Di lantai sebuah apartemen besar yang dijadikan tempat untuk pesta kini sudah dipenuhi lautan manusia berbeda jenis kelamin tengah meliukkan tubuh mereka satu sama lain. Amora juga ada di tengah-tengah pesta itu, mengenakan gaun super minim yang menampilkan belahan dada dan kaki jenjangnya dengan satu tangan yang tengah memegang sloki berisi cairan alkohol.Ia tengah tersenyum cantik ke arah Bara yang baru saja datang dan mengambil tempat duduk di sebelahnya. “Kau di sini?” seru Amora tidak menyangka akan kembali bertemu dengan Bara di sini padahal mereka tidak janjian untuk datang.Pria itu balas tersenyum. “Sepertinya kita memang ditakdirkan untuk selalu bertemu, Amor. Kalau seperti ini apa suamimu tidak curiga sama sekali?” tanyanya, sambil meremas paha Amora yang terbuka.“Aww ....” Amora mendesah pelan, menyandarkan tubuhnya pada pundak Bara sepenuhnya. “Dia tidak akan menduga jika aku sampai akan selingkuh. Aku selalu menjadi wanita paling baik di matanya,” ucapnya dengan tawa
“Kamu di mana?” Pertanyaan itu langsung menyambut pendengaran Valerie sesaat ia menerima panggilan telepon dari Sean.Valerie mengedarkan pandangan ke sekitarnya, sejujurnya ia masih berada di rumah sakit. Ia baru saja memberi ibunya makan dan langsung jatuh tertidur.“Aku ... aku sudah mau pulang,” ujarnya dengan terpaksa.Kalau boleh memilih, ingin sekali rasanya Valerie tinggal dan menginap di sini untuk menjaga ibunya. Akan tetapi, Sean memberinya izin untuk datang ke sini hanya beberapa jam dan tampaknya izin dari pria itu sudah habis buktinya dia sudah dicari.Alhasil, ia lebih memilih berbohong dibanding membuat Sean marah kembali padanya.Terdengar kembali seruan Sean di seberang sana. “Bagus! Aku memang menghubungimu untuk memberitahukan kalau waktu kamu sudah habis.”Benar, bukan? Sean memang si tepat waktu.“Mau aku jemput?” tawar pria itu tiba-tiba.Dijemput? Itu tandanya ia akan ketahuan tempat yang ia datangi. Dan jika tempatnya sudah diketahui, maka cepat atau lambat o
Langit di luar sudah tidak menunjukkan pagi lagi, sinar mentari sudah sangat terang benderang yang terasa menyengat kulit. Langit biru yang dipenuhi awan putih itu tampak luas terlihat dari kamar Valerie yang sepi.Saat ini sudah pukul dua belas siang. Valerie masih diam tak bergerak dibalik selimut, ia masih begitu nyaman bergelung di dalam selimut di kala rasa lelah di tubuh masih menyerang. Seperti kata Sean yang begitu rindu pada tubuhnya, semalam pria itu benar-benar tak melepasnya. Seakan pria itu tidak pernah puas dengan tubuhnya, menyentuhnya di mana-mana.Ketika perasaan kantuk mulai menghilang, ia menggeliat membuka kedua matanya. Secara refleks mencari seseorang yang bersamanya semalam.Melihat ke samping, tempat itu sudah kosong. Bantal dan seprei yang kusut membuktikan bahwa ia tidak tidur semalam sendirian dan ada yang menemani. Tetapi raga pria itu sudah menghilang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Valerie mengerjap pelan dan langsung mencari keberadaan jam. Ia lang
