"Oh, kirain ke pasar soalnya Bibi bilangnya Mbak Nur ke pasar.""Tidak, Non. Memangnya mencari saya buat apa Non.""Emm, cuma mau minta juz alpukat saja sih, lagi pengen saja, Mbak." Bohong Naya agar tidak ketahuan. "Oh, mau dibikinin sekarang saja juznya, Non?"Naya mengangguk, "mau banget. Sekalian bikinin buat mereka Mbak.""Siap, Non."Naya hanya tak habis pikir kok bisa Bibi Daryi begitu, mau bagaimana pun juga Naya sadar jika ia hanya istri bayaran. Dia juga sadar akan hal itu tak perlu menunjukkan kemesraan mereka. "Non sudah siap. Mau aku yang antar.""Biar aku saja deh Mbak.""Yakin, Non.""Yakin sudah sini. Hanya lima gelas saja kan.""Hati-hati, Non.""Iya, Mbak."Lima gelas juz alpukat telah siap Naya kembali berjalan mendekati Mamanya, Papa, Tante Ana dan Gilang. Naya tahu juz alpukat adalah kesukaan Gilang dari dulu. "Juz alpukat datang, ayo diminum Tante.""Makasih, Naya.""Sama-sama, Tante.""Wah, masih ingat saja kesukaanku." Gilang meraih satu gelas juz alpukat.
Kembali lagi, Raja menyirami benih agar kandungan Naya tetap kuat hingga melahirkan nanti. Mungkin karena hormon kehamilannya, kali ini membuat Raja kewalahan. Permainan yang tak pernah ia sangka-sangka, Naya bahkan tak ingin merusak suasana keindahan yang ia ciptakan untuk Raja, akan Naya bawa Raja di sisa waktu menuju ke syurga dunia, dan memenangkannya di atas ranjang. Raja merobohkan diri di samping Naya setelah dahaganya terpenuhi. "Trima kasih, Sayang." Ia mencium kening Naya. Setelahnya Naya miring memunggunginya lalu memejam. Mungkin saja itu hanya sekadar pemuasan kebutuhannya belaka. "Nay ...." Tubuh Naya menegang saat tiba-tiba suara Raja terdengar di belakangnya. Pelan-pelan Naya membalikkan badan. Raja tampak tersenyum, raut wajahnya terlihat bimbang saat menatap Naya"Ya kenapa, Tuan?""Apa dia bergerak lagi?" tanyanya seraya mengusap perut yang masih tak tertutupi sehelai benang pun, tubuh kami hanya berbalut selimut. "Iya.""Biarkan seperti ini, aku ingin melihat
Napas Raja teratur ia kaget melihat Naya masih tertidur pulas. Percintaan kedua mereka memang begitu dahsyat, Raja tersadar saat ia jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang. Tiba-tiba Raja jadi rajin ibadah saat bertemu lagi dengan Naya. Raja bangkit mandi besar selesai ia menunaikan Salat Dzuhur, Raja tersenyum menatap istrinya yang masih tertidur."Nay, hei sudah Dzuhur bangunlah." Bisik Raja di telinga Naya. Raja mengecup lembut keningnya. Berlanjut pada kedua kelopak mata yang masih tertutup rapat. Hidung bangirnya pun tak luput dari sapuan bibir Raja. Saat hendak mencium bibir merah mudanya, istrinya itu terbangun. "Emmm." Naya membuka mata malas. "Nay ayo bangun Solat dulu.""Aku malas, Mas," ucapnya manja membuat Raja tertawa karena sikap manja Naya kini terlihat."Tapi ini waktunya Solat Nona Naya.""Sakit semua badanku, Mas apalagi waktunya Salat Dzuhur juga masih lama kok ....""Maaf untuk itu, ayo air hangatnya sudah aku siapkan."Naya berdecak lirik. Raja tak tahu sa
"Akan aku beri kau uang, asal kau mau menikah dengan suamiku." Jelasnya membuat kedua netra Naya melotot kaget. "Apa? mana ada seorang istri meminta wanita lain untuk dijadikan istri Hana jangan ngada-ngada deh." Hani terdiam dan Naya tak percaya dengan apa yang di ucapakan sahabatnya itu. "Naya please." "Kamu gila Han. Sudahlah aku kerja lagi saja." Naya menyunggingkan senyum, tangannya menarik tas dari atas meja lalu meninggalkan wanita yang aneh menurut Naya. "Naya Maharani, kumohon. Apa menurutmu, persahabatan kita ini persahabatan biasa? Tidak kan, bahkan aku sangat menyayangimu." Naya tersenyum miring dan berbalik kembali duduk. Mungkin saja langit akan tertawa mendengar ucapan Hani saat itu. "Salah sudah pasti ini salah. Karena tak seharusnya kamu menyimpan nama lain untuk suamimu, dan itu adalah namamu sendiri bukan nama orang lain, Han." "Nay, kumohon. Setidaknya biarkan aku bahagia." Naya mendapati Hani begitu tertekan, Naya melihat dan merasakan kepahitan dala
