Beranda / Romansa / Rahim Dua Ratus Juta / Bab 3. Nafkah Batin

Share

Bab 3. Nafkah Batin

Penulis: Syatizha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 10:49:25

"Mama doakan saja supaya Sabrina segera hamil dan melahirkan anakku dengan selamat dan sehat," timpal Darren tidak ingin memperpanjang obrolan mereka. Darren tahu, perempuan yang berdiri di belakangnya sangat ketakutan. 

"Tentu saja. Aku akan mendoakan supaya dia cepat hamil, cepat melahirkan dan cepat pergi dari rumah ini." Ibu Renata melengos, pergi meninggalkan Darren dan Sabrina bersama Pak Sugeng. 

Sabrina menarik napas lega, walaupun ada rasa sakit di hati. Memegang dadanya yang berdebar tak karuan. 

"Hei, are you oke?" panggil Darren. 

"Hah?" Sabrina malah melongo. 

"Kamu takut?" Darren merundukkan sedikit kepala, ingin melihat wajah Sabrina. 

"I-iya. Takut banget," jawab Sabrina tersenyum miring. 

Darren terkekeh, meraih telapak tangan anak gadis pak Sudarso. 

"Enggak usah takut. Aku tadi kan udah bilang, ada aku. Apa yang mesti kamu takutin?"

"Huh, apaan ada aku? Buktinya waktu Mbak Lica memukul tubuhmu, kamu diam aja," cibir Sabrina, memanyunkan bibirnya. Darren mencubit gemas hidung Sabrina. 

"Aku bukannya gak mau melawan dia. Cuma gak mau menyakiti fisiknya. Cukup hatinya saja yang aku sakiti."

Seketika, Sabrina tercenung mendengar jawaban Darren. Sabrina menganggukkan kepala. Sekarang dia setuju Darren tidak membalas perlakuan buruk Angelica. 

"Bagus. Aku pikir tadi... Kamu bakalan ngelawan dia. Ternyata enggak. Bagus sih," kata Sabrina merunduk. 

Darren meraih dagu Sabrina.

"Jangan cemburu. Malam ini aku tidur bersamamu lagi," kata Darren mengedipkan sebelah mata. 

"Dih pede amat? Siapa juga yang cemburu."

Darren tertawa lepas, merangkul pundak Sabrina, mengajak wanita itu ke kamar mereka. 

Membuka pintu kamar yang terletak di ujung lorong lantai bawah,  kedua mata Sabrina membeliak takjub melihat ornamen dan luasnya kamar yang akan ditempatinya. 

"Ini ... ini kamarku?" tanya Sabrina saat mereka masuk ke dalam kamar. 

"Hanya kamarmu saja?" Darren bertanya sambil bersidekap. 

"Ups, maksudku ... kamar kita," ralat Sabrina tersenyum simpul. Darren menarik tubuh Sabrina, memeluknya. 

Entah mengapa, Darren merasakan kenyamanan jika berada di dekat Sabrina. Kenyamanan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. 

Kenyamanan itu tidak hanya dirasakan Darren, tetapi dirasakan pula oleh Sabrina. Sekarang Sabrina tak merasa canggung lagi menerima pelukan hangat dari lelaki yang telah menyentuhnya semalam. 

"Tuan?" panggil Sabrina ditengah pelukan. 

"Kenapa?" Darren melepaskan pelukan, menatap wajah Sabrina yang mendongak.

"Apa Tuan yakin, akan mempertahankan pernikahan ini?" tanya Sabrina yang membiarkan Darren memegang dagunya. 

"Yakin."

Sabrina merunduk, memalingkan wajah. 

"Tapi tadi ... Mamamu bilang, dia enggak mau melihatku ada di sini lama-lama." suara Sabrina sangat pelan namun masih didengar Darren. 

Darren menuntun Sabrina duduk di sisi ranj4ng. Sebelah telapak tangan Sabrina, digenggamnya. 

"Mamaku gak mau melihatmu ada di sini. Bukan berarti kita gak bisa pindah ke tempat lain. Aku akan membawamu pergi dari rumah ini kalau mamaku enggak mau lihat kamu."

Bola mata Sabrina tertuju pada wajah tampan Darren. Menatapnya lekat, mencari kesungguhan dari sorot mata anak tunggal Pak Sugeng dan Ibu Renata. 

"Beneran? Serius?"

"Iya. Aku serius," jawab Darren, menc1um punggung tangan istri keduanya. 

"Kamu percaya akan cinta pada pandangan pertama?" tanya Darren, membalas tatapan Sabrina. 

"Iya. Aku percaya. Kenapa?"

"Kalau jatuh cinta pada s3ntuhan pertama, kamu percaya?"

Senyum yang sempat mengembang di bibir Sabrina, seketika menguncup. 

"Hah?" Mulut Sabrina menganga lebar. Lalu, tanpa disadarinya, Darren meng3cup singkat. 

Sabrina malu-malu. Ia memunggungi Darren. Lelaki itu tersenyum bahagia, memeluk pinggang Sabrina. 

"Aku mengalami itu. Saat kamu pertama kali meny3ntuh pe--" Sabrina langsung membalikkan tubuh, membekap mulut Darren. 

"Enggak boleh ngomong jorok!" Kedua mata Sabrina melotot, memberi peringatan pada suaminya. 

Darren melepaskan tangan Sabrina dari mulut. Lalu, membuka hijab yang menutupi kepala Sabrina. 

"Enggak boleh ngomong jorok?" tanya Darren mengulangi peringatan Sabrina. 

"Iya. Gak boleh."

"Owh ...." Darren memandangi wajah Sabrina. Mereka saling memandang satu sama lain. Jantung Sabrina kembali berdebar lebih cepat. Kali ini bukan karena takut tapi karena pandangan Darren. 

"Sabrina?" desis Darren memanggil nama gadis yang rambutnya sudah terurai indah. 

"I-iya, Tuan?" Suara Sabrina bergetar. 

"Aku ingin memberimu nafkah batin. Kamu siap?" 

Bab terkait

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 4. Pergi!

    “Kamu udah keramas? Ini masih jam empat dini hari,” ucap Darren yang belum terlelap. Mereka semalaman menikm4ti kebersamaan sebagai sepasang suami istri. Pernikahan yang awalnya terpaksa dan dipaksa, kini Sabrina mulai bisa menerima Darren sebagai suaminya.“Aku mau sholat dulu,” jawab Sabrina sambil mengeringkan rambut.Mendengar jawaban Sabrina, Darren tercenung sejenak. Sudah lama sekali Darren tidak menjalankan kewajibannya.Dulu, sewaktu masih ada almarhumah neneknya dari pihak Pak Sugeng, neneknya selalu menyuruh Darren melaksanakan sholat.“Aku mau sholat Subuh juga.” Darren beranjak dari tempat tidur, berjalan cepat ke toilet, tidak menghiraukan tatapan heran Sabrina.Usai mandi besar, Darren mengenakan pakaian dan sarung untuk sholat Subuh. Sabrina sudah mengenakan mukena, duduk di atas sajadah.Hati Sabrina sangat bahagia karena Darren rupanya bisa melaksankan sholat bahkan bacaan Al-Quran-nya cukup bagus. Sabrina memanjatkan doa, mengucapkan rasa syukur. Pernikahan yang ter

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 5. Tugasmu Melayaniku

    Tubuh Sabrina bergetar dibentak dan diusir Ibu Renata. Sebulir air mata berhasil lolos dari kelopak matanya. Dalam hati, Sabrina berkata, 'Betapa hinanya aku. Andai saja ayah enggak punya utang pada mereka, aku tak sudi menyewakan rahim ini. Meski sekarang aku mulai merasa nyaman berada di dekat tuan Darren.'"Sabrina, kamu tuli? Pergi dari sini! Kalau mau sarapan, ke belakang. Bersama pembantu kami," sambung Ibu Renata semakin tinggi intonasi suaranya. "Ma, Sabrina istriku. Dia berhak sarapan di sini. Oh ya, aku sampe lupa. Aku udah merobek surat perjanjian nikah kontrak kami. Aku dan Sabrina udah bukan nikah kontrak lagi, Ma, Pa." Darren begitu tenang menyampaikan perihal pernikahannya pada Ibu Renata dan Pak Sugeng. Tentu saja, kedua orang tua itu sangat terkejut, kedua mata mereka membesar. "Jangan g1la kamu, Darren! Kamu mau menjadikan wanita kampungan itu istri sah-mu?" Ibu Renata tak percaya dengan penjelasan Darren. Namun, lelaki yang sudah dua kali menikah itu tetap tenang.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 6. Masakannya Lezat

    Sabrina bingung menjawab. Ia tak ingin dianggap wanita tak tahu diri di rumah ini apalagi ibu Renata sudah sangat jelas tidak menyukainya. Tidak hanya ibu Renata, Pak Sugeng dan Angelica pun tidak menyukainya. Darren merasa kasihan melihat istrinya. Merangkul pundak Sabrina dan mengecup pelipisnya mesra. "Kamu jangan takut. Di sini ada aku. Aku tau, tadi Mama menegurmu. Jangan kamu ambil hati. Mama begitu, karena belum tau siapa kamu. Aku yakin, kalau mama udah kenal baik kamu, mama akan menyukaimu," sambung Darren berkata pelan. "Kalau begitu, izinkan aku berusaha mengambil hati Nyonya Renata. Aku punya keahlian memasak. Insya Allah Nyonya akan menyukainya."Darren menghela napas berat. Berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala. "Ya sudah kalau itu maumu."Senyum Sabrina mengembang seraya mengucapkan terima kasih. Ia sangat bahagia karena diberi kesempatan untuk mengambil hati ibu mertua. Darren duduk di kursi dapur, memerhatikan istrinya yang tengah memasak bersama beberapa as

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 7. Ikut Saya!

    "Mbok yakin? Kalau perempuan kampung itu yang masak makanan ini?" Angelica menyela. Tak percaya jika lauk pauk yang terhidang di atas meja dibantu oleh Sabrina, istri kedua suaminya. "Yakin, Nyonya."Mbok Darmi menjawab sembari merundukkan kepala. Ibu Renata menelan saliva, lalu menghela napas berat. "Sudah, kamu boleh pergi dari sini.""Baik, Nyonya besar. Permisi."Mbok Darmi pergi dari ruang makan. Keluarga itu melanjutkan suapannya. Tampak sekali Ibu Renata menikmati hasil masakan menantu barunya itu. "Angelica, harusnya kamu juga pandai memasak. Lihat si Sabrina, walaupun dia perempuan kampung, tapi bisa memasak masakan selezat ini."Ucapan yang baru saja meluncur dari mulut Ibu Renata membuat semua mata orang yang ada di ruangan itu beralih padanya. Angelica tersinggung, menghela napas berat agar emosinya tidak membuncah."Terus, aku harus bisa masak juga? Gitu maksud Mama?" "Iya dong!" Jawab Ibu Renata meletakkan alat makan di sisi kanan dan kiri piring. "Meskipun kamu wani

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 8A. Istri Keduaku

    Air mata Sabrina tak dapat tertahankan. Ia menangis dibentak ibu mertua. Sorot mata Ibu Renata yang tajam membuat nyali Sabrina semakin ciut. Baru saja tadi siang hati Sabrina bahagia karena wanita tua itu menyukai masakannya. Sekarang Ibu Renata berbuat kasar, mencekal pergelangan tangan sangat kuat bahkan Darren tidak mampu melepaskan cekalan tangan wanita yang telah melahirkannya itu. "Ma, tolong kasihani Sabrina. Dia enggak punya salah apa-apa. Kenapa Mama kasar sekali padanya?"Baru kali ini, Darren berbicara dengan intonasi suara cukup tinggi. Pandangan Ibu Renata beralih pada anak semata wayangnya. Dahi mengkerut, heran akan sikap Darren. "Kamu berani membentak Mama, Darren?" Pertanyaan Ibu Renata sarat penekanan. Darren menelan saliva, menghela napas panjang agar emosinya dapat terkontrol. "Maaf, Ma. Bukan maksudku ngebentak Mama. Tapi, Mama mau bawa kemana Sabrina? Kalau Mama mau ngajak dia pergi, silakan. Cuma jangan kasar begini, Ma. Kasihan Sabrina, dia ketakutan." Se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 8B. Istri Keduaku

    Tiba di halaman rumah Wirawan, Darren rupanya duduk di kursi teras, menunggu kedatangan mobil yang membawa istri dan ibunya. Melihat kendaraan mewah itu memasuki halaman rumah, Darren berdiri, berjalan cepat menghampiri. Ingin memastikan kondisi Sabrina. "Ngapain kamu, Darren?" tanya Ibu Renata saat keluar dari dalam mobil."Sabrina baik-baik saja, Ma? Mama enggak apa-apain dia kan, Ma?" Terlihat sekali kecemasan dari nada bicara anak semata wayangnya. "Bicara apa kamu? Sabrina enggak kenapa-napa. Masuk sana! Jangan ganggu Sabrina seharian ini karena dia, Mama suruh membuat cake!"Kening Darren mengkerut mendengar ucapan mamanya. Sebelumnya Darren sudah berpikiran buruk tentang Ibu Renata. "Mem-membuat cake?"Ibu Renata enggan menjawab pertanyaan Darren. Wanita itu masuk ke dalam rumah. Pandangan Darren beralih pada Sabrina yang keluar dari dalam mobil sambil membawa beberapa belanjaan bersama supir. "Sabrina! Sabrina kamu baik-baik saja?" Darren memegang kedua pundak istrinya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 9. Dinikmati Bersama

    "Enggak ada uang, Nyonya."Ibu Renata menggelengkan kepala mendengar jawaban Sabrina. "Oh iya ya. Jangankan buat kursus, buat kamu makan juga pasti susah."Sabrina tak menimpali ucapan merendahkan Ibu Renata. Tiba-tiba Darren datang sambil berdehem. Sedari tadi lelaki itu mendengar obrolan antara Ibu Renata dan Sabrina. "Darren, ngapain kamu di dapur? Ayok sana! Ayookk!"Tangan Darren ditarik paksa Ibu Renata agar menjauh dari dapur. "Ma, jangan tarik-tarik tanganku kayak gini. Aku bukan anak kecil, Ma." protes Darren berusaha melepaskan cekalan tangan wanita yang telah melahirkannya."Kamunya ngeyel!" Ibu Renata melotot, menatap anak semata wayangnya. "Sekarang kamu masuk kamar! Inget kata Mama, seharian ini jangan ganggu Sabrina! Paham, Darren?" Lagi, kedua mata Ibu Renata seperti mau melompat. Darren tersenyum menganggukkan kepala. Perintah Ibu Renata bagianya, awal mula yang baik untuk pendekatan dengan Sabrina. Darren masuk kamar, Ibu Renata kembali ke dapur. Wanita tua itu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 10A. Calon Menantu Kesayangan

    Sabrina dan kedua asisten rumah tangga ibu Renata terkejut setengah mati mendengar penuturan wanita yang sangat disegani di rumah ini. "Ma, jangan ngomong sembarangan! Mana buktinya kalau aku seperti itu?" Bukannya merasa malu, Angelica justru menentang ibu Renata. "Eh, kamu bilang aku ngomong sembarangan? Dasar menantu enggak tau diri. Masih untung kamu enggak diceraikan Darren. Kalau diceraikan, kamu pasti jadi gembel! Pergi sana! Aku enggak mau terlalu jauh lagi membongkar aib kamu. Terserah padamu, mengaku atau tidak. Pergi sana! Muak aku lihat kamu!"Caci maki meluncur deras dari mulut Ibu Renata. Angelica menghentakkan kedua kaki. Pergi meninggalkan dapur. Berjalan cepat ke dalam kamar. Hatinya benar-benar sakit diperlakukan ibu Renata. Kalau boleh jujur, Angelica sangat malu aibnya disebarluaskan di depan Sabrina yang tak lain istri kedua suaminya. Brugh!Pintu kamar dibanting keras Angelica. Wanita itu benar-benar marah. Rasanya ingin sekali Angelica membunuh wanita tua ber