Valerie tidak menyangka Alden membawanya pada gedung mewah yang jauh lebih mewah dari apartemennya sebelumnya. Bahkan untuk masuk ke area gedung ini harus memperlihatkan kartu identitas terlebih dahulu.Membuat Valerie malah tidak tenang dengan tempat yang terasa asing ini. Kalau bisa memilih, tentu saja dia sudah nyaman dengan apartemennya yang sebelumnya. Tetapi nampaknya Sean lebih suka tempat ini.Namun meskipun begitu, Valerie tetap mengikuti langkah Alden dan dia dibawa ke bagian atas gedung. Area penthouse yang sepenuhnya satu lantai hanya untuk dirinya.Tak henti-hentinya Valerie bergumam takjub dengan luasnya dan pemandangan indah dari balik jendela kaca di sana. Ia tertegun sambil menatap pemandangan kota siang itu. Gedung-gedung tinggi memenuhi dengan langit biru putih yang begitu indah menemani.Valerie mendesah, ia kira akan dibawa ke tempat yang jauh lebih buruk dari apartemen sebelumnya. Tetapi tempat ini bahkan jauh lebih baik dan tentunya jauh lebih mahal.Tetapi apa
Di tengah kemarahan yang melanda Bara setelah mendengar perkataan Sean yang menyiratkan betapa pecundangnya dirinya, raut wajahnya menggelap dan kedua tangannya mengepal erat-erat.Sean sudah melenggang keluar dari ruangan itu masih dengan wajah pongah, yang langsung diikuti oleh yang lainnya di belakangnya. Orang-orang yang tadinya begitu puas melihat hasil presentasinya, kini seakan memandangnya sebelah mata setelah mendengar perkataan Sean yang tentu saja menyiratkan banyak makna. Bahkan hanya sedikit dari peserta rapat itu yang memberikan selamat untuknya, karena beberapa terpengaruh dengan perkataan Sean dan tentu saja karena masih menghargai CEO dari Kyler Group tersebut.Dan perlahan-lahan satu persatu peserta rapat tersebut meninggalkan ruangan, membuat ruangan itu sunyi seketika.Bara berdiri di tengah ruangan dengan tangan mengepal erat, urat rahangnya terlihat jelas. Ini bukan hasil yang ia inginkan, tetapi wajah malu yang akan ditunjukkan oleh rivalnya tersebut. Bersusah
Alden segera menjelaskan tentang kejadian yang terjadi antara Valerie dan Amora malam itu. Tentang bagaimana Amora yang menyakiti Valerie bahkan melukainya di bagian leher dengan brutal.“Nyonya Amora menemui Valerie di area taman apartemen malam itu. Keduanya terlibat percakapan yang cukup intens yang belum saya ketahui apa yang mereka perdebatkan. Selama percakapan itu, terlihat nyonya Amora menampar Valerie sampai dua kali, menjambak dengan kasar dan yang terakhir kalung yang dikenakan oleh Valerie ditarik dengan paksa. Hal itulah yang menimbulkan luka berdarah di bagian leher Valerie karena tarikan paksa itu.”Alden menyimpulkan kekerasan yang terjadi tersebut setelah melihat hasil CCTV yang didapatnya dari pengurus apartemen tersebut. Memang tidak mudah untuk mengakses CCTV tersebut, tetapi setelah menyebut nama Sean barulah mereka diberikan hasil CCTV itu.Sean terdiam sejenak setelah mendengar informasi tersebut yang disampaikan oleh Alden. Entah apa yang sebenarnya di dalam pi
Waktu masih menunjukkan pukul lima sore, langit masih berwarna biru dengan semburat jingga di bagian barat yang terlihat indah. Sean yang biasanya pulang dari kantor malam hari, tetapi sekarang ia memilih meninggalkan perusahaan lebih cepat dari sebelumnya.Sekali lihat saja Alden tahu apa penyebab atasannya bersikap tak biasanya seperti ini. Setelah melihat hasil rekaman dari CCTV ruangan CEO. Wajah Sean menyiratkan semuanya, marah, kecewa, dan seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Tanpa banyak kata, Sean tadinya langsung menyelesaikan beberapa pekerjaan yang menurutnya penting. Setelah itu langsung pergi meninggalkan perusahaan begitu saja.Bahkan Alden harus merasakan pusing yang bertubi-tubi karena banyak jadwal penting yang dibatalkan oleh Sean begitu tiba-tiba. Pekerjaannya bertambah banyak dengan mood Sean yang kian buruk di setiap detik saat berada di perusahaan tadi.Sedikitnya Alden bisa bersyukur Sean segera meninggalkan perusahaan saat ini. Tetapi mungkin Amora
