Arka telah sampai ke rumah dari perjalanan pulang kantor yang cukup panjang karena melewati kemacetan akibat kecelakaan di jalan tol. Turun dari mobil, keningnya berkerut melihat mobil sang istri ada di depan teras.
“Mau pergi ke mana, Dyandra? Kenapa mobilnya tidak di garasi?” gumamnya meluncur begitu saja.“Mungkin mau pergi dengan teman-teman, Tuan?” sahut Pak Gito membawakan tas kerja Arka dan mengekor di belakang sang majikan.Arka mengangguk, tidak terlalu mendengar apa yang diucap sopirnya itu. Lebih fokus kepada siapa yang sedang ada dan duduk di ruang tamu. Membuat keningnya semakin mengernyit. Hati kian bergemuruh dan perasaan langsung mengatakan ada sesuatu yang salah.Sepuluh tahun menikah, bisa dihitung berapa kali Drupadi datang ke rumahnya. Sang kakak ipar yang sejak dulu tidak pernah akur dan diketahui tidak menyukai ibunya itu hampir tidak pernah datang kecuali ada sesuatu yang penting.Pak Gito meletakkan tas kerja mDyandra telah mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya kepada sang suami. Ia masih menggenggam erat jemari kakaknya. Mencari kekuatan dan perlindungan di sana karena saat ini merasa sangat lemah, juga ringkih. Ia berdiri berbarengan dengan Drupadi dan bersiap untuk pergi, melangkah menuju pintu keluar. “Selamat tinggal, Mas. Sepuluh tahun kita sangat indah dan maaf harus berakhir seperti ini. Mungkin memang kita tidak berjodoh.”“Dya ... Dya, jangan begitu, ayolah ... jangan pergi!” Arka berseru kencang dan ia ikut berdiri. Mengekor langkah istrinya dengan perasaan tidak karuan. Berharap ini hanya mimpi buruk, walau tahu dia sendiri yang menciptakan semuanya. “Sampaikan salamku pada Cersey. Katakan kepadanya mulai sekarang dia bisa bebas memilikimu tanpa perlu ditutup-tutupi lagi. Dan ... oh, ya, katakan pada Ibumu bahwa menantu yang ia benci ini tidak akan menginjakkan kakinya lagi di sini sampai kapan pun.”Arka menggeleng, “Tidak! Aku tida
Setelah menurunkan Drupadi di rumahnya, Dyandra tancap gas menuju apartemen Skylar. Seperti permintaan lelaki itu sebelumnya, di sanalah sang wanita akan tinggal untuk sementara waktu sambil menata hidup kembali. Memasuki ruangan, langkah pertama yang dituju adalah menuju kamar Hasya. Seorang baby sitter bernama Wuri telah ada di situ. “Malam, Bu Dyandra,” sapa perempuan berusia separuh baya tersebut.“Malam Bu Wuri. Hasya baik-baik saja?” balas Dyandra mendekati box bayi putrinya. “Baik, Bu. Ini baru saja selesai minum susu. Mau saya pindah sekarang ke kamar Ibu?” Dyandra berpikir sejenak. Malam ini hatinya sedang porak poranda akibat perpisahan dengan Arka. Tidak tahu apa dia sanggup berkali-kali bangun saat malam hari untuk memberi susu. “Ehm, untuk malam ini, biar Hasya tidur di sini dengan Bu Wuri saja. Saya agak kurang enak badan,” jawabnya. Mengecup satu kali kening bayi teramat cantik tersebut, lalu ia melangkah keluar kamar. Merebahkan diri di atas ranjang yang masih tera
Wajah Dyandra melongo ketika Skylar mengatakan akan memperkenalkannya pada Layla. “A-apa?”“Ada Layla di bawah, memaksa untuk menemuiku,” jelas sang lelaki. “Kamu … yang benar saja, Sky! Mana mungkin aku berkenalan dengan istrimu!” engah Dyandra menggelengkan kepala. “Aku kenal dengan pacarnya Layla. Tidak masalah. Sudahlah, tenang saja,” tandas sang lelaki tersenyum menenangkan. “I-iya, t-tapi aku merasa ti—”Ucapan Dyandra terhenti karena ada suara ketukan di pintu dan sebuah panggilan. “Sky! Buka pintunya!”Skylar berjalan ke arah pintu dan membuka sambil tersenyum. “Tumben mencariku sampai ke sini?”“Anak buahmu itu menjengkelkan sekali! Melarangku naik! Dia pikir dia siapa? Hanya seorang manajer! Kamu juga, kenapa dari tadi teleponmu mati? Tidak bisa dihubungi sampai aku jadi seperti orang kesetanan mencarimu ke sana dan kemari!” Layla mengomel tanpa henti sambil memasuki ruangan.Begitu selesai menatap Skylar sambil berjalan, langkahn
