Home / Pernikahan / Rahim Kedua / Selimut Baru

Share

Selimut Baru

Author: Rita Aria
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Aku tidak tahu kenapa aku bisa sampai terjebak di sini. Dan bersama dengan laki-laki seperti dia.” Aliya menoleh ke arah Sean yang menatap hujan yang hampir reda. Masih sama seperti sebelum-sebelumnya. Sean tampak santai dengan hidupnya dan seperti tak memiliki beban apa-apa. Seolah apapun masalah yang terjadi masih ada alasan untuk dia tetap tersenyum.

“Kamu… apa kamu tidak berniat punya pacar? Wajahmu tidak jelek, dan kamu dari keluarga kaya. Apa tidak ada wanita yang menyukaimu?” tanya Aliya tiba-tiba. Pertanyaan acak baru saja terlontar dengan begitu ringan dari bibirnya.

Sean menoleh dan tertawa mendengar pertanyaan aneh itu. Sangat aneh, karena itu terucap dari mulut Aliya saat ini.

“Yang menyukaiku tentu saja ada. Aku tidak mau sombong tapi memang benar-benar ada lebih dari satu. Mungkin tiga atau empat tapi semuanya tidak menarik perhatianku,” jawab Sean, dia tersenyum pahit sembari menekuri sepatu kets putihnya.

Mendengar hal itu membuat Aliya tampak shock dan menutup mulut
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Rahim Kedua   Ingatan Buruk Ruby

    Aliya mengepalkan kedua tangannya menahan amarah yang bergejolak dalam hatinya. Padahal dia sudah berusaha keras untuk membiarkan mereka berdua. Namun ia merasa sangat kecewa karena mereka melakukannya di dalam kamarnya. Padahal sudah jelas Ruby memiliki kamar sendiri di rumah ini, dengan tidak tahu malunya mereka seakan mengoloknya seperti ini.Tanpa mengatakan apa-apa, Aliya kemudian meninggalkan kamarnya tanpa suara. Dia memutuskan untuk membiarkannya kali ini. Meski tak bisa dipungkiri dia begitu terluka karena tingkah laku mereka saat ini.Ketika pintu tertutup pelan, Ruby sempat menyadari Aliya yang baru saja keluar dari kamar itu. Dia menatap Reza yang masih tidur terlelap. Kemudian memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu jika Aliya pulang malam itu.***Aliya terjaga sepanjang malam hingga pagi datang. Dia yang awalnya berniat untuk langsung tidur semalam mendadak rasa mabuknya hilang dan berganti kekesalan yang tak bisa ia lampiaskan. Beberapa botol bir kosong sudah memenuhi

  • Rahim Kedua   Lebih Dari Teman

    TOK! TOK!“Ruby? Apa kamu di dalam?” tanya Reza yang mendengar suara kucuran di dalam kamar mandi luar. Dia berpikir jika itu adalah Ruby, karena Aliya jelas masuk ke dalam kamarnya.Ruby bergegas mematikan keran airnya dan mengusap mulutnya yang basah. Dia berusaha untuk tidak memperlihatkan kekhawatirannya agar Reza tak curiga. Yang perlu dia lakukan saat ini adalah tetap berpikir posisif. Belum tentu dia benar-benar hamil anak Satria. Ruby berpikir bisa jadi dia hanya masuk angin biasa.“Iya Za! Tunggu sebentar,” sahut Ruby dari dalam. Setelah ia mempersiapkan diri dia membuka pintu dan bersikap normal seperti biasa.“Ada apa?” tanya Ruby setelah ia keluar dan berhadapan dengan Ruby di depan pintu kamat mandi.“Tidak apa-apa. Apa kamu sakit?” tanya Reza cemas.“Tidak, aku hanya lapar saja,” kekeh wanita itu.“Kalau begitu mandilah biar aku yang siapkan sarapan.”Mendengar hal itu membuat ekspresi Ruby tiba-tiba melongo. Dia tak pernah membayangkan ada seseorang yang mau menyiapkan

  • Rahim Kedua   Waktu Untuk Sendiri

    “Apa maksudmu? Dia hanya rekan kerja,” tukas Aliya.“Hmm, jadi begitu cara memperlakukan rekan kerja.” Vanya manggut-manggut, namun tak ada keinginannya untuk mempercayai ucapan Aliya saat ini.“Bagaimana kalau seandainya laki-laki itu menyukaimu?” tanya Vanya iseng. Dia hanya ingin tahu reaksi dari temannya itu.“Apa kamu sudah gila?! Bisa-bisanya kamu berpikir hal sekonyol itu. Pergilah, aku mau tidur.” Aliya langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut Vanya.“Ya sudahlah. Aku juga mau ke kantor. Jangan lupa belikan AC baru untukku.” Vanya berdiri hendak meninggalkan temannya itu sendiri di kamarnya.“Hmm,” sahut Aliya singkat.“Jangan coba-coba membawa masuk Sean ke dalam kamarku ya!”“Pergilah, dasar gila!” Aliya melempar bantal yang dipakainya mengusir pemilik kamar yang dipakainya saat ini.***Ruby kembali ke meja makan setelah tak menemukan Aliya ada di dalam kamarnya.“Aliya tidak ada di kamarnya Za,” ucap wanita itu yang kembali menghampi

  • Rahim Kedua   Krisis Ruby

    “Tidak. Maaf, aku sedikit tidak fokus tadi,” sahut Reza cepat. Dia mengembalikan remotenya ke dalam laci mejanya dan menyusul Ruby duduk di sofa ruangannya.“Apa yang kamu masak hari ini?” tanya Reza tak sabar. Dia akui sejak Ruby mengurus segala keperluannya termasuk makan siangnya, Reza menjadi lebih teratur pola makannya dan dia juga tak mudah sakit dan kelelahan seperti biasanya. Memiliki istri yang berada di rumah ternyata ada bagusnya juga.“Aku membuat nasi goreng seafood dan beberapa buah.” Ruby membuka satu persatu kotak makan yang dibawanya, dan menyiapkannya untuk Reza.“Ini makanlah.”Reza mengambil makanan yang diberikan oleh Ruby dan bersiap untuk menyantapnya. Namun ia urung ketika melihat Ruby hanya diam saja.“Kenapa kamu tidak makan?” tanya laki-laki itu. Dia meletakkan kembali makanannya di atas meja.“Ada sesuatu yang mau aku bicarakan padamu Za.” Ruby menunduk mengatakannya. Seolah dia sudah melakukan sebuah kesalahan yang sulit untuk dimaafkan.“Mengatakan apa?”

  • Rahim Kedua   Kembali Pulang

    Vanya bergegas menghampiri Aliya yang saat ini sedang beristirahat.“Aliya, Aliya!” panggil wanita tersebut.“Ada apa? Apa yang membuatmu berlari seperti itu?” tanya Aliya yang tak begitu penasaran.“Apa kamu sudah tahu soal itu?”Alis Aliya menukik mendengar kalimat tidak jelas yang dikatakan oleh Vanya saat ini. “Soal apa?” tanyanya tak mengerti.“Soal istri kedua yang hamil,” bisik Vanya sembari melihat keadaan sekitarnya yang kosong.Aliya tertegun mendengarnya. Secepat itukah? Pikir wanita tersebut. Namun ia langsung berubah pikiran ketika teringat dengan janji Reza sebelumnya. Aliya berpikir jika semua situasi rumit ini akan segera berakhir jika Ruby sudah melahirkan anaknya nanti. Meski ada sedikit rasa ragu dalam hati Aliya saat ini. Apalagi sikap Reza sepertinya sudah banyak berubah terhadap Ruby.“Lalu?” tanya Aliya. Dia berusaha untuk tampak sebiasa mungkin agar tidak terlihat menyedihkan di depan Vanya saat ini.Vanya menatap Aliya tak percaya. Mustahil temannya itu tak me