Krek!Amora membuka pintu kamarnya dan langsung mencari keberadaan Sean yang menurutnya ada di dalam sini karena di bagian ruang tamu keberadaannya tak terlihat dan hanya kekacauan yang ada.“Sayang ...” panggilnya, namun yang menyambutnya di dalam sana adalah kekacauan serupa seperti di lantai ruang tamu.Kali ini figura foto pernikahan yang sebelumnya terpasang sempurna di dinding, vas bunga dan beberapa perintilan yang ada di dalam kamarnya kini hancur berserakan. Dan di tengah kekacauan itu, Sean justru berdiri dengan tenang sambil membuka lembaran-lembaran kertas yang tak bisa dilihat jelas oleh Amora dari tempatnya saat ini.Menghilangkan rasa gugupnya, Amora mencoba mendekati suaminya yang seakan tak peduli dengan keberadaannya padahal ia tahu persis kalau pria itu tahu akan kedatangannya namun dirinya malah diabaikan.“Sayang, ada apa ini?” tanyanya dengan nada selembut mungkin.“Apa yang terjadi sebenarnya, Sean?” tanya Amora lagi karena tak kunjung mendapatkan respons dari
“Kalian berdua berciuman! Kau membiarkan pria lain mencium dan menyentuh tubuh yang sudah menjadi milikku. Kau sangat-sangat menjijikkan di mataku!”Napas Sean berubah terengah-engah, dengan kasar ia lalu mendorong Valerie ke belakang dan membuatnya terbanting di kasur.Valerie masih berusaha menghindar, berusaha melepaskan diri dari tindihan tubuh Sean yang keras dan berat. Berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Sean yang kuat dan tanpa ampun. Tetapi pria itu terlalu kuat, terlalu marah. Bahkan Sean sama sekali tidak menyadari kalau perbuatannya yang begitu kasar sudah melukai dan menyakiti tubuh Valerie yang rapuh.Pria itu seperti kerasukan setan. Matanya menyala penuh kebencian ketika menatap ke arah Valerie. Dengan ketakutan yang amat sangat, Valerie masih berusaha memberontak dan turun dari ranjang. Tetapi Sean berhasil menangkapnya dan kembali membantingnya di ranjang dengan kasar, lalu menindihnya sekuat tenaga.Valerie mengernyit merasakan cengkeraman tangan Sean yang kas
“Wanita murahan harus diperlakukan selayaknya wanita murahan pada umumnya!”Kata-kata Sean yang diucapkan dengan nada dingin dan ketenangan menakutkan itu seolah-olah bergaung di ruangan yang hening itu.Pria itu sudah berhasil melepaskan kemejanya dan membuka ikat pinggang celananya, lalu meletakkannya di atas nakas ujung ranjang. Ekspresi wajahnya tenang, namun kedua bola matanya memancar begitu dingin. Dan ketenangan pria itulah yang malah membuat Valerie gemetar takut.“P—please ... dengarkan aku dulu, Sean! Kau harus mendengarkan semuanya ....”Valerie masih mencoba membujuk pria itu agar mendengar penjelasannya, bukannya langsung menuduhnya seperti yang dia lihat. Namun, mendapati ekspresi wajah Sean, ia tahu semua usahanya tidak akan pernah berhasil.Sean terlalu marah, pria itu telah dibutakan oleh kemurkaannya.“Lepaskan kemeja yang kau kenakan, Valerie!” perintah Sean dengan nada datar.Wajah Valerie langsung berubah pucat pasi mendengar perintah yang dilontarkan oleh Sean d
“Sa—sakit ...” rintih Bara mengernyit ketika Amora mengusap luka di sudut bibirnya dengan kapas.“Sebenarnya apa yang kau lakukan? Kenapa Sean bisa semarah itu?” tanya Amora yang sejak tadi penasaran hal apa yang Bara lakukan sampai menyulut amarah Sean. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah sakit setelah mengelabui Andre dan Shela untuk diberikan kepercayaan mengurus pria ini. Dan luka-luka yang ada di tubuh Bara akibat pukulan dari Sean sangat-sangat fatal, hidungnya patah dan tiga tulang rusuknya retak sehingga harus ditahan dengan sebuah perban. Belum lagi ditambah dengan luka lebam di seluruh tubuh dan wajah Bara yang membuatnya benar-benar terlihat memprihatinkan.Mata Bara bahkan sudah mulai membengkak membiru. Pukulan demi pukulan yang Sean layangkan benar-benar brutal.“Aku mencium wanita itu di hadapan Sean!” jawab Bara tanpa rasa bersalah sedikit pun, bahkan ia melontarkan kalimat itu dengan penuh kebanggaan.Bola mata Amora langsung melebar sempurna mendengar pengakua
“Sean, apa yang dikatakan pria itu semuanya bohong. Bahkan aku tidak mengenalnya dan dia pria gila!” Valerie berusaha menjelaskan ketika mereka sudah sampai di penthouse dan Sean masih menyeretnya dengan kasar memasuki kamar tidur mereka. Dan setelah membuka pintu, Sean langsung menghempaskan tubuh Valerie kasar ke tengah ranjang. “Dia berbohong, Sean!” Napas Valerie berubah tersengal putus asa mencoba meyakinkan Sean.Ingin rasanya Sean mempercayai perkataan Valerie bahwa Bara lah yang tengah berbohong. Hanya saja, bagaimana mungkin Bara bisa tahu siapa itu Valerie sehingga sengaja melakukan hal tersebut untuk mempengaruhinya. Jadi, justru Bara yang berkata benar dan Valerie berbohong.“Dia sama sekali tidak mengenalmu dan apa hubungan kita. Jadi, bagaimana mungkin dia berbohong?” tanya Sean datar, dengan tangannya yang bergerak membuka kancing kemejanya satu persatu.“Dia berbohong, percayalah padaku! Kami tidak berpapasan di luar seperti perkataannya, justru dialah yang masuk ke
“Apa yang kau lakukan pada istriku, sialan?” teriak Sean dengan amarah yang menggebu-gebu.Sean sengaja memberitahukan kepada Bara siapa sebenarnya Valerie. Dia bukan karyawan biasa di perusahaan ini, melainkan wanita itu sudah menjadi istrinya. Jadi, bagaimana mungkin Bara berani melakukan hal tak senonoh seperti apa yang dilihatnya barusan pada Valerie.Untuk melampiaskan amarahnya yang begitu menggebu-gebu, Sean terus menyarangkan pukulan demi pukulan yang membuat Bara kewalahan dibuatnya.“Mana aku tahu, Sean! Perempuan ini sendiri yang menawarkan diri padaku. Jadi, kenapa aku harus menolaknya?” balas Bara dengan nada terbata-bata, merasa kesakitan dan nyeri di seluruh tubuhnya akibat pukulan Sean yang tidak main-main.Meskipun kemarahan Sean sudah meluap-luap padanya, tetapi tetap saja Bara memancing amarah pria itu untuk semakin menjadi-jadi. Bukan tanpa alasan ia melakukan semua ini, tentu saja ia harus menyelamatkan pernikahan Amora. Meskipun ia benci setengah mati pada pria d
Para kolega bisnisnya akhirnya pulang juga, rapat akhirnya selesai. Dan semuanya berjalan sesuai keinginannya, dengan kata lain agenda rapatnya sukses besar.Hanya saja entah kenapa ia tidak bisa merasa lega, padahal yang dia nanti-nantikan akhirnya berhasil. Seakan ada sebuah kekhawatiran yang melandanya, dan membuatnya kalut luar biasa.Bahkan ia tidak bisa fokus mengikuti rapat ini, dan ia hanya mempercayakan semuanya kepada sekretarisnya. Ia hanya menjadi pengamat, sekaligus jika dimintai pendapat tetapi ia tidak turun tangan langsung untuk mempresentasikan hasil rapat tersebut.“Ada apa sebenarnya? Kenapa seperti ada beban berat yang mengganjal di dalam hatiku, padahal semuanya berjalan sesuai keinginan.”Sean berbisik pada dirinya sendiri, mempertanyakan kegundahan yang ia rasakan saat ini.‘Kau tahu kenapa?’ tanya balik suara hatinya.“Ah ya, aku tahu mengapa.”Sean mengakuinya.Semuanya tentu saja karena satu nama. Sebuah nama yang akhir-akhir ini begitu mempengaruhinya. Seora
“Ba—bara?”Valerie mengucapkan nama itu dengan kepala yang terus berpikir keras. Ia tidak tahu siapa pria di hadapannya, bahkan tidak tahu menahu apa gerangan yang membuatnya memasuki ruangan Sean tanpa bersama pria itu.“Apa Anda mencari Sean? Dia tengah ada rapat penting,” ucap Valerie memperingatkan, kalau-kalau pria di hadapannya ini datang mencari Sean.Bara tersenyum miring kemudian Mengangguk. “Hmm ... Sean sendiri yang memintaku untuk menunggunya di sini,” jawabnya dengan santai sambil bergerak mendekati Valerie yang tidak jauh dari tempatnya.Seketika suasana berubah jadi canggung, Valerie merasa tidak enak jika hanya berduaan dengan pria asing di dalam ruangan tertutup ini. Bahkan dia takut Sean akan salah paham kepadanya meskipun ia tahu tidak mungkin dirinya melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh suaminya tersebut.“Ah, benarkah? Sebelumnya Sean tidak memberitahuku kalau akan ada temannya yang akan datang,” balas Valerie kembali dengan nada kikuk.Seketika ia meras
“Aku tinggal di sini tidak apa-apa, kan?”Sean dan Valerie saat ini sudah berada di ruangan CEO perusahaan ini. Sean sudah bersiap-siap untuk menghadiri rapat, tetapi rasanya berat jika harus meninggalkan Valerie seorang diri di ruangannya.Valerie memberikan anggukan kecil. “Iya, Sean. Ini sudah yang ketiga kalinya kamu berpamitan tetapi belum juga pergi,” jawab Valerie sembari terkekeh.Terlihat sekali bukan dirinya yang berat dibiarkan seorang diri di dalam ruangan luas dan megah bercampur maskulin itu. Melainkan Sean sendiri yang seakan enggan untuk meninggalkannya, padahal Valerie sama sekali tidak keberatan.“Apa kau yakin? Aku takut jika kau kenapa-kenapa di sini tanpa aku, Valerie,” ucap Sean kembali dengan nada nelangsa.Valerie kembali terkekeh. “Tidak apa-apa, Sean. Aku baik-baik saja. Lagi pula, ini adalah perusahaan yang di dalamnya banyak manusia. Kalaupun ada apa-apa, aku bisa meminta tolong pada mereka. Dan juga durasi rapat itu tidak memakan waktu selama berhari-hari
Semua mata hanya tertuju pada dua sejoli yang baru saja memasuki pintu gedung perusahaan Kyler Group. Bagaimana tidak, CEO dari perusahaan mereka kini menggandeng seorang wanita yang ia ketahui adalah salah satu karyawan di perusahaan ini.Valerie yang menyadari tatapan itu seketika merasa tidak nyaman, dia segera menjauh agar kemesraan yang diperbuat oleh Sean tidak terlalu jelas. Namun, bukannya Sean membiarkan Valerie menjauh darinya dia justru meraih pinggang Valerie dan memeluknya. Setelah itu ia kembali menghela Valerie memasuki perusahaannya tanpa peduli dengan tatapan penasaran dari para karyawan yang kebetulan ada di sana dan melihat kedatangannya.“Sean, lepaskan aku!” pinta Valerie dengan nada berbisik, sembari berusaha menjauhkan tangan Sean dari pinggangnya.Namun bukannya melepaskan pelukannya sesuai permintaan Valerie, Sean justru semakin mengeratkannya. Ia lalu menunduk dan menatap Valerie tidak suka. “Memangnya ada yang salah?”Sean mengatakan kalimat itu dengan nada