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 72. Di Hotel

    Lelaki yang duduk di samping Angelica berbisik. Angelica terkejut, menelan saliva, menghela napas berat. Ia tak langsung menjawab, pura-pura tak mendengar. Angelica memerhatikan penampilan sendiri. Ia tak mengenakan pakaian s3ksi, pakaiannya justru tertutup dan longgar. Tapi, kenapa lelaki yang duduk di sampingnya bertanya demikian?"Jangan pura-pura enggak dengar. Aku tau, kamu wanita peliharaan Mami Veni."Sontak, Angelica mendongak, menoleh dan memicingkan kedua mata menatap lelaki yang tengah menyeringai. "Ba-bagaimana kamu tau?" tanya Angelica heran. "Aku pernah melihatmu waktu nganterin si Bos. Kata si Bos, kamu sangat lezat. Kamu tenang saja, walaupun aku anak buah si Bos. Tapi, aku sehat. Aku banyak uang. Aku bisa membayarmu lebih besar dari si Bos. Permainanku juga sangat lembut. Enggak kayak si Bos," jelas lelaki sangat pelan tapi terdengar jelas di telinga. Angelica baru ingat lelaki yang duduk di sampingnya itu. Dia adalah lelaki yang mengantar klien terakhirnya ke kama

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 71B. Tarifnya Berapa?

    Bibir Angelica tersenyum lebar. Lelaki yang pernah dirindukannya itu kini telah menghubunginya kembali. Tanpa berpikir panjang, Angelica menghubungi nomor tersebut. "Andre? Benar kamu Andre?" tanya Angelica saat sambungan telepon berlangsung. "Hai, Sayang. Benar, ini aku Andre. Bagaimana kabarmu? Apa kamu baik-baik saja?" Senyum lebar yang sebelumnya menghiasi wajah Angelica, seketika mengerucut. Ia menarik napas panjang, duduk di sisi ranjang sembari menahan rasa sakit.Angelica tak langsung menjawab, ia tak mau menceritakan tentang yang dialaminya saat ini. Andre pasti curiga kalau ia bercerita. "Hm ... tentu saja kabarku enggak baik. Aku enggak baik karena kehilanganmu, Dre. Kamu kemana aja sih, Sayang? Kenapa ninggalin aku? Kamu tau, aku sekarang udah bercerai dengan Darren. Kita bisa bersama, Sayang."Andre dan Regina yang saat ini sedang di salah satu rumah sewa daerah Jakarta tersenyum mengejek. Lelaki itu sengaja meloudspeaker obrolannya agar ibu Regina mendengar. "Iya, S

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 71A. Pesan Singkat

    "Darren!" Panggilan keras ibu Renata membuat Darren dan Sabrina terkejut setengah mati. Mereka langsung duduk berjauhan, menoleh ke belakang. Ibu Renata berdiri melipat kedua tangan di depan d4da, menatap nyalang mereka berdua. Sabrina berdiri, tubuhnya gemetar. Sementara Darren, bersikap santai meski sebelumnya terkejut. "Ma, kalau manggil jangan teriak-teriak. Lihat tuh Sabrina, dia sampe kaget. Sayang, calon anak kita enggak kaget 'kan?" tanya Darren mengelus perut istriya yang belum terlihat membuncit. "Hah? Eng-enggak, Mas." Terbata-bata menjawab pertanyaan sang suami. "Kalian ini, malah mesra-mesaraan di depan anak-anak. Enggak baik!" tandas ibu Renata mengingat tadi Darren mendekatkan bibirnya ke pipi sebelah kiri Sabrina. Dipikir, Darren akan menc1um Sabrina padahal hanya berbisik. "Mama suuzhon. Aku tadi bukan mesra-mesaraan. Aku cuma bisikin Sabrina saja.""Halah, alasan. Sekarang kita pulang! Mana Papamu?" Darren mengitari sekeliling, mencari keberadaan pak Sugeng. L

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 70B. Main Dulu

    "Apa sih kamu, Re? Udah deh, aku belum kepikiran cari suami lagi. Nanti ajalah. Aku sekarang lagi mikirin keberadaan Angelica. Entah di mana dia?" Ibu Anita masih memikirkan anak yang sudah tidak menganggapnya sebagai seorang ibu. Ibu Renata menarik napas panjang, menatap lekat ibu Anita yang duduk berhadapan dengannya. "Kamu mau ajak dia tinggal di rumahmu lagi?" telisik ibu Renata. "Enggak. Aku cuma pengen tau aja keadaannya. Sebenarnya semalam aku sempet tidur tapi cuma sebentar. Anehnya, waktu aku tidur sebentar itu, sempet-sempetnya aku mimpi." Ibu Renata yang sebelumnya agak mencondongkan tubuh ke depan, kini duduk bersandar. "Mimpi apa?""Mimpi Angelica dikerubungi buaya. Tubuhnya dilahap buaya-buaya. Dalam mimpiku, Angelica nangis sambil ketawa. Pas bangun, aku enggak bisa tidur lagi. Ya sampai sekarang, aku masih mikirin dia."Sebetulnya ibu Renata sudah dapat menerka arti mimpi ibu Anita. Mungkin arti dari mimpi itu, Angelica kembali menju4l diri lagi. Ibu Renata menye

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 70A. Dijodohin

    "Enggak," jawab ibu Anita tegas. Kepalanya menoleh, menatap pak Adyatama yang tampak terkejut mendengar jawaban ibu kandung Angelica. "Aku enggak mau jadi istrimu lagi. Aku enggak mau berumah tangga denganmu lagi. Ya, aku akui masih ada cinta dihatiku untukmu tapi maaf, untuk menjadikanmu suamiku lagi, aku enggak bisa. Aku bukan wanita bodoh seperti sebelumnya. Yang terlalu diperbudak perasaan. Aku ingin masa tuaku dipenuhi kebahagiaan dan kehidupan yang tenang," sambung ibu Anita masih menatap lelaki yang tenggorokannya seketika tersentak. Pak Adyatama pikir, ibu Anita mau diajak berumah tangga lagi dengan ucapan-ucapan manisnya. Ternyata tidak. Namun, pak Adyatama tidak menyalahkan keputusan ibu Anita. Sewajarnya jika ia tak mau berumah tangga dengannya lagi. Prilaku pak Adyatama sebelumnya sangat menyebalkan dan sering membuat ibu Anita kecewa. Perselingkuhan berulang kali, penggelapan uang perusahaan, utang di mana-mana sampai akhirnya perusahaan dan rumah miliknya diambil alih k

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 69B. Ingin Rujuk

    "Anita, aku sangat menyesal. Tolong maafkan aku. Aku janji, enggak akan selingkuh lagi. Enggak akan menikah lagi. Aku janji," bujuk pak Adyatama pada wanita yang kini duduk di kursi teras panti asuhan.Niat ibu Anita datang ke panti asuhan ini, ingin menghibur diri bertemu dengan anak-anak. Yang terjadi justru bertemu dengan lelaki yang semalam ia rindukan sekaligus lelaki yang telah membuatnya kecewa. Entah mesti bahagia atau marah bertemu dengan lelaki yang tega mengkhianati cintanya berulang kali. "Angelica di mana? Apa dia bersamamu?" Ibu Anita mengabaikan permohonan maaf dan janji yang diucapkan Adyatama. Ia justru teringat anak semata wayangnya. Meski Angelica sering menyakiti hati tapi sebagai seorang ibu, Anita selalu merindukan. "Angelica? Dia enggak ikut bersamaku. Aku enggak tau dia ada di mana." Jawaban Adyatama membuat ibu Anita terkejut. Dia pikir Angelica bersama Adyatama selama ini. Ibu Anita menoleh, dahinya melipat, kedua mata memicing. "Lho, bukannya dia bersama

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 69A. Babon

    Ibu Anita turun dari mobil. Begitu ibu Anita menoleh ke belakang, kedua matanya membeliak. Sebelumnya ia tak membayangkan dapat bertemu dengan pak Adyatama. Terkejut, melihat pak Adyatama tengah berdiri di samping pak Sugeng. Debaran jantungnya begitu cepat. Keringat dingin membasahi kedua tangan. Ibu Anita menelisik penampilan suaminya dari ujung kepala hingga ujung kaki. 'Kenapa dia ada di sini? apa Renata yang menyuruhnya datang?'Ibu Renata melenggang, menghampiri sahabatnya yang masih mematung di depan pintu mobil. Dia tahu kalau ibu Anita pasti tak menyangka ada pak Adyatama di panti itu. "Anita, bukan aku yang nyuruh dia datang ke sini. Sebelum aku datang, dia sudah ada di sini. Katanya, dia tersesat."Seolah mendengar pikiran ibu Anita, ibu Renata berbisik tepat di depan telinga sahabatnya itu. Ibu Anita menghela napas berat. "Jangan berdiri di sini, kita ke sana. Aku juga enggak tau gimana ceritanya dia sampai tersesat. Entahlah, aku gak terlalu percaya sama si Ady. Tadi d

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 68B. Melarang

    Kendaraan yang ditumpangi keluarga Wirawan dan mobil box memasuki halaman panti asuhan. Anak-anak panti sudah berbaris rapi di depan teras, menyambut kedatangan keluarga pemilik panti ini.Dulu, panti asuhan itu berada di gedung yang di dalam hutan. Namun, gedung itu disuruh dikosongkan karena tanah tersebut masih sengketa. Oleh pak Sugeng dipindahalihkan ke gedung yang sekarang yang dahulunya milik keluarga berasal dari Belanda."Selamat datang, Pak Sugeng, Ibu Renata, dan Pak Darren," sapa pak Soleh ketika keluarga Wirawan turun dari mobil. "Pak Soleh, ini menantu kami. Namanya Sabrina." Ibu Renata menunjuk Sabrina. Anak pak Sudarso itu melipat kedua telapak tangan di depan d4d4. "Saya Sabrina.""Solehudin. Selamat datang, Mbak Sabrina.""Terima kasih, Pak."Pak Soleh bahagia melihat menantu ibu Renata yang sekarang. Lebih terlihat sopan dan ramah. Tidak seperti menantu sebelumnya. Datang ke panti hanya sebentar saja dan pulang lebih dulu dari pada mereka. "Silakan masuk. Acarany

  • Rahim Dua Ratus Juta   Bab 68A. Terhibur

    Dua mobil telah keluarga dari kediaman keluarga Wirawan. Satu mobil ditumpangi keluarga tersebut. Satu mobil lagi, berupa mobil box yang isinya bingkisan untuk anak-anak panti dan pengurusnya. Sepanjang jalan menuju panti asuhan, Sabrina hanya diam saja. Wajahnya terlihat bersedih. “Sabrina?” panggil ibu Renata yang duduk di jok penumpang bersama pak Sugeng.Sabrina yang duduk di samping Darren, menoleh.“Iya, Ma?” Darren yang mengemudi pun melihat mamanya dari kaca spion depan. “Apa yang kamu pikirkan, Sabrina? Apa kamu lagi mikirin Bapakmu?” tanya ibu Renata yang mencemaskan keadaan menantunya. Ibu Renata tidak ingin Sabrina terlalu banyak pikiran sebab sedang mengandung cucu keluarga Wirawan. “Enggak, Ma. Saya enggak mikirin apa-apa.”Sabrina berusaha menutupi yang dipikirkannya. Andai mereka tahu, Sabrina saat ini ingin sekali bertemu dengan Jessica. Biar bagaimana pun, Jessica adalah saudara Sabrina satu-satunya. “Sukurlah. Mama harap, kamu enggak lupa kalau di dalam rahim

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status