  • Rahim Kedua   Dua Poros

    Malam ini Reza tidur di kamar Ruby seperti biasa. Dan hal itu membuat Ruby bertanya-tanya, mengapa ia tak memilih untuk tidur di kamar Aliya? Bukankah seharusnya Reza merindukan istri pertamanya tersebut?Ruby menatap Reza yang sudah memejamkan mata di sebelahnya. Rasanya sulit untuk dipercaya, apa dirinya sudah merebut Reza dari Aliya saat ini? Ruby ingin berbesar kepala, namun dia tak bisa. Ada rasa tak nyaman mengganjal di hatinya melihat perubahan ini. Meskipun begitu, akhirnya dia memutuskan untuk tidur saja.Sementara itu Aliya sedang berbaring di tempat tidurnya sembari menatap pintu. Pintu yang ia harap akan segera terbuka, dan Reza masuk untuk memeluknya. Rasa cemas itu datang kembali… Aliya takut jika Reza sudah benar-benar berubah. Dia takut jika Reza akan jatuh cinta pada Ruby dan tak bisa meninggalkan wanita itu nanti.Apakah rasa cemasnya ini berlebihan? Aliya sudah mencoba untuk menahan keegoisannya. Dia memahami situasi rumit yang ia ciptakan ini. Tapi, kenapa kini sem

  • Rahim Kedua   Kenangan Lama

    Setelah cukup lama berkendara, mobil Aliya akhirnya memasuki sebuah pekarangan luas dengan pemandangan hijau yang cukup rimbun. Bangunan yang berada di tengah pekarangan itu perlahan membangkitkan kembali kenangan lama Ruby.“Panti Asuhan?” tanya Ruby ketika Ruby mematikan mesin mobilnya dan membuka sabuk pengaman miliknya.“Hmm, kenapa? Apa kamu terlalu malu untuk kembali ke sini?”“Tidak.” Ruby membuang wajahnya. Ruby memang sudah sangat lama tidak kembali ke tempat asalnya tersebut. Tepatnya semenjak ia terjebak ke dalam pekerjaan hinanya. Ia terlalu malu dan merasa tidak pantas untuk pergi ke sana dengan membawa tubuh dan uangnya yang kotor.“Tidak turun?” Aliya mengejutkan lamunan Ruby. Wanita itu ternyata sudah lebih dulu keluar sementara Ruby masih mematung di dalam mobil. Mau tak mau dia pun ikut turun meski langkah kakinya terasa begitu berat.Aliya dan Ruby memasuki panti asuhan yang sudah menampung mereka ketika keduanya dibuang dulu. Aliya dan Ruby sama-sama datang dalam k

  • Rahim Kedua   Awal Bencana

    Di tengah malam.“Ruby, apa kamu tidur?” bisik Aliya sembari menggoyangkan bahu Ruby pelan.“Hmm, sedikit,” jawab gadis itu pelan.“Kita harus pergi sekarang. Sepertinya semua sudah tidur,” lanjut Aliya lagi. Sementara Ruby menoleh menatap jam dinding kamar mereka. Saat ini waktu menunjukkan hampir jam dua pagi. Dan rasanya keadaan di luar cukup mencekam karena mereka berada jauh di pelosok desa.“Apa tidak apa-apa kita pergi sekarang? Aku—sedikit takut.” Lagi-lagi Ruby merasakan adanya perasaan buruk yang akan mennimpanya dengan Aliya, jika mereka tetap keluar di pagi buta seperti ini.“Apa yang kamu takutkan? Hantu?”“Salah satunya iya. Bisakah kita pergi baik-baik saja?” Untuk kesekian kalinya Ruby mencoba membujuk Aliya agar berpamitan dengan orang-orang panti dan pergi jika hari sudah terang. Namun karena sifat Aliya yang keras kepala dan ambisius, membuat gadis itu tak bisa dengan mudah tergoyahkan hanya karena rasa khawatir sahabatnya itu.“Kalau begitu aku akan pergi sendiri.”

Latest chapter

  • Rahim Kedua   Satu Malan Yang Hangat

    Esok harinya, Sean baru saja sampai di kota K tempat kerja barunya selama satu tahun ke depan. Dia menatap pintu masuk studio yang tak begitu besar, namun tak juga terbilang kecil. Setelah menarik napas panjang, lelaki itu mendorong pintu berfilter hitam itu dan masuk untuk menyapa penyiar yang akan bekerja dengannya hari ini.Sean masuk dan melihat studio radio yang menyala. Seorang wanita duduk di sana dan sedang membicarakan sesuatu dengan salah satu staff. Rasanya tak percaya, Sean membeku di tempatnya dan menatap lama Aliya yang belum menyadari kehadiran Sean di sana. Aliya sendiri tidak tahu jika Sean lah yang akan menjadi kameramennya selama di sana.Aliya tanpa sengaja menatap ke depan dan melihat Sean yang masih berdiri di tempatnya. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangannya, membuat jantung Sean tiba-tiba berdesir. Dia salah tingkah hingga tak membalas sapaan dari Aliya.“Takdir macam apa ini?” gumam Sean seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Entah har

  • Rahim Kedua   Sean Pergi

    “Baiklah, aku akan mencarikan rumah sakit lain. Bagaimanapun juga kenyamanmu lebih penting dari apapun saat ini.” Untungnya jawaban dari Reza membuat Ruby bernapas lega. Dia sudah berpikir jika Reza akan berpikir yang tidak-tidak padanya. Yang terpenting dia bisa terbebas dari Satria untuk sementara waktu.Sesampainya di rumah Reza tak mendapati Aliya berada di rumah. Dia tak mengerti kenapa istrinya itu begitu sibuk dan semakin sulit untuk ditemui. Dan hal itu membuatnya sedikit kesal pada Aliya.“Ada apa?” tanya Ruby ketika dia melihat Reza yang terlihat gusar ketika baru sampai di rumah.“Aliya tidak ada di rumah. Dan dia sering begini sekarang. Pergi tanpa bilang, dan sekarang tidak jelas dia ada di mana.”“Mungkin masalah pekerjaan. Bukankah Aliya memang selalu sibuk?”“Tidak. Dia jadi semakin parah akhir-akhir ini.”Melihat Ruby yang tampak ikut cemas, membuat Reza tak tega. Sepertinya sudah cukup bagi Ruby dengan masalah kehamilannya. Reza tak ingin menambah beban wanita itu de

  • Rahim Kedua   Kecurigaan Reza

    “Aku akan cepat kembali.” Setelah mengatakan itu, Ruby bergegas meninggalkan Reza yang masih membeku di tempatnya berdiri. Dia sangat penasaran dan ingin tahu apa yang sebenarnya dipikirkan oleh istri keduanya itu saat ini. Namun, ia kemudian langsung membuang jauh-jauh pikiran tak pentingnya tersebut. Lagipula, tak ada alasan juga untuk ia curiga terhadap Ruby.Sementara itu, Ruby mulai mencari sosok yang ia pikir sebagai Satria sebelumnya. Dia yakin jika laki-laki itu mengarah tangga menuju loby. Tanpa memedulikan hal lain, Ruby pun menuruni tangga yang menuju ke loby di lantai bawah tersebut.Dan benar saja, ketika ia baru menuruni beberapa anak tangga, dia melihat Satria yang berdiri bersandar pada tembok di dekat tangga yang dituruninya. Laki-laki itu menoleh saat ia menyadari kehadiran Ruby yang memang sudah ditunggunya sejak tadi. Dia tersenyum miring, seolah tahu apa maksud Ruby mengejarnya saat ini.“Ternyata benar kamu Satria. Apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa kamu terus

  • Rahim Kedua   Ruby Masih Dengan Krisisnya

    “Jangan bertindak bodoh!” teriak Sean sembari membuka pintu atap gedung kantornya.Aliya yang sedang berdiri di atap tersebut menoleh ketika ia mendengar teriakan Sean. “Apa kamu bilang?” tanyanya sedikit bingung.Dengan langkah lebar-lebar, Sean berjalan menghampiri Aliya dan meraih tangan wanita itu. Membuat wajah Alia menjadi terlihat semakin bingung.“Kamu tidak sendirian. Masih ada aku di sini,” kata Sean kembali tanpa ragu. Dia tak peduli dengan apa kata Alia nanti. Yang Sean inginkan hanyalah Alia tidak bertindak bodoh dengan cara mengakhiri hidupnya seperti ini.Alia terdiam untuk beberapa saat. Dia tidak tahu bagaimana harus bereaksi, karena sikap Sean saat ini sangatlah aneh.“Emm, baiklah aku tersanjung,” sahut wanita itu pada akhirnya. Membuat situasi mendadak menjadi canggung. Apalagi ketika Sean menyadari kesalahpahamannya.“Huh?”“Huh?”Melihat reaksi Alia yang kebingungan, dengan cepat Sean melepaskan tangan wanita itu. Dia lalu memalingkan wajahnya yang memerah karena

  • Rahim Kedua   Sebagai Tempat Keluh Kesahmu

    Hari minggu pagi.Aliya bangun dari tidurnya dan melihat selimut dan bantal yang berada di sisinya sudah rapi. Dia tak menemukan Reza berada di sebelahnya lagi. Entah sudah kesekian kalinya Reza melakukan hal ini padanya.Padahal semalam Aliya memastikan jika suaminya itu berada di dalam kamarnya. Namun sepertinya hal itu bahkan tak berlangsung sampai pagi datang. Reza sudah pergi ke kamar Ruby ketika Aliya sudah lelap dalam tidurnya.Dengan malas Aliya bangkit dari tempat tidurnya untuk menyiapkan sarapan untuk Reza. Setidaknya dia tak boleh membiarkan Ruby merebut rutinitasnya selama ia menjadi istri Reza selama ini. Namun ketika dia sampai di dapur, dia sudah melihat Ruby telah selesai melakukan semua hal yang biasa ia lakukan.“Eh, Alia. Aku sudah selesai menyiapkan sarapan. Kamu mau makan bersama? Reza sebentar lagi turun,” ucap wanita itu tanpa merasa bersalah sama sekali.“Tidak. Aku ada urusan pekerjaan,” jawab Aliya singkat.“Kenapa?”“Tidak apa-apa.” Aliya lantas kembali ma

  • Rahim Kedua   Mencari Solusi Lain

    “Haruskah kamu berkata seperti itu? Sekarang? Di depan Ruby?” Wajah Aliya tampak serius saat ini. Sepertinya dia lebih sensitif dari Ruby yang sedang hamil.“Aliya, aku tidak bermaksud begitu…”“Alah, kamu memang sengaja mau mempermalukan aku kan di depan Ruby?” Aliya yang merasa malu lantas keluar dari ruangan Reza saat itu juga. Dia mengabaikan beberapa karyawan yang dengan sopan menyapanya, membuat orang-orang itu semakin berbicara buruk di belakangnya.“Pantas saja pak Reza menikah lagi, ternyata sifat istri pertamanya memang buruk.” Samar terdengar ucapan seperti itu di belakangnya. Jika saja Aliya tak sedang merasa buruk hari ini, dia akan membuat para karyawan itu bungkam saat itu juga.“Menyebalkan!” Aliya memukul setir mobilnya setelah ia berhasil keluar dari kantor Reza. Dia lantas meninggalkan perusahaan itu dengan emosi yang ia tahan. Sampai sekarang dia tak habis pikir, mengapa Reza berkata seperti itu di hadapan Ruby.“Apa hanya Ruby istrinya? Apa hanya dia yang boleh ke

