranya. Jadi, dalam mobil, Axel menelepon si pengawal pribadi itu. “Kau harus menyadap apartemen Bree. Siang nanti kau bisa ke apartemennya, dia akan ke kantorku untuk makan siang. Aku akan bilang, kalau aku memesan tukang untuk membersihkan apartemen.” Apollo sedikit terperanjat, Bree sudah tahu wajah Apollo. Tapi, pikirannya sudah melintas kalau dia akan memakai topi yang bisa menutupi wajahnya agar tidak terlacak. “Baik, akan aku kerjakan,” jawab Apollo. “Aku akan pastikan Lily aman dulu. Siang nanti.” “Baik, kerjakan saja, jangan lebih dari satu jam, aku akan kabari kalau Bree sudah menuju kantorku.” “Baik,” jawab Apollo. Sambungan telepon itu terputus. Axel baru saja melepas rem tangan, bersiap menjalankan mobilnya. Namun, sekali lagi, ponselnya berbunyi. Nama yang tampil di layar ponselnya adalah, Lily. “Ya?” sapa Axel langsung tanpa basa basi. Dia tidak bisa banyak bicara saat ini. Kecurigaan kepad
Sementara itu, Lily terlalu khawatir dengan Kate. Sebelum Apollo Satu pergi ke apartemen Bree, “Li, aku ada urusan sebentar, tolong jangan ke mana-mana, mengerti?” Lily saat itu ada di kamarnya, di depan meja rias. Apartemen ini memang luas dan mewah, tapi kalau tidak boleh ke mana-mana, ada rasa bosan dalam hati Lily. Lily mengangguk, mengiakan suruhan Apollo. Tapi, dia tidak bisa diam saja, harus ada yang ke rumah sakit untuk menjemput sahabatnya. Lily diam-diam memperhatikan keadaan di luar apartemennya. Sepi. Tidak ada siapa pun, biasanya beberapa hari ini banyak wartawan dan juga paparazzi bertebaran di mana-mana. Dia turun dari unit kamarnya, pakai lift ke lobby.Ada penjaga pintu yang menyapanya, “Nona Lily, apa kabar, apa kau sehat?” “Sehat. Terima kasih,” balasnya. Matanya terlihat berkeliling, seperti mencari sesuatu. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?” tanya si penjaga pintu itu. “Ya, aku mau ke rumah sakit di pusat kota. Tapi ... aku tidak tahu harus naik apa.” “Ba
Lily menutup telinga, tidak tahu siapa yang menembak dan tertembak. Tubuhnya membeku entah berapa detik, perlahan membuka mata, melihat Axel masih berdiri di hadapannya. Tangan kanannya memegang senjata yang larasnya mengepulkan asap. Tangan Axel meraih tangan Lily, “Ayo, cepat pergi dari sini!” suruhnya. Apollo mengangguk, dia membiarkan Axel berjalan duluan bersama Lily menuju lift. “Cepat!” sentak Apollo. Di depan pintu lift Lily tampak tidak mau masuk. “Bagaimana dengan Kate?” tanyanya ketakutan. Apa Kate sudah dilukai duluan? “Kate sudah pulang bersama Meredith,” sambar Axel. “Cepat, mtukasuk!” Apollo dengan cepat mengikuti Axel dan Lily masuk ke lift. “Siapa mereka?” tanya Apollo, menatap Axel penuh dengan rasa penasaran. Matanya masih berkilat penuh amarah. Sementara Lily seperti menyaksikan adegan aksi dari tadi. Dalam hati ngeri sendiri.“Tadi, kau berhasil ke apartemen Bree?” Axel seolah mengalihkan pembicaraan. “Ya, aku sudah memasang alat penyadap itu,” jawab Ap
Acara ulang tahun kantor Axel sudah di depan mata, persiapan yang dilakukan oleh tim pengatur cara sudah sembilan puluh persen. “Sukseskan acara ini,” seru Axel, setelah melihat aula yang akan digunakan untuk acara tersebut. Wajahnya terlihat semringah. Dan Apollo mulai hari ini mengikuti Axel, dia harus tahu di titik mana saja akan ditaruh pengawal. Di apartemen, Lily bersama dengan pengawal pribadi, dan itu perempuan. Axel tidak mau ada lelaki lain mendampingi Lily.“Bagaimana?” Axel menanyakan soal protokoler keamanan yang dibuat oleh Apollo. “Karena ada dua lokasi, aku bagi menjadi dua. Yang pertama nanti akan ke tempat yang kedua djuga. Di sini aku kerahkan dulu orangku. Sebagian ada yang bersenjata, dan mereka akan menembak kalau memenuhi standar protokol.” Mata Axel membesar, dia mengelus dagunya. “Apa tidak masalah?” Apollo menghela napas, “Ini hanya sebagian, Axe. Mungkin hanya empat orang termasuk aku. Agensi kami ada izin tertulis dan kerjasama dengan pihak kepolisian.
