Sahara sudah berencana bahwa dia tidak akan pernah keluar dari kamar selama Keith dan istrinya masih ada di rumah itu.Dia tidak sudi melihat keduanya memadu kasih di segala tempat, bukannya cemburu, Sahara hanya merasa malu atas kehadirannya yang tidak pada tempatnya.“Tuan Keith dan nyonya Kayla sudah pergi, apakah Nyonya masih tidak mau keluar?” Suara Naina terdengar setelah dua kali ketukan.Sahara melihat waktu, di luar masih cerah. Pemberitahuan dari gadis itu membuat Sahara mau tidak mau bangkit dari tempat duduknya dan berjalan membuka pintu. Dilihatnya Naina membawa segelas air putih di tangannya, juga beberapa kue kecil di atas nampan.Sahara mengerjap, terbesit pertanyaan dalam hatinya tentang sikap Naina. Entah gadis itu tak tahu malu atau hanya masa bodoh terhadap apa yang pernah diungkapannya.“Kamu tidak perlu datang jika aku tidak memanggil, apakah kamu lupa atas apa yang sudah kukatakan tempo hari?” tanya Sahara, dia menatap dengan tidak nyaman ke arah Naina yang ters
Keith menyugar rambutnya dengan satu tangan, sementara satu tangannya yang lain mengendalikan setir mobil saat Land Rover hitam itu melaju di tengah-tengah pusat kota.Perkataan Kayla masih terngiang-ngiang dalam benaknya. Keith tidak mengerti mengapa Kayla tampak begitu tenang dalam semua tindak-tanduknya. Meminta agar mereka berpisah untuk sementara, bukankah sama saja dengan Kayla yang mengharap hubungan pernikahan mereka sebagai permainan belaka?Ketika mobil yang dia bawa hendak berbelok di persimpangan yang berlawanan arah dengan rumahnya, Keith merasakan getar dari ponselnya.Melambatkan laju mobil, Keith menyambungkan ponselnya dengan earphone dan segara setelah panggilan terhubung terdengarlah suara Naina.Raut wajah Keith berubah, rahangnya mengeras saat dia menginjak pedal rem. Tidak lama, mobil itu berbelok dan sekali lagi melaju dengan kencang menembus kepadatan lalu lintas di sore akhir pekan itu.“Untunglah dia segera dibawa ke rumah sakit, jika tidak kondisinya tidak
“Kamu tidak mengatakan sepatah kata pun padaku tentang apa yang dikatakan Sahara padamu,” ucap Keith, tatapannya tajam menusuk ke arah Naina yang berdiri membeku.“Sudah kukatakan, bahwa apa pun yang terjadi tugasmu hanya fokus pada Sahara dan laporkan segala sesuatu tentangnya padaku,” lanjut Keith, dia menatap Naina dengan sorot penuh perhitungan sebelum mendengus kasar.Pun begitu, dia tidak mengatakan lebih banyak untuk memarahi gadis pelayan itu. Sebaliknya, dia meminta agar Naina lebih berhati-hati lain kali. Kertas laporan di tangannya diletakkan asal ke atas meja di dekat ranjang. Ruangan vip itu hening sejenak sampai Eve meminta diri untuk keluar lebih dulu.Keith baru saja mendudukkan dirinya di atas sofa, dia membiarkan Naina tetap duduk dan berjaga-jaga di sisi ranjang Sahara.“Tuan, saya …” Keith mengunci layar ponselnya dan sedikit mendongak, mengerling dengan pandangan bertanya ke arah Naina.Melihat gadis itu masih diam dan tampak serba salah, Keith hampir kehabisan