  • Rahim Kedua   Perlakuan Yang Berbeda

    “Aku tidak bermaksud melakukannya,” sahut Aliya.“Kamu hanya ingin menyelamatkan hidupmu sendiri,” lanjut Ruby lagi. Jika ia mengingat saat itu, sungguh membuat hatinya kembali terluka. Padahal dulu ia sangat mempercayai Aliya lebih dari apapun. Namun wanita itu benar-benar tak datang untuknya. Bahkan rasa sakit Ruby semakin besar ketika ia melihat Aliya berada di layar televisi. Wanita itu berhasil sukses dengan mengorbakan sahabatnya sendiri.“Lalu apa lagi yang kamu inginkan? Aku membuat hidupmu lebih baik saat ini. Apa lagi yang kurang?”“Jadi menurutmu ini sudah cukup Al? Baiklah, anggap saja begitu.” Ruby berlalu meninggalkan Aliya. Dia tak ada niat untuk mengenang masa persahabatan mereka di sana. Baginya Aliya melakukan hal untuk menunjukkan padanya jika ia tak melupakannya.Ruby berjalan keluar untuk kembali ke mobil. Tak ada kenangan yang ingin ia ingat di sana. Ruby yang dulu bukanlah dirinya yang sekarang. Tempat itu dipenuhi dengan kenangannya dengan Aliya dulu. Dan itu m

  • Rahim Kedua   Jalan Buntu

    “Tentu saja, aku selalu percaya padamu.” Ruby berdiri dan meraih kedua tangan Aliya. Berharap lebih pada sahabatnya yang telah lama dikenalnya itu.Aliya memperhatikan sekitar kamar itu. Dan jendela di sebelah kanannya sepertinya langsung mengarah ke halaman yang dekat dengan pintu mereka masuk tadi.“Kamu bertahanlah di sini, dan aku akan pergi lewat jendela untuk memanggil polisi atau bantuan siapapun.”Ruby diam untuk beberapa saat. Berada di tempat itu bersama dengan Aliya saja sudah terasa mengerikan, bagaimana bisa ia bertahan seorang diri?“Tapi Al… aku takut,” lirih Ruby. Dia semakin erat mengenggam kedua tangan Aliya.“Aku akan berlari secepatya. Kamu tahu kan? Aku ini jaura satu lomva lari marathon selama sekolah. Jadi aku akan segera menyelamatkanmu. Atau kalau tidak, kamu saja yang pergi. Panggil siapa saja untuk bantuan?”Ruby tampak ragu-ragu. Dia terlalu penakut untuk melakukan semua itu. Dan ia pun tahu sendiri jika Aliya orang yang sangat berani dan kuat. Dan mungkin

  • Rahim Kedua   Kepercayaan Yang Ternoda

    “Duduklah,” ucap Dani. Dia memberikan jalan untuk Aliya dan juga Ruby untuk duduk dan menunggu proses perekrutan.“Ini surat lamaran kami. Sudah ada berkas-berkasnya di dalam.” Aliya memberikan dua amplop cokelat berisi lamaran kerjanya dan juga Ruby pada Dani.“Oh iya.” Dani membukanya sekilas lalu menumpukknya bersama kertas-kertas lamaran lainnya.“Jadi pekerjaan macam apa yang akan kami berdua dapatkan?” tanya Aliya penasaran. Keduanya sama-sama masih polos dan tak tahu jika laki-laki yang ada di depannya adalah penipu yang sudah banyak menipu gadis-gadis yang baru lulus sekolah, dengan kedok penyalur kerja.“Ada berita bagus. Karena perusahaan ini sedang mencari karyawan baru yang mau cepat bekerja, jadi aku akan mengantar kalian langsung ke sana.”Senyum Aliya merekah mendengarnya. Dia berpikir jika inilah keberuntungan mereka saat ini.“Mari ikut denganku ke mobil.” Dani mengambil kunci mobilnya dan berjalan keluar. Aliya dengan perasaan yang baik bangkit dari duduknya untuk me

DMCA.com Protection Status