Bab 55 AIK “Kau tidak menjemputku di atas?” tanya Bree tidak percaya. Matanya memicing ke arah Axel. “Tidak, aku akan ada urusan sampai siang, setelah itu aku harus melihat kesiapan tim pengatur acara di aula. Dan mengecek kembali segala urusan yang berkaitan dengan ulang tahun tersebut.” Axel menjelaskan dengan tegas. “Aku akan menunggu di bawah, begitu juga Lily.” “Apa?” Mata Bree membesar. Ini di luar kebiasaan Axel. Bree berdeham, menghilangkan rasa dongkol yang tiba-tiba hadir.“Jangan takut, Lily akan berangkat dengan Meredith dan Mama, besok dia akan ke sana dulu.” Bree manggut-manggut. “Oke, tapi, biasanya kau tidak mau terlibat dengan urusan persiapan dan lain sebagainya,” balas Bree, sambil mendekat ke arah Axel. Dia membetulkan dasi Axel yang miring.Ekspresi gugup Axel terbaca oleh Bree. “Tahun ini berbeda dari yang tahun lain. Aku akan menghandle semuanya. Aku harap kamu mengerti. Kalau aku akan menggantikan Mama, jadi aku harus tahu segala sesuatunya tentang perusa
“Tim Apollo apakah ada orang di ruang pengendali siar?” tanya Apollo di radio komunikasi. Matanya tajam mengawaasi ruang itu. “Semua siaga, aku takut ini pengalihan.” “Negatif,” kata salah segorang timnya yang sudah memeriksa di ruang pengendali itu. “Aman?” Apollo mengkonfirmasi keadaan di sekitar. “Sebentar lagi peserta makan malam akan ke aula besar satu,” katanya lagi. “Aman!” tim itu menjawab. Sambil mengecek ruangan itu untuk yang ketiga kalinya. “Tim, pelan-pelan pindah ke aula satu,” perintah Apollo. “Tetap awasi Nyonya Margot, Lily dan Axel,” katanya lagi. Mata Apollo tetap ada di kendali siar, tampaknya ada yang janggal. “Aku akan mengawasi dari ruang kendali siar,” katanya lagi. ***Seperti kebiasaan dari tahun ke tahun, Billy Triton malam ini akan menghadiri pesta ulang tahun kantor. “Apa kau yakin dengan niatmu?” tanya istrinya. “Yakin. Aku bisa menyasar Axel. Dia harus mati malam ini,” tekadnya. “Kau tidak perlu mengingat kejadian beberapa tahun silam. Aku sudah
Bab 57 AIK “Bagaimana keadaan Lily, Dok?” sambar Axel, gemas sendiri melihat dokter yang terlihat cemas. “Pelurunya beruntung hanya terserempet di bagian perut samping. Meski agak dalam ...”“Bagaimana dengan bayinya?” celetuk Meredith, tak kalah khawatir. Dia maju ke depan ke samping dokter. “Tidak ada masalah, selama penanganan, Lily juga didampingi oleh ahli kandungan terbaik di rumah sakit ini. Saya hanya harap, Lily lekas membaik, saat ini dia sedang trauma. Jadi, belum sadar.” Semua yang menunggui Lily menghela napas lega, kecuali Bree yang seperti orang marah mendengar keterangan dari dokter. Kenapa tidak sekalian saja perempuan itu mati!? Batin Bree berkata. Mungkin dia akan berterima kasih kepada orang yang mencelakai Lily. “Sekarang bisa dijenguk?” tanya Nyonya Margot dengan cepat. “Aku ingin melihat dia. Dan mendengar keadaan calon cucuku,” ucapnya lagi dengan suara yang gemetar. “Silakan, sebentar lagi, Lily akan dipindah ke kamar perawatan biasa,” jelas si dokter i
“Aku tidak akan melakukan apa-apa di sana. Tidak akan gegabah,” ucap Axel sambil berjanji dengan sungguh-sungguh. Seolah Axel tahu ekspresi wajah Nyonya Margot khawatir. “Bagaimana kalau kau tahu siapa pelaku sesungguhnya?” tanya Nyonya Margot tegas dan juga lirih. “Aku akan menyerahkan kasus ini ke pihak terkait. Mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Walau ....” Pandangan Axel beralih ke Lily yang masih terbujur lemas. “Aku tidak akan bisa memaafkan siapa pun pelakunya.” “Sudah kuduga,” ada senyuman tipis di wajah Margot yang sudah mengerut. “Aku pergi dulu,” pamit Axel seraya membuka pintu ruang perawatan. “Pergilah,” jawab Margot sambil mengangguk, seperti memberi restu untuk Axel. Apollo menemani Axel, setelah seorang penjaga datang untuk mengawasi Lily selama dia di rumah sakit. ***Sesampainya di kantor polisi, Axel dan Apollo mendapati kalau si penembak itu sudah ada di sel. “Jadi, apa ada keterangan siapa yang menyuruhnya?” tanya Axel kepada polisi yang menangani kasu