“Aku benar-benar tidak terkejut saat mengetahui jika kamu akhirnya berakhir di tempat ini.”Raina mencibir dengan sudut bibir terangkat. Kedua alisnya naik saat menatap wanita yang duduk di atas ranjang rumah sakit dengan sorot ketidakpedulian.Sementara Sahara terduduk kaku dengan raut wajah yang menegang.“Sahara, tampaknya aku terlalu meremehkanmu saat berpikir kamu dapat setuju dan dengan patuh akan memberiku cucu tanpa menciptakan masalah yang tidak perlu,” lanjut Raina dengan mata menyipit tidak suka ke arah Sahara.“Dan kamu pasti juga meremehkanku, tidak tahu bahwa aku dapat melakukan sesuatu yang membuatmu tetap tunduk dan rela melakukan segala yang kuperintahkan.” Dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada, Raina berbalik dan pergi ke arah sofa, mendudukkan dirinya di sana. Meskipun ruangan tempat Sahara dirawat merupakan ruang khusus VIP, tapi Raina masih mengerutkan hidungnya dengan jijik. Bagaimanapun bersihnya, bau disinfektan tetap tidak bisa dipisahkan dengan te
“Halo, Sahara, bukan?” Pria itu menjulurkan tangannya, tersenyum dengan kecerobohan yang jelas terdengar dalam nada suaranya. Dia bahkan terkekeh ringan usai menyebut nama Sahara dengan pelafalan yang tepat.“Aku Nathan, kakak laki-laki Keith,” lanjutnya.Sahara sejenak tertegun, tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Satu hal yang pasti, dia mengabaikan uluran tangan Nathan dan tetap berdiri di sana tanpa bergerak.Tidak terlihat kecanggungan saat Nathan menarik kembali tangannya dan kini dimasukkan ke dalam saku.“Aku mengerti,” ucap Nathan di antara suasana yang tidak pasti. Matanya melirik ke arah Naina sekilas, tapi segera berpusat kembali pada Sahara.“Maaf, kamu tidak ingin bersentuhan denganku pasti karena khawatir membuat Keith marah,” sambung Nathan masih dengan tawa kecil di ujung kalimatnya. “Aku tahu dia ada
Sahara ingat jaraknya dengan sofa yang terletak di tengah ruang tamu tidak sedekat ini sebelumnya. Namun, dia terus melangkah mundur saat Keith berusaha mendekatinya.Wanita yang baru saja keluar dari rumah sakit tersebut tampak semakin pucat saat jarak keduanya semakin dekat.Sahara terkepung dalam situasi yang mencekam, merasa denyut panik memenuhi setiap serat tubuhnya ketika berhadapan dengan niat Keith yang semakin jelas.Raut wajahnya tegang saat dia mengangkat tangan dan menahan tubuh besar Keith yang terus mengimpitnya demi pertahanan diri.“Jangan dekati aku, Keith!” teriak Sahara dengan suara yang gemetar. Dia ketakutan setengah mati.Naina selalu menghilang di saat-saat seperti ini, entah gadis itu sengaja bersembunyi. Tuhan tahu betapa kalutnya jantung Sahara kini berdetak dengan keringat yang mengalir di dahinya.Namun, se
“Namun, aku tetap tidak akan pernah menyerah begitu saja. Ayah ada dipihakku, tak mungkin kulepaskan kesempatan itu begitu saja,” lanjut Nathan.Keith menatap ke arah saudaranya dengan tatapan tajam menusuk, ada juga sekelumit perasaan menghina. Kedua tangan tergenggam erat, memendam niat membunuh yang tidak berusaha disembunyikan.Di sisi lain, Sahara terjepit di antara pertarungan mereka, napasnya tersengal dengan cemas memikirkan cara untuk menjauh dari sana.Seolah Keith mampu mendengar apa yang terbesit dalam benaknya, lengannya sekali lagi dicengkeram, tubuhnya ditarik agar berdiri lebih dekat tanpa tempat untuk melarikan diri, sementara atensinya masih terarah pada sosok Nathan.“Kamu menganggap ayah akan selalu berada di sisimu, Nathan? Kamu pikir hal itu tidak akan membuatmu terkalahkan?” ujar Keith dengan nada yang penuh kebencian.Dia mengencangkan rahangnya dengan kedua alis bertaut saat dia melanjutkan dengan geram, “Kamu han