Arka memandangi wajah istrinya dengan tatapan menyeramkan. Ia menyeringai saat mengatakan tidak ada yang boleh memiliki Dyandra. “Keluar dari kantorku sekarang juga!” usir Dyandra merasa merinding. “Aku tidak mau bercerai denganmu, ‘Yank. Ayolah, maafkan aku! Aku khilaf! Tapi aku bersumpah akan memperbaiknya! Akan kuceraikan Cersey. Please? Ayolah …,” rajuk Arka memelas. Matanya sampai merah dan berkaca-kaca. “Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semua sudah terjadi dan kamu harus menanggung sendiri resikomu yang telah berselingkuh!” desis Dyandra menggeleng. “Tapi semua itu karena kamu tidak mau memuaskan aku di ranjang! Akhirnya aku tergoda oleh Cersey!”“Oh, jadi semua ini salahku? Kamu yang mendatangi dia tiap malam dan bercinta dengannya tanpa perasaan berdosa hingga menikahi dia di belakangku! Kenapa jadi aku yang salah?” sembur Dyandra menolak untuk menjadi pihak yang bertanggung jawab. “Iya … kita … kita sama-sama bersala
Dyandra bercerita kepada Skylar mengenai kegilaan suaminya di kantor. Kekasihnya itu menyarankan agar dia berhati-hati saat di jalan atau di mana pun karena menurut sang CEO tampan, tipe pria seperti Arka bisa menjelma menjadi psycho dalam masa seperti ini. “Lalu aku harus bagaimana?” keluh Dyandra mengurut pelipis yang nyeri karena terlalu banyak berpikir dan menahan rasa pedih di hati. “Ya, pokoknya berhati-hati. Apa aku perlu sewakan pengawal untukmu?” “Bodyguard?”“Ya,” kekeh Skylar, tetapi siap mencari sungguhan jika memang diinginkan. Dyandra tertawa getir, “Aku bukan artis, buat apa pakai pengawal. Menurutmu, apa yang akan Arka lakukan?”“Segalanya akan dia lakukan untuk mendapatkanmu. Di apartemenku seharusnya kamu aman. Dia tidak bisa naik ke lantai tempat tinggalmu.”“Sky ....” Dyandra mendadak terengah. “Bagaimana kalau Arka membuntuti aku?” tanya sang wanita dengan nada tegang. “Dia bisa tahu ka
Rasanya Cersey seperti disambar petir mendengar alasan Arka tidak bisa terangsang meski ia lakukan service oral seperti tadi. "Apa maksudmu, Mas? Kamu memikirkan Mbak Dyandra sampai tidak bisa bercinta denganku?"Arka mengendikkan bahu, "Aku malas membahasnya. Sudah, aku mau menenangkan diri sebentar.”“Tidak bisa! Aku butuh kejelasan. Kamu ini kenapa, sih? Mbak Dyandra minta cerai itu sesuatu yang bagus, ‘kan? Dengan begitu kita tidak perlu terus bersembunyi seperti ini,” desak Cersey.“Bagus untuk siapa? Untukmu atau untukku? Sudah dari awal aku bilang kalau aku tidak mau menceraikan Dyandra. Aku mencintainya, apa kamu tidak ingat?” Arka berkata dengan ketajaman yang menggores hati istri mudanya. Dada sang wanita sontak kembang kempis dan wajah memerah. Ini bukan yang ia kira akan terjadi. Dalam batin Cersey, jika Dyandra meminta cerai, maka itu adalah awal dia bisa menjadi the real Nyonya Arka Hasbyan. “Aku tidak mengerti, Mas. Apa a
Dyandra sedang bersiap untuk menjemput Hasya dan Wuri sang baby sitter ketika pintu ruang kerjanya diketuk dan Lelly masuk. “Ada tamu, Bu. Sekarang masih di lobby menunggu ijin untuk naik kemari.”“Siapa? Aku tidak ada janji dengan siapa pun,” heran Dyandra mengernyitkan kening. “Katanya bernama Bu Layla Amirah,” jawab Lelly.Seketika itu juga wajah Dyandra menjadi beku dengan mata terbelalak lebar. “Layla? Apa dia berambut cokelat tua panjang sebahu? Kulit putih, cantik, pakai kalung emas putih?”Lelly mengangguk. “Temannya Bu Dya, ya?”Mendadak udara terasa hilang dan Dyandra kesulitan bernapas. Belum lagi detak jantungnya yang semakin berdetak kencang. Berpikir keras, untuk apa istri Skylar mendatanginya?“Jadi, disuruh naik atau bagaimana, Bu?” ulang Lelly meminta kepastian. Kalau ditolak, nanti kesannya ia pengecut? Kalau diterima, terlalu takut untuk mendengar apa yang ingin disampaikan. Keputusan Dyandra akhirny
Arka bertemu dengan seorang lelaki. Keduanya berbicara serius. “Aku mendapat rekomendasi namamu dari anak buah di kantor. Aku yakin kamu bisa dipercaya? Benar?” Tersenyum datar, “Anda bisa percaya kepada saya. Ini bukan pekerjaan pertamaku, dan Anda bukan satu-satunya klien. Mulai dari pemerintahan, pejabat dan jajarannya, pengusaha, artis, bahkan sampai pemuka agama telah menyewa jasaku,” jawab lelaki berpenampilan tenang tersebut. “Namamu Don?” tanya Arka menatap lekat. “Don, Ali, Johan, Burhan, James, siapa pun terserah Anda. Apalah arti sebuah nama? Tapi, ya, mereka memanggilku Don. Asal kata Done, bahasa Inggris. Artinya sele—”“Selesai, ya, aku tahu. Ini berarti kamu selalu menyelesaikan pekerjaan dengan baik, dan bersih. Tidak akan kembali kepadaku, ya, ‘kan?” potong Arka memastikan sekali lagi. “Aku ingin sekali memata-matai istriku, tapi aku juga punya perusahaan untuk diurus.”Mendengkus kasar, “Klien dari luar negeri akan da
Seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran bersama satu orang anak perempuan berusia tiga tahun yang teramat cantik dan menggemaskan. Keduanya nampak asyik memandangi layar ponsel. Sang Bunda berucap, “Hari ini kita merayakan ulang tahunnya Ayah Arka. Kamu harus selalu mendoakan Ayah Arka, ya?” Mengatakan itu dengan mata berbinar, mengecup kening putrinya dengan khidmat. Ada satu desiran perih yang tak pernah bisa tertutup sempurna di dalam kalbu sang wanita. Ada satu cinta yang akan selalu ia kenang. Dari seseorang yang telah berkorban nyawa untuknya. Maka, ia akan memastikan nama sang almarhum suami selalu harum di mata putri mereka. Hasya yang baru menginjak usia tiga tahun hanya manggut-manggut mendengar permintaan ibunya. Ia menatap layar dan memandangi lelaki yang disebut sebagai ayahnya. “Ayah Arka, ya, Bunda?” ucapnya manis dan polos. “Iya, Ayah Arka. Setelah dari restoran ini, kita akan mengunjungi makamnya dan berdoa di sana
Dyandra datang ke rumah duka yang telah dipenuhi oleh keluarga besar Hasbyan serta kerabat lain. Rumah itu, tempatnya tinggal bersama Arka selama sepuluh tahun terakhir. Melangkah gontai, naik ke lantai dua, ke kamar mereka. Sekelebat ingatan muncul. Bahwa pada suatu waktu, ia melangkah dengan kegontaian yang sama di tangga ini setelah mendengar dengan telinganya sendiri bagaimana sang suami meniduri wanita lain. “Tuhan, kenapa sakit sekali?” tangisnya terisak ketika duduk di atas ranjang dan memandangi seluruh kamar tidur mereka. Foto pernikahan, foto liburan keliling dunia, bahkan foto saat mereka masih kuliah bersama terpampang rapi di sana. Arka tidak pernah mengenyahkan foto-foto ini, bahkan setelah surat curai ia layangkan satu bulan lalu. Hancur, Dyandra sangat hancur melihat semua kenangan diri yang tak akan terulang kembali. Perih yang tak terperi mengoyak setiap detik hingga air mata tak bisa berhenti mengalir. Mengambil pi
Pintu ruang operasi terbuka dengan lambat. Beberapa orang keluar dan memperlihatkan bukan wajah-wajah yang senang atau pun bahagia. Akan tetapi ….“Keluarga Pak Arka?” Mereka kembali bertanya, dan Dyandra melangkah gontai. Di belakangnya ada Moeryati yang juga berjalan teramat limbung hingga harus dipegangi oleh adiknya. “Arka ….” Dyandra tidak bisa meneruskan pertanyaan. Kalimat selanjutnya menyangkut di tenggorokan. Satu kata yang tidak bisa ia ucap. Tidak, tolonglah jangan seperti ini! Tidak atas namanya! Jerit Dyandra di dalam hati. Bagaimana ia bisa memaafkan dirinya sendiri kalau akhirnya ….“Maafkan kami, tapi … untuk sesaat beliau stabil. Selanjutnya, ada pembuluh darah lain yang mendadak pecah di otak dan ….”“Anakku!” jerit Moeryati menghentakkan kaki ke lantai berkali-kali. Ia mengguncang tubuh Aryati semakin lama semakin kecang. “Arkaaa!” Ambruk sudah Moeryati ke atas lantai sambil menangis, meraung, tersedu-sedu d
Batara terbelalak, begitu pula istrinya dan sang besan. Anak-anak mereka menjadi target pembunuhan? Kegilaan apa lagi ini di rumah tangga Dyandra dan Arka.“Di pinggir jalan tadi ada sebuah bengkel sepeda motor yang sudah tutup. Dia memiliki CCTV yang mengarah ke jalanan. Kami sudah memeriksanya dan apa yang terlihat makin menguatkan bukti bahwa ini bukanlah kecelakaan biasa,” tutur Sersan Andi. Dyandra masih termangu, ia mencoba mengingat apa yang terjadi. “Ban mobilku mendadak kempes. Pak Tri menepi. Tiba-tiba ada sepeda motor kencang menubruknya. Aku segera keluar untuk melihat kondisi Pak Tri. Kemudian … kemudian ….”Tak mampu meneruskan kalimat karena setelah itu terjadilah hal yang membuatnya sangat syok hingga kini. Kedua tangan gemetar saat mengingat detik demi detik nyawa hampir melayang. “Aku tidak tahu Arka dari mana … dia … dia … aku ditarik! Dia tertubruk mobil!” raung Dyandra memeluk ibunya dan menangis kencang. “Pak Arka
Terus menjerit, suara Dyandra mulai tertutup oleh sirine mobil ambulans dan polisi yang datang ke lokasi nahas tersebut. Orang ramai mengatakan tabrak lari kepada dua orang petugas hukum berseragam cokelat yang datang. Dari dalam ambulans, dua orang segera turun dan memeriksa keadaan Arka. “Kritis, cepat bawa ke rumah sakit,” ucap salah satu dari mereka dan berlari kembali ke dalam mobil untuk mengambil ranjang dorong. Pak Tri saat diperiksa oleh petugas ternyata sudah meninggal dunia. Leher sopir malang itu patah saat ditubruk sangat kencang oleh pengendara sepeda motor. Dengan dibantu oleh warga sekitar, ambulans berhasil membawa Arka masuk dan Dyandra duduk di kursi panjang, menatap nanar pada Arka yang sudah tidak sadarkan diri.“Halo, Dru?” isaknya menelepon sang kakak dan segera menjelaskan apa yang terjadi. “Tolong jemput Bu Wuri dan Hasya. Aku mau ke rumah sakit bersama Mas Arka!” pintanya sesenggukkan. Drupadi terengah, tidak
Dyandra spontan menuruni mobil saat melihat sopirnya tertubruk sepeda motor dengan kencang hingga terpental. Ia menjerit kencang sambil menghampiri. Sama sekali tidak tahu bahwa semua ini adalah rekayasa yang dibuat oleh Pondra dan Rani untuk menyingkirkan sang target. Baru saja beberapa detik di pinggir jalan raya, dua buah lampu terang menerjang. Sontak menoleh ke belakang, mata Dyandra terbelalak saat sebuah kendaraan menuju ke arahnya dengan snagat kencang. Tidak ada niat untuk mengerem, apalagi membanting setir agar tidak menubruknya. Dengan sangat jelas, mobil itu ingin menggempur tubuhnya. Semua terjadi dengan sangat cepat hingga rasa syok menguasai sang wanita. Membuat tubuhnya membeku tak dapat berbuat apa pun, termasuk menghindari bencana yang sebentar lagi terjadi. Seiring mendekatnya dua sinar bundar tersebut, Dyandra hanya bisa memejamkan mata dan menutup wajah. Ia pasrah jika memang ini akhir hidup yang tertulis untuknya.