"Naya, Deren butuh dioperasi secepatnya, sudahlah kasihan dia."Naya pasrah keluar melihat adiknya. Mesin ventilator memompa oksigen, menggantikan fungsi pernapasan yang terhenti, karena pengaruh penyakitnya telah membuatnya tidak sadar dan lumpuh seluruh otot pernapasan. Suara dari layar monitor meramaikan suasana yang cukup tegang. Deren baru berhenti kejangnya setelah ditangani oleh Dokter Angga.Sepuluh menit kemudian, Naya hanya duduk di depan ruang operasi. "Ya Allah, berikan aku kekuatan!"Naya melangkah cepat ke depan kamar operasi. Melihat meja resusitasi sudah dihangatkan dengan lampu yang menyala terang di atasnya. Meja itu ditutupi dua lembar kain berbahan. Cemas dan tegang saat melihat wajah Daren benar-benar nyata terlihat. Kemudian Naya keluar karena operasi akan; segera dimulai. "Naya."Tangis yang bisa Naya redam, nyatanya tak mampu ia tahan. Naya tersedu, mengeluarkan sakit yang teramat pedih di dalam dada. Dan memeluk tubuh wanita yang selama ini ada untuknya, Ha
"Nikmati harimu. Aku ada di sini. Kau bisa memanggilku kapan saja kau membutuhkanku. Nay. Terima kasih banyak.""Ya.""Aku tinggal dulu ya. Ingat ini malam pertamamu aku harap kamu bisa melakukannya."Naya terdiam."Suamiku sangat manis, Naya.""Terserah.""Jangan lupa. Aku pergi dulu."Naya sudah pernah merasakan sakit hati. Berhubungan dengan seseorang Galih yang ia pikir akan menikahinya, Ah rasanya semua itu hanya mimpi, tapi berbeda kini Naya malah terjebak di pernikahan konyol itu. Di tepi ranjang Naya menatap ke arah sekitar, kamar paling mewah yang pernah ia lihat. Dengan tirai halus dan mengkilat, sofa empuk dan meja kokoh dengan ukiran dari kayu jati yang terkesan begitu elegan, dan sebuah ranjang besar berukuran king size berpelitur mengagumkan dengan warna keemasan. Juga cermin rias yang begitu wah, lemari semua berbahan dari kayu jati. Naya duduk ditepi ranjang mengamati setiap ruangan yang begitu menakjubkan. Memang sangatlah berbeda antara dirinya dan Han bagaikan lan
Semua yang berada di dalam terlihat kebingungan, terdiam masih menatapa Naya. Raja bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Naya, Raja menatap Naya tanpa kedip, demi mengalihkan debaran hati karena tatapannya Naya menunduk. "Kau Naya?"Naya mengangguk dan menyodorkan file titipan dari Mama mertuanya. "File Anda ketinggalan. Mama menyuruhku mengantarkan." Jelasnya singkat. Raja mengambilnya dan Naya tak suka dengan tatapannya. Sekejap kemudian Naya teringat akan tujuannya kemari dan harus segera berangkat bekerja."Saya permisi, Tuan.""Terima kasih."Naya mengangguk. "Sama-sama, Tuan."Raja terus menatap Naya sampai tubuhnya menghilang dari pandangannya. Raja tersadar lalu berbalik berjalan dan memulai meeting. ***Sampai di Rumah Sakit buru-buru Naya sedikit berlari menuju tempatnya bekerja. "Maaf telat ya." Naya duduk seraya melepaskannya tas dan menaruhnya di atas meja. "Lima menit."Naya tersenyum. "Bagaimana keadaan, Daren?""Alhamdulillah sudah membaik, hari ini pulan
Seminggu sejak kejadian memalukan itu, Naya siap-siap mau berangkat kerja malam. Hari ini Naya bekerja di jam malam. Bersiap dengan memakai jaket dan mengambil tas juga flatshoes. Naya membuka pintu tinggi dan kokoh itu berjalan dengan pelan menuruni tangga. Terlihat mereka sedang berkumpul dan sedang mengobrol, mungkin saja soal perusahaannya. Tidak seperti Naya harus kedinginan menyongsong pergantian malam gelap bersama rintik-rintik gerimis, bersama udara malam menelisik kulit. "Nay." Naya tersenyum dan berhenti dan menatap dua lelaki beda usia itu. "Mau kemana?" tanya Papa Danuarta menatapnya curiga."Emm, saya masuk malam. Pa."Sekilas Naya menatap suaminya yang tak menghiraukan Naya, ia melihat ke arah lain. "Oh, masuk malam."Naya hanya mengangguk. "Kalau begitu diantar sama, Pak Edi saja."Naya menggeleng, "tidak, Pa. Biar saya naik motor saja. Permisi.""Ini sudah malam, Nay. Ngak bagus naik motor sendiri. Biar Raja yang antar."Raja menegakkan wajah. Bukan membalas perk