Sahara menangis hingga suaranya berubah serak, sementara Keith menyaksikan semua itu dengan ketidakpedulian. Meskipun Sahara sudah berjuang melepaskan diri dengan sekuat tenaga, tapi berhadapan langsung dengan kekuatan Keith yang luar biasa, tentu saja perjuangannya hanya berakhir sia-sia.Seluruh tubuh Sahara basah oleh keringat dingin yang mengalir deras, dia sangat ketakutan hingga detak jantungnya terasa nyeri.Tempat di mana telapak tangan Keith jatuh, seolah-olah ada ular berbisa yang sedang merayap di atasnya, membuat Sahara tanpa sadar menahan napas, sementara air matanya terus mengalir tanpa bisa ditahan."Jangan, tolong, jangan perlakukan aku seperti ini, Keith. Kumohon ... jangan seperti ini." Sahara merintih, menangis dengan sedih.Keith terlanjur dikuasai emosi dan juga nafsu yang membumbung tinggi. Kulit yang dia sentuh terasa panas dan dingin di saat yang bersamaan, begitu halus di bawah telapak tangannya yang kasar, begitu mudah meninggalkan jejak merah yang samar.“A
Jam digital di atas meja sudah menunjukkan pukul 12 malam, Sahara tidak bisa tertidur bahkan ketika matanya telah lelah terpejam.Kamar yang dia tempati masih bisa menembus segala sesuatu yang terjadi di luar. Melalui denting gelas dan gelas, juga bincang yang disertai tawa.Kedua mata Sahara terbuka menatap langit-langit dalam keremangan, dia mulai jarang keluar setelah seminggu sejak kedatangan Farhan.Sahara masih terlalu takut untuk bertemu langsung dengan Keith, setelah apa yang laki-laki itu lakukan. Keningnya akan otomatis mengernyit dengan bibir yang digigit saat kilas balik tentang hari itu kembali terbayang.Tidak bisa dia enyahkan rasa jijik juga takut dari telapak tangan Keith yang membelainya di sembarang tempat, panas suhu tubuhnya, gigitan yang menyisakan memar di perpotongan lehernya, akan lebih baik jika Sahara bisa mengikis tempat yang terkena.Denting gelas yang samar-samar terdengar menyadarkan Sahara, jika di luar sana Keith tidak sedang sendiri. Entah siapa yang
“Sudah dua minggu Keith tidak pulang, dan kalian berdua sepertinya juga berhenti saling berhubungan. Kayla, apakah kamu sedang bertengkar dengannya?”Uap dari secangkir teh chamomile panas tampak mengepul mengeluarkan asap, Kayla tidak jadi meraih gelas itu tatkata suara Raina menggema di belakangnya.Kayla menoleh tanpa tersenyum pada ibu mertuanya tersebut, dengan santai menjawab, “Tidak. Hubungan kami baik-baik saja, sama seperti biasa.”“Begitukah? Baguslah.”“Kenapa Ibu bertanya? Tidak sabar ingin melihat aku dan Keith berpisah?” Rambut kuning keeamasannya sedikit bergoyang saat dia membenahi duduk, kini menghadap ke arah Raina yang berdiri di meja pantri dengan wajah masam.Kekeh menghina diiringi senyum merendahkan tersemat di bibir yang lebih tua, Raina sudah lama tidak suka dengan cara Kayla yang selalu bersikap berani dan kurang sopan padanya.Mengingat dulu bagaimana dia sendiri yang memberi restu kepada Keith yang ingin menikahi wanita keturunan Inggris-Asia tersebut, seka