Ditemani oleh kakaknya, Dyandra mendatangi rumah sakit tempat Albert Kiersten dilarikan setelah terkena serangan jantung di ruang kantornya. Mereka duduk di sebuah cafetaria yang terletak cukup terpencil, jauh dari keramaian. Skylar kemudian terlihat berjalan dengan gontai. Langsung duduk di sisi Dyandra dan keduanya bertatapan sendu. Tak mampu berkata apa pun kepada satu sama lain. “Bagaimana dengan Om Albert?” tanya Drupadi menghela napas. “Sedang dipersiapkan untuk operasi. Ayahku memang benar terkena serangan jantung,” jawab Skylar dengan masih menatap pada kekasih gelapnya. “Beliau akan selamat, ‘kan? Maksudku, ini bukan kasus berat atau yang … yah, kamu tahulah maksudku,” tanya Drupadi lagi memastikan. “Setiap operasi pemasangan ring jantung akan ada resikonya. Tapi, dokter terbaik telah menangani. Jika tidak ada masalah, ya, Papa akan baik-baik saja,” angguk Skylar. Drupadi menghela napas lega. “Baiklah, aku mau ke k
Cersey terengah hebat ketika ponselnya mendadak tidak lagi ada suara Arka, ternyata sang suami telah menghentikan pembicaraan mereka. Jemari wanita cantik itu bergetar hebat bersamaan dengan rasa mual yang meraji perutnya. “Talak tiga? Talak tiga katamu, Mas Arka? Talak tiga, hah?” desisnya makin lama makin menjerit. Air mata menuruni lereng pipi putih yang telah dibubuhi dengan perona berwarna merah. Pertama hanya tetes demi tetes, tetapi lama kelamaan menjadi linangan ombak di samudera luas. Sangat deras, dan bibirnya kian gemetar. “TIDAAK! TIDAAAK!” Membanting ponsel ke atas sofa teramat kencang. Menjerit histeris, menjambak rambutnya sendiri. Mengambil mangkok buah yang ada di atas meja. Lalu, ia lempar sepenuh tenaga ke atas lantai hingga pecah berserakkan. Belum puas, tangannya kembali merajah vas bunga, menggempurkan ke dinding berlapis wall paper berwarna emas. “AKU BENCI KAMU, DYANDRA! AKU BENCI KAMU!” jerit Cersey tak berhe
Degup jantung Cersey sudah tidak aman lagi. Mendengar kalimat dari Arka bahwa mereka tidak bisa bersama ke depannya bagai gulungan tsunami menghantam dari sekian sisi. Tidak hanya kanan dan kiri, tetapi juga depan, belakang, atas, dan bawah. Bernapas memburu, dada kembang kempis, mata memerah berair, dan sekeliling terasa begitu menekan hingga sulit bernapas. Tinggal di ruang ber-AC sepanjang hari, tetapi kenapa sekarang seolah ada di Gurun Sahara? Dengan matahari tepat berada di atas kepala, menyinari dengan terik. “Cersey, maafkan aku. Hanya saja, ini terpak—”“Karena Mbak Dyandra? Karena kamu mau kembali kepadanya. Iya, ‘kan?” bentak Cersey memotong pembicaraan sang suami. Sebenarnya, ia sudah pernah menduga hal ini akan terjadi. Semenjak Dyandra mengajukan surat cerai, Arka seperti orang gila tak tentu arah. Antara obsesi atau cinta kepada istri pertamanya itu tidak jelas.Satu hal yang jelas adalah, ia tidak lagi mendatangi Cersey