Valerie menelungkupkan kepalanya di atas meja makan. Di depannya tersaji hidangan steik yang kini sudah mulai dingin, bahkan lilin yang akan menemani kesyahduan makan malam mereka kini hanya tersisa setengahnya.Ada perasaan sedih yang menyelimuti perasaannya pasalnya ia sudah mempersiapkan segalanya dengan segenap hati, hanya untuk menyenangkan hati dan perasaan Sean. Akan tetapi pria itu tak kunjung datang.Pada mulanya masih ada keyakinan besar kalau Sean akan muncul meskipun ia tak membalas pesan dan mengiyakan ajakannya tersebut. Tetapi saat jam dinding sudah menunjukkan pukul satu dini hari Valerie semakin yakin kalau Sean memang tidak pulang.Katai saja dirinya bodoh yang tetap menunggu sesuatu yang sia-sia, karena dia memang bodoh. Rasanya enggan untuk berdiri dari tempat itu, takut jika ia masuk ke dalam kamar dan Sean datang. Dan ia tidak ada di sana untuk menyambut kepulangannya.Ya, dia memang masih berharap sesuatu yang sia-sia.Hingga suara pesan masuk ke dalam ponselny
“Sean?” Valerie terbangun dengan rasa sakit di kepala yang menyerang. Semalam ia tidak tahu berapa lama ia menangisi dirinya yang bodoh dan begitu mudah terperdaya dengan segala perhatian-perhatian yang diberikan oleh Sean. Tetapi entah kenapa orang pertama yang dicarinya saat terbangun adalah Sean. Pemikiran bodohnya kembali menganggap jika Sean akan datang seperti malam-malam sebelumnya, tertidur di sampingnya dengan memeluk tubuhnya erat. Tetapi ternyata semuanya nihil, pria itu tidak di sampingnya. Sama seperti apa yang diharapkannya. “Sadarlah, orang yang kau cari tidak ada di sini. Dia tengah berbahagia dengan istri tercintanya.” Dan gambar kemesraan antara Sean dan Amora seketika menyadarkannya. Mengharapkan Sean adalah hal yang tabu, hubungan mereka tercipta karena perjanjian. Jadi, setelah ia berhasil melahirkan anak untuk Sean dan Amora, maka dia juga harus siap kehilangan segalanya. Kehilangan Sean ... dan tentu saja kehilangan darah dagingnya sendiri. Dengan langkah
Valerie langsung membalikkan tubuhnya setelah mendengar ucapan dari Sean. Tetapi pria itu masih setia memerangkapnya, menyudutkannya dengan pinggiran wastafel dengan tubuh kekar Sean.“Bu—bukankah kalian di hotel?”Sean langsung mengerutkan keningnya tanda tidak mengerti dengan perkataan Valerie. “Hotel?”Terjawablah sudah kalau gambar itu hasil kiriman dari Amora yang dikirim melalui ponsel Sean. Dan malah berbohong entah karena alasan apa.Valerie segera menggeleng. “Ti—tidak ... bukan apa-apa, Sean.” Sean tersenyum, mulai mencium leher Valerie dan membuatnya kegelian. “Ayo, katakan!” pintanya memaksa.Valerie kembali menggeleng. Mendorong tubuh kekar itu dan terkikik. “Sudah, Sean. Aku kegelian. Tadi aku salah bicara, bukan apa-apa,” ucap Valerie cepat berusaha menghentikan kegiatan Sean di lehernya. Dan mencoba mengalihkan pria itu agar tidak lagi memaksanya mengulang perkataannya barusan.Sean yang pada awalnya hanya bermaksud untuk mengerjai wanita itu, malah ikut terpancing. M
Sean tidak kunjung beranjak dari sana, ia tetap setia duduk di pinggiran ranjang dengan segudang pikiran yang berkecamuk di dalam kepalanya.Semua itu bermula dari telepon wanita bernama ‘suster Anna’ dan segala perkataannya yang mengundang banyak pertanyaan di dalam kepala Sean.Ternyata selama ini ia hanya mengenal tubuh Valerie, tetapi tidak dengan kehidupannya.Oleh karena itu ia belum pergi karena sengaja menunggu Valerie terbangun. Ia ingin mengulik sedikit kehidupan perempuan itu, agar rasa penasarannya sedikit mereda.Mungkin tidak ada salahnya jika ia terkesan penasaran dengan kehidupan Valerie, toh wanita itu sudah menjadi istrinya dan sebentar lagi akan menjadi ibu dari anaknya.Tidak tahu berapa jam ia bertahan di sana, sampai sebuah pergerakan kecil di susul dengan terbukanya kedua bola mata itu membuat Sean bernapas lega.“Sean?” tanya Valerie dengan suara serak, sembari mengucek kedua matanya untuk menyesuaikan penglihatannya. “Jam berapa ini?”Sean melirik sekilas ke a