Kemarahan Farhan memuncak saat ia menghadapi Keith, kata-katanya penuh dengan ketidakpercayaan terhadap situasi tersebut, tidak bisa membayangkan bagaimana Keith bisa menyiksa Sahara sampai seperti ini.Keith melangkah maju dengan raut wajah kaku dan berkata dengan dingin, “Sahara adalah istriku, orang luar seharusnya tahu tempat dan tidak ikut campur dalam keluarga kami.”Farhan berusaha menahan amarah yang sudah berkumpul di ubun-ubun, dan tatapannya tajam menghunus langsung ke arah Keith dengan sorot penuh peringatan. “Apakah sebagai seorang suami, kamu harus menyiksa Sahara hingga seperti ini?! Kamu pikir aku tidak punya keberanian dan akan duduk diam melihat adikku menderita di tanganmu?!”Sahara menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri sendiri meskipun gemetar oleh ketegangan yang tersebar di sekitarnya. Dia tidak ingin konflik di antara kakaknya dan Keith semakin diperbesar.Mengingat betapa banyak kekayaan dan seberapa besar kekuasaan yang dimiliki Keith, bukan tid
Suara dingin Keith menembus gemerisik kain di bawah tubuh mereka saat pria itu berkata, "Menidurimu? Tentu saja akan kulakukan." Mengatakan kalimat tersebut, Keith menghilangkan seringainya dan hanya memperlihatkan raut wajah kaku tanpa ekspresi.Jika beberapa waktu yang lalu dia masih punya akal untuk menghentikan semua perlakuannya terhadap Sahara, mengingatkan diri agar tidak memaksa, saat ini Keith melemparkan semua hal itu ke belakang kepala."Sia-sia aku menikahimu dengan uang 15 miliar jika aku tidak melakukan apa-apa," lanjutnya.Sahara bernapas nyaris satu-satu, semua rambut di tubuhnya berdiri tegak menghadapi kengerian yang akan terjadi."Apakah Afkar tidak pernah menyentuhmu seperti ini?"Sahara sontak menahan napas dalam setiap kata yang diucapkan, tubuhnya tegang dengan antisipasi atas apa yang akan terjadi. Nama Afkar yang disebut kontan membuat bulu kuduknya merinding, iris matanya bergetar dengan campuran rasa takut dan juga sakit.“Keith, tolong ….” suaranya hampir
Sahara menangis hingga suaranya berubah serak, sementara Keith menyaksikan semua itu dengan ketidakpedulian. Meskipun Sahara sudah berjuang melepaskan diri dengan sekuat tenaga, tapi berhadapan langsung dengan kekuatan Keith yang luar biasa, tentu saja perjuangannya hanya berakhir sia-sia.Seluruh tubuh Sahara basah oleh keringat dingin yang mengalir deras, dia sangat ketakutan hingga detak jantungnya terasa nyeri.Tempat di mana telapak tangan Keith jatuh, seolah-olah ada ular berbisa yang sedang merayap di atasnya, membuat Sahara tanpa sadar menahan napas, sementara air matanya terus mengalir tanpa bisa ditahan."Jangan, tolong, jangan perlakukan aku seperti ini, Keith. Kumohon ... jangan seperti ini." Sahara merintih, menangis dengan sedih.Keith terlanjur dikuasai emosi dan juga nafsu yang membumbung tinggi. Kulit yang dia sentuh terasa panas dan dingin di saat yang bersamaan, begitu halus di bawah telapak tangannya yang kasar, begitu mudah meninggalkan jejak merah yang samar.“A
“Namun, aku tetap tidak akan pernah menyerah begitu saja. Ayah ada dipihakku, tak mungkin kulepaskan kesempatan itu begitu saja,” lanjut Nathan.Keith menatap ke arah saudaranya dengan tatapan tajam menusuk, ada juga sekelumit perasaan menghina. Kedua tangan tergenggam erat, memendam niat membunuh yang tidak berusaha disembunyikan.Di sisi lain, Sahara terjepit di antara pertarungan mereka, napasnya tersengal dengan cemas memikirkan cara untuk menjauh dari sana.Seolah Keith mampu mendengar apa yang terbesit dalam benaknya, lengannya sekali lagi dicengkeram, tubuhnya ditarik agar berdiri lebih dekat tanpa tempat untuk melarikan diri, sementara atensinya masih terarah pada sosok Nathan.“Kamu menganggap ayah akan selalu berada di sisimu, Nathan? Kamu pikir hal itu tidak akan membuatmu terkalahkan?” ujar Keith dengan nada yang penuh kebencian.Dia mengencangkan rahangnya dengan kedua alis bertaut saat dia melanjutkan dengan geram, “Kamu han
Sahara ingat jaraknya dengan sofa yang terletak di tengah ruang tamu tidak sedekat ini sebelumnya. Namun, dia terus melangkah mundur saat Keith berusaha mendekatinya.Wanita yang baru saja keluar dari rumah sakit tersebut tampak semakin pucat saat jarak keduanya semakin dekat.Sahara terkepung dalam situasi yang mencekam, merasa denyut panik memenuhi setiap serat tubuhnya ketika berhadapan dengan niat Keith yang semakin jelas.Raut wajahnya tegang saat dia mengangkat tangan dan menahan tubuh besar Keith yang terus mengimpitnya demi pertahanan diri.“Jangan dekati aku, Keith!” teriak Sahara dengan suara yang gemetar. Dia ketakutan setengah mati.Naina selalu menghilang di saat-saat seperti ini, entah gadis itu sengaja bersembunyi. Tuhan tahu betapa kalutnya jantung Sahara kini berdetak dengan keringat yang mengalir di dahinya.Namun, se
“Halo, Sahara, bukan?” Pria itu menjulurkan tangannya, tersenyum dengan kecerobohan yang jelas terdengar dalam nada suaranya. Dia bahkan terkekeh ringan usai menyebut nama Sahara dengan pelafalan yang tepat.“Aku Nathan, kakak laki-laki Keith,” lanjutnya.Sahara sejenak tertegun, tidak tahu bagaimana harus menanggapi. Satu hal yang pasti, dia mengabaikan uluran tangan Nathan dan tetap berdiri di sana tanpa bergerak.Tidak terlihat kecanggungan saat Nathan menarik kembali tangannya dan kini dimasukkan ke dalam saku.“Aku mengerti,” ucap Nathan di antara suasana yang tidak pasti. Matanya melirik ke arah Naina sekilas, tapi segera berpusat kembali pada Sahara.“Maaf, kamu tidak ingin bersentuhan denganku pasti karena khawatir membuat Keith marah,” sambung Nathan masih dengan tawa kecil di ujung kalimatnya. “Aku tahu dia ada
“Aku benar-benar tidak terkejut saat mengetahui jika kamu akhirnya berakhir di tempat ini.”Raina mencibir dengan sudut bibir terangkat. Kedua alisnya naik saat menatap wanita yang duduk di atas ranjang rumah sakit dengan sorot ketidakpedulian.Sementara Sahara terduduk kaku dengan raut wajah yang menegang.“Sahara, tampaknya aku terlalu meremehkanmu saat berpikir kamu dapat setuju dan dengan patuh akan memberiku cucu tanpa menciptakan masalah yang tidak perlu,” lanjut Raina dengan mata menyipit tidak suka ke arah Sahara.“Dan kamu pasti juga meremehkanku, tidak tahu bahwa aku dapat melakukan sesuatu yang membuatmu tetap tunduk dan rela melakukan segala yang kuperintahkan.” Dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada, Raina berbalik dan pergi ke arah sofa, mendudukkan dirinya di sana. Meskipun ruangan tempat Sahara dirawat merupakan ruang khusus VIP, tapi Raina masih mengerutkan hidungnya dengan jijik. Bagaimanapun bersihnya, bau disinfektan tetap tidak bisa dipisahkan dengan te