Setelah melewati perdebatan panjang yang penuh dengan drama bersama Sean, pada akhirnya dia berada di sini, dalam taksi yang akan mengantarnya menuju ke rumah sakit. Memang tidak mudah meminta izin kepada Sean karena pria itu begitu keukeuh ingin mengetahui tentang siapa itu ‘suster Anna’. Bahkan lebih gilanya lagi, banyak sekali pemikiran-pemikiran konyol yang keluar dari kepalanya yang dituduhkan kepada dirinya yang baginya sangat tidak masuk akal.Tetapi untunglah ia bisa terlepas juga tanpa harus menjawab jujur segala pertanyaan-pertanyaan yang pria itu lontarkan. Semua itu karena di sela-sela perdebatan mereka suster Anna kembali menghubungi, Sean ingin kembali mengambil ponsel itu tetapi kalah cepat dari Valerie.Alhasil, ia tidak membiarkan Sean kembali berbicara pada perempuan itu. Takut jika tiba-tiba suster Anna keceplosan dan malah membeberkan segala rahasianya. Tentunya hal itu kembali mengundang perdebatan, mengingat sifat Sean yang keras kepala. Ya, typical pria arogan
Valerie benar-benar tidak bisa membendung air matanya. Sebelum membuka handle pintu itu, Valerie sudah lebih dulu menguatkan diri untuk tidak menangis di hadapan ibunya, tetapi yang ada ia tidak mampu.Melihat ibunya yang masih terbujur di atas ranjang, sama seperti dulu membuatnya tak bisa menahan tangisannya. Tubuhnya yang masih dipenuhi alat-alat yang tersambung ke mana-mana, meskipun alat-alat itu tidak sebanyak dulu. Hal itulah yang membuatnya sedih bukan main.Valerie membekap mulutnya dengan tangan agar suara tangisannya tidak sampai keluar dan membangunkan ibunya. Dia mendekat lebih dekat ke arah ibunya, mengamatinya secara jelas. Wajah yang sudah tirus itu begitu pucat, bibir yang selalu tersenyum indah setiap melihatnya kini tidak lagi.Entah sudah berapa lama ia tidak bertemu ibunya, dan dia sudah serindu ini. Tanpa sadar suara isakan tangisannya terdengar keluar, ia benar-benar tidak kuat untuk menahan diri lagi.Dan ternyata suara itu berhasil membangunkan tidur ibunya. V
Di lantai sebuah apartemen besar yang dijadikan tempat untuk pesta kini sudah dipenuhi lautan manusia berbeda jenis kelamin tengah meliukkan tubuh mereka satu sama lain. Amora juga ada di tengah-tengah pesta itu, mengenakan gaun super minim yang menampilkan belahan dada dan kaki jenjangnya dengan satu tangan yang tengah memegang sloki berisi cairan alkohol.Ia tengah tersenyum cantik ke arah Bara yang baru saja datang dan mengambil tempat duduk di sebelahnya. “Kau di sini?” seru Amora tidak menyangka akan kembali bertemu dengan Bara di sini padahal mereka tidak janjian untuk datang.Pria itu balas tersenyum. “Sepertinya kita memang ditakdirkan untuk selalu bertemu, Amor. Kalau seperti ini apa suamimu tidak curiga sama sekali?” tanyanya, sambil meremas paha Amora yang terbuka.“Aww ....” Amora mendesah pelan, menyandarkan tubuhnya pada pundak Bara sepenuhnya. “Dia tidak akan menduga jika aku sampai akan selingkuh. Aku selalu menjadi wanita paling baik di matanya,” ucapnya dengan tawa
“Kamu di mana?” Pertanyaan itu langsung menyambut pendengaran Valerie sesaat ia menerima panggilan telepon dari Sean.Valerie mengedarkan pandangan ke sekitarnya, sejujurnya ia masih berada di rumah sakit. Ia baru saja memberi ibunya makan dan langsung jatuh tertidur.“Aku ... aku sudah mau pulang,” ujarnya dengan terpaksa.Kalau boleh memilih, ingin sekali rasanya Valerie tinggal dan menginap di sini untuk menjaga ibunya. Akan tetapi, Sean memberinya izin untuk datang ke sini hanya beberapa jam dan tampaknya izin dari pria itu sudah habis buktinya dia sudah dicari.Alhasil, ia lebih memilih berbohong dibanding membuat Sean marah kembali padanya.Terdengar kembali seruan Sean di seberang sana. “Bagus! Aku memang menghubungimu untuk memberitahukan kalau waktu kamu sudah habis.”Benar, bukan? Sean memang si tepat waktu.“Mau aku jemput?” tawar pria itu tiba-tiba.Dijemput? Itu tandanya ia akan ketahuan tempat yang ia datangi. Dan jika tempatnya sudah diketahui, maka cepat atau lambat o
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada